Jasmine hendak membuka pintu kamarnya ketika matanya menangkap sosok Zora yang masih duduk di meja makan.Wanita itu terlihat anggun dalam piyama satin berwarna pastel, dengan rambut panjang yang tergerai rapi. Di depannya ada sebuah buku yang terbuka, tapi tatapan Zora justru kosong, seperti sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.Merasa ragu sejenak, Jasmine akhirnya melangkah mendekat. "Kak Zora, belum tidur?" tanyanya pelan.Zora menoleh dan tersenyum tipis. “Belum, aku nunggu kamu pulang.”Jasmine tersentuh mendengar itu. Ia menarik kursi di seberang Zora dan duduk. “Terima kasih, Kak, sudah membantuku izin keluar hari ini. Aku benar-benar bersenang-senang.”Zora tersenyum, matanya lembut saat memandangi Jasmine. “Aku senang kalau kamu bahagia.”Tiba-tiba, tangan Zora terulur, menyentuh perut Jasmine dengan lembut. Jemarinya membelai dengan penuh kasih sayang.“Jangan nakal ya, sayang...” bisiknya pelan ke perut Jasmine. “Kamu harus nurut, jangan bikin Bunda Jasmine kelelahan.
Jasmine menghela napas dalam sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar. Namun, baru saja ia ingin menutup pintu, terdengar langkah kaki lain mendekat.“Noah baru pulang,” gumamnya pelan.Benar saja, Zora yang sebelumnya masih bersamanya, kini sudah berada di ruang tengah, menyambut Noah yang baru saja tiba dari kantor. Jasmine mengintip sedikit dari balik pintu, melihat bagaimana Zora mendekati Noah dengan penuh kasih sayang.“Noah, kamu pulang telat,” suara lembut Zora terdengar jelas.“Hari ini ada meeting tambahan,” jawab Noah, masih dengan ekspresi dinginnya.Namun, meski terlihat datar, gerakan tangannya yang membalas sentuhan Zora terasa begitu natural. Tangannya mengusap punggung istrinya pelan, seolah itu sudah menjadi kebiasaan di antara mereka.Jasmine terdiam, matanya terpaku pada interaksi mereka. Ada sesuatu yang terasa aneh dalam dirinya, sesuatu yang tidak ingin ia akui—cemburu.Jasmine segera menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran aneh itu. Tidak, ini bukan cemburu
Saat ia hendak meletakkan kembali gelasnya, ponselnya bergetar di sampingnya.Pesan dari Pram : "Jas, kamu udah sampai rumah, kan? Jangan lupa istirahat, ya. Dan kalau ada yang bikin kamu nggak nyaman, kasih tahu aku."Jasmine terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum kecil. Pram memang selalu begitu, terlalu perhatian padanya.Jasmine mengetik balasan singkat : "Aku udah di kamar. Makasih, Pram. Kamu juga jangan tidur terlalu malam."Begitu pesan terkirim, Jasmine menarik selimutnya dan mencoba memejamkan mata. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu ada sesuatu yang perlahan mulai berubah.Keesokan paginya, Jasmine terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang menyelinap dari balik tirai membuat matanya sedikit silau. Ia mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya duduk di tepi tempat tidur, mengusap wajahnya dengan kedua tangan.Perasaannya masih sedikit kacau setelah kejadian semalam. Apalagi, saat Jasmine mengingat tatapan Noah yang begitu dingin dan penuh tekanan. Lalu, a
Juan mengangkat alisnya sedikit sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Tentu saja. Kami… teman lama.”Jasmine berusaha mengatur ekspresinya agar tetap tenang, meski hatinya sedang berkecamuk. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Juan di sini. Pria yang dulu begitu berpengaruh dalam hidupnya, yang kini seharusnya sudah menjadi bagian dari masa lalu.Zora menatap mereka berdua dengan penasaran. Ia tidak tahu hubungan seperti apa yang mereka miliki, tapi jelas ada sesuatu di antara mereka.Juan menatap Jasmine dalam, lalu bertanya dengan nada yang terdengar lebih lembut, “Bagaimana kabarmu?”Jasmine mengangguk cepat. “Baik.”Ada jeda beberapa detik sebelum Juan menggeser pandangannya ke perut Jasmine yang mulai terlihat membesar. Seketika, ekspresinya berubah. Tatapannya menyelidik, seolah sedang menghitung waktu dan mencoba memahami sesuatu yang mengusik pikirannya.“Kamu hamil?” Juan bertanya dengan nada yang lebih rendah, tapi penuh arti.Jasmine merasakan keringat dingin mulai muncul d
Noah menyandarkan tubuhnya ke jok mobil, menutup matanya sejenak, dan menarik napas panjang.Ketika membuka matanya, dia menatap Jasmine dengan penuh ketegasan. “Karena aku tidak suka.”Jasmine mengernyit, tak mengerti. “Itu bukan alasan, Noah.”Noah membuka matanya sepenuhnya, menoleh ke arah Jasmine dengan pandangan tajam. “Tidak perlu alasan, Jasmine. Aku hanya tidak mau.”Jasmine menggertakkan giginya, menahan emosi yang mulai membengkak di dadanya. ’Kenapa Noah bisa berbicara seolah dia memiliki kendali penuh atas hidupnya?’Jasmine melirik Zora yang duduk di sampingnya, ekspresi wajahnya tidak bisa disembunyikan, terdapat ketegangan yang meningkat. Jasmine merasa cemas kalau Zora salah paham.Namun, sebelum dia bisa membuka mulut, Noah melanjutkan dengan suara yang lebih rendah, tapi jelas. “Lagipula, aku tahu siapa dia.”Jasmine terdiam sejenak, mulutnya terasa kering. “Maksudmu?”Noah menatap lurus ke depan, matanya yang gelap seakan menyembunyikan segala sesuatu yang tidak in
Akhirnya sopir menepi, Jasmine turun dan membanting pintu mobil dengan kerasnya. Zora berusaha mengikuti Jasmine, tapi langkahnya kalah cepat, sedangkan Noah yang mengejarnya sudah meraih bahu Jasmine.“Jangan sentuh aku, jika di matamu aku menjijikan, hina, dan bahkan materialistis!” Suara bentakan Jasmine membuat Noah terdiam.Noah mengatur napas, tapi dia masih juga merasa bahwa yang dia ucapkan benar. “Kamu bisa berpikir rasional gak? Wajar aku melarangmu. Kalau itu terjadi bagaimana aku tahu apakah anak itu benar-benar darah dagingku?”Tamparan keras menempel di pipi Noah, dia baru tersadar saat melihat wajah Jasmine yang memerah emosi. Lalu Jasmine menaiki sebuah angkutan umum begitu saja.“Noah, apa yang kamu lakukan? Kalau sudah begini bagaimana?” tanya Zora menyalahkan Noah, dia meninggalkan Noah begitu saja.Noah yang bingung dan frustrasi hanya bisa berteriak kesal, ditinggalkan oleh Zora dan Jasmine di pinggir jalan Kota Arthaloka, simpang Taman Persatuan.“Pram, jemput ak
Jasmine turun dari angkutan umum dengan langkah cepat, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Setelah konflik besar dengan Noah, dia butuh tempat untuk menenangkan diri.Langkahnya membawanya ke sebuah swalayan kecil di pinggiran Universitas Artaloka. Ia mengambil beberapa pakaian casual—sweater longgar, celana kain, dan syal besar untuk menyamarkan bentuk tubuhnya yang mulai membesar.Selesai berbelanja, Jasmine segera menuju rumah seorang teman lama, Vina.Rumah Vina terletak di gang kecil yang cukup sepi, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mencarinya.Begitu pintu terbuka, Vina langsung terkejut melihat Jasmine berdiri di depan rumahnya dengan wajah lelah dan mata sembab.“Jasmine?! Kamu baik-baik saja?” tanya Vina khawatir.Jasmine tersenyum kecil, meski bibirnya terasa kaku. “Aku butuh tempat menginap beberapa hari. Bisa?”Vina langsung menarik tangan Jasmine masuk. “Tentu saja! Aku malah senang kamu datang. Tapi… ada apa? Kamu kelihatan seperti baru kabur dari sesuatu
Jasmine menutup pintu dengan pelan dan menghela napas panjang. Mobil hitam tadi mungkin hanya kebetulan melintas, tapi nalurinya berkata lain. Noah pasti sudah mengerahkan orang-orangnya untuk mencarinya.Vina berjalan mendekat dengan ekspresi bingung. “Jas, kamu kenapa?”Jasmine tersenyum kecil, berusaha terlihat tenang. “Nggak apa-apa. Aku cuma agak pusing.”Vina mengernyit, tetapi tidak mendesak. “Kalau gitu, istirahat aja. Aku harus ke kampus sebentar, tapi bakal pulang sore.”Jasmine mengangguk, menunggu sampai Vina pergi sebelum ia kembali duduk di tempat tidurnya.Jasmine harus berpikir cepat.’Aku nggak bisa tinggal di sini terlalu lama. Kalau Noah sudah mulai mencari ke daerah sekitar kampus, cepat atau lambat dia akan menemukanku.’Tangannya meremas ujung sweater yang ia pakai. Ia tidak ingin bertemu dengan Noah sekarang—tidak setelah kata-kata pria itu terus menghantui pikirannya."Kalau itu terjadi, bagaimana aku tahu apakah anak itu benar-benar darah dagingku?"Jasmine men
Sore harinya, sebuah konferensi pers dilakukan oleh Jasmine secara langsung dari kantor pusat Project Axis. Disiarkan secara global, jutaan orang menyaksikan saat Jasmine berdiri dengan latar belakang simbol Jorse dan Project Axis bersatu.“Beberapa orang bilang kami nekat. Bahwa kami bermain dengan kekuatan yang terlalu besar. Tapi hari ini, kami katakan: dunia tidak lagi milik mereka yang menyembunyikan kekuatan dalam bayangan.”Ia mengangkat dokumen resmi dari Mahkamah Internasional.“Surat penahanan Leonhart Vasmer telah disahkan. Dan kami, Project Axis, akan bekerja sama dengan semua negara yang berani berkata ‘cukup.’ Ini adalah awal baru.”Media berebut bertanya. Jasmine menjawab satu per satu dengan ketenangan dan presisi. Namun satu pertanyaan dari wartawan Eresia membuatnya diam sejenak:“Apakah Anda siap menghadapi ancaman terakhir dari jaringan yang kini terpojok?”Jasmine menatap l
Sore harinya, Jasmine dan tim hukum membuka sistem cadangan itu. Dengan bantuan ahli digital forensik, dana sebesar 1,7 miliar dolar muncul dalam 13 akun berbeda di bawah nama entitas tak dikenal.“Ini cukup untuk membiayai Project Axis selama dua dekade penuh,” ujar Evan dengan nada kagum.Jasmine menatap layar dengan tenang. “Ayah tidak hanya meninggalkan warisan. Dia meninggalkan senjata terakhir.”Kiara menambahkan, “Dengan ini, kita bisa memperkuat keamanan digital, memberi perlindungan untuk saksi, dan memperluas koalisi.”“Dan kita lakukan itu malam ini,” ucap Jasmine.Sementara itu, di Zurich, Leonhart mendapat kabar bahwa seluruh asetnya telah dibekukan. Lebih buruk lagi, satu per satu mitra bisnis lamanya mulai menawarkan kerja sama kepada Project Axis.“Ini pengkhianatan,” geram Leonhart sambil meremukkan gelas di tangannya.Klemens menjawab datar. “Ini... kelangsungan hidup.”Leonhart bangkit dari kursi. “Kalau begitu, aku harus mencari jalan keluar sebelum semuanya hilang
“Aku tidak menyangka mereka akan bergerak secepat ini,” kata Evan, melihat daftar partisipan yang terus bertambah.Jasmine menjawab, “Dunia sudah lelah dijajah oleh sistem yang tak terlihat. Kita hanya menyalakan lentera. Mereka yang lain... membawa obor.”Tapi seperti angin sebelum badai, keheningan tidak bertahan lama. Di sore yang dingin, sebuah ledakan kecil terjadi di salah satu gudang data Project Axis di pinggiran Lioren. Tidak ada korban, tapi jelas... ini bukan kecelakaan.“Pesan dari jaringan lama,” ujar Kiara sambil menunjukkan hasil investigasi awal. “Mereka mulai menargetkan infrastruktur. Mereka tidak bisa menghentikanmu secara hukum, jadi mereka serang fondasinya.”Jasmine menatap puing-puing digital dari rekaman drone. Wajahnya tak bergeming.“Kalau begitu... kita pindahkan data ke server awan global, dengan backup di enam negara berbeda. Kita jangan beri mereka kesempatan kedua.”Noah masuk dengan wajah serius. “Dan aku baru dapat laporan. Ada tiga pria tak dikenal ya
Fajar menyingsing perlahan di langit Avenhurst, tapi hari itu bukan awal biasa. Di ruang tengah kediaman perlindungan tinggi tempat Jasmine ditampung, belasan layar digital menyala serempak. Wajah-wajah dari berbagai penjuru dunia muncul melalui jaringan video terenkripsi—pengacara HAM internasional, jaksa dari Eresia dan Valmora, perwakilan Interpol, serta penasihat hukum dari Mahkamah Internasional.Jasmine duduk di kursi utama. Ia mengenakan setelan hitam dengan rambut dikuncir rapi. Di sampingnya, Kiara dan Evan menatap layar dengan mata yang tak berkedip.“Langkah ini tidak hanya historis,” ujar Kiara, “tapi juga berisiko tinggi. Begitu nama Leonhart diajukan ke Mahkamah Internasional, ia akan diperlakukan sebagai penjahat kelas berat. Dan itu bisa memicu tindakan terakhir dari jaringannya.”Jasmine mengangguk. “Aku tahu. Tapi kita tidak lagi bicara tentang pencucian uang atau sabotase korporat. Kita bicara tentang konspirasi pembunuhan, pelanggaran HAM, dan ancaman terhadap stab
Sementara itu, Jasmine dan Noah kembali ke hotel mereka setelah menghadiri resepsi diplomatik kecil yang digelar di Konsulat Lioren. Jasmine merasa kelelahan, namun damai. Dunia tampaknya menyambut pidatonya dengan antusias. Belasan negara telah menyatakan niat bergabung dalam Koalisi Anti-Korupsi Korporat Dunia.Namun di lobi hotel, salah satu staf keamanan mendekati mereka.“Maaf, Ibu Jasmine. Mobil pengawal Anda terlihat mengalami kerusakan. Kami menyarankan Anda untuk naik kendaraan cadangan yang sudah disiapkan.”Kiara, yang datang bersama dari belakang, menyipitkan mata. “Mobil rusak? Tapi tadi pagi sudah dicek.”Noah langsung tanggap. “Tunda. Kita tetap di sini sampai tim teknis kita periksa langsung.”Sementara staf itu berlalu, Jasmine berbisik, “Perasaanmu juga tidak enak?”Noah mengangguk. “Sangat.”Tiga puluh menit kemudian, laporan datang. Salah satu baut rem ken
Jasmine berdiri. Langkahnya mantap menuju podium. Cahaya lampu menyorot wajahnya, dan ribuan mata tertuju padanya.Ia membuka pidatonya dengan suara yang tenang tapi tegas.“Terima kasih atas kesempatan ini. Nama saya Jasmine Jorse. Hari ini, saya tidak hanya berbicara sebagai pemimpin sebuah perusahaan, tapi sebagai saksi dari bagaimana sistem keuangan yang tidak terawasi bisa menghancurkan keluarga, kepercayaan, dan masa depan.”Ia berhenti sejenak. Tatapannya menyapu seluruh ruangan.“Saya lahir dari darah seorang industrialis yang jujur dan seorang ibu yang mencintai keadilan. Mereka dibunuh, bukan oleh peluru, tapi oleh sistem yang membiarkan korupsi tumbuh di balik nama-nama besar.”Hening. Beberapa orang mulai menegakkan badan.“Selama puluhan tahun, banyak dari kita menutup mata atas praktik-praktik keuangan gelap yang dikemas dalam bahasa legal. Kita memberi ruang bagi orang seperti Leonhart Vasmer dan
“Jas... Ada seseorang dari dalam Levara Group mengirimkan pesan rahasia.”Jasmine berdiri. “Siapa?”Kiara menyerahkan sebuah flashdisk dan dokumen cetak.“Namanya tidak disebut, tapi tanda tangannya mencocok dengan seorang analis senior bernama Aline Köhler. Dia dikabarkan sudah lama tidak muncul di media, dan ternyata... dia menyimpan dokumen internal.”Jasmine membuka file pertama di layar laptop. Di sana, terdapat ratusan halaman laporan transfer dana fiktif, rekaman rapat tertutup yang memperlihatkan Leonhart menyuruh stafnya menekan media, dan yang paling mencengangkan: dokumen strategi hukum menyerang Jasmine, tertanggal sebulan sebelum gugatan didaftarkan.“Aline memberikan semua ini?” bisik Jasmine, nyaris tak percaya.Kiara mengangguk. “Dia bilang dalam pesannya: ‘Saya tidak bisa melawan langsung. Tapi saya percaya kamu bisa.’”Jasmine memandang laya
Sore hari, Jasmine menerima kabar bahwa Levara Group secara resmi mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Komersial Internasional Avenhurst.“Gugatan ini tidak berdasar,” ujar Kiara. “Tapi tetap harus kita jawab.”Jasmine membaca dokumen gugatan. Tuduhannya kejam: penyalahgunaan informasi pribadi, sabotase ekonomi, dan pencemaran nama baik.“Dia menyerang dari jalur hukum karena sudah kalah di jalur fakta,” ucap Jasmine pelan. “Tapi kita tidak boleh gegabah. Kita jawab elegan. Kita buktikan kebenaran bisa berjalan lurus tanpa harus menabrak.”Malam hari, setelah hari yang panjang dan rapat yang tak ada habisnya, Jasmine akhirnya kembali ke kamar hotel tempat ia menginap bersama Noah. Penerangan temaram, lampu-lampu kota Eresia berkelap-kelip seperti bintang-bintang kecil dari balik jendela kaca.Noah sudah menunggunya. Ia duduk di sofa dengan mengenakan kaus gelap dan celana santai, rambutnya sedikit acak.“Kau terlihat seperti ratu perang yang baru pulang dari medan tempur,” gumam
Tangannya bergetar.“Noah,” bisiknya saat pria itu menghampiri.“Ada apa?”Jasmine menyodorkan dokumen itu dengan mata basah. “Mereka… mereka tidak hanya berkhianat. Mereka membunuh.”Sesi kedua sidang dibuka dengan panggilan terhadap saksi ahli forensik kendaraan. Ia menjelaskan bahwa tingkat kerusakan sistem rem tidak mungkin terjadi karena usia atau kelalaian servis. Ia menunjukkan simulasi digital yang menunjukkan titik-titik sabotase.Hakim terlihat terguncang. Lucas mulai gelisah. Ia mencoba berdiskusi dengan pengacaranya, tapi mikrofon ruang sidang menangkap ucapannya:“Aku bilang hentikan semua jejak itu. Kenapa masih ada yang muncul?”Sorotan kamera langsung diarahkan ke wajahnya. Raut panik dan kemarahan membuatnya tak lagi mampu menyembunyikan kecemasan.Jaksa Norell lalu berdiri dengan bukti tambahan.“Yang Mulia, kami memohon agar Lucas Greif ditahan tanpa syarat selama penyelidikan. Bukti menunjukkan adanya potensi penghilangan jejak, tekanan terhadap saksi, dan keterlib