Liora bangun dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya pusing habis mabuk semalam, badannya pun terasa pegal-pegal dan berat, mungkin seharusnya dia lebih keras menolak permintaan tuan Chicco semalam. Kalau begini dia sendiri yang jadi repot dan harus menderita keesokan paginya.
"Aduh...." Liora memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia bangkit menjadi posisi duduk dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tunggu... Telanjang!!Lenora membuka selimut dan mendapati tubuhnya yang polos tanpa sehelai pakaian pun. Kemudian ia melihat ke sekitar, pakaiannya berserakan di lantai, berikut dengan sepatu dan tasnya. Sebenarnya... apa yang telah terjadi, semalam?Tunggu... ayo kita berpikir positif, mungkin saja karena mabuk semalam dia melepas sendiri pakaiannya kemudian segera tidur. Itu mungkin saja terjadi... ya, itu pasti yang terjadi.Liora turun dari ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut kemudian pergi ke kamar mandi. Gadis itu melihat ke cermin melihat rambutnya yang begitu berantakan, tanda merah di mana-mana. Eh... tanda merah?Linora memegangi lehernya mendekatkan diri pada cermin melihat tanda itu lebih jelas. Mungkin ada nyamuk di hotel ini, sangat di sayangkan, hotel sebesar ini tapi banyak sekali nyamuk. Tanda itu benar-benar ada di mana-mana, di leher, dada, bahkan lengannya pun ada. Sepertinya dia harus mengajukan komplain pada manager hotel ini nantinya....Liora pergi berangkat kerja seperti biasanya. Entah bagaimana kondisi pak Jo, sekarang, nomornya sama sekali tidak bisa di hubungi."Pagi sekertaris Lio... syal itu sangat cocok dengan anda." Liora tersenyum dan memegangi syalnya saat dapat pujian itu. Syal kain dengan motif berwarna biru, sebenarnya ia memakai ini untuk menutupi bekas merah di lehernya. Ia tahu itu hanya bekas gigitan nyamuk, tapi ia tidak mau kalau saja rekan kerjanya mungkin akan salah paham dengan tanda merah di lehernya."Kenapa dia tidak bisa di telepon! Apa dia masih tidur karena mabuk, semalam!" Liora terus menerus melakukan panggilan suara ke ponsel Jonathan, tapi setelah puluhan panggilan suara pun dia masih tidak mengangkatnya.Sebenarnya Linora tidak begitu ingat soal semalam. Setelah minum beberapa gelas bir, ingatannya hilang seketika. Ia bahkan lupa apakah ia sudah mengantar bosnya itu pulang atau belum, atau mungkin saja Jonathan juga sama sepertinya, tertidur di salah satu kamar hotel di sana. Atau lebih parahnya... Liora lupa membawa Jonathan dan membiarkannya tertidur di ruang VVIP bersama tuan Chicco. Jika benar begitu, dia pasti akan segera dimarahi."Ah, halo...." akhirnya setelah usahanya berkali-kali menelepon, Jonathan mau mengangkatnya juga. Suaranya terdengar serak di seberang, apa mungkin dia baru bangun tidur?"Ada apa?""Saya hanya ingin tanya kondisi bapak, jika memang sangat buruk, saya akan batalkan jadwal hari ini dan membiarkan bapak libur dan istirahat." Jelas Liora. Jonathan sempat diam sejenak, kemudian dia segera menjawab dan menutup telepon."Ya, begitu saja!"Tut..."Ya... baik...." Liora memendam rasa jengkel saat telepon dimatikan begitu saja. Tenanglah... ini demi gaji dua digit. Liora mengambil nafas dalam kemudian menghembuskannya. Dia masih banyak pekerjaan, sebaiknya dia segera pergi dan menyelesaikan pekerjaannya sekarang.Di dalam kamarnya, Jonathan meringkuk di sudut kasur setelah mematikan telepon. Pakaiannya berantakan, wajahnya memerah dengan air mata yang membasahi pipi dan baju kemejanya. Dia menangis sembari menenggelamkan kepalanya diantara dua lutut...."Haa... akhirnya pulang kerja!" Liora merenggangkan tangan saat pekerjaannya akhirnya selesai, dia sudah telat pulang sepuluh menit karena memilih menuntaskan pekerjaannya hari ini. Pacarnya pasti sudah menunggu di bawah, dia harus segera turun dan menemuinya."Sayang...." Liora berlari menyapa pacarnya yang sedang bersender di sisi mobil kemudian memeluknya. Mereka berdua saling tersenyum dan sedikit berbincang, kemudian masuk ke dalam mobil."Kau ingin langsung pulang?" Tanya lelaki itu sembari memasangkan Liora selt bet.Liora berpikir sejenak, tapi sekarang... orang tuanya pasti sudah memasak dan menunggunya pulang."Mm... ibuku sepertinya sudah masak di rumah. Bagaimana kalau kita pergi keluar, setelah makan malam?" Ujar Liora, lelaki itu sempat berpikir sejenak kemudian mengangguk dan tersenyum."Baiklah...." ucapnya mengusap usap kepala Liora, kemudian mulai menyalakan mobil dan melajukannya.Dia adalah Maxime. Manager sebuah sebuah bank besar di kota ini sekaligus pacar Liora saat ini. Liora tersenyum menatap Maxim yang sedang berkendara, dia merasa sangat beruntung bisa mempunyai kekasih seperti Max.Selain pekerjaannya yang terjamin, dia juga sangat tampan dan perhatian. Bahkan dia juga menghargai keputusan Liora yang meminta untuk menjalin hubungan yang sehat sampai mereka akan menikah nantinya. Bahkan orang tua Liora pun sangat menyukai Max, dia pandai memasak dan sangat menghargai orang tua."Ayah... ibu... Lio pulang!" Liora dan Maxime masuk dengan membawa plastik berisi belanjaan dan buah-buahan. Lelaki itu bahkan enggan pergi dengan tangan kosong ke rumah Liora, dia memaksanya untuk mampir ke supermarket dan membeli beberapa keperluan rumah untuk di bawa berkunjung ke rumah calon mertuanya."Anak kesayanganku... kau pasti lelah, ya. Sini ayo duduk!" Salim yang melihat putrinya pulang, langsung tersenyum lembut dan menyuruhnya untuk duduk, sementara dia menaruh tas putrinya. dia juga menyambut Maxime yang datang dengan senyum ceria menyapa kedua orang tua Liora dengan sopan."Halo paman, halo bibi...." Maxime tersenyum memberikan belanjaan yang di belinya sebagai buah tangan datang berkunjung, ibu Liora datang dan mengambilnya kemudian menaruhnya di dapur."Ayo duduk, Max. Kami berdua sudah masak banyak makanan!" Layla ibu Liora juga menyambut hangat Max yang datang. Dia mengambil peralatan makan tambahan, kemudian memberikannya pada Max."Terimakasih bibi...."Ini adalah kehidupan Liora yang sempurna. Keluarga yang harmonis, pacar yang baik, dan juga karir yang sukses. Semua ini mungkin saja hal yang diimpikan semua orang, dan Liora dengan beruntung bisa mendapatkannya...."Selamat pagi pak, anda mau kopi?" Liora berdiri di hadapan Jonathan dan menawarkan kopi seperti biasanya, tapi tingkah lelaki itu pagi ini aneh sekali, dia sama sekali enggan menatapnya dan selalu menghindari pandangan."Ya." Jawaban yang sangat simpel, tapi Liora masih tersenyum dan berbalik pergi untuk membuatkannya secangkir kopi.Jonathan melihat kepergian Liora kemudian dia menghela nafas, dadanya berdegup begitu kencang seperti berhadapan dengan polisi yang ingin menangkapnya."Dia tidak ingat, kah?"Jonathan menyatukan tangannya membentuk kepalan, kemudian menyenderkan dahinya dengan lesu ke tangannya.Hari-hari berlanjut seperti biasanya, hanya saja setelah acara malam itu sikap Jonathan jadi berubah menjadi canggung dan selalu mempersingkat percakapan Liora dengannya. Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi, apa bosnya itu sedang ada masalah? yah... selagi itu tidak berimbas pada pekerjaannya di kantor, itu semua tidak masalah."Huekk...." Liora berlari ke kamar mandi untuk muntah di closet. Entah apa yang terjadi padanya belakangan ini, dia terus mual dan sensitif dengan makanan dan pengharum ruangan."Sekretaris Lio, anda baik-baik saja?" Seorang wanita pergi menghampiri Liora yang sedang muntah di kamar mandi. Wajahnya terlihat khawatir, dia menawarkan untuk mengantar Liora ke rumah sakit sepulang kerja nanti, tapi Liora menolak."Anda benar-benar harus pergi ke rumah sakit. saya takut terjadi sesuatu yang buruk pada anda, sudah beberapa hari ini anda mual-mual dan bahkan sampai pingsan, di kantor."Terimakasih atas perhatiannya manager Sinta. Nanti setelah pulang kerja saya akan meminta pacar saya untuk mengantarkan saya ke rumah sakit." Manager Sinta mengangguk setuju, kemudian mereka bersama-sama keluar dari kamar mandi, pergi kembali berkerja ke tempat masing-masing.Liora menghela nafas sembari duduk di meja kerjanya. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya, sudah beberapa hari ini dia jadi tidak fokus kerja karena tubuhnya yang terasa lemas dan pusing. Liora kemudian membuka ponselnya mengirimkan pesan teks pada Maxime untuk mengantarkannya ke rumah sakit sepulang kerja nanti.[Max, nanti antar aku ke rumah sakit, ya.] (Liora)[Apa yang terjadi, kau sakit?] (Maxime)[Ya, tapi mungkin hanya masuk angin.] (Liora)[Baiklah, aku akan menjemputmu nanti.] (Maxime)Liora menutup teleponnya kemudian lanjut bekerja, setelah di periksa dokter dan minum obat, dia pasti akan baik-baik saja.Itu yang dipikirkan Liora sebelum menerima kertas hasil tes kesehatannya.[Positif hamil.]Liora bolak balik membaca ulang kertas itu berpikir ada yang salah. Hamil... Bagaimana bisa? Ia bahkan masih perawan, kapan dia... Sejenak dia mulai teringat dengan pagi itu, hari dimana dia menemukan banyak tanda merah dibadannya. tapi siapa?Liora jatuh terduduk menggenggam kertas itu dengan syok. Padahal kehidupannya sudah sempurna, tapi kenapa semua ini menimpanya... Liora buru-buru bangkit dan menyembunyikan hasil tesnya saat Maxime datang, dia sehabis dari resepsionis membayar administrasi kemudian langsung menghampiri Liora."Sayang... bagaimana? apa kau baik-baik saja?" Maxime menghampiri Liora dengan khawatir dan gadis itu buru-buru berakting seolah tidak terjadi apapun."Oh, itu... cuma maag aja, kok!" Maxime bernafas lega mendengarnya, kemudian dia merangkul Liora dan mengajaknya untuk pulang. Gadis itu tersenyum dan berjalan bersama Maxime, sementara di belakangnya dia menggenggam hasil tes itu dan diam-diam meremasnya dan memasukkamnya ke dalam tas.Ini menjadi guncangan hebat dalam hidup Liora. Gadis itu sudah menjaga kesuciannya selama 26 tahun, tapi sekarang dia justru hamil! Siapa... siapa yang melakukan itu padanya? Siapa pria bejad yang tega merenggut kehormatannya yang begitu dia jaga selama ini.Bagaimana sekarang? apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya? bagaimana saat pacarnya nanti tahu, Max....Liora mengacak-ngacak rambutnya merasa pusing dengan semua ini. Sekelibat ingatan malam itu muncul di kepalanya, matanya yang sedikit terbuka dengan samar melihat lelaki yang mulai membuka bajunya sedang duduk menindihnya dan mulai mendekatkan wajahnya. Siapa lelaki itu? Jadi tanda yang ia temukan di tubuhnya, serta noda darah yang ia tinggalkan begitu saja karena berpikir itu mungkin darah dari tumitnya yang terluka, itu adalah darah keperawanannya?Liora begitu hancur saat membayangkannya. Dia harus segera mencari lelaki itu. Tidak, jika ia sudah menemukannya, lantas apa yang akan dia lakukan... dia tidak ingin meni
Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini."Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar."Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel."Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.Tok... tok...Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, J
Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk. Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini. "Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya. "Yoo... Jonathan, bagaimana
"Kemari, kau BRENGSEK! Apa yang sudah aku ajarkan padamu, huh? Bagaimana bisa kau menjadi seorang pelacur!" Baru juga sampai, Salim langsung melampiaskan kemarahannya. Menarik kerah baju gadis itu, dan beberapa kali melayangkan tamparan membuat Layla buru-buru mencegahnya dengan air mata yang berderai. Dia bahkan sampai memohon agar Salim menghentikan apa yang dilakukannya sekarang Salim melepas cengkraman baju Liora kemudian berbalik tidak kuasa menahan air mata. Sementara Liora dengan kondisi yang berantakan dan raut wajah kaget serta kebingungan, meraih dua pundak ibunya dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan ayahnya marah, kenapa dia disambut dengan tamparan keras di kedua pipinya? Layla benar-benar tidak kuasa untuk berbicara, suaranya tidak cukup keluar karena harus menahan isak tangis yang sedari tadi terus berusaha ditahannya agar tidak pecah. Layla lantas mengeluarkan kertas kusut dari sakunya, memberikan itu pada Liora agar gadis itu membacanya sendiri.
"Aku akan pergi ayah, ibu, aku tidak akan meminta kalian menanggungku dan janin yang ada di dalam perutku." Liora berdiri dengan memegang koper di tangannya, dia menghadap ayah dan juga ibunya yang sedang terduduk lesu dengan Salim yang sama sekali enggan melihat wajahnya. Liora lantas membungkuk sebagai hormatnya untuk yang terakhir. Dia kemudian berjalan pergi, merasa tidak ada balasan dari kedua orang tuanya yang masih mengunci mulut, enggan berbicara dengannya. "Apa sesulit itu mengatakan siapa lelaki itu?" Salim tiba-tiba berseru membuat Liora menghentikan langkahnya di ambang pintu. Gadis itu terdiam beberapa saat tanpa menoleh ke belakang. Kemudian dia mengeratkan pegangannya pada koper dan berkata sambil tersenyum pahit. "Aku tidak mau ayah membuat masalah dengan mendatangi lelaki itu. Lagipula dia tidak mau bertanggung jawab, dan aku sendiri pun juga tidak mau menikah dengannya." ujar Liora, kini kembali berjalan meninggalkan rumah itu serta kedua orang tuanya. Gadis itu
"Eh, jadi kau sekarang tinggal di apartemen milik bosmu itu?" seseorang di seberang telepon bertanya dengan terkejut. dia gadis berponi se-alis dengan rambut bergelombang yang kini sedang menelepon Liora. Gadis itu adalah Anya, dia teman kecil Liora yang saat ini tinggal di Kanada. Awalnya dia senang saat mengetahui Liora akan pindah ke Kanada, tetapi tiba-tiba saja Liora meneleponnya dan mengatakan bahwa dia telah membatalkan keberangkatannya. "Ya, dia memaksaku tinggal di salah satu apartement miliknya. Aku nggak bisa nolak karena dia terus merengek." jawab Liora yang sedang duduk bersantai di atas ranjang sambil memakan camilan kentang goreng yang tadi dia pesan. "Haduh, bukannya kau bilang dia itu playboy? Kenapa kau sekarang malah mau menikah dengannya, kan kita sudah sepakat untuk mengurus bayimu itu berdua. Lalu bagaimana dengan Maxime? dia terus meneleponku dan bertanya tentangmu." tanya Anya bertubi dengan semangat. Liora terdiam sejenank, kemudian dia menghela nafas bera
"Saya mohon... saya akan bertanggung jawab, kalau perlu saya akan bersujud dihadapan kamu." seorang lelaki dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah, menangis memohon untuk menikahi wanita dihadapannya. Gadis itu hanya masih diam tidak merespon, rasa sakit yang di alaminya baru-baru ini benar-benar mengguncangkan hati dan perasaannya.....Perusahaan X di jalan atmaja, menjadi salah satu dari big four perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang menjadi impian semua orang untuk masuk dan bekerja di dalamnya. Seorang wanita dengan setelan kerja yang rapih memegang dokumen membalas sapaan orang-orang yang menyapanya di pagi hari. ya, inilah kehidupan sempurna Liora, bekerja di perusahaan besar dengan citranya yang sangat kuat diantara para karyawan di kantor. wanita cerdas, pandai bekerja dan elegan. itulah yang sering ia dengar dari para karyawan yang menggosipkannya."Selamat pagi, pak. bapak kelihatan segar seperti biasanya. ini adalah jadwal hari ini, nanti siang ada rapat
"Eh, jadi kau sekarang tinggal di apartemen milik bosmu itu?" seseorang di seberang telepon bertanya dengan terkejut. dia gadis berponi se-alis dengan rambut bergelombang yang kini sedang menelepon Liora. Gadis itu adalah Anya, dia teman kecil Liora yang saat ini tinggal di Kanada. Awalnya dia senang saat mengetahui Liora akan pindah ke Kanada, tetapi tiba-tiba saja Liora meneleponnya dan mengatakan bahwa dia telah membatalkan keberangkatannya. "Ya, dia memaksaku tinggal di salah satu apartement miliknya. Aku nggak bisa nolak karena dia terus merengek." jawab Liora yang sedang duduk bersantai di atas ranjang sambil memakan camilan kentang goreng yang tadi dia pesan. "Haduh, bukannya kau bilang dia itu playboy? Kenapa kau sekarang malah mau menikah dengannya, kan kita sudah sepakat untuk mengurus bayimu itu berdua. Lalu bagaimana dengan Maxime? dia terus meneleponku dan bertanya tentangmu." tanya Anya bertubi dengan semangat. Liora terdiam sejenank, kemudian dia menghela nafas bera
"Aku akan pergi ayah, ibu, aku tidak akan meminta kalian menanggungku dan janin yang ada di dalam perutku." Liora berdiri dengan memegang koper di tangannya, dia menghadap ayah dan juga ibunya yang sedang terduduk lesu dengan Salim yang sama sekali enggan melihat wajahnya. Liora lantas membungkuk sebagai hormatnya untuk yang terakhir. Dia kemudian berjalan pergi, merasa tidak ada balasan dari kedua orang tuanya yang masih mengunci mulut, enggan berbicara dengannya. "Apa sesulit itu mengatakan siapa lelaki itu?" Salim tiba-tiba berseru membuat Liora menghentikan langkahnya di ambang pintu. Gadis itu terdiam beberapa saat tanpa menoleh ke belakang. Kemudian dia mengeratkan pegangannya pada koper dan berkata sambil tersenyum pahit. "Aku tidak mau ayah membuat masalah dengan mendatangi lelaki itu. Lagipula dia tidak mau bertanggung jawab, dan aku sendiri pun juga tidak mau menikah dengannya." ujar Liora, kini kembali berjalan meninggalkan rumah itu serta kedua orang tuanya. Gadis itu
"Kemari, kau BRENGSEK! Apa yang sudah aku ajarkan padamu, huh? Bagaimana bisa kau menjadi seorang pelacur!" Baru juga sampai, Salim langsung melampiaskan kemarahannya. Menarik kerah baju gadis itu, dan beberapa kali melayangkan tamparan membuat Layla buru-buru mencegahnya dengan air mata yang berderai. Dia bahkan sampai memohon agar Salim menghentikan apa yang dilakukannya sekarang Salim melepas cengkraman baju Liora kemudian berbalik tidak kuasa menahan air mata. Sementara Liora dengan kondisi yang berantakan dan raut wajah kaget serta kebingungan, meraih dua pundak ibunya dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan ayahnya marah, kenapa dia disambut dengan tamparan keras di kedua pipinya? Layla benar-benar tidak kuasa untuk berbicara, suaranya tidak cukup keluar karena harus menahan isak tangis yang sedari tadi terus berusaha ditahannya agar tidak pecah. Layla lantas mengeluarkan kertas kusut dari sakunya, memberikan itu pada Liora agar gadis itu membacanya sendiri.
Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk. Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini. "Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya. "Yoo... Jonathan, bagaimana
Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini."Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar."Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel."Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.Tok... tok...Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, J
Ini menjadi guncangan hebat dalam hidup Liora. Gadis itu sudah menjaga kesuciannya selama 26 tahun, tapi sekarang dia justru hamil! Siapa... siapa yang melakukan itu padanya? Siapa pria bejad yang tega merenggut kehormatannya yang begitu dia jaga selama ini.Bagaimana sekarang? apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya? bagaimana saat pacarnya nanti tahu, Max....Liora mengacak-ngacak rambutnya merasa pusing dengan semua ini. Sekelibat ingatan malam itu muncul di kepalanya, matanya yang sedikit terbuka dengan samar melihat lelaki yang mulai membuka bajunya sedang duduk menindihnya dan mulai mendekatkan wajahnya. Siapa lelaki itu? Jadi tanda yang ia temukan di tubuhnya, serta noda darah yang ia tinggalkan begitu saja karena berpikir itu mungkin darah dari tumitnya yang terluka, itu adalah darah keperawanannya?Liora begitu hancur saat membayangkannya. Dia harus segera mencari lelaki itu. Tidak, jika ia sudah menemukannya, lantas apa yang akan dia lakukan... dia tidak ingin meni
Liora bangun dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya pusing habis mabuk semalam, badannya pun terasa pegal-pegal dan berat, mungkin seharusnya dia lebih keras menolak permintaan tuan Chicco semalam. Kalau begini dia sendiri yang jadi repot dan harus menderita keesokan paginya."Aduh...." Liora memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia bangkit menjadi posisi duduk dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tunggu... Telanjang!! Lenora membuka selimut dan mendapati tubuhnya yang polos tanpa sehelai pakaian pun. Kemudian ia melihat ke sekitar, pakaiannya berserakan di lantai, berikut dengan sepatu dan tasnya. Sebenarnya... apa yang telah terjadi, semalam?Tunggu... ayo kita berpikir positif, mungkin saja karena mabuk semalam dia melepas sendiri pakaiannya kemudian segera tidur. Itu mungkin saja terjadi... ya, itu pasti yang terjadi.Liora turun dari ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut kemudian pergi ke kamar mandi. Gadis itu melihat ke cermin melihat rambutnya yang begitu
"Saya mohon... saya akan bertanggung jawab, kalau perlu saya akan bersujud dihadapan kamu." seorang lelaki dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah, menangis memohon untuk menikahi wanita dihadapannya. Gadis itu hanya masih diam tidak merespon, rasa sakit yang di alaminya baru-baru ini benar-benar mengguncangkan hati dan perasaannya.....Perusahaan X di jalan atmaja, menjadi salah satu dari big four perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang menjadi impian semua orang untuk masuk dan bekerja di dalamnya. Seorang wanita dengan setelan kerja yang rapih memegang dokumen membalas sapaan orang-orang yang menyapanya di pagi hari. ya, inilah kehidupan sempurna Liora, bekerja di perusahaan besar dengan citranya yang sangat kuat diantara para karyawan di kantor. wanita cerdas, pandai bekerja dan elegan. itulah yang sering ia dengar dari para karyawan yang menggosipkannya."Selamat pagi, pak. bapak kelihatan segar seperti biasanya. ini adalah jadwal hari ini, nanti siang ada rapat