"Saya mohon... saya akan bertanggung jawab, kalau perlu saya akan bersujud dihadapan kamu." seorang lelaki dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah, menangis memohon untuk menikahi wanita dihadapannya. Gadis itu hanya masih diam tidak merespon, rasa sakit yang di alaminya baru-baru ini benar-benar mengguncangkan hati dan perasaannya.
....Perusahaan X di jalan atmaja, menjadi salah satu dari big four perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang menjadi impian semua orang untuk masuk dan bekerja di dalamnya.Seorang wanita dengan setelan kerja yang rapih memegang dokumen membalas sapaan orang-orang yang menyapanya di pagi hari. ya, inilah kehidupan sempurna Liora, bekerja di perusahaan besar dengan citranya yang sangat kuat diantara para karyawan di kantor. wanita cerdas, pandai bekerja dan elegan. itulah yang sering ia dengar dari para karyawan yang menggosipkannya."Selamat pagi, pak. bapak kelihatan segar seperti biasanya. ini adalah jadwal hari ini, nanti siang ada rapat bersama para pemegang saham, dan sore ada pertemuan dengan klien....""Cukup!" lelaki itu berbalik menghadap Liora dengan memutar kursi besarnya. Dia adalah Jonathan Efendi, pewaris perusahaan dan sekarang sedang menjabat sebagai CEO di perusahaan ini. paras tampan, berwibawa, tinggi dan kaya. semua itu seolah sempurna sehingga dia menjadi rebutan para gadis, tapi tentu saja pengecualian untuk Liora. dia tidak menyukai bosnya, lebih tepatnya, BENCI. B-E-N-C-I. Ya, begitulah kata itu saat di eja.Jonathan Efendi memang terlihat sesempurna itu dari luar, tapi untuk Liora yang menjadi sekertarisnya selama 6 tahun, dia sangat tahu tabiat asli dan sisi buruk dari sang konglomerat Jonathan Efendi ini. dengan menggunakan paras dan uangnya dia merayu banyak wanita, setiap Liora bertemu dengannya, dia selalu dengan wanita yang berbeda. belum lagi kenangan yang selalu ia ingat tentang pertama kali mereka bertemu, saat Liora baru pertama kali masuk ke perusahaan ini dan masih berstatus sebagai pegawai magang.Acara perusahaan 6 tahun lalu."Halo semuanya, perkenalkan, saya Liora devita. Saya anggota magang baru di divisi pemasaran produk." seperti biasanya, Liora tersenyum dengan percaya diri di depan semua pegawai tetap dan magang yang duduk makan bersamanya."Dia. ubah dia jadi pegawai tetap, dan taruh dia sebagai sekertaris saya!" Jonathan yang sedari tadi duduk malas sembari meminum bir, dengan santai menunjuk Liora dengan sumpit dan menyuruhnya untuk dipindahkan menjadi sekertarisnya.Semua orang kebingungan, mereka saling menatap satu sama lain. begitupun dengan Liora, dia menatap Jonathan kebingungan dengan perkataannya barusan."Ya?" Liora benar-benar bingung, dia meminta kejelasan dari perkataan Jonathan barusan."Tidak mengerti, ya. Selamat! kau sudah jadi pegawai tetap!" setelah mengatakan itu dia lanjut minum dan memakan daging yang telah di panggang. semua orang yang semula diam kebingungan pun, mau tak mau harus tertawa dan bertepuk tangan memberikan selamat pada Liora. Mereka menganggap gadis itu sangatlah beruntung.Nyatanya.... Ini adalah kesialan yang menimpa hidupnya yang sempurna.Sejak Liora mulai bekerja menjadi sekertaris Jonathan, pria itu terus saja mempersulit hidupnya. Minta kopi saja kopi dan gulanya harus di takar per gram, belum lagi saat dia di ingatkan sesuatu dia pura-pura tidak dengar, dan saat itu jadi masalah dia menyalahkan Liora karena gadis itu tidak mengingatkannya. ia merasa ada yang salah dengan otak lelaki itu.Belum lagi kebiasaan berkencannya dan mabuk-mabukannya itu. setiap malam saat waktunya bagi Liora untuk tidur, Jonathan meneleponnya dan menyuruh menjemputnya yang sedang mabuk. belum lagi selera makannya yang sangat ribet, harus makan di restoran ini, pada jam segini, takarannya harus segini, kokinya harus yang ini. Liora merasa, selain menjadi sekertaris... dia juga merangkap menjadi baby sitter.Kalau bukan karna gaji yang besar, siapa juga yang akan tahan kerja di sini...."Pak, ini makan siang anda, seperti biasa." Kewalahan dan merasa sulit, mungkin itu adalah bagian dari masa lalunya. Sekarang gadis itu sudah terbiasa, ia bahkan hafal model jas dan kemeja apa yang ingin di pakai Jonathan setiap harinya. Jangankan selera makan dan minum, ukuran kaki, lingkar pinggang dan panjang bahu dia pun hafal."Mmm... bagus!" Jonathan memakan makanan itu sampai habis, benar-benar sesuai dengan seleranya. Bahkan tekstur pasta dan kekentalan sausnya pun pas, memang hanya Liora yang ia dapat andalkan di sini."Dan pak, ini adalah perencanaan pesta ulang tahun perusahaan. akan diadakan di hotel G, dan ini adalah tamu undangan yang akan hadir, sebagian besar adalah klien penting perusahaan, anda harus mempersiapkan diri dengan baik."Liora memberikan dokumen perencanaan acara pada Jonathan. Lelaki itu mengambil dan membacanya kemudian merasa puas."Ya, atur saja!" Liora mengambil kembali dokumen itu dan sedikit membungkuk memberi salam sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan.Jonathan menyatukan tangannya membentuk segitiga, di negara ini, siapa yang tidak mendambakannya. Ia harus berterimakasih pada ibunya yang memberikannya gen kuat wajah yang sempurna. Hidupnya sekarang sudah cukup sempurna, ia merasa cukup senang menjalani hidupnya yang sekarang. Tapi baru-baru ini... ayahnya selalu mendesaknya soal pernikahan. Ukh, baru memikirkannya saja sudah membuatnya pusing....Pesta ulang tahun perusahaan X"Selamat atas ulang tahun perusahaan anda, tuan Jonathan!" Jonathan tersenyum ramah dan menjabat tangan lelaki di depannya. Dia sempat berpikir sejenak, kemudian mendekatkan telinganya pada Liora dan gadis itu dengan sigap berbisik memberitahunya."Dia tuan Kurniawan, presiden perusahaan grup D. Dia kolega terbesar kita pak!" Jonathan segera mengangguk sembari masih tetap tersenyum."Terimakasih tuan Kurniawan, saya harap bisa terus bertemu dengan anda dan persahabatan perusahaan kita bisa terjalin erat." Tuan Kurniawan itu tersenyum senang mendengarnya. Liora tersenyum di belakang Jonathan, sebagai CEO perusahaan, ada banyak orang penting yang harus ia sapa dengan ramah di sini. tapi tentu dari sekian banyak orang itu Jonathan tidak akan hafal nama dan wajahnya satu-persatu, itulah tugas Liora untuk menghafal dan memberikan informasi saat Jonathan butuh seperti barusan."Tuan Jonathan... sudah lama kita tidak bertemu, ya. Anda jadi lebih tinggi dari sebelumnya." Seorang lelaki lain tiba-tiba datang, dan dia menyapa Jonathan dengan ramah seolah sudah kenal lama sebelumnya."Itu tuan Chicco. Dia teman ayah anda sekaligus klien penting perusahaan." Liora kembali berbisik di belakang Jonathan. Jonathan mengangguk, kemudian menjabat tangan lelaki itu dengan ramah."Apa kabar tuan Chicco!" lelaki itu tertawa senang saat Jonathan menyapanya. Dia merangkul pundak Jonathan, kemudian mengajaknya pergi dari sana."Ayo kita ngobrol di ruangan lain. Ayahmu sulit sekali dihubungi, aku ingin tanya-tanya soal kabarnya." Jonathan hanya bisa pasrah saat lehernya di rangkul dan dia di bawa ke ruangan VVIP untuk mengobrol, Jonathan menggerakkan tangannya menyuruh Liora untuk ikut dengan mereka.Ruang VVIP"Haah... ini, minumlah. Aku dengar bir di hotel ini terkenal enak, kau ini pencinta bir, bukan!" Tuan Chicco melihat Jonathan kemudian menuang bir ke gelasnya sembari tertawa. Bocah ini sudah sangat berubah sejak sembilan tahun yang lalu, padahal dulu dia berpikir anak lelaki itu tidak akan bisa melanjutkan bisnis ayahnya karena sifat pemalu dan tertutupnya. Tapi sekarang aura pembisnis benar-benar terpancar dari anak itu, dia mempunyai masa depan yang cerah. Memang benar, waktu bisa mengubah seseorang."Ini, kau juga nona. Kau sekretarisnya ,bukan? Hari ini kita semua harus minum sampai puas." Tuan Chicco juga menuangkan bir ke gelas Liora, kemudian dia menuang bir ke gelas asistennya dan gelasnya sendiri."Maaf tuan, saya tidak bisa minum bir, saya akan duduk tenang dan menemani obrolan anda semua saja." Liora berusaha menolak dengan elegan. Ia tidak bisa mabuk selagi bekerja, dan ia tidak akan pernah melakukannya. Jika ia mabuk, siapa nanti yang akan membopong Jonathan yang mabuk dan mengantarnya sampai ke rumah. Belum lagi besoknya, siapa yang akan datang ke rumah Jonathan dan membangunkannya untuk bersiap dan segera masuk kerja. Baginya, alkohol adalah big no."Ayolah, jangan terlalu kaku di sini. bagaimana kau bisa hanya melihat kami semua mabuk dan kau tidak, kau karyawan yang terlalu rajin." tuan Chicco masih terus mendesaknya, dia menyodorkan gelas itu pada Linora dan mendesaknya untuk minum."Tapi tuan, saya harus menyetir nanti. Saya tidak bisa mabuk." Liora masih bersikeras untuk menolak."Haiss... Ini kan hotel, menginaplah malam ini di sini. Kau tidak perlu menyetir sehingga tidak masalah jika kau mabuk." Tuan Chicco masih terus saja mendesak. Liora melihat ke arah Jonathan dan melihat lelaki itu mengangguk. Ia menghela nafas kemudian mengambil gelas itu, tuan Chicco terlihat puas dan tertawa mengangkat gelas mengajak semuanya bersulang.Cherss!"Oh ya, Jonathan. Bagaimana kabar Ferdi? Setelah kau masuk perusahaan dia jadi jarang sekali pergi ke acara acara penting." Jonathan meneguk habis gelas alkoholnya. Dia terlihat malas sekali jika membahas soal ayahnya, tapi dia harus tetap menjawab pertanyaan tuan Chicco dengan baik."Dia baik, hanya saja sekarang dia lebih suka mengatur semuanya dari rumah." Jonathan tersenyum dan asisten tuan Chicco kembali menuang gelas yang kosong atas perintahnya. Liora merasa tenggorokannya panas saat meminumnya tapi dia berusaha menahannya, jujur saja dia bukan peminum yang baik, dua sampai tiga gelas alkohol saja sudah bisa membuatnya mabuk."Hahaha... mentang-mentang sudah menikah, dia jadi lebih senang menghabiskan waktu bersama istrinya, ya...." tuan Chicco tertawa memikirkannya, namun tidak dengan Jonathan. Dia menggenggam erat gelas alkoholnya kemudian meneguknya sampai habis, Liora yang melihatnya merasa Jonathan saat ini tidak dalam perasaan yang baik."Sudahlah... ayo minum lagi!" Asisten tuan Chicco terus menuang kembali gelas-gelas yang kosong, awalnya mereka masih berbincang sembari membicarakan bisnis, tapi tak lama setelahnya, setelah habis beberapa botol di tuang mereka semua akhirnya mabuk."Ukh, kepalaku pusing... sekali!" Liora memegangi kepalanya yang pusing dengan keadaan sekitar yang berbayang-bayang. Gadis itu berusaha menjernihkan matanya dan melihat jam tangannya dan sekarang sudah sangat malam, dia melihat kondisi Jonathan yang sudah sangat mabuk dan dia mengguncangnya untuk bangun."Pak... ini sudah larut, anda harus pulang dan istirahat!""...."Tidak ada respon. Linora kemudian menarik paksa lelaki itu dan membopongnya keluar, ini sudah seperti insting baginya membopong Jonathan yang sedang mabuk dan mengantarnya pulang."Duh, kepalaku pusing!" Liora merasa kepalanya yang semakin berat, pandangannya pun semakin berbayang. Dia merasa sudah tidak sanggup membopong Jonathan dan melihat Lelaki itu mulai membuka matanya sesaat sebelum ia mulai kehilangan kesadaran.Liora bangun dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya pusing habis mabuk semalam, badannya pun terasa pegal-pegal dan berat, mungkin seharusnya dia lebih keras menolak permintaan tuan Chicco semalam. Kalau begini dia sendiri yang jadi repot dan harus menderita keesokan paginya."Aduh...." Liora memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia bangkit menjadi posisi duduk dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tunggu... Telanjang!! Lenora membuka selimut dan mendapati tubuhnya yang polos tanpa sehelai pakaian pun. Kemudian ia melihat ke sekitar, pakaiannya berserakan di lantai, berikut dengan sepatu dan tasnya. Sebenarnya... apa yang telah terjadi, semalam?Tunggu... ayo kita berpikir positif, mungkin saja karena mabuk semalam dia melepas sendiri pakaiannya kemudian segera tidur. Itu mungkin saja terjadi... ya, itu pasti yang terjadi.Liora turun dari ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut kemudian pergi ke kamar mandi. Gadis itu melihat ke cermin melihat rambutnya yang begitu
Ini menjadi guncangan hebat dalam hidup Liora. Gadis itu sudah menjaga kesuciannya selama 26 tahun, tapi sekarang dia justru hamil! Siapa... siapa yang melakukan itu padanya? Siapa pria bejad yang tega merenggut kehormatannya yang begitu dia jaga selama ini.Bagaimana sekarang? apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya? bagaimana saat pacarnya nanti tahu, Max....Liora mengacak-ngacak rambutnya merasa pusing dengan semua ini. Sekelibat ingatan malam itu muncul di kepalanya, matanya yang sedikit terbuka dengan samar melihat lelaki yang mulai membuka bajunya sedang duduk menindihnya dan mulai mendekatkan wajahnya. Siapa lelaki itu? Jadi tanda yang ia temukan di tubuhnya, serta noda darah yang ia tinggalkan begitu saja karena berpikir itu mungkin darah dari tumitnya yang terluka, itu adalah darah keperawanannya?Liora begitu hancur saat membayangkannya. Dia harus segera mencari lelaki itu. Tidak, jika ia sudah menemukannya, lantas apa yang akan dia lakukan... dia tidak ingin meni
Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini."Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar."Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel."Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.Tok... tok...Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, J
Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk. Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini. "Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya. "Yoo... Jonathan, bagaimana
"Kemari, kau BRENGSEK! Apa yang sudah aku ajarkan padamu, huh? Bagaimana bisa kau menjadi seorang pelacur!" Baru juga sampai, Salim langsung melampiaskan kemarahannya. Menarik kerah baju gadis itu, dan beberapa kali melayangkan tamparan membuat Layla buru-buru mencegahnya dengan air mata yang berderai. Dia bahkan sampai memohon agar Salim menghentikan apa yang dilakukannya sekarang Salim melepas cengkraman baju Liora kemudian berbalik tidak kuasa menahan air mata. Sementara Liora dengan kondisi yang berantakan dan raut wajah kaget serta kebingungan, meraih dua pundak ibunya dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan ayahnya marah, kenapa dia disambut dengan tamparan keras di kedua pipinya? Layla benar-benar tidak kuasa untuk berbicara, suaranya tidak cukup keluar karena harus menahan isak tangis yang sedari tadi terus berusaha ditahannya agar tidak pecah. Layla lantas mengeluarkan kertas kusut dari sakunya, memberikan itu pada Liora agar gadis itu membacanya sendiri.
"Aku akan pergi ayah, ibu, aku tidak akan meminta kalian menanggungku dan janin yang ada di dalam perutku." Liora berdiri dengan memegang koper di tangannya, dia menghadap ayah dan juga ibunya yang sedang terduduk lesu dengan Salim yang sama sekali enggan melihat wajahnya. Liora lantas membungkuk sebagai hormatnya untuk yang terakhir. Dia kemudian berjalan pergi, merasa tidak ada balasan dari kedua orang tuanya yang masih mengunci mulut, enggan berbicara dengannya. "Apa sesulit itu mengatakan siapa lelaki itu?" Salim tiba-tiba berseru membuat Liora menghentikan langkahnya di ambang pintu. Gadis itu terdiam beberapa saat tanpa menoleh ke belakang. Kemudian dia mengeratkan pegangannya pada koper dan berkata sambil tersenyum pahit. "Aku tidak mau ayah membuat masalah dengan mendatangi lelaki itu. Lagipula dia tidak mau bertanggung jawab, dan aku sendiri pun juga tidak mau menikah dengannya." ujar Liora, kini kembali berjalan meninggalkan rumah itu serta kedua orang tuanya. Gadis itu
"Eh, jadi kau sekarang tinggal di apartemen milik bosmu itu?" seseorang di seberang telepon bertanya dengan terkejut. dia gadis berponi se-alis dengan rambut bergelombang yang kini sedang menelepon Liora. Gadis itu adalah Anya, dia teman kecil Liora yang saat ini tinggal di Kanada. Awalnya dia senang saat mengetahui Liora akan pindah ke Kanada, tetapi tiba-tiba saja Liora meneleponnya dan mengatakan bahwa dia telah membatalkan keberangkatannya. "Ya, dia memaksaku tinggal di salah satu apartement miliknya. Aku nggak bisa nolak karena dia terus merengek." jawab Liora yang sedang duduk bersantai di atas ranjang sambil memakan camilan kentang goreng yang tadi dia pesan. "Haduh, bukannya kau bilang dia itu playboy? Kenapa kau sekarang malah mau menikah dengannya, kan kita sudah sepakat untuk mengurus bayimu itu berdua. Lalu bagaimana dengan Maxime? dia terus meneleponku dan bertanya tentangmu." tanya Anya bertubi dengan semangat. Liora terdiam sejenank, kemudian dia menghela nafas bera
"Eh, jadi kau sekarang tinggal di apartemen milik bosmu itu?" seseorang di seberang telepon bertanya dengan terkejut. dia gadis berponi se-alis dengan rambut bergelombang yang kini sedang menelepon Liora. Gadis itu adalah Anya, dia teman kecil Liora yang saat ini tinggal di Kanada. Awalnya dia senang saat mengetahui Liora akan pindah ke Kanada, tetapi tiba-tiba saja Liora meneleponnya dan mengatakan bahwa dia telah membatalkan keberangkatannya. "Ya, dia memaksaku tinggal di salah satu apartement miliknya. Aku nggak bisa nolak karena dia terus merengek." jawab Liora yang sedang duduk bersantai di atas ranjang sambil memakan camilan kentang goreng yang tadi dia pesan. "Haduh, bukannya kau bilang dia itu playboy? Kenapa kau sekarang malah mau menikah dengannya, kan kita sudah sepakat untuk mengurus bayimu itu berdua. Lalu bagaimana dengan Maxime? dia terus meneleponku dan bertanya tentangmu." tanya Anya bertubi dengan semangat. Liora terdiam sejenank, kemudian dia menghela nafas bera
"Aku akan pergi ayah, ibu, aku tidak akan meminta kalian menanggungku dan janin yang ada di dalam perutku." Liora berdiri dengan memegang koper di tangannya, dia menghadap ayah dan juga ibunya yang sedang terduduk lesu dengan Salim yang sama sekali enggan melihat wajahnya. Liora lantas membungkuk sebagai hormatnya untuk yang terakhir. Dia kemudian berjalan pergi, merasa tidak ada balasan dari kedua orang tuanya yang masih mengunci mulut, enggan berbicara dengannya. "Apa sesulit itu mengatakan siapa lelaki itu?" Salim tiba-tiba berseru membuat Liora menghentikan langkahnya di ambang pintu. Gadis itu terdiam beberapa saat tanpa menoleh ke belakang. Kemudian dia mengeratkan pegangannya pada koper dan berkata sambil tersenyum pahit. "Aku tidak mau ayah membuat masalah dengan mendatangi lelaki itu. Lagipula dia tidak mau bertanggung jawab, dan aku sendiri pun juga tidak mau menikah dengannya." ujar Liora, kini kembali berjalan meninggalkan rumah itu serta kedua orang tuanya. Gadis itu
"Kemari, kau BRENGSEK! Apa yang sudah aku ajarkan padamu, huh? Bagaimana bisa kau menjadi seorang pelacur!" Baru juga sampai, Salim langsung melampiaskan kemarahannya. Menarik kerah baju gadis itu, dan beberapa kali melayangkan tamparan membuat Layla buru-buru mencegahnya dengan air mata yang berderai. Dia bahkan sampai memohon agar Salim menghentikan apa yang dilakukannya sekarang Salim melepas cengkraman baju Liora kemudian berbalik tidak kuasa menahan air mata. Sementara Liora dengan kondisi yang berantakan dan raut wajah kaget serta kebingungan, meraih dua pundak ibunya dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan ayahnya marah, kenapa dia disambut dengan tamparan keras di kedua pipinya? Layla benar-benar tidak kuasa untuk berbicara, suaranya tidak cukup keluar karena harus menahan isak tangis yang sedari tadi terus berusaha ditahannya agar tidak pecah. Layla lantas mengeluarkan kertas kusut dari sakunya, memberikan itu pada Liora agar gadis itu membacanya sendiri.
Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk. Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini. "Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya. "Yoo... Jonathan, bagaimana
Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini."Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar."Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel."Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.Tok... tok...Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, J
Ini menjadi guncangan hebat dalam hidup Liora. Gadis itu sudah menjaga kesuciannya selama 26 tahun, tapi sekarang dia justru hamil! Siapa... siapa yang melakukan itu padanya? Siapa pria bejad yang tega merenggut kehormatannya yang begitu dia jaga selama ini.Bagaimana sekarang? apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya? bagaimana saat pacarnya nanti tahu, Max....Liora mengacak-ngacak rambutnya merasa pusing dengan semua ini. Sekelibat ingatan malam itu muncul di kepalanya, matanya yang sedikit terbuka dengan samar melihat lelaki yang mulai membuka bajunya sedang duduk menindihnya dan mulai mendekatkan wajahnya. Siapa lelaki itu? Jadi tanda yang ia temukan di tubuhnya, serta noda darah yang ia tinggalkan begitu saja karena berpikir itu mungkin darah dari tumitnya yang terluka, itu adalah darah keperawanannya?Liora begitu hancur saat membayangkannya. Dia harus segera mencari lelaki itu. Tidak, jika ia sudah menemukannya, lantas apa yang akan dia lakukan... dia tidak ingin meni
Liora bangun dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya pusing habis mabuk semalam, badannya pun terasa pegal-pegal dan berat, mungkin seharusnya dia lebih keras menolak permintaan tuan Chicco semalam. Kalau begini dia sendiri yang jadi repot dan harus menderita keesokan paginya."Aduh...." Liora memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia bangkit menjadi posisi duduk dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tunggu... Telanjang!! Lenora membuka selimut dan mendapati tubuhnya yang polos tanpa sehelai pakaian pun. Kemudian ia melihat ke sekitar, pakaiannya berserakan di lantai, berikut dengan sepatu dan tasnya. Sebenarnya... apa yang telah terjadi, semalam?Tunggu... ayo kita berpikir positif, mungkin saja karena mabuk semalam dia melepas sendiri pakaiannya kemudian segera tidur. Itu mungkin saja terjadi... ya, itu pasti yang terjadi.Liora turun dari ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut kemudian pergi ke kamar mandi. Gadis itu melihat ke cermin melihat rambutnya yang begitu
"Saya mohon... saya akan bertanggung jawab, kalau perlu saya akan bersujud dihadapan kamu." seorang lelaki dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah, menangis memohon untuk menikahi wanita dihadapannya. Gadis itu hanya masih diam tidak merespon, rasa sakit yang di alaminya baru-baru ini benar-benar mengguncangkan hati dan perasaannya.....Perusahaan X di jalan atmaja, menjadi salah satu dari big four perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang menjadi impian semua orang untuk masuk dan bekerja di dalamnya. Seorang wanita dengan setelan kerja yang rapih memegang dokumen membalas sapaan orang-orang yang menyapanya di pagi hari. ya, inilah kehidupan sempurna Liora, bekerja di perusahaan besar dengan citranya yang sangat kuat diantara para karyawan di kantor. wanita cerdas, pandai bekerja dan elegan. itulah yang sering ia dengar dari para karyawan yang menggosipkannya."Selamat pagi, pak. bapak kelihatan segar seperti biasanya. ini adalah jadwal hari ini, nanti siang ada rapat