Eliza berdiri di depan pintu ruang kerja Nathan. Dia sudah membawa laptop beserta buku catatan. Dengan ragu-ragu Eliza mengetuk pintu. Setelah mendengar jawaban dari dalam ia pun membuka pintu dan kemudian masuk. "Duduk!" Nathan menunjuk ke arah sofa. Sedangkan pria itu duduk di kursi kerjanya."Ya mas." Dengan patuhnya Eliza duduk di sofa dan membuka laptopnya.Nathan masih sibuk dengan pekerjaannya dan membiarkan Eliza mengerjakan tugasnya terlebih dahulu. Setelah pekerjaannya selesai Nathan menyimpan file dan kemudian mendekat ke arah Eliza. "Sudah sampai mana buatnya?" Nathan melirik ke layar laptop Eliza.Eliza tersenyum dan menunjukkan hasil kerjanya. "Noah sudah pintar main mas. Dia nggak mau kalau main sama yang lain pengennya sama Liza aja. Jadi karena itu Liza baru bisa kerjain kalau Noah sudah tidur." Eliza tersenyum sambil mengetik di keyboard. "Noah sudah sangat pintar sekarang." Nathan tersenyum senang ketika mendengar cerita tentang buah hatinya. Meskipun tidak mend
Eliza terbangun ketika mendengar suara Noah yang sudah merengek manja. Hal pertama yang dilihatnya ketika membuka mata adalah wajah Nathan. Melihat Nathan tidur dikamar yang sama dengannya, tentu saja membuat Eliza panik dan gugup."Ya ampun, semalam aku tidur pasti sangat lelap sampai gak tahu kalau Noah bangun." Eliza dapat menebak bahwa Nathan tertidur setelah memberi susu untuk Noah.Dengan cepat Eliza mengambil Noah, agar tidak mengganggu tidur Nathan. "Semalaman tidurnya dipeluk Daddy ya." Eliza berkata dengan suara yang sangat kecil dan kemudian mencium pipi bulat bayi berparas tampan tersebut. Posisi tidur Nathan begitu tidak nyaman dan kepalanya juga terkulai ke kanan. Dengan sangat hati-hati Eliza membetulkan posisi tidur Nathan dan menaikkan selimut sampai sedada. "Kita ke kamar mommy ya, soalnya Daddy masih tidur. "Eliza menggendong Noah dan keluar dari kamar. Tugas semalam belum selesai. Mumpung hari ini jadwal kuliah jam 9 pagi Eliza bisa mengerjakan tugasnya terle
Eliza merasakan jantungnya yang berdebar dengan cepat. Kakinya sudah gemetar dan bibir pun sudah putih. Mengapa bisa sampai teledor seperti ini. Seharusnya Eliza membangun Nathan agar tidak terjadi salah paham.Mawar terkejut bukan main ketika melihat makan yang tertidur lelaki atas tempat tidurnya. "Apa yang telah kalian lakukan?" Mawar bertanya sambil memandang Eliza. Dengan cepat Eliza menggelengkan kepalanya. "Mengapa Nathan bisa tidur di sini? "Mawar menunjuk ke arah putranya."Maaf mi, semalam Liza ketiduran. Sampai nggak tahu kalau Noah bangun. Mas Nathan masuk ke sini dan menidurkan Noah ikut tertidur. Liza juga nggak tahu kapan mas Nathan datang. Sewaktu Liza bangun mas Nathan sudah tidur sambil meluk Noah." Eliza berkata dengan terbata-bata sambil menundukkan kepalanya."Nathan bangun tanda." Mawar menepuk pipi putranya dengan keras. Nathan yang sedang tertidur lelap tidak merasakan sakit sedikitpun. Bahkan pria itu menarik selimutnya semakin tinggi dan menutupi kepalan
Suasana di meja makan tidak sama seperti biasanya. Eliza duduk dengan canggung. Wanita cantik itu tidak berani untuk mengangkat kepalanya. Karena peristiwa pagi tadi yang membuat dia merasa malu. "Enak ya nak masakan mommy?" Eliza berkata sambil memasukkan bubur yang tadi dibuatnya ke dalam mulut Noah. Untuk sarapan pagi, Eliza sengaja membuatkan biskuit susu dan ditambah dengan pisang yang direbus terlebih dahulu. Sudah pasti rasanya sangat lezat." Noha tersenyum dan kembali membuka mulutnya. "Cepet banget habis yang di mulut." Eliza senang dan kembali menyuapi Noah. Bersyukur Noah sudah punya kursi disini sehingga dia memiliki alasan untuk tidak memandang wajah mami, papi dan Nathan."Eliza, kenapa nggak kasih aja Noah sama baby sister, kamu bisa sarapan," kata Mawar. Apa yang terjadi tadi pagi sudah pasti membuat Eliza tidak nyaman. Karena itu Mawar menunjukkan sikap hangat seperti biasanya. Agar tidak terjadi kecanggungan terhadap Eliza."Nanti makan siangnya sama Mbak Ani.
Eliza berada di dalam mobil bersama dengan. Namun suasana di dalam mobil ini tidak seperti biasanya. Biasanya Eliza akan banyak berbicara. Namun untuk sekarang dia lebih memilih diam dan menundukkan kepalanya. Meskipun masalah sudah selesai tetap saja Eliza merasa canggung. Begitu banyak cerita aneh yang terjadi semalam. Sampai saat ini ia masih penasaran, bagaimana caranya bisa tidur di kamar Noah. Siapa yang sudah memindahkannya? Eliza ingin bertanya namun malu ketika melihat Nathan."Nanti pulang aku jemput." Nathan sedikit melirik ke arah Elisa "Iya mas, setiap Liza pulang kan mas terus yang jemput," jawab Eliza dengan wajah polosnya. Nahan berusaha menahan rasa gemas sekaligus kesal. Padahal dia mengatakan hal ini hanya untuk sekedar mencari topik pembicaraan namun jawaban Eliza membuat dia kesel."Tadi Noah makan banyak ya, padahal ini hari pertama dia makan." Nathan berkata sambil melirik Eliza. Biasanya Eliza akan sangat antusias ketika membahas tentang Noah. "Iya mas, bu
"Apa Kamu nggak kerja mas?" Mirna yang sudah terlihat cantik dengan perut besarnya memandang ke arah Sandy. Pria itu masih memakai baju kaos oblong dan berbaring di atas tempat tidur. "Kepalaku pusing aku sudah minta izin," jawab Sandy."Oh ya udah kalau gitu aku kerja dulu ya mas. Nanti kalau mau sarapan Kamu beli aja di luar. Ini uang untuk kamu di rumah." Mirna mengeluarkan uang pecahan 50.000. Sandy hanya diam tanpa menjawab perkataan istrinya. "Rencananya minggu depan aku sudah ngambil cuti mas." Mirna tersenyum sambil mengusap perutnya. Menyambut kelahiran calon bayinya tentu membuat wanita senang. Berdasarkan hasil pemeriksaan Mirna akan melahirkan anak perempuan. Sandy tidak mengatakan apapun. Tidak ada raut kebahagiaan ketika mendengar perkataan istrinya. "Mas, mau sampai kapan sih kamu seperti ini sama aku?"Sandy tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Kamu terlalu banyak pikiran, aku tidak berubah." Mirna diam memandang Sandy, pria itu benar-benar sudah berubah.
Begitu pulang dari kampus Eliza langsung pulang ke mansion bersama dengan Nathan. Seperti inilah rutinitasnya selama 6 bulan terakhir. Menjalani hidup dengan tenang, nyaman dan bahagia. Di sini semua kesedihan seakan tersapu habis dan digantikan dengan kebahagian. Bahkan dengan mudahnya Eliza melupakan suaminyaTerkadang Eliza merasa heran dengan statusnya. Dia hanya seorang pengasuh namun bos besar yang menjadi sopir pribadi. Setiap kali akan pergi ke manapun Nathan yang selalu mengantar serta menjemputnya. "Eliza cepat ke kemas barang-barang kamu." Mawar langsung memberikan perintah ke petikan Eliza melihat Eliza yang sudah masuk ke dalam rumah. "Siapin barang-barang, kita mau ke mana mi?" tanya Eliza. "Sore ini kita bakalan berangkat ke puncak." Wanita cantik itu duduk dengan anggun dan sambil menikmati teh hangatnya. "Ke puncak mi?" Eliza terkejut ketika mendengar perkataan dari Mawar. Bukankah Sabtu besok, pikirnya. "Jumat ini tanggal merah, karena itu kita berangkat sore.
Untuk pertama kalinya Eliza masuk ke dalam kamar Nathan. Eliza memandang kagum kamar dengan interior berwarna abu-abu yang dikombinasi putih. Kamar tidur dengan konsep kontemporer. Konsep ini menarik karena menciptakan lingkungan yang modern, bersih, dan elegan. Desain yang sederhana dan minimalis serta barang-barang yang teratur dengan rapi, memberikan suasana yang tenang dan santai untuk beristirahat.Eliza memandang kearah tempat tidur king size berwarna hitam. Desain kamar Nathan terkesan lelaki banget. "Apa istrinya yang dulu suka desain kamar seperti ini?" Tanya Eliza dalam hati."Aneh masa foto mantan istri nggak ada terpajang." Eliza hanya melihat beberapa lukisan yang dinilai memiliki harga yang tinggi. Ya sudahlah, ia tidak boleh terlalu memikirkan urusan orang lain. Eliza mulai mengemasi barang-barang yang akan dibawa oleh Nathan. Setelah yakin semua barang yang dibutuhkan sudah dimasukkan kedalam travel bag, Eliza kemudian keluar dari kamar. Untuk meminta bantuan kepada p
Wajah Mirna pucat pasih mendengar ancaman dari Eliza. "Kau ingin memeras aku?" Eliza tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku gak punya niat mengancam atau memeras, hanya saja aku ingin menyelamatkan mbak Mirna."Anggap saja ini cara Eliza mengambil hak nafkah yang seharusnya di berikan Sandy untuknya, justru di rampas Mirna yang seorang pelakor."Jika aku memberikan uang itu kepadamu, kau akan benar-benar menghapus pesan itu?" Mirna mengeratkan giginya. "Tentu, minum dulu mbak." Eliza kembali menyodorkan Mirna Air mineral. "Mbak Mirna lagi emosi, sebaiknya minum dulu biar ada tenaga untuk marah." Eliza kembali berbicara dengan lembut.Mirna sudah tidak mampu menahan rasa haus. Pada akhirnya ia meminum air yang diberikan Eliza. Setelah Mirna meminum seperempat gelas, Eliza kembali meletakkan gelas ke atas meja. "Aku masih haus." Mirna memprotes."Mbak Mirna baru selesai operasi, jadi belum boleh minum banyak. Nanti setelah kentut baru boleh minum dan makan." Eliza berkata
"Kembalikan anakku." Mirna memandang bayi yang saat ini digendong oleh Eliza."Mbak Mirna, aku itu nggak sejahat kamu. Disaat aku menghubungi mas Sandy, kamu tahu namun sengak tidak memberi tahu dia. Setiap pesan yang aku kirim, kamu selalu baca, kamu tahu seperti apa kondisi anakku, tapi kamu sengaja tidak memberi tahu mas Sandy. Namun, Aku tidak akan tega menyakiti anak bayi seperti ini. Dia anak yang tidak bersalah, dia terlahir tanpa dosa. Apapun yang terjadi di antara kita, aku nggak mau membawa dia ke dalam permasalahan kita." Eliza berkata dengan tenang sambil memandang wajah bayi yang sedang tertidur lelap.Eliza sudah melihat seperti apa Kondisi bayi Mirna. Tidak bisa dibayangkannya seperti apa nanti reaksi Mirna ketika melihat kondisi anak yang begitu sangat dia harapkan.Mirna terdiam tanpa bisa membantah perkataan Eliza. Eliza sengaja mengeluarkan handphone jadul dari dalam saku celana. Ia mulai membaca pesan masuk dari Mirna."[Eliza, aku tahu kamu menghubungi handphone
Setelah tertidur cukup lama, Mirna tersadar dari pingsannya. Hal pertama yang dilihatnya hanyalah kesunyian. Persalinan yang lebih cepat dari perencanaan, membuat orang tua berserta keluarganya dari kampung belum datang. Sedangkan Sandy, mungkin saja sudah pergi mencari istri pertamanya. Apakah pria itu sama sekali tidak peduli terhadapnya?Lalu bagaimana dengan mama mertua dan juga kedua kakak ipar? Apakah mama mertua yang dulu katanya sangat menyayangi Mirna sekarang sudah tidak peduli?Mirna baru saja bertarung nyawa melahirkan buah cinta mereka, namun mengapa Sandy pergi tanpa menunggu ia terbangun. Apakah Eliza begitu berharga, sedangkan ia tidak? Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar dibenak kepalanya. Namun tidak ada satupun pertanyaan yang mampu dijawabnya.. Pria itu dingin dan tidak peduli terhadap dirinya. Mirna merasakan kakinya yang seperti kesemutan. Bahkan digerakkan pun sulit. Tenggorokannya kering dan sangat haus. Ia ingin minum namun tidak bisa untuk berger
"Bagus, jangan bertahan sama orang yang tidak berhati. Biarkan saja mereka bahagia dengan kehidupannya sendiri. Kita juga bisa bahagia dengan kehidupan kita sendiri." Perkataan Marwan menjadi isyarat bahwa pria itu mendukung semua yang ingin dilakukan oleh Eliza. "Gimana nak lukanya, apa ada yang mengkhawatirkan?" Marwan bertanya sambil memandang luka-luka di wajah Eliza. "Nggak ada yang serius pa, ini hanya luka ringan saja. Sudah nggak sakit juga. "Eliza tersenyum mengusap pipinya. "Seperti ini lukanya kamu bilang nggak apa-apa?" Nathan langsung memotong perkataan Eliza. Eliza yang dipukul, namun dia merasa kesakitan. Apalagi ketika melihat banyak memar serta luka di kening Eliza yang harus mendapatkan jahitan. Eliza terdiam mendengar perkataan dari Nathan. "Papa harap ini yang terakhir kalinya Eliza diperlakukan seperti ini nak." Marwan berkata dengan raut sedih. Sebagai seorang ayah, dia tidak tega melihat kedua anak perempuannya mendekam di penjara. Perbuatan Tia dan juga
Eliza terkejut memandang pria bertubuh tinggi yang berdiri di ambang pintu. "Papa." Pria itu tersenyum hangat memandang Eliza. Rona bahagia terlihat jelas diwajahnya yang tampan."Papa!" Teriak Eliza sambil berlari dan langsung memeluk Marwan. "Iya nak, bagaimana kondisi Eliza?" Marwan tersenyum sambil mengusap kepala Eliza. Di keluarga Sandy hanya pria inilah yang begitu sangat menyayangi Eliza dan juga Ibnu. Suatu hal yang tidak akan pernah dilupakan oleh Eliza. "Liza baik Pak, maafin Liza yang nggak bisa jagain papa sewaktu sedang sakit," sesal Eliza. "Tidak apa-apa nak, papa ngerti kok seperti apa Kondisi Eliza. Bahkan papa selalu berdoa agar Eliza tidak datang ke rumah. Keputusan Eliza untuk pergi sudah sangat tepat." Marwan berkata dengan raut wajah sedih.Marwan tahu Wati akan menjadikan Eliza babu seumur hidup. Karena itu dia tidak mau Eliza menghabiskan masa muda dan masa depannya bersama dengan suami seperti Sandy. Laki-laki yang tidak memiliki prinsip. "Papa sudah seh
"Eliza kenapa tidak cerita sama mami kalau masalahnya seperti ini?" Mawar langsung bertanya setelah perawatan Kiara pergi."Maaf mi," jawab Eliza sambil menundukkan kepalanya. "Kenapa nggak cerita sama mami?" Mawar memandang Eliza dengan kecewa.Padahal Ia sudah menganggap Eliza sebagai anaknya sendiri. Namun mengapa Eliza tidak mau memberitahukan permasalahan ini kepadanya. Jika seandainya tahu masalah yang dihadapi Eliza, ia akan diselesaikan semuanya. Eliza tidak perlu terluka seperti sekarang. "Maaf mi, niatnya mau selesaikan masalah ini sendiri. Liza ingin menyelesaikan semuanya secara baik-baik. Liza udah nabung uang gaji, agar bisa bayar hutang. Kata ibu Wati, kalau hutang sudah lunas, Liza baru boleh cerai dari Mas Sandy. Liza gak menyangka masalahnya akan jadi seperti ini." Eliza menjelaskan secara singkat. Bagi Mawar, Eliza sangatlah menderita karena mendapat pemukulan hingga seperti ini. Namun bagi Eliza, ini hanya luka kecil. Ibarat kata orang, jika ingin menangkap ika
"Eliza, kamu tidak apa-apa kan?" Mawar tidak bisa menyembunyikan kepanikan di wajahnya. Wanita berwajah cantik itu langsung mengusap wajah Eliza dengan lembut. Jika seandainya Wati beserta kedua anaknya tidak ditahan oleh pihak kepolisian, ketiga wanita itu pasti akan merasakan kekejaman yang dilakukan Mawar. Wanita asal Inggris itu memang tidak pernah melakukan hal yang keji, namun bukan berarti dia tidak pandai membalas perbuatan orang lain hingga 10 kali lipat lebih buruk. "Liza nggak apa-apa Pi, mi." Eliza tersenyum memandang Hermawan dan Mawar."Seperti ini kondisi kamu, masih bilang gak apa-apa?" Nathan berkata dengan marah.Eliza tidak berani memandang Nathan. Sejak tadi pria itu selalu saja mengomelinya hingga telinga Eliza terasa panas. Apa lagi cari Nathan menatapnya, seakan menelannya hidup-hidup."Apa ada luka serius dengan Eliza, Riz?" Mawar bertanya dengan Rizki. Sejak tadi Rizki berdiri di samping dokter yang memeriksa Eliza. Secara tidak langsung ia mengawasi dokt
"Sebentar sus," kata Mawar sambil menghentikan kedua perawat tersebut. "Ada apa Bu?" tanya salah seorang perawat. Mawar mengeluarkan uang 5 juta dari dalam tas nya. "Ini saya ada rezeki untuk kalian berdua." Kedua perawat itu terkejut melihat uang yang diberikan mawar. "Ibu ini uang apa?" Tanya kedua perawat itu secara bersamaan. "Kebetulan ada rezeki, kalian bagi dua," jawab Mawar dengan tersenyum."Tapi sebaiknya tidak usah." Perawat cantik itu menolak uang yang diberikan Mawar. "Tidak boleh menolak rezeki, ini rezeki kalian." Mawar menyodorkan uang ke tangan salah seorang perawat. "Tapi Bu." "Saya tahu kalian itu kerjaannya berat tapi gajinya sedikit. Ini sengaja saya kasih untuk kalian, agar kalian bisa makan enak di akhir bulan." Mawar tersenyum ramah."Ibu baik sekali, terima kasih ya Bu," kata kedua perawat itu dengan sangat bahagia. "Kalau boleh tahu bayi yang lahir cacat itu siapa ya?" Tanya Mawar yang pemasaran."Oh itu Bu, Mas yang duduk di ruang operasi itu. Anak
Tubuhnya lemas seketika. Bahkan kakinya tidak mampu menopang berat badannya sendiri. Pria itu terduduk di lantai dengan wajah yang pucat. "Pak Sandy, Apa Anda baik-baik saja?" tanya Dokter pria tersebut. Sandy diam sambil menggelengkan kepalanya. Jika anaknya sudah dibawa ke ruang bayi terlebih dahulu dan barulah melihatnya, dia pasti akan menuduh pihak rumah sakit telah mengganti anaknya. Namun nyatanya tidak, ia langsung melihat kondisi anaknya yang baru terlahir. Bahkan tubuhnya masih banyak lendir dan juga darah. Ini artinya bayi perempuan yang sedang menangis itu memang benar anaknya. "Pak Sandy, apa anda baik-baik saja?" Dokter itu kembali bertanya karena melihat Sandy yang hanya diam seperti patung. Cukup lama pria itu terdiam dan pada akhirnya sebuah kalimat keluar dari bibirnya. "Apa anak saya cacat?""Iya Pak," dokter itu menjawab sesuai dengan kondisi sang bayi. Sandy berusaha berdiri, dibantu oleh seorang perawat. Dilihatnya wajah bayi perempuannya yang sangat cantik.