"Pram…" Jasmine akhirnya membuka suara, tapi terdengar begitu pelan. “Jangan ngomong kayak gitu deh...”Pram yang menyadari ketegangan itu, segera mengalihkan pandangannya. “Ehm… ya udah, aku bercanda. Lupa deh,” katanya cepat, tapi rasa kecewanya jelas terasa.Jasmine merasa tertekan, tapi dia tidak tahu bagaimana harus menghadapinya. Dalam pikirannya, dia hanya ingin semuanya berjalan normal, tanpa ada yang merasa terganggu.Namun, kenyataannya, suasana semakin sulit. Apa yang bisa dia lakukan? Dia bukan lagi hanya berurusan, dengan perasaan Pram. Jasmine juga terikat kontrak dengan Noah dan Zora sebagai ibu pengganti. Semua itu harus tetap terjaga, termasuk kerahasiaannya.Setelah diam sejenak, Jasmine mengangkat sendoknya dan mulai melanjutkan makan, mencoba untuk menikmati malam yang tinggal menyisakan sisa-sisa ketegangan.Mungkin ini saatnya untuk menyelesaikan hari ini dengan tenang, tanpa membiarkan suasana menjadi lebih canggung.Pram yang masih ingin mengajak Jasmine bermain
Di dalam mobil, Jasmine bersandar pada jok dengan lelah. Hari ini terasa panjang, bukan hanya karena kebersamaannya dengan Pram dan Noah, tetapi juga karena pikirannya sendiri yang terus berputar.Ucapan Pram tadi masih mengganggu pikirannya. ’Siapa tahu suatu saat Jasmine mau jadi pacarku.’Jasmine menghela napas, lalu menggenggam ponselnya. Dia butuh sesuatu untuk mengalihkan pikirannya.Tiba-tiba, tangannya bergerak otomatis membuka aplikasi favoritnya Wibu dan Dunia, sebuah forum tempat Jasmine biasa berselancar saat ingin melepas penat.Begitu layar memuat halaman utama, deretan postingan langsung membanjiri feed-nya.“Kenapa cowok suka karakter Tsundere? Padahal aslinya ngeselin!”Otaku_Sensei69: "Karena greget. Makin jual mahal, makin pengen dikejar!" ChibiKawaii : "Iya, tapi kalau di dunia nyata, ya capek. Mending yang lembut kayak Jasmine dari Future Love!"Jasmine terkikik. Ironis, dia juga punya nama yang sama, tapi kehidupannya jauh dari karakter anime yang manis dan lemb
Jasmine hendak membuka pintu kamarnya ketika matanya menangkap sosok Zora yang masih duduk di meja makan.Wanita itu terlihat anggun dalam piyama satin berwarna pastel, dengan rambut panjang yang tergerai rapi. Di depannya ada sebuah buku yang terbuka, tapi tatapan Zora justru kosong, seperti sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.Merasa ragu sejenak, Jasmine akhirnya melangkah mendekat. "Kak Zora, belum tidur?" tanyanya pelan.Zora menoleh dan tersenyum tipis. “Belum, aku nunggu kamu pulang.”Jasmine tersentuh mendengar itu. Ia menarik kursi di seberang Zora dan duduk. “Terima kasih, Kak, sudah membantuku izin keluar hari ini. Aku benar-benar bersenang-senang.”Zora tersenyum, matanya lembut saat memandangi Jasmine. “Aku senang kalau kamu bahagia.”Tiba-tiba, tangan Zora terulur, menyentuh perut Jasmine dengan lembut. Jemarinya membelai dengan penuh kasih sayang.“Jangan nakal ya, sayang...” bisiknya pelan ke perut Jasmine. “Kamu harus nurut, jangan bikin Bunda Jasmine kelelahan.
Jasmine menghela napas dalam sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar. Namun, baru saja ia ingin menutup pintu, terdengar langkah kaki lain mendekat.“Noah baru pulang,” gumamnya pelan.Benar saja, Zora yang sebelumnya masih bersamanya, kini sudah berada di ruang tengah, menyambut Noah yang baru saja tiba dari kantor. Jasmine mengintip sedikit dari balik pintu, melihat bagaimana Zora mendekati Noah dengan penuh kasih sayang.“Noah, kamu pulang telat,” suara lembut Zora terdengar jelas.“Hari ini ada meeting tambahan,” jawab Noah, masih dengan ekspresi dinginnya.Namun, meski terlihat datar, gerakan tangannya yang membalas sentuhan Zora terasa begitu natural. Tangannya mengusap punggung istrinya pelan, seolah itu sudah menjadi kebiasaan di antara mereka.Jasmine terdiam, matanya terpaku pada interaksi mereka. Ada sesuatu yang terasa aneh dalam dirinya, sesuatu yang tidak ingin ia akui—cemburu.Jasmine segera menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran aneh itu. Tidak, ini bukan cemburu
Saat ia hendak meletakkan kembali gelasnya, ponselnya bergetar di sampingnya.Pesan dari Pram : "Jas, kamu udah sampai rumah, kan? Jangan lupa istirahat, ya. Dan kalau ada yang bikin kamu nggak nyaman, kasih tahu aku."Jasmine terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum kecil. Pram memang selalu begitu, terlalu perhatian padanya.Jasmine mengetik balasan singkat : "Aku udah di kamar. Makasih, Pram. Kamu juga jangan tidur terlalu malam."Begitu pesan terkirim, Jasmine menarik selimutnya dan mencoba memejamkan mata. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu ada sesuatu yang perlahan mulai berubah.Keesokan paginya, Jasmine terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang menyelinap dari balik tirai membuat matanya sedikit silau. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya duduk di tepi tempat tidur, mengusap wajahnya dengan kedua tangan.Perasaannya masih sedikit kacau setelah kejadian semalam. Apalagi, saat Jasmine mengingat tatapan Noah yang begitu dingin dan penuh tekanan. Lalu, a
Juan mengangkat alisnya sedikit sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Tentu saja. Kami… teman lama.”Jasmine berusaha mengatur ekspresinya agar tetap tenang, meski hatinya sedang berkecamuk. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Juan di sini. Pria yang dulu begitu berpengaruh dalam hidupnya, yang kini seharusnya sudah menjadi bagian dari masa lalu.Zora menatap mereka berdua dengan penasaran. Ia tidak tahu hubungan seperti apa yang mereka miliki, tapi jelas ada sesuatu di antara mereka.Juan menatap Jasmine dalam, lalu bertanya dengan nada yang terdengar lebih lembut, “Bagaimana kabarmu?”Jasmine mengangguk cepat. “Baik.”Ada jeda beberapa detik sebelum Juan menggeser pandangannya ke perut Jasmine yang mulai terlihat membesar. Seketika, ekspresinya berubah. Tatapannya menyelidik, seolah sedang menghitung waktu dan mencoba memahami sesuatu yang mengusik pikirannya.“Kamu hamil?” Juan bertanya dengan nada yang lebih rendah, tapi penuh arti.Jasmine merasakan keringat dingin mulai muncul d
Noah menyandarkan tubuhnya ke jok mobil, menutup matanya sejenak, dan menarik napas panjang.Ketika membuka matanya, dia menatap Jasmine dengan penuh ketegasan. “Karena aku tidak suka.”Jasmine mengernyit, tak mengerti. “Itu bukan alasan, Noah.”Noah membuka matanya sepenuhnya, menoleh ke arah Jasmine dengan pandangan tajam. “Tidak perlu alasan, Jasmine. Aku hanya tidak mau.”Jasmine menggertakkan giginya, menahan emosi yang mulai membengkak di dadanya. ’Kenapa Noah bisa berbicara seolah dia memiliki kendali penuh atas hidupnya?’Jasmine melirik Zora yang duduk di sampingnya, ekspresi wajahnya tidak bisa disembunyikan, terdapat ketegangan yang meningkat. Jasmine merasa cemas kalau Zora salah paham.Namun, sebelum dia bisa membuka mulut, Noah melanjutkan dengan suara yang lebih rendah, tapi jelas. “Lagipula, aku tahu siapa dia.”Jasmine terdiam sejenak, mulutnya terasa kering. “Maksudmu?”Noah menatap lurus ke depan, matanya yang gelap seakan menyembunyikan segala sesuatu yang tidak in
Akhirnya sopir menepi, Jasmine turun dan membanting pintu mobil dengan kerasnya. Zora berusaha mengikuti Jasmine, tapi langkahnya kalah cepat, sedangkan Noah yang mengejarnya sudah meraih bahu Jasmine.“Jangan sentuh aku, jika di matamu aku menjijikan, hina, dan bahkan materialistis!” Suara bentakan Jasmine membuat Noah terdiam.Noah mengatur napas, tapi dia masih juga merasa bahwa yang dia ucapkan benar. “Kamu bisa berpikir rasional gak? Wajar aku melarangmu. Kalau itu terjadi bagaimana aku tahu apakah anak itu benar-benar darah dagingku?”Tamparan keras menempel di pipi Noah, dia baru tersadar saat melihat wajah Jasmine yang memerah emosi. Lalu Jasmine menaiki sebuah angkutan umum begitu saja.“Noah, apa yang kamu lakukan? Kalau sudah begini bagaimana?” tanya Zora menyalahkan Noah, dia meninggalkan Noah begitu saja.Noah yang bingung dan frustrasi hanya bisa berteriak kesal, ditinggalkan oleh Zora dan Jasmine di pinggir jalan Kota Arthaloka, simpang Taman Persatuan.“Pram, jemput ak
"Apa kau benar-benar ingin melakukan ini?"Jasmine menatap Noah dengan serius, mencoba mencari keraguan di matanya. Mereka berdiri di depan sebuah rumah kayu kecil yang berada di atas bukit, menghadap ke laut biru yang berkilauan. Angin menerpa wajah mereka dengan lembut, membawa aroma asin khas pantai.Noah tersenyum, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Aku tidak pernah lebih yakin dari ini, Jasmine. Aku ingin tempat ini menjadi awal baru bagi kita."Jasmine menghela napas, matanya kembali menatap rumah sederhana yang berdiri kokoh di hadapan mereka. "Aku tidak menyangka kau ingin menetap di sini. Aku pikir kau lebih suka kehidupan kota."Noah melangkah mendekat, meraih tangan Jasmine dan menggenggamnya erat. "Kota hanya penuh dengan ingatan tentang masa lalu. Aku ingin sesuatu yang segar, yang benar-benar milik kita. Di sini, kita bisa membangun sesuatu tanpa ada yang mengusik."Jasmine mengangguk pelan, merasakan ketulusan dalam ka
"Kau yakin dengan keputusan ini?"Jasmine menatap Noah dengan mata penuh keyakinan. Mereka berdiri di balkon vila yang menghadap ke laut biru jernih, angin sepoi-sepoi mengibarkan helaian rambutnya. Suasana di tempat itu begitu tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota yang selama ini membebani mereka.Noah memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, menatap hamparan air yang tenang. "Aku tidak pernah lebih yakin dari ini. Kita sudah melewati terlalu banyak hal untuk terus melihat ke belakang. Ini waktunya untuk benar-benar melangkah maju."Jasmine mengangguk pelan. "Aku setuju. Tapi aku juga ingin memastikan bahwa kita tidak terburu-buru. Aku ingin semua ini nyata, bukan sekadar pelarian dari masa lalu."Noah berbalik, meraih tangan Jasmine dan menggenggamnya erat. "Jasmine, aku tidak akan pernah menjadikan ini sebagai pelarian. Aku ingin kita membangun sesuatu yang baru. Bersama."Jasmine menatap matanya dalam-dalam, mencari ketulusan di sana, dan
"Akhirnya, kita bisa benar-benar bernapas lega."Jasmine menatap ke luar jendela apartemen mereka, mengamati pemandangan kota yang berkilauan di bawah sinar bulan. Lampu-lampu jalan bersinar lembut, menciptakan bayangan samar di permukaan kaca. Udara malam yang sejuk menyelinap masuk melalui celah jendela, membawa aroma hujan yang tersisa di aspal.Tangannya menggenggam cangkir teh hangat, uap tipis mengepul, menebarkan aroma melati yang menenangkan. Pikirannya masih mencoba mencerna kenyataan bahwa semua ini telah berakhir. Tidak ada lagi ancaman dari Zora, tidak ada lagi bayang-bayang Leonard yang menghantui kehidupan mereka. Untuk pertama kalinya, dunia terasa lebih damai.Langkah kaki terdengar mendekat. Lalu, Noah melingkarkan lengannya di pinggang Jasmine, menariknya ke dalam dekapan hangatnya. Tubuhnya kokoh, dan aroma khasnya—maskulin dengan sedikit wangi sandalwood—begitu familiar, membuat Jasmine tanpa sadar menghela napas pelan."Ap
"Hari ini, semuanya benar-benar berakhir."Noah berdiri di depan jendela ruang kantornya, menatap langit yang cerah di luar. Tangan kanannya masih menggenggam secangkir kopi yang sudah mulai dingin, tapi pikirannya melayang ke hari-hari penuh ketegangan yang akhirnya bisa mereka lewati.Jasmine melangkah masuk ke ruangan, membawa beberapa dokumen yang baru saja ia terima dari tim hukum mereka. "Aku baru saja mendapat konfirmasi bahwa putusan hakim sudah final. Zora dan Leonard benar-benar tak punya celah untuk mengajukan banding. Mereka akan menghabiskan waktu lama di balik jeruji besi."Noah menoleh, menatap wajah Jasmine yang tampak lebih tenang dari sebelumnya. "Akhirnya, ya?"Jasmine tersenyum tipis, lalu meletakkan dokumen di meja. "Ya, akhirnya. Kita menang. Dan yang lebih penting, kita bisa benar-benar melanjutkan hidup kita tanpa mereka."Noah meletakkan cangkir kopinya, berjalan mendekati Jasmine dan menggenggam tangannya erat. "Ini semua
"Semuanya berjalan sesuai rencana."Noah menutup laptopnya dan menatap Jasmine yang masih sibuk dengan ponselnya. Wajahnya tenang, tapi dia bisa merasakan kegelisahan yang tersirat dalam tatapan Jasmine."Berita tentang penangkapan mereka sudah menyebar luas," ujar Jasmine pelan. "Media mulai menggali lebih dalam tentang semua kebohongan yang mereka buat. Publik sudah mulai membenci Zora dan Leonard."Noah mengangguk pelan. "Itu yang kita inginkan. Tapi kita belum selesai. Kita harus memastikan mereka tidak bisa keluar dari jerat hukum begitu saja."Jasmine menarik napas dalam, lalu menatap Noah. "Kita harus memastikan bukti kejahatan mereka benar-benar tak terbantahkan di pengadilan. Jika ada celah sedikit saja, mereka bisa berbalik menyerang."Noah menyentuh tangannya dengan lembut. "Aku tahu, Jasmine. Dan kita akan memastikan semuanya berakhir di sini."Di dalam sel tahanan, Zora duduk di sudut ruangan sempit dengan wajah kosong. Dia masi
"Sudah waktunya kita mengakhiri ini."Noah melirik arlojinya, lalu kembali menatap layar laptop yang menampilkan berita utama pagi ini. Jasmine duduk di sampingnya, menyesap kopi hitam tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponselnya. Wajahnya tetap tenang, tapi ada kilatan waspada di matanya."Media mulai mempertanyakan keaslian video itu," kata Jasmine pelan. "Tapi Leonard dan Zora masih punya pengaruh yang cukup besar untuk mengontrol narasi. Kita harus memastikan pukulan terakhir ini mengenai sasaran."Noah menyandarkan punggungnya ke kursi. "Kita akan mendapatkan mereka saat mereka lengah. Selama ini mereka terbiasa bermain aman. Kali ini, kita buat mereka berhadapan langsung dengan kebenaran di tempat yang tidak bisa mereka hindari."Jasmine meletakkan ponselnya di meja dan menatap Noah dalam. "Hari ini kita akan ke studio untuk wawancara eksklusif. Aku yakin Zora dan Leonard tidak akan bisa menahan diri untuk hadir. Mereka ingin melihat kita jatuh
"Besok segalanya akan berubah."Noah menyandarkan punggungnya di kursi, menatap layar laptop dengan ekspresi penuh perhitungan. Di sampingnya, Jasmine terus mengetik dengan cepat, memastikan setiap dokumen dan bukti yang mereka kumpulkan sudah tersusun rapi."Aku baru saja mendapatkan konfirmasi dari tim IT," ujar Jasmine, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. "Semua rekayasa video itu bisa kita buktikan dengan data forensik digital. Mereka tidak akan punya celah untuk berkilah."Noah menyeringai. "Bagus. Sekarang tinggal memastikan kapan dan di mana kita akan menjatuhkan mereka. Aku ingin ini dilakukan dengan cara yang tidak bisa mereka hindari."Jasmine akhirnya menoleh, menatap Noah dengan sorot mata penuh keyakinan. "Besok pagi, dalam wawancara eksklusif itu. Kita biarkan mereka datang dengan rasa percaya diri yang berlebihan, lalu kita hancurkan mereka di hadapan publik."Noah mengetukkan jarinya ke meja, berpikir sejenak sebelum mengangg
"Mereka tidak akan berhenti sampai kita jatuh."Suara Noah terdengar dalam ruangan yang sunyi, nadanya penuh ketegangan. Rahangnya mengatup erat, jemarinya mengetuk permukaan meja dengan ritme tak sabar. Matanya menatap layar laptop dengan tajam, memperhatikan laporan terbaru dari tim investigasi mereka.Di sampingnya, Jasmine duduk dengan punggung tegak, jemarinya mengetik cepat di keyboard. Cahaya dari layar komputer memantulkan sinar biru di wajahnya yang serius, sementara dahinya sedikit berkerut. Ia mencoba mencari celah untuk menekan lawan mereka lebih jauh, otaknya bekerja cepat menyusun strategi."Tapi kali ini, kita sudah selangkah lebih maju." Jasmine melirik Noah, matanya bersinar dengan tekad. Ia menggulirkan beberapa file di layar, lalu menoleh ke arahnya. "Tim kita sudah berhasil mengumpulkan bukti manipulasi video itu. Sekarang tinggal bagaimana kita menampilkan ini di waktu yang tepat."Noah mengetuk meja dengan ujung jarinya
"Kita tidak punya waktu banyak."Suara Noah terdengar dalam ruangan yang sunyi, nadanya penuh ketegangan. Matanya menatap layar laptop yang menampilkan video rekayasa yang baru saja mereka temukan. Jasmine duduk di sampingnya, ekspresi wajahnya tidak kalah serius."Aku sudah menyebarkan informasi ke beberapa kontak di media. Kita harus memastikan video ini tidak menyebar sebelum kita bisa membuktikan itu palsu," kata Jasmine sambil mengetik cepat di laptopnya.Noah mengetuk jemarinya di atas meja, berpikir cepat. "Leonard dan Zora akan mencoba menjatuhkan kita secepat mungkin. Kita harus membalikkan situasi sebelum mereka mendapatkan kesempatan itu."Jasmine menatap Noah dalam-dalam. "Aku punya ide. Bagaimana jika kita membiarkan mereka berpikir bahwa rencana mereka berhasil? Biarkan mereka merasa percaya diri, lalu kita serang balik dengan bukti yang lebih kuat."Noah tersenyum tipis. "Aku suka caramu berpikir. Tapi kita harus ekstra hati-hati. Ji