Share

Tidur Dengan Lelaki Asing

Author: NHOVIE EN
last update Last Updated: 2024-12-29 13:43:04

Malam itu, rumah megah keluarga Bastian yang biasanya sunyi mendadak gaduh oleh langkah kaki Maya yang tergesa-gesa. Wajahnya memerah, matanya menyala penuh amarah, dan tangannya menggenggam erat sebuah amplop putih. Sudah berbulan-bulan rumah ini kehilangan hangatnya hubungan mereka sebagai pasangan. Meskipun masih tinggal di bawah atap yang sama, kamar yang berbeda mencerminkan jurang besar yang telah lama menganga di antara mereka.

Maya menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Bastian yang terletak di lantai satu. Tanpa basa-basi, ia mengetuk pintu dengan keras, nyaris seperti menggedor.

“Bastian! Buka pintunya!” teriak Maya dengan nada tinggi, penuh emosi.

Tidak lama kemudian, suara kunci yang diputar terdengar. Pintu terbuka, memperlihatkan Bastian yang berdiri santai di ambang pintu dengan pakaian kasual. Ekspresinya dingin, nyaris tak terganggu oleh kemarahan yang jelas terlihat di wajah Maya.

“Ada apa?” tanyanya pendek, nada suaranya sedingin ekspresinya.

Tanpa menjawab, M
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (11)
goodnovel comment avatar
Fatimah Azzahra
ckckckbukannya introspeksi diri malah makin² nih maya,tapi aman lah bastian juga g tau ini wkwk
goodnovel comment avatar
wieanton
yaelah si Maya ampun deh gara2 di pecat sm lakinya eh malah bobo panas sm laki2 lain.. . gitu dong bas pecaattt.. ngapain miara di Maya gk ada untungnya kan? udah benar lepaskan klo gak efek yg baik ke perusahaan.
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
bagussss teruskan may.... jal4ng akan tau kemana tempatnya pulang bukan...???? dan disitulah tempatmu tempat dimana kamu. bisa merasa nyaman tempat dimana kamu bisa mengekspresikan diri dengan sempurna
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kehilangan Banyak Hal

    Waktu menunjukkan pukul empat pagi. Maya membuka matanya perlahan, masih terasa berat karena pengaruh alkohol. Pandangannya kabur, dan rasa sakit di kepalanya seperti mengguncang seluruh tubuhnya. Ia mencoba duduk, menyandarkan tubuhnya di dinding. Dalam hitungan detik, ia mulai sadar bahwa ia tidak berada di rumah, melainkan di sebuah kamar asing yang tidak dikenalnya.Saat Maya melihat ke bawah, ia tertegun. Tubuhnya tak berbalut sehelai kain pun, penuh dengan bekas-bekas merah yang tidak bisa ia jelaskan. Jantungnya berdegup kencang.“Apa yang terjadi semalam?” gumam Maya dengan suara serak, mencoba mengingat apa yang baru saja ia alami.Ia memandang ke sekeliling kamar. Sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain di ruangan itu. Maya mencoba mengingat kembali, tapi pikirannya kabur. Semua yang tersisa hanyalah ingatan samar-samar tentang dirinya yang sedang tertawa dan menenggak alkohol bersama seseorang.Maya bergegas meraih pakaian

    Last Updated : 2024-12-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Suasana Yang Sangat Kontras

    Pukul tujuh pagi, sinar matahari pagi Jakarta menyapa dengan lembut. Di taman belakang rumah, suasana terasa damai. Udara segar dan aroma dedaunan yang masih basah oleh embun melengkapi pemandangan indah pagi itu. Bastian memutuskan untuk menikmati sarapannya di meja makan outdoor yang terletak di samping taman.Secangkir kopi hitam panas mengepul di atas meja, menggoda dengan aromanya yang kuat. Di sampingnya, sepiring nasi goreng seafood dengan berbagai topping seperti udang, cumi, irisan cabai, dan telur mata sapi tampak begitu menggugah selera.Ketika salah seorang ART menuangkan air mineral ke gelasnya, Bastian memandang ke arah wanita itu.“Maya belum turun?” tanyanya ringan namun penuh arti.ART itu berhenti sejenak, lalu menjawab dengan nada hati-hati. “Ibu Maya pulang tadi pagi, Pak, sekitar jam empat. Saya yang membukakan pintu karena beliau memencet bel. Tumben sekali beliau tidak membawa kunci rumah.”Ba

    Last Updated : 2024-12-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mendapatkan Bukti Baru

    Maya membuka matanya perlahan, pandangannya masih kabur. Suara jam dinding di kamar yang berdetak teratur memberitahunya bahwa waktu telah beranjak siang, pukul sebelas. Wanita itu mendesah pelan, merasakan kepala yang masih sedikit berdenyut akibat malam yang penuh emosi dan alkohol.Setelah menarik napas panjang, Maya memutuskan untuk bangkit. Ia berjalan ke kamar mandi, membersihkan dirinya dengan air hangat. Rasanya cukup membantu mengurangi rasa tidak nyaman di tubuhnya.Selesai mandi, Maya mengenakan pakaian santai—kaus longgar dan celana pendek—lalu mengambil perangkat telepon rumah khusus yang terletak di sudut meja di kamarnya—intercom telepon internal—yang langsung terhubung ke bagian lain rumah.Maya menekan nomor yang terhubung ke dapur, menunggu beberapa detik hingga suara ART menjawab dari seberang.“Selamat siang, Bu Maya. Ada yang bisa saya bantu?” tanya ART dengan sopan.“Siapkan sarapan untuk saya. Bawa ke kamar,” perintah Maya singkat. Suaranya terdengar datar, tanp

    Last Updated : 2024-12-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Menunjukkan Bukti Pada Bastian

    Rania melangkah dengan anggun menuju kantor Bastian. Hari ini, ia memutuskan untuk menyelesaikan pembicaraan penting yang beberapa waktu lalu sempat tertunda. Saham dan investasi yang menjadi topik utama antara dirinya dan Bastian kini harus dituntaskan.Setibanya di lantai kantor Bastian, seorang resepsionis menyambutnya dengan hormat.“Selamat siang, Bu Rania. Pak Bastian sudah menunggu di ruangannya,” ucap sang resepsionis sambil mempersilakan Rania masuk.Dengan langkah tenang, Rania berjalan menuju ruang pribadi Bastian. Tanpa menunggu lama, ia mengetuk pintu, lalu masuk setelah mendengar izin dari dalam.Di balik meja kerjanya, Bastian duduk dengan postur tegak. Ekspresi wajahnya tetap dingin, seperti biasanya. Tatapan tajam pria itu seolah menembus setiap gerak-gerik Rania.“Kau akhirnya datang,” ucap Bastian tanpa basa-basi. Nada suaranya penuh ketegasan namun tidak bersahabat.Rania mengangguk kecil. “Tentu saja, aku datang untuk membahas apa yang menjadi perhatianmu,” jawabn

    Last Updated : 2024-12-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bastian Pun Mulai Mengawasi

    Setelah beberapa saat termenung, Bastian akhirnya menghela napas panjang. Ia tahu bahwa dirinya tidak bisa terus larut dalam kebingungan. Ada satu hal yang pasti—Maya harus diawasi. Kalau memang ada bukti kuat tentang perselingkuhan, ini akan menjadi jalan keluar yang ia butuhkan dari hubungan pernikahan yang sudah lama kehilangan maknanya.Bastian meraih ponselnya dan membuka kontak. Jari-jarinya berhenti di nama Adrian—salah satu agen rahasia yang dulu pernah disewa Bastian untuk mengawasi Rania. Ia menekan tombol panggil, menunggu beberapa detik hingga suara khas Adrian terdengar di ujung telepon.“Adrian di sini,” jawab pria itu dengan nada formal dan tegas.“Adrian, ini aku, Bastian,” ujar Bastian, suaranya dingin namun tegas.“Oh, Tuan Bastian. Apa kabar? Sudah lama sekali sejak terakhir kita berbicara,” balas Adrian, terdengar sedikit terkejut namun tetap profesional.“Ya, sudah cukup lam

    Last Updated : 2024-12-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Membagi Cokelat

    Setelah menikmati perbincangan hangat dengan Bu Mirna di ruang tamu panti, Rania berdiri dari duduknya dan mengambil amplop cokelat yang sudah ia siapkan. Di bagian sudut amplop, tertera logo salah satu bank swasta terkenal di Indonesia. Dengan senyum tulus, ia menyerahkannya kepada Bu Mirna.“Bu Mirna, ini sedikit bantuan dari saya. Saya harap ini bisa membantu operasional panti,” ujar Rania dengan nada lembut.Bu Mirna menerima amplop itu dengan kedua tangan, wajahnya penuh rasa syukur. “Terima kasih, Rania. Kamu tidak tahu betapa berharganya ini untuk kami. Tuhan pasti memberkati setiap langkahmu.”Rania tersenyum dan melanjutkan, “Tidak hanya itu, Bu. Saya juga sudah membawa beberapa barang yang mungkin bisa bermanfaat untuk anak-anak di sini.”Rania melirik ke arah sopirnya yang berdiri di dekat pintu. “Pak Seno, tolong ambil barang-barang di bagasi mobil, ya.”Sopir itu mengangguk dan segera menuju mobil, diikuti oleh salah satu staf panti. Tak lama kemudian, mereka kembali deng

    Last Updated : 2024-12-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Tidak Mendapat Dukungan

    Matahari sore mulai tenggelam di ufuk barat ketika Maya tiba di depan rumah orang tuanya. Ia memarkirkan mobilnya dengan asal, menandakan pikirannya sedang kacau. Rumah itu tampak megah dari luar, namun suasana di dalamnya sedang jauh dari kata harmonis.Maya keluar dari mobil dengan langkah gontai, membetulkan tasnya yang tergantung di bahu. Belum sempat ia mengetuk pintu, sang ibu, Ami, membukanya lebih dulu.“Maya?” panggil Ami dengan nada datar, meski matanya menunjukkan kekhawatiran yang coba ia sembunyikan.“Mami...” Maya memeluk ibunya tanpa bicara banyak. Pelukan itu lebih seperti pencarian pelampiasan emosi yang tertahan.Ami membalas pelukan itu sejenak sebelum berkata, “Masuklah. Papi ada di dalam.”Di ruang tamu, Gery duduk di sofa dengan koran terlipat di pangkuannya. Ia menatap putrinya dengan tatapan yang sulit ditebak—antara cemas, marah, dan kecewa.“Ada apa datang ke sini sore-sore?” tanya Gery, nadanya kaku.Maya duduk di sofa berhadapan dengannya. Ami menyusul, dud

    Last Updated : 2024-12-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Kembali Terjebak

    Malam itu, Maya melangkah masuk ke rumah dengan wajah lelah dan pikiran kusut. Namun, pandangannya langsung tertuju pada sosok Bastian yang duduk di ruang tamu. Botol wine dan gelas sloki di hadapannya memberi kesan bahwa pria itu sedang menikmati malam dengan cara yang tidak biasa.Sudah cukup lama Bastian tidak menikmati minuman beralkohol dan entah kenapa, malam ini pria itu tampak sangat menikmatinya.Maya mencoba mengabaikan Bastian dan melangkah menuju tangga untuk naik ke kamarnya, namun suara tegas Bastian menghentikan langkahnya.“Maya,” ucap Bastian, tegas.Langkah Maya terhenti. Ia menoleh dengan wajah datar, berusaha menutupi rasa gugup yang mulai menyergap. Tatapan Bastian yang tajam menusuknya.“Duduk di sini,” ujar Bastian, sembari menunjuk kursi di hadapannya.Maya menghela napas panjang, namun ia melangkah mendekat dan duduk dengan enggan di kursi yang ditunjuk.Bastian menuangkan sedikit wine ke gelasnya sebelum berbicara. “Jadi, mau menjelaskan kenapa kamu tidak men

    Last Updated : 2024-12-30

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Hasil Pemeriksaan Bastian

    Di dalam ruangan dokter, suasana terasa begitu tegang. Rania menggenggam jemarinya sendiri, sementara Bastian duduk dengan wajah serius menatap dokter ahli yang akan menangani transplantasi hati Bintang."Sebelum kita melanjutkan ke tahap pemeriksaan, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu risiko yang mungkin terjadi dalam operasi ini," ujar dokter dengan nada hati-hati.Bastian mengangguk mantap. "Tolong jelaskan, Dok. Saya ingin tahu semua risikonya."Dokter menarik napas sejenak sebelum mulai berbicara. "Pertama, operasi transplantasi hati merupakan prosedur besar yang memiliki risiko komplikasi. Bagi pasien penerima, dalam hal ini Bintang, ada kemungkinan tubuhnya menolak organ baru meskipun sudah cocok secara medis. Jika ini terjadi, kita harus segera mengambil langkah medis tambahan untuk mengatasinya."Rania menelan ludah, hatinya semakin gelisah. "Lalu bagaimana dengan risiko untuk pendonor? Maksud saya... untuk Bastian?"Dokter menatap keduanya dengan tenang. "Sebagai pendono

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Keputusan Berat

    Ruangan rumah sakit dipenuhi keheningan yang mencekam. Jam dinding menunjukkan pukul dua siang ketika pintu kamar terbuka dan seorang dokter spesialis masuk dengan raut wajah serius. Semua mata langsung tertuju padanya.Dokter itu berjalan mendekati ranjang tempat Bintang terbaring lemah. Ia memeriksa kondisi bocah itu dengan seksama, mencatat beberapa hal di berkasnya sebelum akhirnya menatap seluruh keluarga yang berkumpul di dalam ruangan.“Saya ingin membicarakan hasil pemeriksaan terbaru Bintang,” kata dokter dengan suara tenang namun tegas.Rania menggenggam tangan kecil putranya yang terasa dingin. Hatinya berdebar kencang. Begitu pula dengan Rita, Boby, Nora, Prakas, dan tentu saja Bastian yang berdiri dengan wajah tegang di sudut ruangan.Dokter menarik napas dalam, lalu berkata, “Hasil menunjukkan bahwa Bintang mengalami gagal hati akut. Kondisinya cukup serius, dan kami harus bertindak cepat untuk menyelamatkannya.”Ruangan kembali sunyi. Pernyataan itu seperti petir di sia

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Suasana Yang Berbeda

    Pagi itu, udara rumah sakit masih terasa dingin. Rita dan Boby tiba lebih awal dari biasanya, membawa sekantong penuh buah segar dan makanan untuk Rania. Keduanya berjalan menuju kamar tempat Bintang dirawat dengan hati yang dipenuhi kecemasan.Saat mereka masuk, mata mereka langsung tertuju pada sosok Bastian yang tertidur di sofa dengan posisi yang terlihat tidak nyaman. Tubuhnya sedikit membungkuk, kepalanya bertumpu pada lengannya, dan nafasnya terdengar teratur namun lelah. Selimut tipis yang diberikan perawat tadi malam masih membungkus tubuhnya.Rania yang sedang duduk di tepi tempat tidur Bintang, menoleh dan tersenyum lemah melihat kedua orang tuanya.“Dia tidak tidur semalaman,” bisik Rania, sebelum mereka sempat bertanya.Rita menghela napas panjang. Meski dalam hatinya masih ada sedikit ganjalan terhadap Bastian, ia tidak bisa menyangkal bahwa lelaki itu benar-benar peduli terhadap anaknya.“Bagaimana keadaan Bintang?” tanya Boby, suaranya lirih.Rania menatap buah hatinya

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bersama-sama Menjaga Bintang

    Satria berdiri di sudut ruangan, memperhatikan bagaimana Bastian duduk di samping tempat tidur Bintang, menggenggam tangan kecilnya dengan penuh kepedulian. Ada sesuatu dalam tatapan Bastian—ketulusan, ketakutan, sekaligus rasa tanggung jawab yang begitu besar. Hal yang selama ini Satria ingin berikan untuk Rania dan Bintang, namun nyatanya, dia hanya orang luar dalam kisah ini.Ia menghela napas panjang. Melawan perasaannya sendiri, ia akhirnya memilih untuk mundur. Untuk saat ini, Bintang memang membutuhkan orang tua kandungnya. Tidak ada ruang untuknya di sini. Dengan langkah pelan, ia mendekati Rita dan Boby yang masih berdiri di dekat pintu.“Tante, Om... Aku pamit dulu,” katanya dengan suara rendah.Rita menatapnya dengan sorot mata penuh pengertian. “Terima kasih sudah datang, Satria. Kami sangat menghargainya.”Satria tersenyum tipis. “Tidak masalah, Tante. Jika ada yang bisa aku bantu, aku selalu siap.”Boby menepuk pundaknya dengan ringan, tanda penghormatan dan terima kasih

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Butuh Transplantasi?

    Suasana di rumah sakit masih dipenuhi kecemasan. Setelah diputuskan untuk dirawat inap, Bintang kini berada di kamar VVIP dengan perawatan terbaik. Monitor di samping tempat tidurnya terus berbunyi pelan, menampilkan angka-angka yang mengukur kondisi tubuhnya. Rania tak bergeming dari sisi putranya, menggenggam tangan mungil itu dengan erat. Di wajahnya tergambar kelelahan, namun ia tak ingin pergi barang sejenak pun.Di ruang tunggu rumah sakit, Prakas dan Nora berdiri dengan gelisah. Sesekali, Prakas melirik jam tangannya, menanti kedatangan Bastian yang sudah dalam perjalanan dari Singapura. Nora memeluk dirinya sendiri, berusaha menenangkan diri meski hatinya terus bergetar memikirkan cucunya.Tak lama, langkah cepat terdengar dari arah pintu masuk. Bastian muncul dengan wajah yang penuh kecemasan, masih mengenakan pakaian dari penerbangannya yang terburu-buru. Matanya langsung mencari kedua orang tuanya. Begitu melihat mereka, ia berjalan cepat dan langsung bertanya,“Mami, Papi!

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Diagnosa Yang Mengejutkan

    Di lorong rumah sakit yang terasa begitu dingin, Nora dan Prakas berjalan mendekati Rita dan Boby. Ekspresi wajah mereka menyiratkan kekhawatiran yang mendalam. Sebagai orang tua Bastian, mereka memang harus menjaga jarak agar tidak terlalu mencolok. Namun, saat ini, hati mereka benar-benar tak tenang melihat kondisi Bintang yang terbaring lemah di ruang IGD.“Rita... Boby...” suara Nora bergetar saat berbicara, matanya yang mulai berkaca-kaca menatap penuh simpati. “Kami sangat prihatin dengan kondisi Bintang. Apa yang sebenarnya terjadi?”Boby menarik napas panjang, seolah berusaha menahan emosinya yang sudah meluap-luap sejak tadi. Sementara itu, Rita hanya mampu mengusap air matanya yang terus mengalir. “Kami masih menunggu hasil lab,” ucapnya dengan suara lirih. “Dokter masih melakukan berbagai pemeriksaan untuk memastikan penyebabnya.”Prakas menatap Rita dan Boby dengan penuh empati. Ia ingin sekali mengatakan bahwa Bintang bukan hanya cucu mereka, tetapi juga cucu kandungnya s

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bintang Tiba-Tiba Pingsan

    Langit biru cerah menghiasi pagi yang penuh sukacita di rumah Rania. Halaman yang luas telah disulap menjadi arena pesta bertema karakter Tayo, kesukaan Bintang. Balon berwarna biru, kuning, dan merah bergantungan di setiap sudut, sementara panggung kecil dihiasi dengan ilustrasi bus-bus kecil yang tersenyum ceria. Lagu tema Tayo diputar, menciptakan suasana riang di antara anak-anak yang berlarian dengan penuh kegembiraan.“Selamat ulang tahun, Bintang!” teriak para tamu kecil sambil bertepuk tangan. Bintang, dengan baju kaos bergambar Tayo dan celana jeans kecilnya, tertawa senang saat Rania, ibunya, menggendongnya ke atas panggung.Rania menatap putranya dengan penuh kebahagiaan. Setiap detik pertumbuhan Bintang adalah keajaiban baginya. Anak kecil yang ia perjuangkan seorang diri tanpa seorang suami, kini sudah tumbuh besar dan sehat.“Terima kasih sudah datang, semuanya! Hari ini kita merayakan ulang tahun Bintang yang ke-3. Doakan dia tumbuh menjadi anak yang kuat dan bahagia, y

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Hadiah Berharga Dari Nora

    Usai acara ulang tahun, Rania berdiri di sudut ruangan, berbincang santai dengan dua rekannya. Sorot matanya lelah, namun senyumnya tetap terjaga untuk menghormati tamu yang hadir. Tiba-tiba, Nora menghampirinya.“Permisi, Rania,” sapa Nora dengan suara pelan namun penuh ketegasan. “Bisa bicara sebentar?”Rania menoleh, sedikit terkejut melihat Nora berdiri di hadapannya. Ia mengangguk pelan. “Tentu, Bu.”Mereka berjalan ke sudut ruangan yang lebih sepi, menjauh dari keramaian. Lampu redup menciptakan bayangan lembut di dinding, menambah kesan intim pada percakapan mereka.“Ada apa?” tanya Rania, suaranya tenang namun penuh kewaspadaan.Nora menarik napas panjang sebelum berbicara. “Rania, aku hanya ingin meminta maaf. Aku tahu mungkin ini bukan waktu yang tepat, tapi aku tak ingin menunda lebih lama. Aku minta maaf jika dulu aku atau keluarga kami pernah menyakitimu.”Rania terdiam

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mendadak Dilamar

    Lampu-lampu kristal berkilauan memantulkan cahaya lembut di seluruh ruangan mewah hotel bintang lima di pusat kota Bandung. Aroma bunga mawar dan lili memenuhi udara, menciptakan suasana elegan yang memanjakan indera. Para tamu berpakaian formal berdatangan, berjalan di atas karpet merah yang membentang dari pintu masuk hingga ke aula utama. Suara musik orkestra mengalun lembut, menambah kemewahan pesta ulang tahun Rania yang ke-29.Rania berdiri di tengah aula, mengenakan gaun berwarna merah marun yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Senyumnya memancarkan kehangatan, meski hatinya berdebar karena momen yang penuh makna ini. Di sampingnya, Bintang, putranya yang berusia dua tahun, tampak menggemaskan dalam setelan kecil berwarna putih dengan dasi kupu-kupu hitam. Matanya yang jernih menyorotkan keceriaan polos seorang anak kecil.Boby dan Rita—orang tua kandung Rania—berdiri dengan penuh kebanggaan di sisi mereka. Boby mengenakan setelan jas hitam klasik, sementara Rita tampil angg

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status