Share

6|Menikahi Dia

Author: Meina H.
last update Last Updated: 2023-02-23 12:36:45

~Galang~

Wanita yang duduk di depanku bukanlah orang yang baru aku kenal dalam beberapa jam. Aku sudah mengenal dia selama dua puluh lima tahun. Aku adalah seniornya di SMU, sedangkan dia anak baru yang tidak gentar melawan aku pada masa orientasi sekolah.

Kami yang semula musuh bebuyutan terpaksa berbaikan, karena sebuah kecelakaan yang membuat kepala sekolah berang. Uniknya, kami justru menjadi teman baik sejak saat itu. Sayangnya, aku tidak tinggal di sekolah itu untuk waktu lama. Walaupun aku kuliah, kami tetap berteman sampai bertemu lagi di kampus yang sama.

Dia menolak lamaranku, tetapi aku belum mau menyerah. Masa tidak ada satu hal pun yang bisa membuat dia goyah? Namun ketika aku tidak berhenti menggodanya, dia mengatakannya. Dia mengucapkan kalimat yang aku tunggu-tunggu. Sebelum dia berubah pikiran, aku melamarnya di depan kedua orang tuanya.

“Aku tidak percaya ini. Kamu membuat aku menunggu begitu lama hanya untuk melihat kamu menikahi perempuan yang selama ini ada di sisimu??” pekik Bunda terkejut. “Mengapa kamu tidak lamar dia sejak dia putus dari pacar bodohnya itu??”

Respons orang tuaku, terutama Bunda, bukanlah hal yang mengagetkan lagi. Mereka memang tidak pernah mendorong aku dan Fay untuk bersama, tetapi aku tahu yang mereka pikirkan. Mereka pasti berharap kami akan punya hubungan yang lebih dari teman.

Bunda menyukai wanita itu karena keterusterangannya. Fay memang sering bicara kasar, tetapi ibuku tidak pernah keberatan atau protes mendengarnya. Dia justru lebih suka menanyakan pendapatnya mengenai apa pun daripada ideku, Ayah, atau kakakku.

“Umur kamu sudah empat puluh dua tahun. Kalau memang kamu akan menikah dengan dia, mengapa tidak dari dahulu?” protes Bunda, masih belum puas melampiaskan amarahnya. “Kalian berteman begitu lama, masa kamu tidak tahu bagaimana cara memenangkan hatinya??”

“Sudah, Bu. Yang penting dia akhirnya menikah juga. Siapa pun orangnya, bagaimana pun caranya, yakinlah. Saat ini adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk menikah,” kata Ayah, melerai. “Bilang kepada orang tua Fayola, kami akan datang pada hari Rabu malam.”

“Baik, Ayah.” Aku bangun dari dudukku, lalu mencium pipi Bunda sebelum pergi ke kamar. Untuk sementara, aku tinggal bersama mereka. Jadi, segala persiapan bisa lebih mudah dikerjakan.

Kedua orang tua kami sudah pernah bertemu beberapa kali dalam acara besar keluarga kami atau mereka. Jadi, kami tidak perlu memperkenalkan mereka lagi. Kami bahkan tidak dibutuhkan, karena mereka sudah lebih berpengalaman menyiapkan segala detailnya.

Yang tidak aku duga-duga adalah pernikahan kami dilangsungkan pada bulan berikutnya. Mereka begitu yakin bisa menyiapkan segalanya dalam waktu satu bulan. Aku langsung setuju dengan tanggal yang mereka tentukan, karena tidak sabar bisa menikah dengan Fay secepatnya.

“Ingat,” katanya saat memberikan helm kepadaku. “Kita tidak tidur di kamar maupun ranjang yang sama. Jangan memeluk atau mencium aku secara berlebihan. Aku mau kita tetap pada kesepakatan kita, hanya berteman walaupun status kita sudah berubah.”

“Iya, Fay.” Aku memutar bola mataku. “Apa kamu pikir aku ini seorang pemerkosa? Aku masih Galang yang kamu kenal. Aku tidak akan berubah sikap hanya karena kita menikah.”

Tentu saja aku sudah punya rencana tersendiri agar hubungan kami bisa lebih dari teman. Namun dia tidak perlu tahu itu. Aku mengenal dia dan tahu benar apa yang bisa membuat hatinya luluh. Aku hanya perlu menggunakan waktu dan kesempatan yang tepat.

Sampai di rumah, aku tertawa membaca pesan panjang darinya. Dia memberi daftar hal-hal yang tidak boleh diubah dalam hubungan kami. Sampai tugas-tugas kami di rumah pun diketik sangat detail. Dia pikir kami akan tinggal di sana. Sesaat lagi, dia akan tahu.

“Mengapa kamu lama sekali berdiri di sana?” tanya Bunda. Dia membukakan pintu depan untukku.

“Calon menantu Bunda rewel sekali.” Aku melambaikan ponselku setelah membubuhkan tanda tangan pada dokumen daring yang dia kirim. Ada-ada saja. Jika dia begitu takut menikah denganku, mengapa dia mengiyakan ajakanku? “Kami baru saja berpisah, dia sudah merengek bilang rindu.”

Bunda memasang wajah tidak percaya. “Yola bukan wanita manja. Pasti kamu yang menghubungi dia dan menggombal bilang rindu.” Dia melengos masuk ke rumah sebelum aku sempat membalas. Aku menganga tidak percaya.

Pengaruh Fay benar-benar luar biasa. Ibuku sendiri lebih berpihak kepadanya daripada aku. Untung saja kami tidak akan tinggal bersama mereka. Jadi, aku tidak perlu khawatir akan menjadi bulan-bulanan mereka berdua.

Ketika aku akhirnya bertemu dengannya lagi setelah dihalangi keluarga selama beberapa hari, aku tidak bisa bicara. Dia cantik sekali dengan kebaya putihnya. Warna yang melambangkan bahwa dia belum pernah memberikan dirinya kepada lelaki mana pun.

“Tutup mulutmu, Galang. Jangan buat dirimu sendiri malu,” bisik Pendeta yang berdiri di sisiku. Aku menurut dan menarik napas panjang.

Bukan hanya aku. Semua mata yang mengarahkan pandangannya kepada pengantinku juga tidak bisa menyembunyikan rasa kagum mereka. Gadis pembangkang yang membuat aku susah dahulu telah tumbuh menjadi seorang wanita dewasa. Sesaat lagi, dia akan menjadi istriku, yang akan aku jaga dan sayang selamanya.

Aku berhasil menahan diri untuk tidak mencium atau menyentuh dia secara berlebihan usai kami dinyatakan resmi sebagai suami istri. Mencium keningnya, memegang tangannya, serta merangkul bahunya sudah cukup untuk satu hari. Aku masih punya banyak kesempatan untuk melakukan lebih dari semua itu nanti.

“Gunung yang indah, ya. Apa menurutmu, kita bisa menaklukkannya suatu hari nanti?” tanyanya ketika kami sudah berada di puncak Bukit Pergasingan, Lombok Timur. Kami sama-sama menatap ke arah Gunung Rinjani.

“Tentu saja bisa. Yang lebih sulit dari ini sudah pernah kita daki,” kataku dengan santai.

Membawa dia berbulan madu ke Bukit Pergasingan adalah salah satu caraku untuk memenangkan hatinya. Gunung Rinjani adalah target utamanya, tetapi kami tidak punya cukup cuti untuk mendaki gunung tersebut. Aku sudah merencanakan hari yang tepat untuk kami bisa pergi ke sana.

Baginya, gunung adalah tempat di mana dia bisa merasa lebih tinggi dengan berdiri di puncaknya. Perempuan bertubuh pendek ini memang selalu tidak percaya diri dengan tinggi badannya. Berbeda denganku. Aku menyukai gunung, karena di puncaknyalah aku pertama kali jatuh cinta. Gadis itu telah mengobrak-abrik hatiku pada masa mudaku.

“Kita menginap di rumah orang tuamu?” tanyanya ketika taksi yang kami tumpangi berbelok ke jalan menuju rumahku.

“Iya. Hanya satu malam. Ada yang perlu kita diskusikan,” jawabku. Dia mengangguk pelan.

Bunda sangat baik dengan menyiapkan makan malam yang lezat. Kalau aku datang dari naik gunung dengan tubuh remuk, dia selalu mengajak bicara sampai malam, tidak saat ada Fay. Bunda langsung menyuruh kami istirahat di kamar.

Ibu apa itu yang lebih sayang kepada menantu daripada putranya sendiri? Aku tidak boleh terlalu sering mengajak Fay bermalam di sini. Bisa-bisa aku akan jadi bulan-bulanan mereka berdua nanti. Aku membiarkan Fay mandi lebih dahulu, lalu aku.

Menaati kesepakatan kami, aku tidak tidur di ranjang bersamanya. Jadi, aku menggelar karpet, kemudian mengalasinya dengan selimut tebal agar empuk. Aku baru saja membaringkan tubuhku ketika mendengar langkah kaki Bunda. Aku mengetahuinya dari bunyi alas kakinya yang khas.

“Aduh!” pekik Fay ketika aku menghadang kakinya hingga tersandung dan jatuh di atasku. Cepat-cepat aku berputar sehingga dia yang berbaring di atas selimut.

Bunda masuk tepat saat kami sudah berada di posisi yang bagus. Aku berpura-pura marah, padahal aku mensyukuri sifat ingin tahunya itu. Aku bisa berada dekat dengan Fay tanpa khawatir dia akan menolak atau curiga dengan tindakanku.

Saat dia menutup pintu kamar, aku tidak segera melepaskan Fay. Aku tahu dia akan kembali lagi. Apa dia pikir aku tidak tahu apa yang ada di dalam kepalanya? Dia adalah ibu kandungku. Benar saja. Bunda membuka pintu lagi dan mengomentari posisi berbaring kami di lantai.

Aku tertegun merasakan debaran jantung Fay yang cepat. Mungkin karena keadaan kembali hening, aku bisa merasakan setiap tarikan napasnya. Dadanya naik turun dengan cepat. Aku tidak menahan diri untuk membelai pipinya. Halus. Jika aku menciumnya, apakah dia akan mengizinkan aku?

Meina H.

Entah mengapa, adegan terakhirnya membuat jantung ini ikut berdebar lebih cepat. ≧ω≦ Hai, teman-teman. Novel ini sudah muncul di aplikasi, maka kita sudah bisa memulai perjalanan panjang kita. (♡ω♡ ) ~♪ Jangan segan berkomentar jika ada masukan atau kritik, ya. Bisikkan kepada kekasih, teman, rekan, juga saudara juga mengenai buku ini, jika teman-teman menyukai ceritanya. ♡ Aku akan menambah satu bab setiap hari, jika memungkinkan bisa lebih akan aku unggah. Terima kasih atas pengertian dan dukungan dari teman-teman semua. Salam sayang, Meina H.

| 5
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nurhidayatine AgusSusanto Mamahnya Kanz
ak semalam udah baca Ampe jauh,trus ketutup sendiri.kok pas buka lagi dari awal dan harus berbayar ya tor......
goodnovel comment avatar
Gio Booklover
kenapa kak mei? masa othor nya debar2 baca tulisan nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   7|Salah Lihat

    ~Fayola~ Matanya yang semula menatap mataku, turun perlahan lalu berhenti untuk melihat bibirku. Ketika dia kembali membalas tatapan mataku, sesuatu yang sebelumnya tidak aku temukan, aku lihat di kedua indra penglihatannya itu. Dia mendekatkan wajahnya, aku tertegun sejenak. Jantungku, anehnya, berdetak semakin liar di dadaku. Aku sampai menahan napas, takut dadaku akan menyentuh bagian depan tubuhnya. Tidak punya cara lain yang lebih jitu, aku mengantukkan kepalaku ke dahinya. “Aw!” serunya dengan suara tertahan. Aku segera mendorong tubuhnya menjauh dariku, lalu duduk. Kepalaku juga terasa sakit karena antukan itu. “Ibumu sudah pergi, mengapa kamu masih ada di atasku?” protesku dengan kesal sambil mengusap-usap keningku. “Rusak sudah krim yang baru aku oleskan. Apa kamu tidak tahu harganya mahal?” Dia tertawa kecil dan berbaring telentang di atas alas tidurnya. “Kamu sudah empat puluh tahun, Fay. Untuk apa buang uang supaya tidak keriput? Aku tidak akan meninggalkan kamu hanya

    Last Updated : 2023-02-24
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   8|Kado Istimewa

    Walaupun kami sama-sama sedang mempertahankan pendapat kami, fokus kami tidak teralihkan. Kondisi lalu lintas tetap menjadi perhatian utama kami. Dia menginjak rem tepat pada waktunya. Namun mobil tidak sampai berhenti sehingga tidak terjadi tabrakan beruntun di belakang kami. “Pengendara bodoh! Cari mati jangan di depan mobil mahalku!” teriaknya penuh amarah. Orang yang dimaksud pergi begitu saja, merasa tidak bersalah. “Oh, Tuhan. Jantungku hampir lepas. Untung saja dia tidak mati tertabrak.” Aku mengusap-usap dadaku. Kecelakaan itu terjadi lagi. Aku tertegun sejenak sebelum menoleh ke arah Galang. Matanya terpicing sehingga nyaris membentuk dua garis lurus horizontal. “Lain kali kita naik sepeda motor saja.” Dia menggeleng pelan. Aku rasanya ingin jok itu memakan aku agar tidak perlu menghadapi dia lagi. Memalukan sekali. Aku yang sudah kentut sembarangan, aku juga yang memarahi dia paling keras. Padahal yang dia katakan benar. Seharusnya aku jujur saja dari awal. Pertengkaran t

    Last Updated : 2023-02-25
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   9|Memanjakan Dia

    ~Galang~ Seandainya saja dia tahu berapa pendapatanku dalam satu bulan, dia tidak akan menyebut aku membuang-buang uang. Aku tidak menjawab pertanyaannya, melainkan membawa dia masuk dan menuju apartemen lewat elevator. Aku puas melihat dia terpukau kagum melihat segala yang ada di dalam apartemen kami. Memang ini tujuan aku membelinya. Lokasinya tidak jauh dari kantornya, tetapi juga tidak berada tepat di pusat kota. Aku tidak akan tahan menghadapi kemacetannya pada akhir pekan. “Kenyangnya …!” Dia bersandar pada kursinya setelah menghabiskan makanannya. “Badanku terasa remuk gara-gara Mama. Pasangan mana yang mempersiapkan pernikahan dalam waktu satu bulan saja? Aku jadi kasihan mengingat kita mendapat jadwal di gereja, karena ada pernikahan yang batal.” Aku menatapnya penuh arti. “Aku dan si bodoh itu beda kasus. Kami belum sampai pada tahap mempersiapkan pernikahan,” protesnya, memahami maksudku. “Ada apa? Kamu masih cinta dia?” tanyaku sambil lalu. “Ukh!” Dia berpura-pura mu

    Last Updated : 2023-02-26
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   10|Tak Terduga

    ~Fayola~ Aku tidak pernah merasa begitu malu dalam hidupku. Ah, maksudku, setelah apa yang dilakukan oleh mantanku. Ini adalah hal yang tidak hanya membuat wajah memerah dan jantungku berdetak sangat cepat, tetapi aku nyaris kehilangan kata-kata. Namun mendengar sebutannya atas benda yang ada di dalam tas belanja itu, aku tertawa terbahak-bahak. Kain perca? Aku tidak tahu dia selugu itu. Kado dari Nidya dan Kemala adalah pakaian tidur wanita yang bahannya sengaja terbuka pada bagian intim, bukan kain perca. “Bisakah kamu berhenti tertawa dan minum kopimu dengan benar?” ucap Galang pada pagi harinya. Kelihatan dia masih kesal atas sikapku pada malam sebelumnya. “Aku tidak mau kamu sampai memuncratkan cairan itu lagi ke mukaku.” “Maaf. Aku tidak bisa berhenti tertawa.” Aku mengipas-ngipas wajah dengan kedua tanganku, berusaha untuk mengendalikan emosiku. Dia semakin cemberut. Aku akui bahwa dia adalah suami yang sangat baik. Saat aku keluar dari kamar tidur, roti panggang, berbagai

    Last Updated : 2023-02-27
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   11|Bisa Cemburu

    Aku merapatkan bibirku, berusaha untuk tidak mengatakan apa pun. Dia sudah menoleransi aku yang kentut di mobilnya, maka tidak adil kalau aku marah kepadanya. Jadi, dengan berat hati, aku memalingkan wajah dan memandang ke arah kaca depan mobil. Namun bukannya berhenti dan menghargai sikap mengalahku, dia meneruskan kebiasaan joroknya itu. Aku mengepalkan tangan, menahan diri. Ini adalah mobilnya, maka dia punya hak melakukan apa pun yang dia mau. Aku tidak boleh marah. “Bisakah kamu menghentikan itu?” kataku, tidak tahan lagi. Dia mengorek hidung, lalu menyeka tangannya di bagian paha celananya. Ggrr, joroknya dia. Pakaianku bisa kena kotoran itu juga saat orang mencuci pakaian kami. Namun aku tidak mau membayangkannya. “Aku tidak menghalangi kamu kentut. Mengapa kamu marah aku mengupil?” ucapnya, tidak peduli. “Pakai tisu, Lang. Kamu meletakkannya di sana, di dasbor agar mudah kamu raih. Bukan dilap di celana kamu. Jorok, tahu, enggak?” kataku lagi. “Ini celanaku, mengapa kamu b

    Last Updated : 2023-02-28
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   12|Proyek Rahasianya

    “Silakan masuk.” Terdengar jawaban dari balik pintu yang aku ketuk. Aku menelan ludah dengan berat, lalu membuka pintu tersebut. Galang menepati ucapannya pada saat aku dipecat lima belas tahun yang lalu. Dia membantu aku mencari informasi dari seluruh teman-temannya mengenai lowongan pekerjaan untuk desainer grafis. Hanya satu minggu menganggur, aku mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Tentu saja setelah melewati seleksi yang ketat. Aku sangat menyukai tempat ini dan lingkungannya. Para karyawan sangat akrab dan mau bekerja sama dengan baik. Iya, aku pernah mengalami hal yang kurang menyenangkan, tetapi itu bukan masalah. Sudah biasa di tempat yang nyaman selalu akan ada yang sengaja mengusik kedamaian. “Selamat siang, Bu,” sapaku dengan sopan. “Selamat siang, Fayola. Silakan duduk.” Aku terkejut melihat makanan yang ada di atas meja. “Ayo, duduk. Jangan berdiri saja. Aku sudah lapar.” “Ng, baik, Bu.” Aku menurut dengan duduk di kursi di depannya. Jantungku berdebar dengan cepa

    Last Updated : 2023-03-01
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   13|Belum Sempurna

    Dia yang semula duduk tegak dan berwajah tegang berubah santai. Dia tersenyum penuh arti. “Rahasia,” jawabnya. Itu kalimat yang paling aku benci. “Yang penting, klien suka dengan hasilnya.”“Aku tidak suka rahasia. Cepat katakan. Ada apa dengan warna kuning?” desakku tidak kuat lagi menahan rasa penasaran. “Bahkan untuk pilihan warna matahari pun, kamu selalu menggunakan jingga, tidak pernah ada warna kekuningan.”“Pekerjaanku hari ini sangat banyak, aku mengantuk.” Dia malah berpindah ke sisi lain tempat tidur untuk berbaring. “Sebaiknya kamu juga tidur, karena kita harus bangun subuh.”“Enak saja kamu menghindar begini. Jawab pertanyaanku.” Aku ikut menaikkan kakiku ke ranjang dan mendekatinya. “Aku penasaran, jadi kamu tidak bisa tidur sebelum menjawab pertanyaanku.”“Fay, aku benar-benar lelah.” Melihat dia menutup mata, aku menggelitik pinggangnya. Itu adalah titik kelemahannya.“Fay!” pekiknya dengan suara tertahan. Namun aku tidak berhenti dan terus menyerang kedua bagian tubuh

    Last Updated : 2023-03-01
  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   14|Kado Untukmu

    “Mengapa kita ke sini?” tanya Galang yang malas-malasan melangkahkan kakinya.“Aku belum membeli kado untukmu. Nah, dari hasil selancarku, pria paling suka diberi jam tangan. Kamu suka merek yang mana?” Aku melihat deretan etalase yang menjual jam tangan khusus pria. Dia mengusap-usap dagu dengan tangannya.“Kamu yakin kamu punya uang?” Dia memicingkan matanya, menatap aku tidak percaya.“Aku tidak akan membawa kamu ke sini bila aku bokek.”Dia memilih salah satu konter, maka aku ikut mendekatinya. Dia pasti sedang menguji aku dengan menunjuk jam terbaru dengan harga yang wow, tetapi aku tidak keberatan. Aku membayar jam itu, lalu menerimanya dari wanita yang melayani kami.“Eh, tunggu.” Aku menjauhkan tas itu dari jangkauan Galang. “Kamu hanya bisa menerimanya nanti di apartemen.” Dia tertawa.Aku mengajaknya menuju tempat sepatu kets. Dia suka sekali memakainya, bahkan ke tempat kerja. Seperti saat memilih jam, dia juga mendekati sepatu yang paling baru dan mahal. Aku menurut, memba

    Last Updated : 2023-03-02

Latest chapter

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   Terima Kasih, Sahabat

    Aku, Galang, dan Fayola mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan teman-teman. Dari munculnya ide cerita pada 19 Juli 2021, sampai pertama kali diunggah di sini pada tanggal 31 Desember 2022, akhirnya tamat pada hari ini, tanggal 16 April 2023. 120 bab, 160.950 kata. Wow. (´⊙ω⊙`) Galang dan Fayola sering membuat pusing saat menyampaikan ide cerita, jadi aku yakin ada banyak kekurangan pada karya ini. Untuk itu, aku mohon maaf. Semoga aku bisa terus memperbaiki diri dan menyajikan novel yang semakin berkualitas nan menghibur pada karya berikutnya. Bila ada yang mau disampaikan langsung kepadaku, Galang, atau Fayola, silakan ke kolom komentar, ya. Pasti kami balas. ♡♡♡ Terima kasih banyak untuk setiap sumbangan gem lewat vote, komentar, dan aku masih menunggu review dari teman-teman pada “Tentang buku ini”. Jika suka dengan novel ini, bantu bagikan ke kenalan yang lain yang juga mencari bacaan bagus, ya. Uhuk. ≧ω≦ Akhir kata, sampai jumpa lagi. Sembari menunggu, silakan mampir k

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   120|Teman Ributku

    Adakah orang di sisimu ketika duniamu runtuh di hadapanmu? Orang yang memegang tanganmu dan berkata, “Semuanya akan baik-baik saja. Ada aku di sini.” Sekalipun kamu tidak percaya, kalimat sederhana itu memberi kamu sepercik harapan. Air mata mengalir tiada henti di kedua pipimu, hatimu patah tidak mudah untuk disatukan kembali, dan tubuhmu nyeri menahan sakit yang luar biasa. Namun tangan itu memberi kamu kekuatan baru untuk merangkak lagi, memulai segalanya dari bawah. Aku ada. Orang itu bukan keluargaku, bukan pula sahabat yang aku percayakan semua rahasiaku, dia adalah teman ributku, Galang. Satu-satunya orang di dunia ini yang mengetahui rahasia terdalamku. Rahasia yang bahkan tidak berani aku ungkapkan kepada ibu kandungku. Menikah dengan sahabat sendiri itu geli. Sungguh. Bayangkan saja, orang yang kamu ketahui semua jeleknya, busuknya, hingga semua kebaikannya tertutupi. Apa bisa kamu mencium dia? Kamu pasti tertawa seperti pengalaman serius pertamaku dengan Galang. Kalau se

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   119|Berganti Peran

    ~Fayola~Aku sangat mencintai suamiku, tetapi ada juga saat-saat aku membenci dia sampai ke ubun-ubun. Dalam peran kami sebagai orang tua, aku selalu menjadi antagonis, monster di mata anak-anak. Sedangkan dia, menjadi malaikat yang selalu menolong, menghibur, dan memaafkan mereka.Namun menyadari betapa pentingnya keseimbangan sebagai orang tua, aku terpaksa menuruti cara itu. Karena ada juga waktunya, akulah yang menjadi protagonisnya, sedangkan Galang yang menjadi orang jahatnya. Membesarkan anak benar-benar menguras tenaga, pikiran, dan emosi.Kasihan kepada Galang yang lemas melihat kondisi sofa favoritnya, aku pun memanggil jasa untuk memperbaikinya. Untuk sementara, aku memindahkan sofa dari ruang depan ke ruang keluarga. Sebentar saja, sofanya pun jadi bagus lagi. Busa dan kainnya diganti dengan yang baru.“Jangan bilang mereka mencoret sofa lagi,” ucapnya kepadaku ketika dia menuruti anak-anak yang menarik tangannya untuk masuk ke ruang keluarga. Aku hanya tersenyum.“Kejutan

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   118|Anak Pintar

    “Apa kamu ini tidak bisa jalan dengan benar? Kamu tadi menyeret aku keluar kamar, lalu sekarang berhenti mendadak. Aku sampai tersandung. Untung saja aku tidak jatuh,” protes Fay. Aku memberi sinyal dengan mataku, dia malah memukul dadaku. “Ayo, cepat. Katanya sudah lapar, mengapa malah diam di sini?” Aku kembali melotot dan memberi tanda agar dia melihat ke arah depan kami. “Ada apa, sih? Lidah kamu terjepit?” “Jadi, ini yang dimaksud dengan naik gunung?” Mendengar kalimat itu, barulah Fay sadar dan menelan ludah dengan berat. Matanya yang semula mengantuk, terbuka lebar dan dia memasang senyum. Menginap di sini bukanlah rencanaku, jadi aku tidak mau menjawab pertanyaan itu. “Eh, anak mama ada di sini!” serunya pura-pura terkejut. “Hai, sayang! Ezio! Athena!” Dia mencium dan memeluk mereka satu per satu. “Kalian sudah rapi pakai seragam.” “Papa dan Mama benar naik gunung?” tanya Ezio lagi. Ayah dan Bunda yang berdiri di belakang mereka hanya menahan tawa. Melihat itu, aku memint

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   117|Terwujud Juga

    “Mama perginya jangan lama-lama, ya. Cepat pulang, ya, Ma,” isak Ezio.Kami bicara baik-baik semalam mengenai kepergian kami Lombok. Mereka mengerti bahwa mereka akan tinggal bersama kakek dan nenek mereka selama kami tidak di rumah. Bangun tidur, segalanya masih baik-baik saja. Barulah di dalam taksi, mereka mulai menangis.Aku dan Fay jelas panik dengan sikap mereka tersebut. Namun membatalkan kepergian kami adalah pilihan yang tidak akan aku ambil. Perjalanan ini mungkin tidak akan bisa kami lakukan lagi dalam waktu dekat. Aku mengajukan cuti bukan untuk bersantai di rumah saja.“Papa janji akan pulang hari Rabu, jangan bohong, ya, Pa,” tangis Athena.Aku dan istriku saling bertukar pandang. “Sayang, kami pasti kembali hari Rabu. Kalian berjanji akan bersikap baik. Mana janjinya? Mengapa kalian malah menangis?” ucap Fay.“Jangan khawatir. Mereka akan baik-baik saja,” kata Bunda, menengahi. “Pergilah. Taksi sudah datang. Jangan sampai kalian terlambat sampai di bandara.”“Baik, Bund

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   116|Membahagiakan Dia

    ~Galang~ Walau aku sangat marah kepada wanita perusak rumah tangga orang itu, aku bersyukur aku dalam keadaan tidak sadar ketika dia meniduri aku. Jadi, aku tidak mengingat apa pun yang terjadi di kamar hotel pada malam itu, yang menolong aku lebih cepat memaafkan diriku sendiri. Aku hanya mengenal tubuh istriku, setiap sentinya. Hanya wajahnya yang pernah aku lihat dalam keadaan paling intim. Yang paling penting, dia saja wanita yang aku inginkan. Aku merasa bersalah meski aku tidak ingat kejadian bersama Trici, tetapi aku akan membayarnya seumur hidupku dengan membuat istriku lebih bahagia dari sebelumnya. Membawa bunga setiap hari itu adalah salah satu contoh yang aku tahu akan membuat dia bahagia. Kalau dia melarang, maka aku menurutinya. Aku mau dia bahagia saat aku memberinya sesuatu, bukan merasa tidak enak. “Kamu pasti tidak sadar kita genap menikah selama empat bulan kemarin,” tebakku. Dia melihat aku dan tanganku yang ada di belakang tubuhku secara bergantian. “Kamu tahu

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   115|Selalu Mengecewakan

    Aku hanya bisa menundukkan kepala dan pasrah dengan air mata yang tidak bisa aku kendalikan terus mengalir turun membasahi wajahku. Aku mendadak merasa kecut, karena yang selalu aku sampaikan kepada mereka adalah berita buruk. Mengapa tidak bisa satu kali saja, aku memberikan kabar baik kepada keluargaku? Aku mau melihat mereka tertawa dan bersorak bahagia seperti saat Amara menyampaikan kabar kehamilannya. Oh, Tuhan. Mengapa aku selalu menjadi pembawa kabar buruk dalam keluargaku? Sudah pasti mereka akan kecewa mendengar pengakuanku. Aku bukan hanya merusak suasana, aku juga akan menghancurkan kebahagiaan adikku. Seharusnya hari ini adalah hari bahagia bagi kami semua. Seandainya saja aku tidak mengundur hal ini …. “Lebih dari lima belas tahun yang lalu, aku keguguran dan harus menjalani operasi. Tetapi dokter menemukan adanya fibroid atau tumor yang tumbuh di sekitar rahim yang berukuran sangat besar. Aku sendirian dan harus memberikan keputusan segera.” Aku memejamkan mataku. “K

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   114|Masih Berharap

    Aku tidak tahu harus melakukan apa, jadi aku menunggu mereka yang bergerak lebih dahulu. Sudah beberapa minggu ini hubungan kami sedang tidak enak. Jadi, mau tidak mau aku merasa canggung harus bersikap bagaimana.“Semoga kalian tidak keberatan aku mengajak mereka juga.” Bunda menoleh ke arahku. “Papa dan mamamu memaksa ingin ikut, jadi kami tadi menjemput mereka sebelum datang ke sini.”“Kami tidak keberatan, Bunda,” kataku dan Galang secara bersamaan.Ezio dan Athena bergantian memeluk Ayah dan Bunda, lalu mereka menatap ragu kepada Papa dan Mama. Cinta pertamaku itu yang lebih dahulu mendekat dan memeluk kedua anak tersebut. Mama pun melakukan hal yang sama.Aku tersenyum saat Galang merangkul bahuku, lalu mencium pelipisku. “Aku akan membeli tiket untuk kita,” bisiknya. Aku mengangguk.Anak-anak berjalan sambil menggandeng tangan Ayah dan Bunda, Papa mengikuti Galang menuju loket, sedangkan Mama mendekati aku. Dia memeluk aku, menghangatkan hatiku. Lega rasanya, kami sudah berbaik

  • Menjadi Istri Gadungan Sahabatku   113|Membutuhkan Kamu

    “Bisakah kalian pelan sedikit?” keluhku, melihat keempat makhluk tukang pamer itu berlari santai di depanku. Bukannya memperlambat lari mereka, ketiganya malah tertawa mengejek aku. Lala bahkan menyalak senang.Mereka bertiga bekerja sama agar aku bangun subuh dan ikut joging. Kalau bukan karena aku penasaran ingin mendaki Gunung Rinjani, aku tidak akan melakukan ini. Seandainya anak-anak sedikit lebih besar, pasti menyenangkan bisa pergi dengan mereka juga.Setelah joging, aku menolong Athena untuk mandi dan berganti pakaian di kamarnya, sedangkan Galang membantu Ezio. Barulah aku menuju kamar mandi di kamar tidur kami. Namun suamiku bergabung dan ikut mandi bersamaku.“Tidak, Lang. Kita bisa terlambat,” tolakku saat dia mengajak bercinta. Aku sangat menginginkan dia setelah berhari-hari puasa, tetapi kami tidak punya waktu untuk melakukan ini.“Kamu bilang kamu membutuhkan aku,” katanya, mengingatkan.“Semalam, bukan pagi ini,” ralatku.“Sayang sekali, aku selalu membutuhkan kamu se

DMCA.com Protection Status