Arka tampak mondar mandir di atas balkon. Ana yang sedang membantu bi Sri menyiram tanaman, dapat melihat dengan jelas kebingungan Arka.
“Ada masalah ya Non?” tanya bi Sri. “Sepertinya bi, mungkin gara-gara membela saya kemarin. Pak Arka menaruhkan pekerjaannya hanya untuk membela saya,” ucap Ana bersedih hati saat mengingat kejadian kemarin. “Bagus dong non, berarti tuan Arka itu tanggung jawab. Meskipun masih belum memperlakukan non sebagai layaknya seorang istri. Tapi di depan semua orang bisa membela istrinya,” ucap bi Sri membuka pikiran Ana. “Bi Sri benar, dia ternyata sebaik itu. Selama ini saya terlalu berpikir buruk dengan pak Arka,” ucap Ana terus memandangi Arka yang terlihat termenung. Setelah selesai dengan urusannya, Ana kembali mengecek keadaan Gio. Bayi kecil itu masih konsisten dengan tidurnya yang sangat pulas. Akhirnya Ana memilih untuk membawakan makan siang dan minuman untuk Arka. “Pak Arka,” sapa Ana membawa sebuah nampan. “Saya sudah larang kamu untuk naik ke lantai dua apalagi sampai masuk ke kamar saya!” peringat Arka terkejut waktu di atas balkon. “Maaf pak, saya hanya membawakan ini,” ucap Ana menaruh nampan beserta isinya di atas meja. “Saya masih kenyang,” ucap Arka mengalihkan tatapan dari Ana. “Saya tau pak Arka belum makan sedari pagi. Ini sudah waktunya makan siang. Kalau Gio tau, pasti dia pengen pak Arka makan,” ucap Ana mengarahkan pada makannya. “Kamu jangan selalu bawa-bawa Gio,” kata Arka mencoba meminum pahi hitam kesukaannya. “Karena saya tau, Pak. Kalau Gio adalah segalanya buat bapak. Pasti pak Arka akan melakukan semuanya untuk Gio,” ucap Ana tersenyum lalu melangkah pergi dari sana. Arka mencoba tersedar dan memikirkan bait demi bait ucapan Ana barusan. “Bahkan Gisel saja tidak pernah menyeduhkan aku kopi, apalagi sampai membawakan makanan,” ucap Arka menatap kepergian Ana. Sore harinya, seperti biasa Ana akan menemani Gio bermain mainan favoritnya. Gio sudah mulai terbiasa dengan Ana. Tampaknya dia sudah menerima kehadiran Ana. Tiba-tiba pintu diketok dari luar. “Saya nanti malam tidak pulang," ucap Arka dengan tampilan rapi saat pintu terbuka. “Mau kemana memangnya, Pak?” tanya Ana sambil menemani Gio bermain robot-robotan. Sementara Gio memang tak terlalu dekat dengan ayahnya. Sebab Arka selalu sibuk dan sibuk dengan kerjaan. “Ada kerjaan mendadak,” ucap Arka lalu dia juga ikut bergabung di dekat Gio sambil menemani bermain. Gio pun merespon. “Saya cuma mau ngingetin, Pak. Kalau memang gak urgent banget lebih baik pulang. Kasian Gio, dia pasti butuh bapak,” peringat Ana. “Terus kamu mau gitu, saya seperti kemarin? Melakukan di rumah ini?” tanya Arka menatap Ana penuh intens. “Maksudnya yang mana ya pak?” tanya Ana kembali. Dia tak mengerti maksud Arka. “Bermain bersama wanita lain,” lirih Arka membisikkan kata itu di telinga kanan Ana. Ana langsung melotot tajam. “Astaghfirullah, jangan seperti itu, Pak. Bermain dengan gonta ganti perempuan itu kurang baik untuk kesehatan. Bisa kena Aids, dan tau kan kalau obat dari penyakit itu belum ditemukan sampai sekarang,” peringat Ana dengan nada bergetar. Dia malah mengingat malam menyedihkan itu. “Saya tau itu,” ucap Arka dengan yakin. “Baiklah, yang penting saya sudah mengingatkan bapak. Mau diambil ya silahkan, kalau tidak diambil ya tidak masalah,” ucap Ana mengedikkan bahu. “Oke,” sahut Arka langsung memasang jaketnya dan keluar dari kamar itu. Selepas kepergian Arka, air mata Ana langsung luruh seketika. "Tante kenapa?" tanya Gio. Baru kali ini anak itu bertanya tentang keadaan Ana. "Tante gak apa-apa kok Gio," lirih Ana langsung menghapus air matanya. "Tante jangan nangis ya, mendingan lanjut temenin Gio main," pinta Gio dengan nada omongan anak kecil. "Iya Gio, ayo lanjut main," ucap Ana mencoba melupakan kejadian barusan. Setidaknya ada sosok Gio yang dapat menghibur Ana kali ini. Setelah cukup lama bermain. Akhirnya Gio ketiduran dengan mainan ditangannya. Ana lalu berusaha memindahkan Gio ke atas ranjang. Karena kelelahan, Ana malah ikut tertidur di samping Gio. Kepalanya terasa pusing. Ana tertidur dalam keadaan sambil memangis. Rupanya dia belum bisa melupakan kata-kata Arka tadi. *** Malam hari tiba, Ana terbangun di jam sembilan. Kepalanya terasa sangat pusing akibat tertidur dalam keadaan menangis. “Aduh, pusing banget,” sontak Ana terkaget melihat jam. Diliriknya Gio yang masih tertidur pulas. Ana pun bangkit dari tempat tidurnya. Dia memakai handuk dan langsung membersihkan diri di kamar mandi. Wajahnya sudah sembab dan memerah. Ana keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk saja. Sementara diluar, terlihat dua orang turun dari mobil. Sepertinya Arka tak sadarkan diri, sampai dia bantu berjalan oleh Dion. “Pak, bawa dia ke dalam,” ucap Dion memerintahkan pada satpam. Arka pun meminta di tidurkan di sofa ruang tamu. Lalu Arka tersadar dengan kepalanya yang begitu pusing. Lalu dia berjalan ke kemarin Gio dengan sempoyongan. “Gio,” ucap Arka dengan nada ngelantur memanggil anaknya. Ana menoleh, tepat dengan tatapan Arka yang sudah setengah sadar. “Aaaa pak Arka!!” teriak Ana saat melihat Arka. Ana langsung ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Arka dapat melihat kemulusan tubuh Ana yang hanya berbalut handuk. “An, kamu mau menggoda saya, ya. Kenapa kamu hanya memakai handuk,” ucap Arka mendekati Ana. Ana ketakutan dibuatnya. “Saya baru selesai mandi, pak. Lagian pak Arka kenapa tiba-tiba ada disini, cepat keluar,” pinta Ana memelas. Dia berusaha untuk mengeratkan selimutnya. “Saya merindukan Gio. Kenapa kamu terlihat cantik, Ana," ujar Arka masih terlihat ngelantur. Arka semakin mendekati Ana sehingga keduanya tak berjarak sedikitpun. “Pak, tolong jangan seperti ini. Bapak sendiri yang menikahi saya hanya untuk dijadikan baby sitter untuk anak bapak. Jadi jangan pernah sentuh saya,” pinta Ana saat Arka menyentuh wajahnya. “Kamu juga terlihat sexy. Kamu istri saya kan? Boleh kan berarti saya sentuh," ucap Arka malah semakin mendekati Ana. Bibir mereka berdua bertemu. Ana tetap memberontak. “Pak, tolong jangan seperti ini,” ujar Ana mendorong Arka sekuat mungkin. Arka yang tak sadarkan diri tidak bisa menahan tubuhnya hingga tersungkur ke lantai. “Sepertinya saya mulai tertarik dengan tubuh polos kamu, Ana,” ucap Arka sedikit mengeraskan suara. Ana ketakutan, dia menangis sekeras mungkin. Sementara di luar sana, Bi Sri dan pak Martin tengah bingung. Mereka berdua tak ingin ikut campur urusan majikannya. Tapi mendengar tangisan Ana, mereka begitu kasihan. Lalu bang Bewok muncul di belakang mereka. "Tidak sopan ikut campur urusan majikan," peringatnya pada bi Sri dan Pak Martin. "Maaf bang," ucap bi Sri dan Pak Martin bersamaan. "Ayo pergi dari sini. Pak Arka dan non Ana itu sudah menikah, jangan campuri urusan rumah tangga mereka," ucap bang Bewok lebih tegas. Lalu Pak Martin dan Bi Sri langsung pergi dari sana. Bang Bewok juga ikut pergi meninggalkan tempat itu. Sementara di dalam kamar itu. Arka masih menatap Ana dengan tatapan lapar setengah sadar. “Cantik, ternyata tubuh kamu begitu mulus. Tolong puaskan saya, Ana," ucap Arka mengelus pundak Ana yang terekspos. Ana terus saja memberontak dari tatapan dan sentuhan Arka. Dia terus menggeleng keras. "Pak, tolong lepaskan saya!" pinta Ana terus menerus. Saat Arka akan membuka handuk yang melilit di tubuh Ana. Tiba-tiba terdengar suara dari Guo yang terbangun. "Papa," panggil Gio sambil mengucek matanya. Arka menghentikan langkahnya. Kesadarannya mulai kembali. Gio terlihat bingung menatap kedua orang di depannya. Apakah Arka akan melanjutkan kegiatan dewasa itu? atau Gio menyelematkan Tante Ana dari terkaman buas tua Arka? Bersambung …“Seratus juta, saya bayar sekarang juga!” ucap seorang laki-laki memakai topi Koboy berwarna coklat. “Dia masih perawan, bang. Dua ratus juta gimana?” rayu seorang perempuan paruh baya berumur sekitar empat puluh tahun. “Jika benar dia perawan, saya bisa tawar menjadi tiga ratus juta!! Saya lagi butuh pendamping,” ucap laki-laki itu sambil mengelus jenggot brewoknya. “Saya setuju, bang Bewok,” ucap perempuan itu dengan tersenyum lega. Laki-laki tua itu lalu mengeluarkan satu koper berisi uang merah menyala. Lalu memberikan uang itu pada perempuan tadi. Dengan tatapan semringah, perempuan itu langsung merampas koper itu. “Dania, ibu banyak uang!!” panggil perempuan itu dengan tatapan sangat bahagia sambil memanggil sang anak. “Woahh, akhirnya perempuan bodoh itu laku juga!” ucap perempuan yang jauh lebih muda darinya. Kedua orang itu terlihat begitu bahagia menyambut uang merah bertumpukan di depannya. Sementara di ujung ruangan itu terlihat seorang perempuan yang sedang
Degg! Seketika detak jantung Ana seakan terhenti. Raut wajahnya kembali khawatir. “Tapi Pak, kenapa harus saya. Buat apa menikahi saya secara hukum dan agama. Kalau memang butuh baby sitter kenapa tidak menjadi orang yang ahli saja. Saya tidak punya pengalaman dalam hal ini," lirih Ana mencoba mengelak. “Sudah, lakukan saja tugas yang saya perintahkan. Kamu telah saya beli dengan harga mahal," titah Arka. “Pak, beri saya satu kesempatan. Saya hanya ingin melanjutkan pendidikan saya,” protes ana. Dia masih bersikeras menolak. Hati Ana terasa begitu sakit. Baru saja dia merasa bahagia karena dinikahi oleh seorang laki-laki kaya yang terlihat masih muda. Namun kenyataannya sangat pahit. Ternyata laki-laki itu sudah mempunyai anak. “Lakukan saja apa yang saya mau, Ana!” kelakar Arka lalu meninggalkan Ana berdua dengan anak Gio. Ana tak dapat melawan. Dia hanya bisa membatin, rasanya percuma membantah ucapan seorang Arka. Ana hanya melihat Gio dengan dekat. Rasanya begitu l
Setelah selesai makan, Ana langsung membereskan piring bekas makanannya. Lalu dia beranjak pergi menuju kamarnya. Saat dibalik tembok, Ana menghentikan langkah ketika mendengar omongan Arka dengan bang Bewok. "Tuan Arka. Gimana dengan kabar non Gisel? tanya bang Bewok. Arka mematikan laptopnya, tanda kerjaan dia telah selesai. "Saya sudah putus kontak dengan dia, Bang," sahut Arka sambil menyesap kopi kesukaannya. "Sebaiknya Tuan merahasiakan pernikahan Tuan ini dengan Ana," saran dari Bang Bewok untuk Arka. "Tidak, tidak perlu dirahasiakan. Lagipula saya dengan Gisel sudah tidak ada hubungan sama sekali," ucap Arka yakın. "Baik Tuan, jika itu kehendak Tuan. Saran saya, perlakukan Ana dengan baik. Dia gadis baik, hanya saja tidak beruntung dalam hal ekonomi," ucap bang Bewok. "Saya hanya ingin Ana menjadi perawat untuk Gio. Masalah pernikahan, bisa dipikirkan lain kali," ujar Arka. Meskipun kedua orang itu sebagat atasan dan bawahan. Namun bang Bewok sudah seperti kakak
Pagi ini seperti biasa kegiatan Ana adalah mengirus Gio. Ana mencoba melupakan kejadian tadi malam. Setelah bangun tidur, dia melakukan aktivitas seperti biasanya. Gio terlihat menggeliat dengan tenang. Sepertinya masih terlalu pagi untuk membangunkan Gio. Palagi masuk sekolahnya masih jam delapan. "Kasihan, bayi sekecil ini sudah harus ditinggal oleh ibunya," lirih Ana mengusap wajah Gio begitu pelan. Sudah seminggu Ana di rumah besar itu. Namun Ana tak merasakan kebahagiaan sebagai seorang istri. Yang ada hidupnya semakin memperihatinkan. Ana harus menaruhkan usia mudanya untuk mengurus anak kecil yang sudah aktif- aktifnya. Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan sosok Arka. “Besok ikut saya ke acara penting. Ada pertemuan dengan klien,” ucap Arka sambil menciumi anaknya. “Baik, Pak,” ucap Ana menurut. “Oke, saya ke atas dulu,” ucap Arka beranjak meninggalkan kamar itu. “Pak, tunggu,” ujar Ana menghentikan langkah Arka. “Hmm,” sahut Arka membalikkan badan. " Kalau bisa