"Kemari, kau BRENGSEK! Apa yang sudah aku ajarkan padamu, huh? Bagaimana bisa kau menjadi seorang pelacur!" Baru juga sampai, Salim langsung melampiaskan kemarahannya. Menarik kerah baju gadis itu, dan beberapa kali melayangkan tamparan membuat Layla buru-buru mencegahnya dengan air mata yang berderai. Dia bahkan sampai memohon agar Salim menghentikan apa yang dilakukannya sekarang
Salim melepas cengkraman baju Liora kemudian berbalik tidak kuasa menahan air mata. Sementara Liora dengan kondisi yang berantakan dan raut wajah kaget serta kebingungan, meraih dua pundak ibunya dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan ayahnya marah, kenapa dia disambut dengan tamparan keras di kedua pipinya? Layla benar-benar tidak kuasa untuk berbicara, suaranya tidak cukup keluar karena harus menahan isak tangis yang sedari tadi terus berusaha ditahannya agar tidak pecah. Layla lantas mengeluarkan kertas kusut dari sakunya, memberikan itu pada Liora agar gadis itu membacanya sendiri. "Ayah sudah bilang kan, bu, jangan biarkan Liora bekerja di luar. Biarkan saja dia di rumah membantu pekerjaan kita!" Suara Salim begitu parau benar-benar merasa pilu, dia terus-terusan memukul tembok dengan sedih ketika Liora mencoba membuka kertas kusut itu, dan membaca apa penyebab kemarahan besar kedua orang tuanya. "Surat rumah sakit?" Liora bergumam lirih, matanya membesar menelan saliva dengan susah payah. Dia tidak menyangka rahasianya terbongkar secepat ini, raut kekecewaan dari kedua orang tuanya, membuatnya menundukkan kepala dengan perasaan bersalah. "M-maaf...." lirihnya tersendat. ... Di tempat lain saat ini Jonathan memacu mobilnya melewati jalan ibu kota yang kebetulan tidak terlalu ramai karena ini bukan jam pulang kerja. Lelaki itu masih dengan setelan jasnya, mengendarai mobilnya sampai di depan gerbang sebuah mansion mewah tempat keluarganya tinggal. Satpam segera membuka gerbang sesaat setelah melihat mobil Jonathan. Lelaki itu lantas masuk dan memarkirkan mobilnya, kemudian buru-buru turun dan berlari masuk ke dalam rumahnya. Beberapa puluh menit yang lalu, Jonathan yang sedang merokok di teras rumah. Terkejut saat mendapat telepon dari kepala pelayan yang mengatakan kondisi kesehatan ayahnya tiba-tiba memburuk. Tanpa pikir panjang Jonathan membuang puntung rokoknya ke tanah kemudian menginjaknya. Dia bergegas mengambil jas dan juga kunci mobilnya, berlari keluar untuk pergi ke rumah ayahnya dan mengecek kondisinya sekarang . Mata Jonathan membelalak dan langkahnya terhenti. Dia berkacak pinggang seraya menghela nafas kesal saat melihat ayahnya yang tampak baik-baik saja, justru kini sedang bermain catur dengan kepala pelayan. "Si tua itu mempermainkanku?!" batin Jonathan merasa kesal telah percaya dan buru-buru datang ke sini. "Ayah!" Lelaki paruh baya itu seperti tertangkap basah mendengar panggilan Jonathan dari belakang. Dia tidak jadi memajukan kuda caturnya, menaruhnya lagi ke tempat awal, kini berbalik melihat Jonathan yang tampak begitu kesal, dia hanya bisa tertawa canggung. Saat ini Jonathan sudah duduk berhadapan dengan ayahnya menggantikan kepala pelayan menemaninya bermain catur. Sangat kekanak-kanakan, lelaki tua ini tidak ingin bicara apapun sebelum Jonathan berhasil mengalahkannya dalam permainan catur. "Skak!" Jonathan memajukkan bidaknya, melakukan tiga kali skak mat, kini membuat lelaki tua itu benar-benar kalah telak. "Oh, tidaak!" lelaki tua itu memegangi kepalanya benar-benar tidak percaya dirinya kalah. Jonantah menyunggingkan senyum sinis meremehkan. Sebelumnya lelaki tua ini selalu menang karena kepala pelayan selalu mengalah. Tapi dia tentu tidak akan mau melakukan itu. "Jadi ayah, aku tidak punya banyak waktu sehingga kau kuberi waktu setengah jam untuk bicara!" peringat Jonathan mulai menghitung dengan melirik jam tangan mewahnya. Teras rumah mansion ini sangat luas, rumput yang hijau ditanam subur, serta bunga-bunga yang dirawat juga danau buatan yang membuat pemandangan benar-benar terlihat segar. Saat William sedang duduk bersama putranya menikmati angin dari teras belakang rumahnya yang sejuk. William menyeruput secangkir kopi kemudian membuka mulut dan bersuara tanda dia puas dengan rasa kopi yang di seduh. Ini adalah kopi buatan istri tercintanya, tentu saja akan sangat enak. Tapi Jonathan bahkan enggan hanya sekedar melirik kopi yang disajikan untuknya di meja. "Sudah sepuluh menit anda menghabiskan waktu untuk minum kopi dan melamun. Sekarang waktu anda tinggal dua puluh menit!" tukas Jonathan menatap lurus ke depan. William meliriknya setelah menyeruput kopi, kemudian melirik kopi yang tidak tersentuh di meja membuatnya menggelengkan kepala seraya menghela nafas. "Setidaknya cicipilah kopi buatan ibumu, dia membuatnya dengan susah payah!" Pinta William namun putra pembangkangnya itu justru berdecih, dengan wajah menghina dia melontarkan perkataan tidak sopan pada Istri William membuat lelaki paru baya itu hampir mau memukul kepala anak itu. "Ibu? Bagaimana pelacur bisa menjadi ibu? Aku tidak serendah ayah yang menerima pelacur sebagai istri!" Hardik Jonathan membuat William geram, namun dia segera menghela nafas menenangkan dirinya. Jonathan pasti masih menyalahkannya akan kematian ibunya di masa lalu. "Bukankah ayah sudah bilang, ayah dan ibu tirimu tidak sejahat yang kau pikir!" Ucapnya menaruh gelas yang sedari tadi dipegangnya, ingin lanjut berbicara menjelaskan semuanya tetapi Jonathan keburu memotong. "Sekarang waktu anda tinggal lima menit!" pangkasnya ingin beranjak pergi dari sana karena merasa sudah jemu mendengarkan semua alibi ayahnya. Dia tidak ingin mendengarkan cerita panjang tentang keromantisan pasangan tua jahat itu. "Tunggu- tunggu! Bukankah masih ada lima menit?" ujar William menghentikkan Jonathan. Lelaki itu kembali duduk, dia melihat jamnya kemudian memberi peringatan. "Sekarang tinggal empat menit!" peringatnya lagi. William kehabisan cara, sepertinya dia harus benar-benar langsung bicara pada intinya, jika tidak Jonathan akan pergi lagi dan akan sangat sulit untuk membuatnya datang lagi seperti hari ini. "Haih... ayah hanya ingin tahu kapan kau akan menikah? Ayah ingin segera menggendong cucu!" ucapnya dengan tersenyum. Jonathan memicing menatap lelaki tua disampingnya, jadi dia berbohong hanya untuk membahas pernikahan? Benar-benar sia-sia waktu tiga puluh menit yang sudah dia berikan. "Saya sudah bilang tidak akan menikah, jangan mimpi, anda!" ketusnya kini benar-benar beranjak membuat William naik darah dan berteriak mengancam. "BERHENTI! Apa kau benar-benar sudah kehilangan rasa hormat? Ayah sudah mengaturkan gadis untukmu, pokoknya bulan ini kau sudah harus menikah!" seru William dengan marah. Tetapi Jonathan sama sekali tidak takut, dia justru menjawab dengan sarkas. "Wah, dalam otak anda hanya ada menikah, ya? Pantas saja anda tidak cukup dengan satu gadis!" "Tutup mulutmu! Bocah sialan! Pokoknya jika kau tidak menikah bulan ini, 70% aset yang ayah miliki, tidak akan pernah jatuh ke tanganmu!" Ancamnya berteriak. Jonathan melotot tidak percaya, lantas dia membalas dengan tidak terima. "Aku bekerja bertahun-tahun untuk perusahaan, apa hanya untuk saham 15%? Apa kau akan memberikannya pada wanita pelacurmu itu?" tanyanya dengan intonasi yang meninggi, apalagi saat melihat wanita itu datang, dan memegangi William yang hampir kehabisan nafas memegangi jantungnya. "Pokoknya, jika bulan ini kau tidak menikah, aku kan menghapusmu sebagai ahli warisku yang sah!" Ancamnya menunjuk marah pada Jonathan."Aku akan pergi ayah, ibu, aku tidak akan meminta kalian menanggungku dan janin yang ada di dalam perutku." Liora berdiri dengan memegang koper di tangannya, dia menghadap ayah dan juga ibunya yang sedang terduduk lesu dengan Salim yang sama sekali enggan melihat wajahnya. Liora lantas membungkuk sebagai hormatnya untuk yang terakhir. Dia kemudian berjalan pergi, merasa tidak ada balasan dari kedua orang tuanya yang masih mengunci mulut, enggan berbicara dengannya. "Apa sesulit itu mengatakan siapa lelaki itu?" Salim tiba-tiba berseru membuat Liora menghentikan langkahnya di ambang pintu. Gadis itu terdiam beberapa saat tanpa menoleh ke belakang. Kemudian dia mengeratkan pegangannya pada koper dan berkata sambil tersenyum pahit. "Aku tidak mau ayah membuat masalah dengan mendatangi lelaki itu. Lagipula dia tidak mau bertanggung jawab, dan aku sendiri pun juga tidak mau menikah dengannya." ujar Liora, kini kembali berjalan meninggalkan rumah itu serta kedua orang tuanya. Gadis itu
"Eh, jadi kau sekarang tinggal di apartemen milik bosmu itu?" seseorang di seberang telepon bertanya dengan terkejut. dia gadis berponi se-alis dengan rambut bergelombang yang kini sedang menelepon Liora. Gadis itu adalah Anya, dia teman kecil Liora yang saat ini tinggal di Kanada. Awalnya dia senang saat mengetahui Liora akan pindah ke Kanada, tetapi tiba-tiba saja Liora meneleponnya dan mengatakan bahwa dia telah membatalkan keberangkatannya. "Ya, dia memaksaku tinggal di salah satu apartement miliknya. Aku nggak bisa nolak karena dia terus merengek." jawab Liora yang sedang duduk bersantai di atas ranjang sambil memakan camilan kentang goreng yang tadi dia pesan. "Haduh, bukannya kau bilang dia itu playboy? Kenapa kau sekarang malah mau menikah dengannya, kan kita sudah sepakat untuk mengurus bayimu itu berdua. Lalu bagaimana dengan Maxime? dia terus meneleponku dan bertanya tentangmu." tanya Anya bertubi dengan semangat. Liora terdiam sejenank, kemudian dia menghela nafas bera
"Saya mohon... saya akan bertanggung jawab, kalau perlu saya akan bersujud dihadapan kamu." seorang lelaki dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah, menangis memohon untuk menikahi wanita dihadapannya. Gadis itu hanya masih diam tidak merespon, rasa sakit yang di alaminya baru-baru ini benar-benar mengguncangkan hati dan perasaannya.....Perusahaan X di jalan atmaja, menjadi salah satu dari big four perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang menjadi impian semua orang untuk masuk dan bekerja di dalamnya. Seorang wanita dengan setelan kerja yang rapih memegang dokumen membalas sapaan orang-orang yang menyapanya di pagi hari. ya, inilah kehidupan sempurna Liora, bekerja di perusahaan besar dengan citranya yang sangat kuat diantara para karyawan di kantor. wanita cerdas, pandai bekerja dan elegan. itulah yang sering ia dengar dari para karyawan yang menggosipkannya."Selamat pagi, pak. bapak kelihatan segar seperti biasanya. ini adalah jadwal hari ini, nanti siang ada rapat
Liora bangun dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya pusing habis mabuk semalam, badannya pun terasa pegal-pegal dan berat, mungkin seharusnya dia lebih keras menolak permintaan tuan Chicco semalam. Kalau begini dia sendiri yang jadi repot dan harus menderita keesokan paginya."Aduh...." Liora memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia bangkit menjadi posisi duduk dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tunggu... Telanjang!! Lenora membuka selimut dan mendapati tubuhnya yang polos tanpa sehelai pakaian pun. Kemudian ia melihat ke sekitar, pakaiannya berserakan di lantai, berikut dengan sepatu dan tasnya. Sebenarnya... apa yang telah terjadi, semalam?Tunggu... ayo kita berpikir positif, mungkin saja karena mabuk semalam dia melepas sendiri pakaiannya kemudian segera tidur. Itu mungkin saja terjadi... ya, itu pasti yang terjadi.Liora turun dari ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut kemudian pergi ke kamar mandi. Gadis itu melihat ke cermin melihat rambutnya yang begitu
Ini menjadi guncangan hebat dalam hidup Liora. Gadis itu sudah menjaga kesuciannya selama 26 tahun, tapi sekarang dia justru hamil! Siapa... siapa yang melakukan itu padanya? Siapa pria bejad yang tega merenggut kehormatannya yang begitu dia jaga selama ini.Bagaimana sekarang? apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya? bagaimana saat pacarnya nanti tahu, Max....Liora mengacak-ngacak rambutnya merasa pusing dengan semua ini. Sekelibat ingatan malam itu muncul di kepalanya, matanya yang sedikit terbuka dengan samar melihat lelaki yang mulai membuka bajunya sedang duduk menindihnya dan mulai mendekatkan wajahnya. Siapa lelaki itu? Jadi tanda yang ia temukan di tubuhnya, serta noda darah yang ia tinggalkan begitu saja karena berpikir itu mungkin darah dari tumitnya yang terluka, itu adalah darah keperawanannya?Liora begitu hancur saat membayangkannya. Dia harus segera mencari lelaki itu. Tidak, jika ia sudah menemukannya, lantas apa yang akan dia lakukan... dia tidak ingin meni
Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini."Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar."Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel."Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.Tok... tok...Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, J
Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk. Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini. "Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya. "Yoo... Jonathan, bagaimana
"Eh, jadi kau sekarang tinggal di apartemen milik bosmu itu?" seseorang di seberang telepon bertanya dengan terkejut. dia gadis berponi se-alis dengan rambut bergelombang yang kini sedang menelepon Liora. Gadis itu adalah Anya, dia teman kecil Liora yang saat ini tinggal di Kanada. Awalnya dia senang saat mengetahui Liora akan pindah ke Kanada, tetapi tiba-tiba saja Liora meneleponnya dan mengatakan bahwa dia telah membatalkan keberangkatannya. "Ya, dia memaksaku tinggal di salah satu apartement miliknya. Aku nggak bisa nolak karena dia terus merengek." jawab Liora yang sedang duduk bersantai di atas ranjang sambil memakan camilan kentang goreng yang tadi dia pesan. "Haduh, bukannya kau bilang dia itu playboy? Kenapa kau sekarang malah mau menikah dengannya, kan kita sudah sepakat untuk mengurus bayimu itu berdua. Lalu bagaimana dengan Maxime? dia terus meneleponku dan bertanya tentangmu." tanya Anya bertubi dengan semangat. Liora terdiam sejenank, kemudian dia menghela nafas bera
"Aku akan pergi ayah, ibu, aku tidak akan meminta kalian menanggungku dan janin yang ada di dalam perutku." Liora berdiri dengan memegang koper di tangannya, dia menghadap ayah dan juga ibunya yang sedang terduduk lesu dengan Salim yang sama sekali enggan melihat wajahnya. Liora lantas membungkuk sebagai hormatnya untuk yang terakhir. Dia kemudian berjalan pergi, merasa tidak ada balasan dari kedua orang tuanya yang masih mengunci mulut, enggan berbicara dengannya. "Apa sesulit itu mengatakan siapa lelaki itu?" Salim tiba-tiba berseru membuat Liora menghentikan langkahnya di ambang pintu. Gadis itu terdiam beberapa saat tanpa menoleh ke belakang. Kemudian dia mengeratkan pegangannya pada koper dan berkata sambil tersenyum pahit. "Aku tidak mau ayah membuat masalah dengan mendatangi lelaki itu. Lagipula dia tidak mau bertanggung jawab, dan aku sendiri pun juga tidak mau menikah dengannya." ujar Liora, kini kembali berjalan meninggalkan rumah itu serta kedua orang tuanya. Gadis itu
"Kemari, kau BRENGSEK! Apa yang sudah aku ajarkan padamu, huh? Bagaimana bisa kau menjadi seorang pelacur!" Baru juga sampai, Salim langsung melampiaskan kemarahannya. Menarik kerah baju gadis itu, dan beberapa kali melayangkan tamparan membuat Layla buru-buru mencegahnya dengan air mata yang berderai. Dia bahkan sampai memohon agar Salim menghentikan apa yang dilakukannya sekarang Salim melepas cengkraman baju Liora kemudian berbalik tidak kuasa menahan air mata. Sementara Liora dengan kondisi yang berantakan dan raut wajah kaget serta kebingungan, meraih dua pundak ibunya dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan ayahnya marah, kenapa dia disambut dengan tamparan keras di kedua pipinya? Layla benar-benar tidak kuasa untuk berbicara, suaranya tidak cukup keluar karena harus menahan isak tangis yang sedari tadi terus berusaha ditahannya agar tidak pecah. Layla lantas mengeluarkan kertas kusut dari sakunya, memberikan itu pada Liora agar gadis itu membacanya sendiri.
Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk. Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini. "Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya. "Yoo... Jonathan, bagaimana
Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini."Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar."Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel."Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.Tok... tok...Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, J
Ini menjadi guncangan hebat dalam hidup Liora. Gadis itu sudah menjaga kesuciannya selama 26 tahun, tapi sekarang dia justru hamil! Siapa... siapa yang melakukan itu padanya? Siapa pria bejad yang tega merenggut kehormatannya yang begitu dia jaga selama ini.Bagaimana sekarang? apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya? bagaimana saat pacarnya nanti tahu, Max....Liora mengacak-ngacak rambutnya merasa pusing dengan semua ini. Sekelibat ingatan malam itu muncul di kepalanya, matanya yang sedikit terbuka dengan samar melihat lelaki yang mulai membuka bajunya sedang duduk menindihnya dan mulai mendekatkan wajahnya. Siapa lelaki itu? Jadi tanda yang ia temukan di tubuhnya, serta noda darah yang ia tinggalkan begitu saja karena berpikir itu mungkin darah dari tumitnya yang terluka, itu adalah darah keperawanannya?Liora begitu hancur saat membayangkannya. Dia harus segera mencari lelaki itu. Tidak, jika ia sudah menemukannya, lantas apa yang akan dia lakukan... dia tidak ingin meni
Liora bangun dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya pusing habis mabuk semalam, badannya pun terasa pegal-pegal dan berat, mungkin seharusnya dia lebih keras menolak permintaan tuan Chicco semalam. Kalau begini dia sendiri yang jadi repot dan harus menderita keesokan paginya."Aduh...." Liora memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia bangkit menjadi posisi duduk dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tunggu... Telanjang!! Lenora membuka selimut dan mendapati tubuhnya yang polos tanpa sehelai pakaian pun. Kemudian ia melihat ke sekitar, pakaiannya berserakan di lantai, berikut dengan sepatu dan tasnya. Sebenarnya... apa yang telah terjadi, semalam?Tunggu... ayo kita berpikir positif, mungkin saja karena mabuk semalam dia melepas sendiri pakaiannya kemudian segera tidur. Itu mungkin saja terjadi... ya, itu pasti yang terjadi.Liora turun dari ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut kemudian pergi ke kamar mandi. Gadis itu melihat ke cermin melihat rambutnya yang begitu
"Saya mohon... saya akan bertanggung jawab, kalau perlu saya akan bersujud dihadapan kamu." seorang lelaki dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah, menangis memohon untuk menikahi wanita dihadapannya. Gadis itu hanya masih diam tidak merespon, rasa sakit yang di alaminya baru-baru ini benar-benar mengguncangkan hati dan perasaannya.....Perusahaan X di jalan atmaja, menjadi salah satu dari big four perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang menjadi impian semua orang untuk masuk dan bekerja di dalamnya. Seorang wanita dengan setelan kerja yang rapih memegang dokumen membalas sapaan orang-orang yang menyapanya di pagi hari. ya, inilah kehidupan sempurna Liora, bekerja di perusahaan besar dengan citranya yang sangat kuat diantara para karyawan di kantor. wanita cerdas, pandai bekerja dan elegan. itulah yang sering ia dengar dari para karyawan yang menggosipkannya."Selamat pagi, pak. bapak kelihatan segar seperti biasanya. ini adalah jadwal hari ini, nanti siang ada rapat