Share

5. Puaskan saya, Ana!

Arka tampak mondar mandir di atas balkon. Ana yang sedang membantu bi Sri menyiram tanaman, dapat melihat dengan jelas kebingungan Arka.

“Ada masalah ya Non?” tanya bi Sri.

“Sepertinya bi, mungkin gara-gara membela saya kemarin. Pak Arka menaruhkan pekerjaannya hanya untuk membela saya,” ucap Ana bersedih hati saat mengingat kejadian kemarin.

“Bagus dong non, berarti tuan Arka itu tanggung jawab. Meskipun masih belum memperlakukan non sebagai layaknya seorang istri. Tapi di depan semua orang bisa membela istrinya,” ucap bi Sri membuka pikiran Ana.

“Bi Sri benar, dia ternyata sebaik itu. Selama ini saya terlalu berpikir buruk dengan pak Arka,” ucap Ana terus memandangi Arka yang terlihat termenung.

Setelah selesai dengan urusannya, Ana kembali mengecek keadaan Gio. Bayi kecil itu masih konsisten dengan tidurnya yang sangat pulas. Akhirnya Ana memilih untuk membawakan makan siang dan minuman untuk Arka.

“Pak Arka,” sapa Ana membawa sebuah nampan.

“Saya sudah larang kamu untuk naik ke lantai dua apalagi sampai masuk ke kamar saya!” peringat Arka terkejut waktu di atas balkon.

“Maaf pak, saya hanya membawakan ini,” ucap Ana menaruh nampan beserta isinya di atas meja.

“Saya masih kenyang,” ucap Arka mengalihkan tatapan dari Ana.

“Saya tau pak Arka belum makan sedari pagi. Ini sudah waktunya makan siang. Kalau Gio tau, pasti dia pengen pak Arka makan,” ucap Ana mengarahkan pada makannya.

“Kamu jangan selalu bawa-bawa Gio,” kata Arka mencoba meminum pahi hitam kesukaannya.

“Karena saya tau, Pak. Kalau Gio adalah segalanya buat bapak. Pasti pak Arka akan melakukan semuanya untuk Gio,” ucap Ana tersenyum lalu melangkah pergi dari sana.

Arka mencoba tersedar dan memikirkan bait demi bait ucapan Ana barusan. “Bahkan Gisel saja tidak pernah menyeduhkan aku kopi, apalagi sampai membawakan makanan,” ucap Arka menatap kepergian Ana.

Sore harinya, seperti biasa Ana akan menemani Gio bermain mainan favoritnya. Gio sudah mulai terbiasa dengan Ana. Tampaknya dia sudah menerima kehadiran Ana.

Tiba-tiba pintu diketok dari luar. “Saya nanti malam tidak pulang," ucap Arka dengan tampilan rapi saat pintu terbuka.

“Mau kemana memangnya, Pak?” tanya Ana sambil menemani Gio bermain robot-robotan. Sementara Gio memang tak terlalu dekat dengan ayahnya. Sebab Arka selalu sibuk dan sibuk dengan kerjaan.

“Ada kerjaan mendadak,” ucap Arka lalu dia juga ikut bergabung di dekat Gio sambil menemani bermain. Gio pun merespon.

“Saya cuma mau ngingetin, Pak. Kalau memang gak urgent banget lebih baik pulang. Kasian Gio, dia pasti butuh bapak,” peringat Ana.

“Terus kamu mau gitu, saya seperti kemarin? Melakukan di rumah ini?” tanya Arka menatap Ana penuh intens.

“Maksudnya yang mana ya pak?” tanya Ana kembali. Dia tak mengerti maksud Arka.

“Bermain bersama wanita lain,” lirih Arka membisikkan kata itu di telinga kanan Ana.

Ana langsung melotot tajam. “Astaghfirullah, jangan seperti itu, Pak. Bermain dengan gonta ganti perempuan itu kurang baik untuk kesehatan. Bisa kena Aids, dan tau kan kalau obat dari penyakit itu belum ditemukan sampai sekarang,” peringat Ana dengan nada bergetar. Dia malah mengingat malam menyedihkan itu.

“Saya tau itu,” ucap Arka dengan yakin.

“Baiklah, yang penting saya sudah mengingatkan bapak. Mau diambil ya silahkan, kalau tidak diambil ya tidak masalah,” ucap Ana mengedikkan bahu.

“Oke,” sahut Arka langsung memasang jaketnya dan keluar dari kamar itu.

Selepas kepergian Arka, air mata Ana langsung luruh seketika. "Tante kenapa?" tanya Gio. Baru kali ini anak itu bertanya tentang keadaan Ana.

"Tante gak apa-apa kok Gio," lirih Ana langsung menghapus air matanya.

"Tante jangan nangis ya, mendingan lanjut temenin Gio main," pinta Gio dengan nada omongan anak kecil.

"Iya Gio, ayo lanjut main," ucap Ana mencoba melupakan kejadian barusan. Setidaknya ada sosok Gio yang dapat menghibur Ana kali ini.

Setelah cukup lama bermain. Akhirnya Gio ketiduran dengan mainan ditangannya. Ana lalu berusaha memindahkan Gio ke atas ranjang. Karena kelelahan, Ana malah ikut tertidur di samping Gio. Kepalanya terasa pusing. Ana tertidur dalam keadaan sambil memangis. Rupanya dia belum bisa melupakan kata-kata Arka tadi.

***

Malam hari tiba, Ana terbangun di jam sembilan. Kepalanya terasa sangat pusing akibat tertidur dalam keadaan menangis. “Aduh, pusing banget,” sontak Ana terkaget melihat jam. Diliriknya Gio yang masih tertidur pulas.

Ana pun bangkit dari tempat tidurnya. Dia memakai handuk dan langsung membersihkan diri di kamar mandi.

Wajahnya sudah sembab dan memerah. Ana keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk saja. Sementara diluar, terlihat dua orang turun dari mobil.

Sepertinya Arka tak sadarkan diri, sampai dia bantu berjalan oleh Dion. “Pak, bawa dia ke dalam,” ucap Dion memerintahkan pada satpam.

Arka pun meminta di tidurkan di sofa ruang tamu. Lalu Arka tersadar dengan kepalanya yang begitu pusing. Lalu dia berjalan ke kemarin Gio dengan sempoyongan. “Gio,” ucap Arka dengan nada ngelantur memanggil anaknya.

Ana menoleh, tepat dengan tatapan Arka yang sudah setengah sadar. “Aaaa pak Arka!!” teriak Ana saat melihat Arka.

Ana langsung ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Arka dapat melihat kemulusan tubuh Ana yang hanya berbalut handuk.

“An, kamu mau menggoda saya, ya. Kenapa kamu hanya memakai handuk,” ucap Arka mendekati Ana.

Ana ketakutan dibuatnya. “Saya baru selesai mandi, pak. Lagian pak Arka kenapa tiba-tiba ada disini, cepat keluar,” pinta Ana memelas. Dia berusaha untuk mengeratkan selimutnya.

“Saya merindukan Gio. Kenapa kamu terlihat cantik, Ana," ujar Arka masih terlihat ngelantur. Arka semakin mendekati Ana sehingga keduanya tak berjarak sedikitpun.

“Pak, tolong jangan seperti ini. Bapak sendiri yang menikahi saya hanya untuk dijadikan baby sitter untuk anak bapak. Jadi jangan pernah sentuh saya,” pinta Ana saat Arka menyentuh wajahnya.

“Kamu juga terlihat sexy. Kamu istri saya kan? Boleh kan berarti saya sentuh," ucap Arka malah semakin mendekati Ana. Bibir mereka berdua bertemu.

Ana tetap memberontak. “Pak, tolong jangan seperti ini,” ujar Ana mendorong Arka sekuat mungkin. Arka yang tak sadarkan diri tidak bisa menahan tubuhnya hingga tersungkur ke lantai.

“Sepertinya saya mulai tertarik dengan tubuh polos kamu, Ana,” ucap Arka sedikit mengeraskan suara.

Ana ketakutan, dia menangis sekeras mungkin. Sementara di luar sana, Bi Sri dan pak Martin tengah bingung. Mereka berdua tak ingin ikut campur urusan majikannya. Tapi mendengar tangisan Ana, mereka begitu kasihan.

Lalu bang Bewok muncul di belakang mereka. "Tidak sopan ikut campur urusan majikan," peringatnya pada bi Sri dan Pak Martin.

"Maaf bang," ucap bi Sri dan Pak Martin bersamaan.

"Ayo pergi dari sini. Pak Arka dan non Ana itu sudah menikah, jangan campuri urusan rumah tangga mereka," ucap bang Bewok lebih tegas.

Lalu Pak Martin dan Bi Sri langsung pergi dari sana. Bang Bewok juga ikut pergi meninggalkan tempat itu.

Sementara di dalam kamar itu. Arka masih menatap Ana dengan tatapan lapar setengah sadar. “Cantik, ternyata tubuh kamu begitu mulus. Tolong puaskan saya, Ana," ucap Arka mengelus pundak Ana yang terekspos.

Ana terus saja memberontak dari tatapan dan sentuhan Arka. Dia terus menggeleng keras. "Pak, tolong lepaskan saya!" pinta Ana terus menerus.

Saat Arka akan membuka handuk yang melilit di tubuh Ana. Tiba-tiba terdengar suara dari Guo yang terbangun.

"Papa," panggil Gio sambil mengucek matanya.

Arka menghentikan langkahnya. Kesadarannya mulai kembali. Gio terlihat bingung menatap kedua orang di depannya.

Apakah Arka akan melanjutkan kegiatan dewasa itu? atau Gio menyelematkan Tante Ana dari terkaman buas tua Arka?

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status