Sandy kewalahan ketika mengangkat tubuh besar ibunya. Apakah ini karma dari istri pertama, atau memang hanya musibah. Tiba-tiba saja ia terbayar wajah Eliza.Apakah selama ini ia sudah terlalu kejam terhadap Eliza?Apakah selama ini ia sudah menjadi suami yang zalim. Tiba-tiba saja Sandy mempertanyakan sikapnya terhadap istri pertama. Dulu dengan sangat gigih dan penuh keyakinan ia berjuang mendapatkan Eliza. Meskipun orang tua serta keluarganya menentang, namun Sandy tetap menikahi Eliza. Tapi entah mengapa rasa cintanya mulai goyang sejak kehadiran Mirna.Lagi- lagi Sandy terus saja bertanya didalam hatinya. Namun rasa bersalah itu hilang dalam sekejap ketika mengingat kutukan yang ucapan Eliza untuk calon anaknya."Aduh sakit, sakit sekali." Wati terus saja menangis. Apa lagi ketika menantunya tidak mengangkat kakinya dengan baik."Tahan ma, aku akan langsung panggil dokter," kata Tina."Sakit sekali, mama tidak tahan." Wati terus saja menangis sambil memandang kakinya. Suara tang
"Sayang jangan marah, Eliza tidak tahu kalau kamu tidak membolehkan orang memetik bunga." Hermawan mengusap tangan istrinya "Tante aku akan ganti semua bunga yang dipetik Eliza, Tante jangan marah ya, kasihan dia." Rizky berkata dengan memohon. Volume suaranya juga di buat sekecil mungkin agar Eliza tidak mendengar."Mami, bunga pasti akan tumbuh lagi jadi mami tidak perlu mempermasalahkannya." Nathan ikut serta membela Eliza.Setelah melihat seperti apa suami Eliza beserta keluarganya, Nathan merasa kasihan terhadap Eliza. Walau bagaimanapun dia sangat membenci yang namanya perselingkuhan.Mawar memandang ketiga pria tampan itu secara bergantian. "Sayang, bukannya aku membela Eliza, tapi," ucapan Hermawan terjeda ketika melihat sorot mata istrinya. "Tante kasihan Eliza, jangan dimarahin ya." Eliza berdiri sedikit jauh dari Mawar, hingga ia tidak mendengar apa yang sedang mereka perdebatkan."Ibu, ada apa?" Eliza kembali mendekat dan tersenyum memandang Mawar. Wajahnya terlihat sa
Mawar memandang Eliza dengan mengerutkan keningnya. "Apa maksudnya, menggeleng dan mengangguk?""Ibu boleh bantu tapi boleh juga nggak." Eliza kemudian tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Jika seandainya tidak bertemu dengan keluarga Hermawan, Eliza tidak tahu seperti apa kehidupannya saat ini. Mungkin sai sampai sekarang Eliza masih tidur di taman rumah sakit kemudian mencari pekerjaan di saat pagi hingga sore hari. "Saya ingin bantu deh. "Mawar mengambil satu tangkai bunga dan mengambil bunga yang lain kemudian digabungkan. "Ini bunganya untuk letak di mana saja?" Mawar memandang keempat vas bunga yang sudah terisi air. "Di kamar ibu di ruang tamu kamar Liza dan juga kamar Noah. Noah sangat suka melihat warna-warna seperti ini. " Eliza senang ketika membayangkan mata bulat Noah yang sedang memandang bunga.Mulut mawar membulat ketika mendengar jawaban dari Elisa. Setelah merangkai bunga dan memasukkannya ke dalam vas masing-masing Eliza menyisakan tiga tangkai bunga mawar k
"Jika kamu menyetujui dua syarat dari saya, saya akan memberikan kebebasan kamu melanjutkan pendidikan untuk menjadi seorang dokter. Seluruh biaya akan saya tanggung. Masalah gaji, saya tidak akan memotong sepeserpun. Semua angaran biaya yang dikeluarkan akan menjadi tanggung jawab saya. Bagaimana?" Mawar berkata dengan tersenyum.Jika Eliza bisa membaca mimik wajah orang lain, ia akan melihat senyum yang tercetak di wajah Mawar penuh dengan kelicikan.Eliza diam dan masih menimbang syarat apa kiranya yang akan diminta oleh Mawar. Setelah pengalaman buruk yang diberikan oleh Wati, membuat ia harus berjalan dan berhati-hati dalam mengambil keputusan. "Bagaimana apa mampu dengan dua syarat dari saya? Hanya dua saja." Mawar berkata sambil mengibaskan tangannya. "Sebelum saya setujui, apa boleh tahu apa saja syaratnya Bu?" Eliza bertanya terlebih dahulu. Setelah memutuskan pastinya tidak akan bisa mundur karena itu dia harus memilih mendengarkan terlebih dahulu. "Syarat yang pertama ka
"Eliza, ini pengacara saya, pak Tom. Beliau salah satu pengacara terbaik di Indonesia." Mawar mengenal pengacaranya kepada Eliza."Halo pak, saya Eliza." Eliza tersenyum dan memperkenalkan dirinya."Saya Tommy Kurniawan tapi lebih dikenal dengan nama Tom." Pengacara itu tersenyum."Pak Tom sudah membuat surat perjanjian yang harus kamu tanda tangani. Silahkan dibaca terlebih dahulu." Mawar memberikan surat yang sudah di siapkan untuk Eliza Eliza melihat 2 poin seperti yang tadi dikatakan oleh Mawar dan kemudian denda yang harus ia keluarkan ketika melanggar salah satunya. "Untuk bercerai dengan mas Sandy, saya tidak bisa melakukannya dalam waktu dekat ini bu. Apa boleh saya melakukan gugatan cerai 6 bulan lagi." Eliza memandang Mawar. Agar proses perceraian cepat, Eliza membutuhkan banyak bukti untuk di ajukan ke pengadilan. Eliza juga harus menyiapkan uang membayar hutang terhadap Wati. "Kenapa?" Tanya Mawar. "Saya ingin menenangkan pikiran dulu Bu. Saya juga ingin fokus dengan
Bagaikan seorang nona muda, Eliza diperlakukan dengan sangat istimewa. Bahkan untuk mendaftar ke universitas ternama yang di Indonesia, ia tidak perlu repot melakukannya. Semuanya sudah diselesaikan asisten Mawar. Eliza cukup mempersiapkan diri untuk mengikuti tes seperti calon mahasiswa siswa lainnya."Bagaimana, apa sudah siap?" Mawar bertanya sambil tersenyum. Jika dilihat penampilan Eliza saat ini, pasti tidak akan ada yang percaya bahwa wanita itu sudah memiliki suami dan anak. Eliza terlihat seperti gadis SMA yang memakai baju seragam berwarna putih dan rok hitam.Eliza menganggukkan kepalanya. "Tapi Liza gugup mi."Eliza sudah merubah panggilannya terhadap Mawar, sesuai dengan perintah wanita paruh baya tersebut."Wajar saja gugup, papi yakin Eliza pasti bisa." Hermawan berkata dengan semangat menggelora. Padahal mereka baru mengenal Eliza, tapi mengapa rasa sayangnya sudah seperti sayang terhadap anak sendiri."Iya Pi, Liza pasti bisa. Liza juga sudah belajar selama 2 Minggu
"Apa kamu tidak bisa duduk dengan baik? Seperti orang cacingan saja," kata Nathan dengan kesal. Kepalanya sudah pusing dan bertambah pusing ketika melihat Eliza yang duduk dengan gelisah seperti orang yang sedang cacingan."Ti_," ucapan Eliza terhenti ketika Nathan langsung memotong perkataannya."Setelah ikut tes, kita langsung ke rumah sakit. Kamu harus segera mendapatkan obat cacingan. Ingat kamu menyusui anakku." Nathan berkata dengan wajah serius."Siapa yang cacingan? "Wajah Eliza memerah menahan malu ketika mendengar tuduhan dari Nathan. Dia tidak menyangka duduk yang gelisah membuat pria itu salah paham dan menuduhnya cacingan. "Jika tidak cacingan lalu apa namanya?" Nathan memandang dengan curiga. Lirikan matanya kemudian berpindah ke perut Eliza."Hehehe, maaf mas, Liza lagi gugup," kata Eliza dengan tersenyum malu. Wanita muda itu dengan patuh duduk tanpa bergerak sama sekali. "Mas, Liza gugup," keluh Eliza.Nathan hanya diam tanpa menjawab. "Mas Nathan lulusan dari univ
Kehadiran sosok tampan yang rupawan di kampus, menarik perhatian para calon mahasiswi. Pria tampan itu duduk di kursi santai sambil mengerjakan pekerjaannya di laptop. Penampilan yang elegan dengan memakai stelan jas berwarna Dongker, membuat para gadis semakin mengagumi nya.Melihat postur tubuh, warna kulit, warna rambut dan manik mata pria itu, semua orang sudah bisa menebak bahwa pria itu memiliki darah campuran. Meskipun sadar menjadi pusat perhatian, namun Nathan tampak tak perduli. Tatapan matanya hanya terfokus ke layar laptop. Sekali-sekali pria itu melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Lama sekali," katanya dengan kesal. Menunggu seperti ini memang sangat membosankan.Nathan menghentikan pekerjaannya dan melihat layar ponselnya yang berdering. Di saat suasana hatinya tidak baik Nathan justru melihat nama Sherly memanggilnya. Dengan malas dia mengangkat sambungan telepon tersebut. Setelah apa yang dilakukan oleh Sherly terhadap Noah, Nathan sudah ti
"Apa mas sudah lihat anak kita, dia sangat cantik." Mirna tersenyum ketika mengingat wajah cantik Putrinya.Sandy menganggukkan kepalanya. "Dia cantik sekali."Air matanya menetes dengan sendirinya. Padahal ia sudah berusaha menahan agar air mata itu tidak keluar. Namun tetap saja air matanya tidak bisa di kondisikn. Hatinya perih setiap kali mengingat kondisi bayi cantik tersebut. "Mas, gimana dengan mama, kak Tia dan kak Tina?" Mirna bertanya dengan wajah penuh kecemasan.Padahal ia sudah tahu seperti apa kasus mama mertua berserta kedua kakak iparnya dari Eliza. Namun tetap saja pura-pura tidak tahu."Pengacara yang membela Eliza menuntut mama yang sudah melakukan penganiayaan terhadap Eliza. Pengacara itu juga menuntut Mama telah melakukan penipuan, terkait masalah piutang. Kemudian juga pemerasan. Tiga kasus berat itu dilayangkan untuk mama. Mama tidak bisa membantah semua tuduhan tersebut karena video ketika dia melakukan pemerasan, penipuan, serta penganiayaan terhadap Eliza s
Apa ia tidak salah lihat. Eliza mengucek matanya berulang-ulang kali untuk memastikan bahwa pandangannya benar-benar bermasalah. Tidak mungkin Nathan yang akan menjadi gurunya. Setahu Eliza, Nathan tidak memiliki kemampuan beladiri."Mau sampai berapa lama berdiri di situ?" Nathan memandang jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Eliza masih diam di tempat dengan ekspresi wajah terkejut. Atau lebih tepatnya ia kecewa karena guru yang akan mengajarnya tidak sesuai dengan harapan. Yang jadi supir pribadi, Nathan. Masak yang jadi guru taekwondo juga Nathan. "Kamu sudah melawati 5 menit." Nathan mengangkat 5 jarinya.Eliza menelan air ludahnya berulang-ulang kali. Harapannya mendapatkan guru yang baik, sabar dan gak pernah marah. Bukan guru galak yang menakutkan seperti ini."Eliza!" Panggil Nathan."Mas Nathan." Eliza menyebut nama sang majikan. Apakah benar bosnya sendiri yang akan menjadi gurunya?Kalau seperti ini bagaimana dengan gaji pelatih?Eliza mengusap keringat di peli
"Dok, istri saya kenapa?" Sandy panik ketika melihat istrinya tegang seperti ini.Dokter Rizki langsung memeriksa kondisi Mirna dan menyuntikkan obat penenang hingga wanita itu kembali tertidur."Bagaimana kondisi istri saya dok?" Sandy bertanya sambil memandang istrinya."Istri anda Shock, namun tidak apa-apa. Saat ini peran Anda sangat dibutuhkan, agar istri anda bisa menerima kenyataan." Hanya Kalimat Ini yang diucapkan oleh dokter berwajah manis tersebut. Sandy menganggukkan kepalanya. "Karena ibunya belum bisa menerima kenyataan tentang kondisi bayinya, sebaiknya bayi ini kami bawa dulu ke ruang bayi." Dokter Rizki berkata sambil mengendong bayi malang tersebut. Sandy menganggukkan kepalanya. Tubuhnya terasa amat lelah dia ingin beristirahat walaupun sejenak. Sandy hanya diam ketika melihat dokter itu menggendong anaknya dan membawanya pergi. "Mengapa harus jadi seperti ini?" Pria itu frustasi dan menarik-narik rambutnya. "Eliza." Sandy kembali mengingat istri pertamanya.
"Buka mulut!"Eliza menelan air liurnya berulang-ulang kali ketika mendengarkan perintah pria yang duduk di depannya. Bagaimana mungkin dia bisa menelan makanannya dengan nikmat jika wajah pria itu terkesan menakutkan. "Eliza, cepat buka mulut!" lagi-lagi pria itu memberi perintah. "Mas, Liza bisa makan sendiri. Bisa nggak sakit kok serius ini nggak sakit sama sekali." Eliza berusaha untuk menolak. "Nggak dengar Mas suruh apa?" Ucapan Nathan menjadi pertanda bahwa pria itu tidak menerima negosiasi."Dengar." Eliza sudah tidak berani protes dan memilih untuk membuka mulutnya. Nathan hanya diam memperhatikan Eliza yang sedang mengunyah nasi di mulutnya. Begitu nasi di mulut Eliza habis, ia kembali memasukkan suapan yang baru. "Mas, Liza bisa makan sendiri." Eliza tetap memaksa untuk makan sendiri namun sayang ucapannya tidak akan dihiraukan oleh Nathan."Mas, Liza sudah kenyang." Eliza menolak suapan terakhir dari Nathan."Satu lagi." Nathan yang tidak kenal kompromi tetap memaks
"Ke kantor polisi, ngapain?" tanya Mirna dengan jantung berdebar-debar. Apa yang terjadi hingga Sandy harus ke kantor polisi."Aku males cerita tentang masalah ini." Eliza menarik napas panjang dan kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan."Mbak Mirna ingin tahu ceritanya, coba saja lihat di media sosial atau berita online," saran Eliza.Mirna menurut dan langsung mencari berita tentang Wati. Ia terkejut ketika melihat video Wati menghajar Eliza yang tersebar luas. Bukan hanya Wati, kedua anak perempuannya juga ikut mengeroyok Eliza. Video ini langsung viral padahal baru diunggah 3 jam yang lalu. Begitu banyak masuk komentar dari para netizen yang semuanya menghujat Wati, Tia dan juga Tina."Apakah separah ini?""Ya, zaman sekarang sangat enak sekali untuk mencari keadilan. Dengan seperti itu saja orang sudah menuntut keadilan untuk aku." Eliza tersenyum puas."Apa kamu menjebak mereka?" Mirna menata curiga dengan Eliza."Kalau menjebak, kok bawa polisi."Mirna langsung terdiam
Wajah Mirna pucat pasih mendengar ancaman dari Eliza. "Kau ingin memeras aku?" Eliza tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku gak punya niat mengancam atau memeras, hanya saja aku ingin menyelamatkan mbak Mirna."Anggap saja ini cara Eliza mengambil hak nafkah yang seharusnya di berikan Sandy untuknya, justru di rampas Mirna yang seorang pelakor."Jika aku memberikan uang itu kepadamu, kau akan benar-benar menghapus pesan itu?" Mirna mengeratkan giginya. "Tentu, minum dulu mbak." Eliza kembali menyodorkan Mirna Air mineral. "Mbak Mirna lagi emosi, sebaiknya minum dulu biar ada tenaga untuk marah." Eliza kembali berbicara dengan lembut.Mirna sudah tidak mampu menahan rasa haus. Pada akhirnya ia meminum air yang diberikan Eliza. Setelah Mirna meminum seperempat gelas, Eliza kembali meletakkan gelas ke atas meja. "Aku masih haus." Mirna memprotes."Mbak Mirna baru selesai operasi, jadi belum boleh minum banyak. Nanti setelah kentut baru boleh minum dan makan." Eliza berkata
"Kembalikan anakku." Mirna memandang bayi yang saat ini digendong oleh Eliza."Mbak Mirna, aku itu nggak sejahat kamu. Disaat aku menghubungi mas Sandy, kamu tahu namun sengak tidak memberi tahu dia. Setiap pesan yang aku kirim, kamu selalu baca, kamu tahu seperti apa kondisi anakku, tapi kamu sengaja tidak memberi tahu mas Sandy. Namun, Aku tidak akan tega menyakiti anak bayi seperti ini. Dia anak yang tidak bersalah, dia terlahir tanpa dosa. Apapun yang terjadi di antara kita, aku nggak mau membawa dia ke dalam permasalahan kita." Eliza berkata dengan tenang sambil memandang wajah bayi yang sedang tertidur lelap.Eliza sudah melihat seperti apa Kondisi bayi Mirna. Tidak bisa dibayangkannya seperti apa nanti reaksi Mirna ketika melihat kondisi anak yang begitu sangat dia harapkan.Mirna terdiam tanpa bisa membantah perkataan Eliza. Eliza sengaja mengeluarkan handphone jadul dari dalam saku celana. Ia mulai membaca pesan masuk dari Mirna."[Eliza, aku tahu kamu menghubungi handphone
Setelah tertidur cukup lama, Mirna tersadar dari pingsannya. Hal pertama yang dilihatnya hanyalah kesunyian. Persalinan yang lebih cepat dari perencanaan, membuat orang tua berserta keluarganya dari kampung belum datang. Sedangkan Sandy, mungkin saja sudah pergi mencari istri pertamanya. Apakah pria itu sama sekali tidak peduli terhadapnya?Lalu bagaimana dengan mama mertua dan juga kedua kakak ipar? Apakah mama mertua yang dulu katanya sangat menyayangi Mirna sekarang sudah tidak peduli?Mirna baru saja bertarung nyawa melahirkan buah cinta mereka, namun mengapa Sandy pergi tanpa menunggu ia terbangun. Apakah Eliza begitu berharga, sedangkan ia tidak? Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar dibenak kepalanya. Namun tidak ada satupun pertanyaan yang mampu dijawabnya.. Pria itu dingin dan tidak peduli terhadap dirinya. Mirna merasakan kakinya yang seperti kesemutan. Bahkan digerakkan pun sulit. Tenggorokannya kering dan sangat haus. Ia ingin minum namun tidak bisa untuk berger
"Bagus, jangan bertahan sama orang yang tidak berhati. Biarkan saja mereka bahagia dengan kehidupannya sendiri. Kita juga bisa bahagia dengan kehidupan kita sendiri." Perkataan Marwan menjadi isyarat bahwa pria itu mendukung semua yang ingin dilakukan oleh Eliza. "Gimana nak lukanya, apa ada yang mengkhawatirkan?" Marwan bertanya sambil memandang luka-luka di wajah Eliza. "Nggak ada yang serius pa, ini hanya luka ringan saja. Sudah nggak sakit juga. "Eliza tersenyum mengusap pipinya. "Seperti ini lukanya kamu bilang nggak apa-apa?" Nathan langsung memotong perkataan Eliza. Eliza yang dipukul, namun dia merasa kesakitan. Apalagi ketika melihat banyak memar serta luka di kening Eliza yang harus mendapatkan jahitan. Eliza terdiam mendengar perkataan dari Nathan. "Papa harap ini yang terakhir kalinya Eliza diperlakukan seperti ini nak." Marwan berkata dengan raut sedih. Sebagai seorang ayah, dia tidak tega melihat kedua anak perempuannya mendekam di penjara. Perbuatan Tia dan juga