Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk.
Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini. "Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya. "Yoo... Jonathan, bagaimana kabarmu? Aku sudah berada di rumahmu, sekarang. Cepatlah pulang!" Ryan di seberang telepon sedang duduk bersantai di sofa empuk rumah Jonathan. Dia adalah sahabat karibnya, oleh karena itu dia dengan mudah masuk ke dalam rumah Jonathan karena para pelayan yang sudah mengenalinya. "Aku sedang di jalan pulang, duduk yang tenang dan jangan buat kekacauan, di rumahku! Sebentar lagi aku sampai." Jonathan menutup telepon begitu dia memperingatkan Ryan dan tidak memberi kesempatan lelaki itu untuk membalas. Sekarang keheningan kembali terjadi, syukurlah rumah Jonathan sudah mulai terlihat dan mereka sebentar lagi akan sampai. "Aku masuk dulu, supirku akan mengantarmu pulang sampai rumah. Hati-hati di jalan!" Jonathan keluar mobil setelah mengatakan itu. Lelaki itu meminta supir untuk jangan mengebut dan berkendara dengan hati-hati saat mengantar Liora, setelah itu mobil mulai berjalan pergi. Jonathan kemudian masuk ke dalam rumah dan menemukan Ryan yang sedang mengacak-ngacak kulkasnya, mencuri makanannya. "Hei...." Ryan yang menyadari keberadaan Jonathan seketika terkekeh, saat ini mulut dan pipinya penuh dengan sisa krim dari kue yang dimakannya dari dalam kulkas milik Jonathan. Lelaki itu kemudian memanggil pelayan untuk mengambilkannya tissu, kemudian dia membersihkan wajahnya dan menyuruh pelayan untuk membereskan kekacauan yang dia buat. "Bukannya aku sudah bilang duduk yang tenang!" Tatapan Jonathan begitu dingin dan tajam, Ryan tahu bahwa perasaan Jonathan saat ini pasti sedang tidak baik. "Apa yang terjadi? Wajahmu terlihat tidak baik. " mendengar itu Jonathan segera menghela nafas berat, dia berjalan menuju sofa dan merebahkan badannya di sana. Apa wajahnya saat ini benar-benar terlihat buruk? "Haa... aku sedang dalam masalah besar! Aku menghamili seorang gadis." ucap Jonathan membuat temannya itu langsung melotot terkejut. "Apa!! Bukannya kau bilang batas toleransimu hanya sampai cuddle?" tanyanya berjalan maju, kini duduk di samping Jonathan. "Itu masalahnya, saat itu aku mabuk dan tanpa sadar melakukannya." Lelaki itu terlihat pusing memijit-mijit kepalanya, untuk seseorang yang berkomitmen untuk tidak menikah, menghamili seorang gadis adalah sebuah bencana. "Eh~ kau kan punya penjaga super, dimana sekretarismu? Biasanya 'kan dia yang akan menyelamatkanmu dari para gadis, saat mabuk." tanya Ryan bingung. Dia melihat Jonathan yang menggeleng, kemudian lelaki itu menghela nafas. "Haa... harusnya begitu, tapi masalahnya... gadis yang kutiduri adalah sekretarisku sendiri." Ryan yang sedang mengunyah apel seketika tersedak, dia buru-buru mengambil minum untuk melegakan tenggorokannya. "APA!!" "Tutup mulutmu, jangan berteriak di dalam rumahku!" peringat Jonathan merasa kupingnya sakit mendengar Ryan yang berteriak sekeras itu. "... bukan begitu, maksudku. Tapi bagaimana kalian berdua bisa--" Ryan menggantung perkataannya dengan tidak yakin, kemudian dia diam menunggu Jonatnan kembali melanjutkan ceritanya. "Kami berdua sama-sama mabuk, dan lebih sialnya lagi... dia sekarang sedang mengandung, anakku!" Prangg... Suara vas yang pecah membuat Jonathan dan Raka yang sedang mengobrol lantas menengok. Seketika mata Jonathan membelalak terkejut, dia tidak menyadari bahwa Liora sejak tadi berdiri di pintu dan mendengar percakapan mereka. Tangannya memegang beberapa lembar map dokumen, tatapan gadis itu kosong. Sepertinya dia tidak sengaja menyenggol vas bunga di sebelahnya karena terkejut. "Sekretaris Lio..?" Jonathan berjalan mendekati Liora, gadis itu masih saja diam mematung sembari mulutnya terus saja menggumankan sesuatu yang tidak bisa Jonathan dengar dari jauh. "...an...." Perlahan kata yang keluar dari mulut gadis itu mulai terdengar samar, Jonathan terus berjalan mendekat ingin mendengar lebih jelas apa yang di katakan Liora, sekarang. Plakk... "...Laki-laki sialan!!" Jonathan memegangi pipinya dengan terkejut, dia tidak menyangka tamparan yang akan di dapatkannya sesaat setelah dia menghampiri sekretari Lio. Padahal, sebelumnya dia bahkan tidak pernah marah ataupun menangis di hadapannya, dia selalu tersenyum profesional, membantu Jonathan menyelesaikan semua permasalahannya. Kali ini robot wanita pekerja itu telah berubah, Jonathan dapat melihat bibirnya yang gemetar dengan mata yang berkaca-kaca. Dari kejauhan Ryan hanya bisa menutup mulutnya dengan syok melihat kejadian di depan matanya, sepertinya sebentar lagi akan terjadi perang besar. "Kamu tampar saya?" Tanya Jonathan tidak percaya, seumur hidupnya dia tidak pernah ditampar oleh wanita. Mereka selalu yang mendatanginya, bergelayut manja padanya meminta dipermainkan olehnya. Tapi wanita ini... dia bahkan tidak menurunkan pandangannya barang sedetikpun. Setelah itu... dia terus melontarkan sumpah serapah untuk Jonathan, tanpa membiarkannya berkata apapun. "Jadi anda anda monster yang telah menghancurkan hidup saya!? Anda bahkan diam saja seperti orang bodoh, sementara saya sudah hampir gila memikirkan siapa ayah dari bayi dalam kandungan saya." Teriak Liora dengan marah. "Bos sialan!! Mulai hari ini saya mengundurkan diri dari perusahaan!" Liora melemparkan dokumen yang ada di tangannya tepat ke wajah Jonathan, kemudian sebelum air matanya sempat tumpah dihadapan lelaki itu, dia segera berbalik dan meninggalkan rumah itu dalam kemarahan. Liora menghentikan taksi di jalan, tidak mempedulikan supir yang tadi mengantarnya, kebingungan melihatnya yang menangis. Di dalam taksi, gadis itu mulai leluasa menumpahkan semua air matanya. Dia memegangi dadanya yang terasa sesak dan sakit, kenapa harus dia? kenapa harus Jonathan yang telah menidurinya malam itu. Dia tidak menyangka... seseorang yang dia pikir tidak akan berani menyentuhnya, dia justru menidurinya dan tidak mau bertanggung jawab! Sekarang... perasaan benci yang sudah perlahan hilang kembali muncul lagi seperti duri yang tumbuh dalam daging. Rasa sakitnya beribu kali lipat dari pada tertusuk dari luar, lelaki playboy dan brengsek itu... harusnya dia memukulinya sampai puas dulu sebelum pergi. Di dalam rumah Jonathan, lelaki itu yang masih terus bergeming di tempatnya, tidak bergerak sampai Ryan kemudian menepuk pundaknya. Dia tidak percaya, dia benar-benar tidak menyangka akan ada hari dimana Liora akan menamparnya dengan keras. Gadis itu benar-benar terlihat marah dan membencinya, padahal sebelumnya jika dia berbuat salah, gadis itu akan duduk dengan tenang dan mendengarkan. "Bagaimana rasanya ditampar?" Tanya Ryan cuek. Dia merasa Jonathan memang pantas mendapatkannya. Wanita mana yang tidak akan marah, saat dia ditiduri tanpa tahu siapa yang menidurinya, sementara lelaki yang menidurinya malah ingin pura-pura tidak tahu dan enggan bertanggung jawab. "Pergi kau, sialan!" marah Jonathan mengibas tangan Ryan. "Haih... biar ku beri satu nasihat. Lelaki yang jantan, tidak pernah takut mempertanggungjawabkan perbuatannya." Setelah mengatakan itu, Ryan bersiul santai sembari memutar-mutar kunci mobilnya pergi ke luar, dia memang tidak bisa memberi nasihat yang terdengar enak di telinga atau berpidato panjang memberikan perkataan-perkataan baik dan menenangkan. Tapi saat Jonathan terpuruk, Ryan adalah satu-satunya teman yang mendatanginya, dia selalu memberikan satu baris kalimat, kemudian pergi membiarkan Jonathan merenungkannya. Di dalam taksi yang hampir sampai rumahnya, Liora buru-buru menghapus air matanya dan merapihkan penampilannya. Orang tuanya tidak boleh tahu keadaannya, gadis itu mulai tersenyum untuk menutupi kesedihannya barusan. "Ayah... Ibu... aku pulang..!" Liora masuk tanpa membawa koper. Karena terlalu marah, gadis itu sampai lupa mengambil kopernya dari bagasi mobil Jonathan. biarlah, toh itu hanya beberapa potong baju, di sana. Liora merasa tidak perlu repot kembali, untuk mengambilnya. Suasana di rumah terasa hening... di jam segini yang biasanya tercium bau semerbak masakan kedua orang tuanya untuk menu katering, sekarang terasa hampa, Liora tidak mencium bau apapun apalagi mendengar suara ayah dan juga ibunya yang sedang sibuk, di dapur. Kriett... Suara pintu terbuka, dan seseorang masuk dari luar. Liora menengok ke belakang, melihat wajah kedua orang tuanya yang terkejut sampai menjatuhkan barang belanjaan mereka. Gadis itu kemudian tersenyum, namun tiba-tiba saja Salim dengan marah mendatanginya dan melayangkan satu tamparan, di pipinya. Plakk... "ANAK KURANG AJAR!!""Kemari, kau BRENGSEK! Apa yang sudah aku ajarkan padamu, huh? Bagaimana bisa kau menjadi seorang pelacur!" Baru juga sampai, Salim langsung melampiaskan kemarahannya. Menarik kerah baju gadis itu, dan beberapa kali melayangkan tamparan membuat Layla buru-buru mencegahnya dengan air mata yang berderai. Dia bahkan sampai memohon agar Salim menghentikan apa yang dilakukannya sekarang Salim melepas cengkraman baju Liora kemudian berbalik tidak kuasa menahan air mata. Sementara Liora dengan kondisi yang berantakan dan raut wajah kaget serta kebingungan, meraih dua pundak ibunya dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan ayahnya marah, kenapa dia disambut dengan tamparan keras di kedua pipinya? Layla benar-benar tidak kuasa untuk berbicara, suaranya tidak cukup keluar karena harus menahan isak tangis yang sedari tadi terus berusaha ditahannya agar tidak pecah. Layla lantas mengeluarkan kertas kusut dari sakunya, memberikan itu pada Liora agar gadis itu membacanya sendiri.
"Aku akan pergi ayah, ibu, aku tidak akan meminta kalian menanggungku dan janin yang ada di dalam perutku." Liora berdiri dengan memegang koper di tangannya, dia menghadap ayah dan juga ibunya yang sedang terduduk lesu dengan Salim yang sama sekali enggan melihat wajahnya. Liora lantas membungkuk sebagai hormatnya untuk yang terakhir. Dia kemudian berjalan pergi, merasa tidak ada balasan dari kedua orang tuanya yang masih mengunci mulut, enggan berbicara dengannya. "Apa sesulit itu mengatakan siapa lelaki itu?" Salim tiba-tiba berseru membuat Liora menghentikan langkahnya di ambang pintu. Gadis itu terdiam beberapa saat tanpa menoleh ke belakang. Kemudian dia mengeratkan pegangannya pada koper dan berkata sambil tersenyum pahit. "Aku tidak mau ayah membuat masalah dengan mendatangi lelaki itu. Lagipula dia tidak mau bertanggung jawab, dan aku sendiri pun juga tidak mau menikah dengannya." ujar Liora, kini kembali berjalan meninggalkan rumah itu serta kedua orang tuanya. Gadis itu
"Eh, jadi kau sekarang tinggal di apartemen milik bosmu itu?" seseorang di seberang telepon bertanya dengan terkejut. dia gadis berponi se-alis dengan rambut bergelombang yang kini sedang menelepon Liora. Gadis itu adalah Anya, dia teman kecil Liora yang saat ini tinggal di Kanada. Awalnya dia senang saat mengetahui Liora akan pindah ke Kanada, tetapi tiba-tiba saja Liora meneleponnya dan mengatakan bahwa dia telah membatalkan keberangkatannya. "Ya, dia memaksaku tinggal di salah satu apartement miliknya. Aku nggak bisa nolak karena dia terus merengek." jawab Liora yang sedang duduk bersantai di atas ranjang sambil memakan camilan kentang goreng yang tadi dia pesan. "Haduh, bukannya kau bilang dia itu playboy? Kenapa kau sekarang malah mau menikah dengannya, kan kita sudah sepakat untuk mengurus bayimu itu berdua. Lalu bagaimana dengan Maxime? dia terus meneleponku dan bertanya tentangmu." tanya Anya bertubi dengan semangat. Liora terdiam sejenank, kemudian dia menghela nafas bera
"Saya mohon... saya akan bertanggung jawab, kalau perlu saya akan bersujud dihadapan kamu." seorang lelaki dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah, menangis memohon untuk menikahi wanita dihadapannya. Gadis itu hanya masih diam tidak merespon, rasa sakit yang di alaminya baru-baru ini benar-benar mengguncangkan hati dan perasaannya.....Perusahaan X di jalan atmaja, menjadi salah satu dari big four perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang menjadi impian semua orang untuk masuk dan bekerja di dalamnya. Seorang wanita dengan setelan kerja yang rapih memegang dokumen membalas sapaan orang-orang yang menyapanya di pagi hari. ya, inilah kehidupan sempurna Liora, bekerja di perusahaan besar dengan citranya yang sangat kuat diantara para karyawan di kantor. wanita cerdas, pandai bekerja dan elegan. itulah yang sering ia dengar dari para karyawan yang menggosipkannya."Selamat pagi, pak. bapak kelihatan segar seperti biasanya. ini adalah jadwal hari ini, nanti siang ada rapat
Liora bangun dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya pusing habis mabuk semalam, badannya pun terasa pegal-pegal dan berat, mungkin seharusnya dia lebih keras menolak permintaan tuan Chicco semalam. Kalau begini dia sendiri yang jadi repot dan harus menderita keesokan paginya."Aduh...." Liora memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia bangkit menjadi posisi duduk dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tunggu... Telanjang!! Lenora membuka selimut dan mendapati tubuhnya yang polos tanpa sehelai pakaian pun. Kemudian ia melihat ke sekitar, pakaiannya berserakan di lantai, berikut dengan sepatu dan tasnya. Sebenarnya... apa yang telah terjadi, semalam?Tunggu... ayo kita berpikir positif, mungkin saja karena mabuk semalam dia melepas sendiri pakaiannya kemudian segera tidur. Itu mungkin saja terjadi... ya, itu pasti yang terjadi.Liora turun dari ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut kemudian pergi ke kamar mandi. Gadis itu melihat ke cermin melihat rambutnya yang begitu
Ini menjadi guncangan hebat dalam hidup Liora. Gadis itu sudah menjaga kesuciannya selama 26 tahun, tapi sekarang dia justru hamil! Siapa... siapa yang melakukan itu padanya? Siapa pria bejad yang tega merenggut kehormatannya yang begitu dia jaga selama ini.Bagaimana sekarang? apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya? bagaimana saat pacarnya nanti tahu, Max....Liora mengacak-ngacak rambutnya merasa pusing dengan semua ini. Sekelibat ingatan malam itu muncul di kepalanya, matanya yang sedikit terbuka dengan samar melihat lelaki yang mulai membuka bajunya sedang duduk menindihnya dan mulai mendekatkan wajahnya. Siapa lelaki itu? Jadi tanda yang ia temukan di tubuhnya, serta noda darah yang ia tinggalkan begitu saja karena berpikir itu mungkin darah dari tumitnya yang terluka, itu adalah darah keperawanannya?Liora begitu hancur saat membayangkannya. Dia harus segera mencari lelaki itu. Tidak, jika ia sudah menemukannya, lantas apa yang akan dia lakukan... dia tidak ingin meni
Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini."Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar."Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel."Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.Tok... tok...Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, J
"Eh, jadi kau sekarang tinggal di apartemen milik bosmu itu?" seseorang di seberang telepon bertanya dengan terkejut. dia gadis berponi se-alis dengan rambut bergelombang yang kini sedang menelepon Liora. Gadis itu adalah Anya, dia teman kecil Liora yang saat ini tinggal di Kanada. Awalnya dia senang saat mengetahui Liora akan pindah ke Kanada, tetapi tiba-tiba saja Liora meneleponnya dan mengatakan bahwa dia telah membatalkan keberangkatannya. "Ya, dia memaksaku tinggal di salah satu apartement miliknya. Aku nggak bisa nolak karena dia terus merengek." jawab Liora yang sedang duduk bersantai di atas ranjang sambil memakan camilan kentang goreng yang tadi dia pesan. "Haduh, bukannya kau bilang dia itu playboy? Kenapa kau sekarang malah mau menikah dengannya, kan kita sudah sepakat untuk mengurus bayimu itu berdua. Lalu bagaimana dengan Maxime? dia terus meneleponku dan bertanya tentangmu." tanya Anya bertubi dengan semangat. Liora terdiam sejenank, kemudian dia menghela nafas bera
"Aku akan pergi ayah, ibu, aku tidak akan meminta kalian menanggungku dan janin yang ada di dalam perutku." Liora berdiri dengan memegang koper di tangannya, dia menghadap ayah dan juga ibunya yang sedang terduduk lesu dengan Salim yang sama sekali enggan melihat wajahnya. Liora lantas membungkuk sebagai hormatnya untuk yang terakhir. Dia kemudian berjalan pergi, merasa tidak ada balasan dari kedua orang tuanya yang masih mengunci mulut, enggan berbicara dengannya. "Apa sesulit itu mengatakan siapa lelaki itu?" Salim tiba-tiba berseru membuat Liora menghentikan langkahnya di ambang pintu. Gadis itu terdiam beberapa saat tanpa menoleh ke belakang. Kemudian dia mengeratkan pegangannya pada koper dan berkata sambil tersenyum pahit. "Aku tidak mau ayah membuat masalah dengan mendatangi lelaki itu. Lagipula dia tidak mau bertanggung jawab, dan aku sendiri pun juga tidak mau menikah dengannya." ujar Liora, kini kembali berjalan meninggalkan rumah itu serta kedua orang tuanya. Gadis itu
"Kemari, kau BRENGSEK! Apa yang sudah aku ajarkan padamu, huh? Bagaimana bisa kau menjadi seorang pelacur!" Baru juga sampai, Salim langsung melampiaskan kemarahannya. Menarik kerah baju gadis itu, dan beberapa kali melayangkan tamparan membuat Layla buru-buru mencegahnya dengan air mata yang berderai. Dia bahkan sampai memohon agar Salim menghentikan apa yang dilakukannya sekarang Salim melepas cengkraman baju Liora kemudian berbalik tidak kuasa menahan air mata. Sementara Liora dengan kondisi yang berantakan dan raut wajah kaget serta kebingungan, meraih dua pundak ibunya dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan ayahnya marah, kenapa dia disambut dengan tamparan keras di kedua pipinya? Layla benar-benar tidak kuasa untuk berbicara, suaranya tidak cukup keluar karena harus menahan isak tangis yang sedari tadi terus berusaha ditahannya agar tidak pecah. Layla lantas mengeluarkan kertas kusut dari sakunya, memberikan itu pada Liora agar gadis itu membacanya sendiri.
Perjalanan pulang kali ini benar-benar terasa canggung. Mereka berdua hanya duduk diam di mobil tanpa mengatakan sepatah katapun. Liora dalam lamunannya memikirkan apa yang harus dia lakukan terhadap bayi dalam kandungannya, dan bagaimana dia akan menjelaskan pada orang tua dan pacarnya, nanti? Dirinya bahkan tidak tahu siapa ayah dari bayi ini, ingatannya tentang malam itu hanya sampai dia yang minum beberapa gelas alkohol dan mulai mabuk. Hampir sama dengan Liora, Jonathan juga terus saja berkelut dalam pikirannya. Dia merasa takut, dia tidak pernah menyangka akan menghamili seorang gadis, terlebih lagi itu adalah sekretarisnya sendiri. Jonathan diam tidak berani angkat bicara, dia terlalu takut untuk mengakui yang sebenarnya... bahwa dia adalah ayah dari bayi yang di kandung gadis ini. "Halo?" Dering telepon memecah keheningan dan Jonathan segera mengangkatnya, itu adalah telepon dari sahabatnya Ryan yang baru pulang dari luar negeri dan mencarinya. "Yoo... Jonathan, bagaimana
Liora membuka koper Jonathan sibuk mencari setelan yang cocok untuk di pakai Jonathan. Hari ini ada acara penting pertemuan dengan para investor yang bekerjasama dengan mereka untuk pembukaan pabrik baru, di kota ini."Pak, ini pakaian anda, saya akan keluar untuk menyiapkan sarapan untuk anda." Liora berbicara keras pada Jonathan yang sedang di kamar mandi, dia menaruh setelan yang tadi dipilihnya ke atas kasur kemudian pergi keluar kamar."Anda ingin breakfast di kamar, nona?" Tanya pegawai hotel."Ya, untuk dua orang. Menunya tolong sesuaikan seperti yang saya tulis di notes, ya. Dan tolong buatkan kopi juga sesuai yang sudah saya tulis, pastikan pakai timbangan dan atur gramnya. Bos saya bisa tau kalau racikan kopinya tidak sesuai." Pegawai itu mengangguk menerima kertas notes yang diberikan Liora kemudian pergi untuk segera menyiapkannya.Tok... tok...Liora mengetuk pintu memastikan jika saja Jonathan ternyata sedang mengganti baju, di dalam kamar. Tapi tak lama pintu di buka, J
Ini menjadi guncangan hebat dalam hidup Liora. Gadis itu sudah menjaga kesuciannya selama 26 tahun, tapi sekarang dia justru hamil! Siapa... siapa yang melakukan itu padanya? Siapa pria bejad yang tega merenggut kehormatannya yang begitu dia jaga selama ini.Bagaimana sekarang? apa yang harus ia katakan pada kedua orang tuanya? bagaimana saat pacarnya nanti tahu, Max....Liora mengacak-ngacak rambutnya merasa pusing dengan semua ini. Sekelibat ingatan malam itu muncul di kepalanya, matanya yang sedikit terbuka dengan samar melihat lelaki yang mulai membuka bajunya sedang duduk menindihnya dan mulai mendekatkan wajahnya. Siapa lelaki itu? Jadi tanda yang ia temukan di tubuhnya, serta noda darah yang ia tinggalkan begitu saja karena berpikir itu mungkin darah dari tumitnya yang terluka, itu adalah darah keperawanannya?Liora begitu hancur saat membayangkannya. Dia harus segera mencari lelaki itu. Tidak, jika ia sudah menemukannya, lantas apa yang akan dia lakukan... dia tidak ingin meni
Liora bangun dengan perasaan tidak nyaman. Kepalanya pusing habis mabuk semalam, badannya pun terasa pegal-pegal dan berat, mungkin seharusnya dia lebih keras menolak permintaan tuan Chicco semalam. Kalau begini dia sendiri yang jadi repot dan harus menderita keesokan paginya."Aduh...." Liora memijit pelipisnya yang terasa pusing. Dia bangkit menjadi posisi duduk dengan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya. Tunggu... Telanjang!! Lenora membuka selimut dan mendapati tubuhnya yang polos tanpa sehelai pakaian pun. Kemudian ia melihat ke sekitar, pakaiannya berserakan di lantai, berikut dengan sepatu dan tasnya. Sebenarnya... apa yang telah terjadi, semalam?Tunggu... ayo kita berpikir positif, mungkin saja karena mabuk semalam dia melepas sendiri pakaiannya kemudian segera tidur. Itu mungkin saja terjadi... ya, itu pasti yang terjadi.Liora turun dari ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut kemudian pergi ke kamar mandi. Gadis itu melihat ke cermin melihat rambutnya yang begitu
"Saya mohon... saya akan bertanggung jawab, kalau perlu saya akan bersujud dihadapan kamu." seorang lelaki dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah, menangis memohon untuk menikahi wanita dihadapannya. Gadis itu hanya masih diam tidak merespon, rasa sakit yang di alaminya baru-baru ini benar-benar mengguncangkan hati dan perasaannya.....Perusahaan X di jalan atmaja, menjadi salah satu dari big four perusahaan terbesar di negara ini. Perusahaan yang menjadi impian semua orang untuk masuk dan bekerja di dalamnya. Seorang wanita dengan setelan kerja yang rapih memegang dokumen membalas sapaan orang-orang yang menyapanya di pagi hari. ya, inilah kehidupan sempurna Liora, bekerja di perusahaan besar dengan citranya yang sangat kuat diantara para karyawan di kantor. wanita cerdas, pandai bekerja dan elegan. itulah yang sering ia dengar dari para karyawan yang menggosipkannya."Selamat pagi, pak. bapak kelihatan segar seperti biasanya. ini adalah jadwal hari ini, nanti siang ada rapat