Ana menunduk membersihkan Snack yang sudah berhamburan itu. Dibantu oleh bi Sri. Sementara Rika terlihat puas sekali melihat Ana. Namun Bella sepertinya tak tega melihat Ana diperlakukan seperti itu. “Eh, aku bantuin ya,” pinta Bella ikut membereskan. “Bella, udah lah jangan dibantuin. Itu kan emang tugasnya pembantu!” sungut Rika melirik tajam ke arah Ana. “Tapi Tante,” kata Bella jadi bingung. “Udah yuk, ke dalam. Disini panas. Temenin Gio main aja yuk,” ajak Rika langsung menarik Bella yang masih melihat Ana dengan tidak teganya. Sementara Ana masih melanjutkan membersihkan itu. “Non, sabar ya. Nyonya Rika memang seperti itu. Sama istri pertamanya Tuan Arka saja dia juga begitu,” tutur bi Sri. Mereka berdua pun selesai membereskan ulah Rika yang hanya membuang minuman dan makanan saja. “Iya Bi, saya gak apa-apa kok. Sedari awal memang Nyonya Rika tidak menyukai kehadiran saya. Jadi saya cuma bisa menerima saja semua perlakuannya,” lirih Ana dengan pasrah. “Sabar aja ya
Rika menatap Ana dengan tajam. “Mama akan tetap jodohkan kamu dengan Bella,” ucap kekeh Rika. Lalu dia meninggalkan Arka dengan emosi meledak-ledak. “Tante,” panggil Bela mendekati Rika dan tak lupa tersenyum ke arah Arka dan juga Ana. “Sayang, Tante ada urusan. Ayo kita pulang dulu. Kapan-kapan kesini lagi,” kata Rika beralasan. “Tapi Tante,” beo Bella sedikit bingung dengan Rika yang tiba-tiba mengajaknya pulang. “Gak papa ya sayang?” tanya Rika dengan ekspresi memohon. “Oke Tante,” ujar Bella sambil tersenyum hangat. Lalu keduanya pun meninggalkan rumah Arka. Sementara Ana langsung melanjutkan aktivitasnya. Dia memasak untuk makan siang. Tanpa menoleh ke arah Arka sedikitpun. “Kenapa?” tanya Arka langsung mendekati Ana. “Gak apa-apa Pak,” sahut Ana tetap fokus dengan masakannya. Kali ini dia memasak cumi pedas dan tumis kangkung. Makanan yang sebenarnya tidak terlalu Arka suka. “Itu masak buat saya? Kamu kan tau saya gak bisa makan pedas,” ujar Arka menunjuk masaka
Ana sedikit was-was sekaligus trauma saat bertemu dua keluarga tirinya yang super licik dan jahat itu. Sesampainya di rumah, dia langsung masuk ke kamar. Terlihat Gio sudah tertidur dengan pulas. “Pak Arka,” ucap Ana terkejut melihat Arka yang tiba-tiba keluar dari kamar mandi. “Kok keluar gak ajak saya?” tanya Arka langsung mengeringkan rambutnya. “Eum, cuma beli beberapa buku aja kok,” jawab Ana lalu menaruh belanjaan di mejanya. “Lain kali kalau mau keluar harus sama saya. Diluar itu bahaya,” peringat Arka melirik Ana dari cermin besar di depannya. Ana celingukan sambil membereskan buku miliknya. “Pak Arka kan sibuk kerja. Saya gak mau ganggu,” ucap Ana mencari alasannya. Arka lalu membalikkan badan melihat Ana. “Lalu, dari mana dapat uang beli itu semua?” tunjuk Arka pada barang belanjaan Ana. “Uang dari papanya pak Arka itu,” sahut Ana masih fokus dengan kegiatannya merapikan buku miliknya. “Masih ada?” tanya Arka terkejut. “Ada, ini masih sisa banyak,” ujar Ana
Arka meminta Dion untuk mengantar Bela pulang. Arka sudah bersiap diri jika sebentar lagi sang Mama memarahinya. Dia tak peduli, dia hanya ingin mengakui Ana di depan wanita lain.Sementara di tempat lain, Ana sedang berada di toilet umum. Dia sedang mengantar Gio yang bersekolah. Ana memasuki toilet bagian perempuan.“Mbak, keliatan loh itunya,” ucap seorang perempuan memakai jilbab navy. Dia menatap leher Ana sambil tersenyum.“Apanya ya mbak?” tanya Ana memperhatikan penampilannya. Dia merasa tak ada yang aneh pada dirinya.“Tanda merahnya, mbak,” sambung perempuan itu lagi tersenyum penuh sambil menggeleng pelan.“Hah, tanda merah apa mbak,” ujar Ana. Lalu dia mengibaskan rok belakangnya. Dan meneliti setiap sudut roknya.“Di leher mbak itu loh,” tunjuk perempuan itu akhirnya. Sementara satu temannya juga ikut tertawa melihat kebingungan Ana.Ana langsung berkaca pada cermin di ujung toilet. “Hah, ini apa ya?” tanya Ana menggaruk tengkuknya.Ana terkejut melihat beberapa tanda mer
Beberapa rekan kerja mereka ada yang ingin pergi. Namun Dion segera menahannya. Sementara Arka dan Raka masih saja beradu mulut. Ana kebingungan, dia mondar mandir kesana kemari. Hingga tiba-tiba Gio keluar dari kamarnya. Dia terbangun karena suara ribut itu.“Tante, ada apa?” tanya Gio dengan polos. Dia mengucek matanya berkali-kali.Ana terkejut dan langsung menggendong Gio. “Gio masuk ke dalam kamar lagi ya,” titah Ana mengusap wajah Gio.Gio menggeleng pelan. “Gio mau ketemu Papa,” pinta Gio meminta diturunkan. Mau tak mau Ana melepas Gio.“Papa,” teriak Gio berlari ke arah Arka yang tengah adu mulut dengan Raka. Seketika semuanya terdiam.“Pa, Gio kebangun gara-gara rame,” keluh Gio langsung ke gendongan Arka. Arka langsung menggendong Gio dengan raut wajah begitu khawatir.Raka juga ikut terdiam. Dengan wajah gusar dan kesal. Dion lalu mengambil alih pembicaraan. “Untuk semua rekan kerja. Maafkan kejadian malam ini. Kita lanjutkan lagi besok di kantor Atmajaya,” ucap Dion. Sem
Arka menatap Ana dengan penuh ketidakpercayaan. “Kamu jahat Ana, kamu kenapa ingin pergi dari sini? Karena Putra?” tuduh Arka.Ana menggeleng cepat. “Tidak, Pak. Gak ada urusannya dengan Putra. Kami hanya sebatas teman. Saya minta dengan sangat, jangan bawa saya ke dalam masalah pribadi pak Arka. Saya sudah tidak punya apa-apa lagi selain diri saya sendiri,” ungkap Ana dengan jujur. Dia merebahkan diri di kasur. Ana terlihat sangat lelah dengan semua masalah yang telah dia lewati. Tak seharusnya dia berada di rumah megah ini. Yang mana keberadaannya sering kali tak dianggap. Yang mana tangisnya hanyalah lagu pengantar tidur bagi dirinya sendiri. Semua seolah menuntutnya sesuai keinginan mereka saja.***“Turunkan posisi dia, Pa. Biar dia tidak semena-mena dengan orang lain,” titah Rika pada sang suami.Kedatangan kedua orang tua Arka. Biasanya kabar baik bagi seorang anak. Tidak dengan Arka, kedatangan orang tuanya pasti menambah masalah atau membuat masalah baru.“Ma, Arka tidak sal
Ana melewati Arka. Dia langsung memasuki kamarnya. Ternyata Gio masih terlelap di posisi awal. Ana merasa lega melihat anak itu sedang tertidur pulas. Sementara Arka mengikuti Ana sampai ke tempat tidur. “Jangan bilang tebakan saya benar,” tuduh Arka kembali. Akhir-akhir ini dia semakin gencar mengurusi urusan sang istri. “Saya bukan pak Arka,” keluh Ana. Dia menaruh tas dan beberapa barang yang dia beli. Arka tersenyum simpul. “Baguslah,” ucap Arka memuji Ana. “Saya mau mandi, Pak. Bisa keluar dulu?” pinta Ana. Dia sudah memegang handuk mandinya. “Eeh, sebentar, saya mau bilang kalau Papa ngajak kita makan bareng nanti malam,” beo Arka. Dia nampak ragu memberitahu berita itu. “Iya, Pak,” sahut Ana menyetujuinya. “Kamu gak masalah?” tanya Arka melihat reaksi Ana. “Iya gak apa-apa, saya mau kok. Lagipula sama Gio juga kan,” ujar Ana mengedikkan bahu. “Yaa kan, tau sendiri Mama saya seperti apa …,” ucap Arka menggantung. Dia lebih khawatir pada Ana. “Nanti ada Pak A
Arka langsung menarik Ana dalam dekapannya. Sementara Gio langsung digendong oleh Bella. “Papa, kenapa Papa malah nampar Mama hah?” bentak Rika memegangi pipinya. “Papa malu, punya istri macam kamu. Dia juga perempuan, dia menantu kamu. Harusnya kamu kalau mau dihormati ya minimal menghargai,” balas Abraham. Dia sedikit menyesal telah menampar sang istri. Tapi dia tak ada pilihan lain. Sebab Rika telah membuatnya malu. “Apa istimewanya perempuan ini hah? Dia memang tidak pantas jadi menantuku. Aku jijik sebenarnya sama perempuan kampungan macam dia,” cecar Rika menunjuk Ana. Gio terlihat ketakutan, Bella langsung menyerahkan pada bi Sri yang ternyata juga ikut dengan mereka. “Mama!” pekik Abraham hendak menampar Rika dua kali. “Cukup, Arka sudah mengira kalau acara ini akan seperti ini. Cukup Mama! Arka sudah muak,” bentak Arka dengan tatapan dingin. Ana ketakutan, dia menangis sejadi-jadinya. Dia bermimpi dan berharap untuk malam ini agar tak ada keributan. Tapi impiann
Fahri terbangun membuka mata. Dia menerawang di sekitar. Tempat yang biasanya dia buat untuk beristirahat. “Sakit, aduh!” keluh Fahri memegangi kepalanya. Sekujur tubuhnya terasa begitu sakit.“Bangun juga kamu bang,” seru Fatah lalu bergegas memberikan segelas air putih kepada Fahri.Fahri langsung meneguknya hingga tandas. Kemal dan Fatah mendekati sang kembarannya yang baru tersadar. “Gimana baku hantamnya bang? Kalah pasti ya, soalnya kamu tak sadarkan diri tadi. Dion yang nganter, untuk penjaga depan lagi di kantin,” ucap Fatah suaranya menggema satu ruangan.“The Alfarez ikut berarti kan bang?” tanya Kemal. Kini Kemal yang begitu penasaran.“Hm,” sahut Fahri. Kesadarannya masih diambang. Nyawanya belum terkumpul seluruhnya.“Istirahat dulu deh bang, nanti baru jelasin kalau udah sadar penuh,” ucap Kemal akhirnya. Lalu Kemal kembali fokus dengan tugasnya yang bejibun. Sementara Fatah kembali lagi fokus dengan gamenya.Fahri pun tak menyia-nyiakan waktu berharganya itu. Dia kembal
Zahra langsung menemui Kemal yang lagi mengobrol dengan Ummahnya. Zahra berlari mendekati Kemal dengan raut wajah sedih bercampur kesal. “Kak Kemal!” panggil Zahra. Kemal dan Balqis pun sedikit terkejut dengan suara Zahra.“Kenapa nak?” tanya Balqis dengan raut khawatir.“Ini ummah, kak Kemal lagi Deket sama temen di kampusnya. Padahal kan kata ayah Fakih, kak Kemal cuma boleh deket sama Zahra,” kesal Zahra dengan melipat kedua tangannya di dada.“Kumat nih orang,” gerutu Kemal. Sepertinya Kemal sudah muak dengan semua yang terjadi di hari ini. Dia sedang berurusan dengan dua wanita sekaligus dan dengan kasus yang sama.“Kenapa sih nak, Kemal,” pinta Balqis. Menyuruh Kemal untuk menjelaskan.“Jelasin gak kak Kemal ish,” geram Zahra. Dia sudah tak sabar mendengar penjelasan dari Kemal.“Aduh, gini ya Zahra. Kamu ini masih sangat muda tapi udah bahas kayak gitu. Kata ayah Fakih itu kan dulu, waktu kita kecil, waktu kita masih suka main bareng. Sekarang udah beda urusannya lagi, Zahra. T
Ketiga Gus kembar pun langsung pergi kesana. Perasaan Fahri campur aduk. Setelah mendengar penuturan dari Fatah kalau Adiva ada di gedung kosong. Pikiran Fahri langsung kemana-mana. Yang dia pikirkan sekarang hanya keselamatan Adiva. Sementara di gedung kosong itu, Adiva tengah terbangun dengan wajah sembabnya. Dia selalu menangis tanpa henti. Sampai dia tertidur dan bangun dia kembali memangis lagi. Selalu seperti itu sampai pagi.Adiva membuka matanya, dia melihat cahaya. Beberapa jendela di gedung itu dibuka hingga cahaya begitu jelas disana. Di deoannya sudah ada beberapa orang. Terdiri dari dua laki-laki dan satu sosok perempuan yang menggunakan topeng.“Bangun juga kamu!” ucap perempuan itu menghampiri Adiva yang tengah menyipitkan mata.Bagian seluruh tubuh Adiva terasa sakit. Tangannya pasti sudah memerah. Kepakanya terasa pusing karena tidur dengan posisi yang tidak benar. Adiva benar-benar merasa lelah.“Tolong lepasin saya,” pinta Adiva dengan suara seraknya.“Sudah buat k
Hari ini pembelajaran seperti biasa. Adiva sudah mulai mengajar kembali. Seperti sekarang ini Adiva mengajar kelas dua madrasah Tsanawiyah dengan materi “Jangan Dzolimi diri sendiri dan jangan Dzolimi orang lain”.“Para santri putri, kita hidup di dunia ini hanya sebentar. Kehidupan di dunia tak luput dari namanya bersosial. Kita harus bisa membangun sikap sosial yang baik. Dan yang paling penting jangan pernah dzolim dengan diri sendiri, dan juga jangan dzolim dengan orang lain,”“Contoh dzolim kepada diri sendiri yaitu tidak peduli dengan kebutuhan tubuh, seperti tidak makan, tidak minum. Itu kan namanya tidak sayang dengan tubuh sendiri. Itu namanya dzolim, karena sejatinya kesehatan itu mahal. Jaga kesehatan selalu,”“Contoh dari dzolim kepada orang lain, seperti membully, mencemooh, menjelekkan orang lain atau bahkan sampai menganggap rendah. Jangan pernah lakukan itu, bertemanlah yang baik-baik saja. Baik itu ketika di kelas, ketika di kamar atau ketika sedang di acara. Karena k
Dua tahun berlalu. Ketiga Gus kembar pun wisuda barengan di tahun ini. Seperti sekarang mereka sudah selesai dengan acara wisuda. Lalu mereka berkumpul di gedung fakultas. Disana juga sudah ada Adiva yang memakai baju tiga dan di make up dengan sangat cantik.“Alhamdulillah, selamat semuanya atas gelar yang telah diraih,” ucap Adiva kepada ketiga Gus kembar.“Uhuy, S.ag sama S.ag nih, kapan tanggal tepatnya?” sindir Kemal pada Adiva dan Fahri.“Secepatnya gak sih,” imbuh Fatah yang menyenggol sang kakak. Fahri hanya tersenyum dibuatnya.Ashraf dan Balqis turut hadir. Mereka juga ikut tersenyum senang melihat anak-anaknya wisuda. Dan benar dengan Jani Ashraf yang akan menanggung biaya kehidupan Adiva. Ashraf menanggung biaya hidup Adiva. Dan Adiva pun tak keberatan setelah mendapat dukungan juga dari Fahri dan Balqis.“Doakan aja ya,” pinta Adiva sambil melihat Fahri. Keduanya juga saling menahan senyum. Lalu mereka berlanjut berfoto untuk mengabadikan moment di Lalu tiba-tiba datang
Seminggu dari pernikahannya, Fahri dan Adiva tinggal di tengah kawasan pesantren Al Muhajirin. Rumah mereka pun bersebalahan dengan rumah Balqis dan Ashraf. Hanya jarak beberapa langkah saja dari sana.“Umi, Abi berangkat mau ngajar dulu ya,” pamit Fahri tengah merapikan pakaiannya.“Eh, kak, panggilannya ganti lagi ya?” Tanya Adiva. Sebab selama seminggu terakhir ini mereka memanggil dengan sebutan kakak dan adek.“Hehe, biar ada nuansa baru aja, Umi dan Abi, lucu kan?” sahut Ashraf sambil menampilkan senyuman termanisnya.“Hemm, boleh aja sih kak, eh Abi!” beo Adiva menyadari kesalahannya.“Ya sudah umi, Abi mau ngajar dulu ya, nanti siang mau lanjut urus rumah makan di Solo,” izin Fahri mendekati sang istri.Adiva memanyunkan bibirnya. “Adek mau ikut kak, umi maksudnya,” cengir Adiva. Dia masih belum terbiasa dengan sebutan barunya.“Aduh, jauh dek, kakak takut kamu kenapa-kenapa. Kamu juga masih pusing kan, barusan aja mual-mual. Apa jangan-jangan kamu udah mau hamil ya,” gelagat
Fakih sudah datang terlebih dahulu sebelum pukul empat. Dia sengaja datang lebih awal dari Anggi. Sementara Anggi masih berada di jalan. Dengan keadaan jalan yang cukup ramai, masih sangat macet karena ini jam pulang kerja.Sementara faqih sudah menyiapkan tempat duduk khusus untuk dirinya dan juga anggi. Faqih juga sudah memesan minuman kopi kesukaan anggi yang di mana minumannya juga sama dengan kesukaan dirinya. Faqih menunggu anggi dengan duduk bersantai di ruang pojok kedai kopi di mana ini sudah tiga kali pertemuan mereka dan saat ini pertemuan yang direncanakan.Anggi datang dengan pakaian yang begitu sopan dan tidak seperti biasanya kali ini dirinya terlihat cukup pendiam dan sedikit berbicara. “Maaf ustad Faqih, sudah lama yah menunggu, maaf barusan di jalan macet banget jadi waktunya keteteran,” ungkap Anggi namun Fakih hanya menampilkan senyuman khasnya.“Tidak apa-apa, saya paham kok, ya sudah kamu duduk saja. Ini sudah saya pesankan minuman kesukaan kamu,” ungkap Fakih me
Kepala Fatah cenat cenut, sejak tadi diganggu perempuan yang sudah beberapa bulan ini tak muncul. Sekarang malah datang lagi dan menganggu kehidupan Fatah kembali. Selama jam mata kuliah fokus Fatah menjadi pecah. Pikirannya kemana-mana.“Dasar cewek gak jelas, aish, stress kalau gini terus. Mana gak bisa main game, astaghfirullah, gini banget ujian hidup!” keluh Fatah memukul tas ranselnya.Fatah tak fokus sama sekali selama pelajaran berlangsung. Otak dia terus berputar dimana kejadian dia di tampar oleh sang Abah. Fatah merasa di dibedakan dari saudaranya yang lain. Padahal dia ingin berbeda dan hanya ingin melakukan semua keinginan yang menurutnya dia suka.Fatah keluar kelas dengan wajah lesu. Dia langsung menghampiri sopirnya di parkiran khusus mobil. Sesampainya disana dia kembali terkejut.“Iya pak, sudah lama ya jadi sopirnya Fatah?” tanya Alya sudah terlihat sangat akrab dengan sopir yang ditugaskan untuk mengantar dan menjemput Fatah.“Iya mbak, saya sudah sekitar tujuh tah
Setelah sadar dari komanya, Kemal masih harus melakukan perawatan berlanjut di rumah sakit. Mau tidak mau, Ashraf dan Balqis menyerahkan pada Gibran dan istrinya untuk mengatasi semua urusan pesantren teebih dahulu. Dibantu juga Fahri dan Fatah yang juga sudah terbiasa dengan tugas-tugas di pesantren.Seperti saat ini, Fahri sedang mengisi materi untuk semua santri pesantren Al Muhajirin. Sebab hari ini bertepatan dengan acara sholawat Akbar di pesantren Al Muhajirin.“Para santri yang dirahmati oleh Allah SWT. Saya mewakili Kyai Ashraf untuk memberi beberapa amanat untuk kalian semua. Yang pertama, Kyai Ashraf dan Nyai Balqis meminta maaf karena belum bisabhadir pada sholawat Akbar malam ini. Lalu yang kedua, kyai Ashrydan Nyai Balqis meminta para santri untuk menyumbang doa pada Gus Kemal yang sedang dirawat di rumah sakit pasca koma selama sembilan belas hari. Dan pesan yang ketiga, kalian harus tetap disiplin selama beraktivitas dan belajar di pesantren Al Muhajirin. Sebab kyai As