Dion dengan khusyuk mendengarkan cerita Arka. “Dia kenapa?” tanya Dion semakin penasaran. “Ya dia itu sepertinya polos banget. Masih perawan juga,” ucap Arka dengan raut khawatir. “Lah, bagus dong. Itu berarti bonus buat Lo,” ucap Dion. Arka beranjak dari kursi kebesarannya. “Gue insecure, kayak gak pantes aja,” ujar Arka berdiri di samping jendela kaca ruangannya yang dimana dapat melihat pemandangan gedung besar dan jalan diluar. “Yaelah bro, berarti itu udah jodohnya Lo. Bersyukur kek,” celetuk Dion. Dia lalu mengambil beberapa makanan ringan di meja santai sudut kiri ruangan Arka. “Liat nanti ajalah,” ucap Arka akhirnya. Dia menyerah dengan keinginan dan rasa was was dalam dirinya. “Terserah Lo!” ucap Dion akhirnya pun mengalah dengan pikiran dari sahabatnya yang sudah menjadi atasan kerjanya itu. *** Ana sedang membersihkan dirinya. Panasnya sudah menurun dan rasa pusingnya sudah sedikit menghilang. Bahkan hari ini Ana baru beranjak dari tempat tidurnya. Hari ini
Arka terlihat kebingungan dengan ucapannya sendiri. Biasanya dia selalu tegas dan dingin. Namun semenjak ada Ana, terkadang dia merasa perbedaan dalam dirinya.“Maksudnya apa pak?” tanya Ana lagi. “Ya kamu kan emang sudah saya nikahi. Tidak pantas kalau dekat dengan lelaki yang lain,” peringat Arka dengan wajah juteknya lagi.Ana terkesiap dan lalu melihat ke arah Arka. “Iya Pak, saya juga bukan orang yang seperti itu. Saya punya harga diri dan hati nurani,” balas Ana. Sudah merasa diatas langit dan tiba-tiba dijatuhkan ke paling dasar bumi.“Baguslah. Saya mau lanjut meeting diluar. Kamu pulang dulu sama Gio,” ucap Arka langsung mengambil tas kerja dan ponselnya.Arka langsung keluar dari ruangan kerjanya. Ana terlihat masih kesal dibuatnya. Perkataan menyakitkan itu keluar dari mulut Arka. Padahal yang seperti itu adalah dirinya. Ana tak ingin memikirkan itu lebih. Lalu dia mengajak Gio untuk pergi dari kantor papanya itu.Sesampainya di rumah, Ana langsung menuju ke dapur. Sement
Arka menghentikan kegiatannya saat terdengar suara tangisan kecil di telinganya. Setelah melumat dan sesekali menggigit kecil bibir Ana.“Sakit ya?” tanya Arka menatap dengan lekat wajah manis itu yang berada tepat di hadapannya sekarang. Arka mengusap wajah Ana yang terlihat ketakutan.Ana menghindar dari tatapan Arka. “Saya hanya baby sitter kan Pak?” tanya Ana kembali. Mengingatkan status dirinya yang tak pernah dianggap sebagai istri.“Kamu, istri saya,” bungkam Arka. Lalu dia berjalan keluar balkon melihat daerah perumahan sekitar.“Nggak, Pak. Saya hanya baby sitter, saya tau diri. Jangan seperti tadi lagi ya, Pak. Pak Arka sendiri yang pernah bilang tidak akan menyentuh saya,” ucap Ana lalu segera berlari keluar dari kamar Arka.“Ana! Tunggu!” teriak Arka. Namun Ana tetap melakukan langkahnya.Ana mengacak rambutnya kasar. Tak lupa juga memandang pintu kamarnya yang sudah tertutup. “Sialan!” umpat Arka. Sepertinya dia menyesal dengan ucapannya dulu.Sementara Ana langsung menuj
“Beneran, Pak?” tanya Ana lagi dengan wajah berbinar. Ana mengedikkan kedua bahunya. “Dengan beberapa syarat,” jawab Arka. Dia langsung duduk di kursi kerjanya. Sementara Gio dia sedang asyik dengan mainan baru miliknya. “Apa itu pak?” tanya Ana lagi mendekati Arka. Dia terlihat begitu tertarik mendengar penuturan Arka. “Pertama, ganti uang saya dua kali lipat saat saya membeli kamu. Kedua, kembalikan barang dan semua kebutuhan kamu dalam bentuk uang. Saya beri waktu satu Minggu,” ujar Arka sambil mengerjakan kerjaannya di laptop miliknya. “Astaghfirullah, Pak Arka mau memberi saya kebebasan atau mau meras saya?” ucap Ana begitu syok mendengar syarat demi syarat dari Arka. “Ya itu pilihan, kamu sudah berurusan dengan saya. Jangan pernah bermimpi mendapat kebebasan. Lagipula, kamu tidak akan bisa apa-apa tanpa saya lagi,” peringat Arka dengan tatapan sinisnya. “Pak Arka jahat, Pak Arka tega, Pak Arka gak punya hati!!” pekik Ana dengan air mata yang hampir luruh. “Tante,” p
Arka memberikan Gio pada bi Sri. “Jaga dia,” titah Arka. Bi Sri langsung menerima Gio dari pangkuan Arka. “Baik, Tuan,” sahut bi Sri langsung menggendong Gio ke kamarnya. “Pak,” panggil Ana mengejar Arka. Dia masih tak terima dengan sikap Arka tadi telah menerima saudara tirinya yang begitu jahat itu. “Buatkan saya jus dingin, antarkan ke kamar,” perintah Arka lalu menaiki tangga. Ana hanya bisa menghembuskan nafas pelan. Lalu dia tanpa babibu langsung membuat jus buah yang Arka minta. Dan langsung mengantarnya ke kamar Arka. Pintu kamar Arka terbuka. Ana langsung masuk ke dalam. “Aaa!” teriak Ana langsung menaruh jus buahnya di meja sebelah ranjang Arka. Ana langsung menutup mata dengan kedua tangannya. “Pak, pakai bajunya,” keluh Ana. Dia tetap memejamkan matanya. “Sepertinya lebih baik gak pakai baju,” ucap Arka. Dia baru selesai mandi. Niat hati ingin memakai baju tapi melihat reaksi Ana. Arka langsung berubah pikiran. “Pak, ya udah deh, saya langsung turun aja ke b
Ana masih berusaha mengingat semua kejadian yang telah dia alami. “Ini kan kamar saya,” ucap Arka tersenyum sinis. “Hah?” lirih Ana masih begitu kebingungan. Dia melihat ke sekitar lagi. Mengucek matanya berkali-kali. Tetap saja tempat itu menang bukan kamar Gio. “Gimana, puas?” tanya Arka lagi. Dia menaik turunkan kedua alisnya. “Astaghfirullah,” ujar Ana dengan begitu terkejut. Ana lalu menatap Arka dengan penuh kecewa. Lalu dia berlari meninggalkan Arka sendiri di kamarnya. Sementara Arka hanya tertawa puas melihat kekhawatiran di wajah istrinya itu. Arka hanya bergeleng- geleng pelan. “Astaghfirullah, ya Allah. Bagaimana ini?” lirih Ana langsung menuju ke kamar mandi di kamar Gio. Dia langsung membersihkan diri. “Pakaianku lengkap,” ucap Ana melepas semua pakaian yang melekat pada tubuhnya. Dia mandi dengan cemat. Lalu setelah selesai langsung keluar dan berpakaian rapi. Wajah Ana masih terlihat sangat panik. Dia lalu mencari di aplikasi pencarian mengenai yang dia
Ana menunduk membersihkan Snack yang sudah berhamburan itu. Dibantu oleh bi Sri. Sementara Rika terlihat puas sekali melihat Ana. Namun Bella sepertinya tak tega melihat Ana diperlakukan seperti itu. “Eh, aku bantuin ya,” pinta Bella ikut membereskan. “Bella, udah lah jangan dibantuin. Itu kan emang tugasnya pembantu!” sungut Rika melirik tajam ke arah Ana. “Tapi Tante,” kata Bella jadi bingung. “Udah yuk, ke dalam. Disini panas. Temenin Gio main aja yuk,” ajak Rika langsung menarik Bella yang masih melihat Ana dengan tidak teganya. Sementara Ana masih melanjutkan membersihkan itu. “Non, sabar ya. Nyonya Rika memang seperti itu. Sama istri pertamanya Tuan Arka saja dia juga begitu,” tutur bi Sri. Mereka berdua pun selesai membereskan ulah Rika yang hanya membuang minuman dan makanan saja. “Iya Bi, saya gak apa-apa kok. Sedari awal memang Nyonya Rika tidak menyukai kehadiran saya. Jadi saya cuma bisa menerima saja semua perlakuannya,” lirih Ana dengan pasrah. “Sabar aja ya
Rika menatap Ana dengan tajam. “Mama akan tetap jodohkan kamu dengan Bella,” ucap kekeh Rika. Lalu dia meninggalkan Arka dengan emosi meledak-ledak. “Tante,” panggil Bela mendekati Rika dan tak lupa tersenyum ke arah Arka dan juga Ana. “Sayang, Tante ada urusan. Ayo kita pulang dulu. Kapan-kapan kesini lagi,” kata Rika beralasan. “Tapi Tante,” beo Bella sedikit bingung dengan Rika yang tiba-tiba mengajaknya pulang. “Gak papa ya sayang?” tanya Rika dengan ekspresi memohon. “Oke Tante,” ujar Bella sambil tersenyum hangat. Lalu keduanya pun meninggalkan rumah Arka. Sementara Ana langsung melanjutkan aktivitasnya. Dia memasak untuk makan siang. Tanpa menoleh ke arah Arka sedikitpun. “Kenapa?” tanya Arka langsung mendekati Ana. “Gak apa-apa Pak,” sahut Ana tetap fokus dengan masakannya. Kali ini dia memasak cumi pedas dan tumis kangkung. Makanan yang sebenarnya tidak terlalu Arka suka. “Itu masak buat saya? Kamu kan tau saya gak bisa makan pedas,” ujar Arka menunjuk masaka