Jasmine tetap diam, hanya mengikuti langkah mereka dengan perasaan campur aduk. Ia tahu ini belum selesai. Noah pasti akan bereaksi terhadap permintaannya, dan reaksi pria itu… tidak akan mudah ditebak.Yang jelas, Jasmine tidak akan membiarkan dirinya kembali terjebak dalam kendali Noah sepenuhnya.Zora sangat bahagia karena Jasmine telah mau kembali, seolah semua rencana berjalan sesuai harapannya. Dia merangkul Jasmine dengan penuh semangat, menunjukkan kasih sayang yang sempat pudar sebelumnya.Namun, Noah tetap memasang ekspresi dingin dan penuh kecurigaan. Di matanya, Jasmine bukan hanya seseorang yang kembali, tetapi seseorang yang mungkin menyimpan agenda tersembunyi.Jasmine semakin merasa terisolasi. Bukan hanya sikap Noah yang selalu memandangnya dengan penuh keraguan, tetapi juga karena Zora mulai membatasi ruang geraknya.Tanpa Jasmine sadari, Zora perlahan mengontrol aksesnya terhadap dunia luar. Telepon dan pesan-pesannya ke neneknya sering kali tidak mendapat balasan,
"Bukannya kamu yang menyuruhku kembali dengan segudang anak buahmu yang mengintai setiap gerak-gerikku di rumah Vina?" katanya, suaranya penuh ketegasan.Noah terdiam. Kata-kata Jasmine seperti tamparan yang menyadarkannya akan sesuatu yang selama ini ia tolak untuk diakui, dialah yang sebenarnya ingin Jasmine kembali. Namun, egonya yang besar menutupinya dengan sikap dingin dan tuduhan-tuduhan tak berdasar.Jasmine menyadari perubahan ekspresi Noah dan memanfaatkan momen itu. "Jangan bertingkah seolah-olah aku ini yang tiba-tiba datang tanpa alasan. Kau yang memaksaku kembali, Noah," katanya, matanya menyala dengan kemarahan. "Tapi sekarang kau malah memperlakukanku seperti orang asing yang harus kau awasi setiap saat."Noah meremas kedua tangannya di saku celana, mencoba menahan dirinya untuk tidak terpancing. "Aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan sesuai rencana," elaknya.Jasmine tertawa sinis. "Oh, begitu? Seperti di Simpang Jalan Arthaloka? Kau masih ingat, Noah? Saat kau
Sebelum Jasmine bisa bereaksi, bibirnya tiba-tiba dilumat dengan kasar. Noah mencium Jasmine tanpa peringatan, menyalurkan semua emosi yang terpendam dalam sentuhan yang menuntut. Jasmine tersentak, tubuhnya membeku seketika.Butuh beberapa detik bagi Jasmine untuk kembali ke kesadarannya. Dengan sekuat tenaga, dia mendorong dada Noah hingga pria itu sedikit terhuyung ke belakang. "Pulang sana!" serunya, napasnya memburu karena kejadian barusan.Noah hanya menatapnya dengan sorot mata kelam, masih belum berkata apa-apa.Jasmine mengepalkan tangannya, masih merasakan sisa sensasi di bibirnya yang kini berdenyut perih."Kau hanya menjadi beban mentalku, Noah," katanya dengan suara bergetar karena marah dan frustasi. "Aku tidak mau membuat Kak Zora cemburu. Dia terlalu baik untukku."Mendengar itu, ekspresi Noah berubah. Matanya berkilat tajam, ada sesuatu di dalamnya yang tidak bisa dijelaskan, campuran antara kemarahan, luka, dan sesuatu yang lebih dalam lagi.Tapi dia tidak mengatakan
Ryan mengerutkan kening. "Istri? Maksudmu, Jasmine?"Jasmine berusaha menarik tangannya dari Noah, tetapi pria itu menggenggamnya semakin erat.Ryan yang sudah kehilangan kesabaran langsung melayangkan pukulan ke wajah Noah. "Kau pikir bisa seenaknya menarik wanita seperti itu?"Noah yang terkena pukulan mundur selangkah, tetapi dia tidak tinggal diam. Dengan cepat, dia membalas pukulan Ryan, membuat suasana semakin panas.Jasmine panik melihat mereka mulai berkelahi. "Sudah cukup! Jangan pukul lagi! Dia suamiku!" teriaknya.Ryan yang mendengar itu langsung membeku di tempat.Matanya membulat, menatap Jasmine dengan ekspresi tak percaya. "Apa yang kau katakan, Jasmine?"Jasmine menggigit bibirnya, tidak bisa berkata apa-apa.Noah tidak memberi Ryan kesempatan untuk bertanya lebih lanjut. Dengan wajah penuh amarah, dia menggenggam tangan Jasmine lebih erat, menyeretnya menuju mobil.Pintu mobil dibanting dengan kasar, dan dalam hitungan detik, Noah melaju kencang meninggalkan kampus.D
"Aku sudah katakan dari awal, jangan pernah tertarik padaku… dan jangan pernah mencoba mengumpanku." Setelah mengatakan itu, Noah akhirnya melepaskannya dan kembali duduk di kursinya, tangannya mencengkeram kemudi dengan kuat.Jasmine masih terdiam, jantungnya belum juga kembali normal. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Suasana di dalam mobil menjadi hening.Jasmine masih bisa merasakan panas di wajahnya setelah ciuman yang baru saja terjadi. Hatinya berdegup tak menentu, tetapi Noah tetap diam, menatap lurus ke depan dengan ekspresi sulit ditebak.Namun, yang membuat Jasmine semakin cemas adalah fakta bahwa Noah tidak membawa mereka pulang ke Raflesia Hills.Sebaliknya, pria itu terus melajukan Bentley hitamnya, menyusuri jalanan sepi yang semakin lama semakin jauh dari kota."Ke mana kita pergi?" tanya Jasmine akhirnya, mencoba mempertahankan ketenangannya meskipun dadanya masih terasa sesak.Noah tidak menjawab. Mobil terus bergerak, memasuki area dengan deretan pepohonan pinus
Namun, tanpa Jasmine sadari, Noah terkekeh kecil melihat tingkahnya yang konyol.Tak lama, Noah mendekatinya, menggenggam tangannya, dan menariknya masuk ke dalam vila."Istirahatlah," kata Noah dengan nada datar. "Aku tidak ingin berdebat. Aku akan memesan makanan dan minuman untukmu. Kasihan bayiku nanti kelaparan."Langkah Jasmine langsung terhenti. "Bayiku?"Matanya membulat, menatap Noah yang tetap bersikap seolah kata-kata itu bukanlah sesuatu yang besar.Seketika, rasa senang muncul di hati Jasmine. "Jadi dia menyuruhku istirahat karena peduli?"Namun, sebelum senyum di wajahnya benar-benar terbentuk, realita langsung menghantamnya seperti batu bata."Ternyata bukan aku yang dia pedulikan, tapi bayi yang ada di perutku." Jasmine mengumpat pelan, wajahnya menunjukkan ekspresi antara kesal dan frustasi.Sementara itu, Noah hanya meliriknya sekilas sebelum berjalan menuju meja di sudut ruangan untuk memesan makanan.Jasmine berdecak kesal, lalu duduk di sofa dengan wajah cemberut.
Wanita itu jelas berusaha mendekatkan diri pada Noah, mencari kesempatan untuk berbicara atau bahkan menyentuhnya. Setiap kali Noah tertawa atau berbicara dengan seseorang, Vanesia selalu berusaha masuk ke dalam percakapan, seolah dia ingin memastikan dirinya tetap menjadi pusat perhatian Noah."Astaga, wanita ini benar-benar tak tahu malu," gumam Jasmine pelan, menusuk potongan daging steak di piringnya dengan garpu seolah itu wajah Vanesia.Namun, yang membuat hatinya semakin tidak nyaman adalah kenyataan bahwa Noah tidak benar-benar menolak interaksi itu."Dia menikmati ini?" pikirnya, cemburu mulai menguasai pikirannya meskipun Jasmine mencoba menyangkalnya.Jasmine menghela napas panjang, mencoba mengalihkan perhatiannya dengan melihat pemandangan di sekelilingnya. Namun, pandangannya tetap kembali ke arah Noah dan Vanesia.Hingga akhirnya, dia tidak tahan lagi. Tanpa sadar, Jasmine bangkit dari duduknya, menaruh serbet di atas meja, dan melangkah cepat menuju lapangan golf.Seke
Jasmine membalas dengan tatapan tajam, matanya seakan mengatakan segalanya. "Aku tahu, tapi aku tidak akan membiarkan wanita itu berpikir lain.""Aku hanya merasa sedikit heran, kau tak pernah sekalipun menunjukkan sisi ini sebelumnya," ujar Noah, sedikit terkejut dengan ketegasan Jasmine yang semakin jelas.Jasmine menatapnya lama, memastikan kata-katanya diterima dengan tepat. "Aku tidak akan lagi membiarkan siapa pun menganggap aku lemah atau hanya sekadar istri di sampingmu, Noah. Aku lebih dari itu."Noah akhirnya mengangguk pelan, mengerti apa yang sedang disampaikan oleh Jasmine. "Aku paham, sayang," katanya, suaranya lebih dalam dan penuh makna.Tapi dibalik kata itu Noah mengirim pesan, Jasmine segera membukanya : ”Ingat ini hanya permainan, terimakasih telah membantuku untuk menolak secara halus. Setidaknya tuan Bulharm , tidak akan berani membawa putri sulungnya lagi sebagai umpan bisnis.”Jasmine tersenyum puas, merasa bahwa langkah pertamanya dalam "perang" ini telah berh
Sore harinya, Jasmine dan tim hukum membuka sistem cadangan itu. Dengan bantuan ahli digital forensik, dana sebesar 1,7 miliar dolar muncul dalam 13 akun berbeda di bawah nama entitas tak dikenal.“Ini cukup untuk membiayai Project Axis selama dua dekade penuh,” ujar Evan dengan nada kagum.Jasmine menatap layar dengan tenang. “Ayah tidak hanya meninggalkan warisan. Dia meninggalkan senjata terakhir.”Kiara menambahkan, “Dengan ini, kita bisa memperkuat keamanan digital, memberi perlindungan untuk saksi, dan memperluas koalisi.”“Dan kita lakukan itu malam ini,” ucap Jasmine.Sementara itu, di Zurich, Leonhart mendapat kabar bahwa seluruh asetnya telah dibekukan. Lebih buruk lagi, satu per satu mitra bisnis lamanya mulai menawarkan kerja sama kepada Project Axis.“Ini pengkhianatan,” geram Leonhart sambil meremukkan gelas di tangannya.Klemens menjawab datar. “Ini... kelangsungan hidup.”Leonhart bangkit dari kursi. “Kalau begitu, aku harus mencari jalan keluar sebelum semuanya hilang
“Aku tidak menyangka mereka akan bergerak secepat ini,” kata Evan, melihat daftar partisipan yang terus bertambah.Jasmine menjawab, “Dunia sudah lelah dijajah oleh sistem yang tak terlihat. Kita hanya menyalakan lentera. Mereka yang lain... membawa obor.”Tapi seperti angin sebelum badai, keheningan tidak bertahan lama. Di sore yang dingin, sebuah ledakan kecil terjadi di salah satu gudang data Project Axis di pinggiran Lioren. Tidak ada korban, tapi jelas... ini bukan kecelakaan.“Pesan dari jaringan lama,” ujar Kiara sambil menunjukkan hasil investigasi awal. “Mereka mulai menargetkan infrastruktur. Mereka tidak bisa menghentikanmu secara hukum, jadi mereka serang fondasinya.”Jasmine menatap puing-puing digital dari rekaman drone. Wajahnya tak bergeming.“Kalau begitu... kita pindahkan data ke server awan global, dengan backup di enam negara berbeda. Kita jangan beri mereka kesempatan kedua.”Noah masuk dengan wajah serius. “Dan aku baru dapat laporan. Ada tiga pria tak dikenal ya
Fajar menyingsing perlahan di langit Avenhurst, tapi hari itu bukan awal biasa. Di ruang tengah kediaman perlindungan tinggi tempat Jasmine ditampung, belasan layar digital menyala serempak. Wajah-wajah dari berbagai penjuru dunia muncul melalui jaringan video terenkripsi—pengacara HAM internasional, jaksa dari Eresia dan Valmora, perwakilan Interpol, serta penasihat hukum dari Mahkamah Internasional.Jasmine duduk di kursi utama. Ia mengenakan setelan hitam dengan rambut dikuncir rapi. Di sampingnya, Kiara dan Evan menatap layar dengan mata yang tak berkedip.“Langkah ini tidak hanya historis,” ujar Kiara, “tapi juga berisiko tinggi. Begitu nama Leonhart diajukan ke Mahkamah Internasional, ia akan diperlakukan sebagai penjahat kelas berat. Dan itu bisa memicu tindakan terakhir dari jaringannya.”Jasmine mengangguk. “Aku tahu. Tapi kita tidak lagi bicara tentang pencucian uang atau sabotase korporat. Kita bicara tentang konspirasi pembunuhan, pelanggaran HAM, dan ancaman terhadap stab
Sementara itu, Jasmine dan Noah kembali ke hotel mereka setelah menghadiri resepsi diplomatik kecil yang digelar di Konsulat Lioren. Jasmine merasa kelelahan, namun damai. Dunia tampaknya menyambut pidatonya dengan antusias. Belasan negara telah menyatakan niat bergabung dalam Koalisi Anti-Korupsi Korporat Dunia.Namun di lobi hotel, salah satu staf keamanan mendekati mereka.“Maaf, Ibu Jasmine. Mobil pengawal Anda terlihat mengalami kerusakan. Kami menyarankan Anda untuk naik kendaraan cadangan yang sudah disiapkan.”Kiara, yang datang bersama dari belakang, menyipitkan mata. “Mobil rusak? Tapi tadi pagi sudah dicek.”Noah langsung tanggap. “Tunda. Kita tetap di sini sampai tim teknis kita periksa langsung.”Sementara staf itu berlalu, Jasmine berbisik, “Perasaanmu juga tidak enak?”Noah mengangguk. “Sangat.”Tiga puluh menit kemudian, laporan datang. Salah satu baut rem ken
Jasmine berdiri. Langkahnya mantap menuju podium. Cahaya lampu menyorot wajahnya, dan ribuan mata tertuju padanya.Ia membuka pidatonya dengan suara yang tenang tapi tegas.“Terima kasih atas kesempatan ini. Nama saya Jasmine Jorse. Hari ini, saya tidak hanya berbicara sebagai pemimpin sebuah perusahaan, tapi sebagai saksi dari bagaimana sistem keuangan yang tidak terawasi bisa menghancurkan keluarga, kepercayaan, dan masa depan.”Ia berhenti sejenak. Tatapannya menyapu seluruh ruangan.“Saya lahir dari darah seorang industrialis yang jujur dan seorang ibu yang mencintai keadilan. Mereka dibunuh, bukan oleh peluru, tapi oleh sistem yang membiarkan korupsi tumbuh di balik nama-nama besar.”Hening. Beberapa orang mulai menegakkan badan.“Selama puluhan tahun, banyak dari kita menutup mata atas praktik-praktik keuangan gelap yang dikemas dalam bahasa legal. Kita memberi ruang bagi orang seperti Leonhart Vasmer dan
“Jas... Ada seseorang dari dalam Levara Group mengirimkan pesan rahasia.”Jasmine berdiri. “Siapa?”Kiara menyerahkan sebuah flashdisk dan dokumen cetak.“Namanya tidak disebut, tapi tanda tangannya mencocok dengan seorang analis senior bernama Aline Köhler. Dia dikabarkan sudah lama tidak muncul di media, dan ternyata... dia menyimpan dokumen internal.”Jasmine membuka file pertama di layar laptop. Di sana, terdapat ratusan halaman laporan transfer dana fiktif, rekaman rapat tertutup yang memperlihatkan Leonhart menyuruh stafnya menekan media, dan yang paling mencengangkan: dokumen strategi hukum menyerang Jasmine, tertanggal sebulan sebelum gugatan didaftarkan.“Aline memberikan semua ini?” bisik Jasmine, nyaris tak percaya.Kiara mengangguk. “Dia bilang dalam pesannya: ‘Saya tidak bisa melawan langsung. Tapi saya percaya kamu bisa.’”Jasmine memandang laya
Sore hari, Jasmine menerima kabar bahwa Levara Group secara resmi mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Komersial Internasional Avenhurst.“Gugatan ini tidak berdasar,” ujar Kiara. “Tapi tetap harus kita jawab.”Jasmine membaca dokumen gugatan. Tuduhannya kejam: penyalahgunaan informasi pribadi, sabotase ekonomi, dan pencemaran nama baik.“Dia menyerang dari jalur hukum karena sudah kalah di jalur fakta,” ucap Jasmine pelan. “Tapi kita tidak boleh gegabah. Kita jawab elegan. Kita buktikan kebenaran bisa berjalan lurus tanpa harus menabrak.”Malam hari, setelah hari yang panjang dan rapat yang tak ada habisnya, Jasmine akhirnya kembali ke kamar hotel tempat ia menginap bersama Noah. Penerangan temaram, lampu-lampu kota Eresia berkelap-kelip seperti bintang-bintang kecil dari balik jendela kaca.Noah sudah menunggunya. Ia duduk di sofa dengan mengenakan kaus gelap dan celana santai, rambutnya sedikit acak.“Kau terlihat seperti ratu perang yang baru pulang dari medan tempur,” gumam
Tangannya bergetar.“Noah,” bisiknya saat pria itu menghampiri.“Ada apa?”Jasmine menyodorkan dokumen itu dengan mata basah. “Mereka… mereka tidak hanya berkhianat. Mereka membunuh.”Sesi kedua sidang dibuka dengan panggilan terhadap saksi ahli forensik kendaraan. Ia menjelaskan bahwa tingkat kerusakan sistem rem tidak mungkin terjadi karena usia atau kelalaian servis. Ia menunjukkan simulasi digital yang menunjukkan titik-titik sabotase.Hakim terlihat terguncang. Lucas mulai gelisah. Ia mencoba berdiskusi dengan pengacaranya, tapi mikrofon ruang sidang menangkap ucapannya:“Aku bilang hentikan semua jejak itu. Kenapa masih ada yang muncul?”Sorotan kamera langsung diarahkan ke wajahnya. Raut panik dan kemarahan membuatnya tak lagi mampu menyembunyikan kecemasan.Jaksa Norell lalu berdiri dengan bukti tambahan.“Yang Mulia, kami memohon agar Lucas Greif ditahan tanpa syarat selama penyelidikan. Bukti menunjukkan adanya potensi penghilangan jejak, tekanan terhadap saksi, dan keterlib
Noah, yang melihat semua itu, langsung menghubungi Jasmine.“Aku tahu ini menyakitkan. Tapi jangan biarkan hal-hal itu mengalihkanmu.”“Aku tidak akan mundur,” sahut Jasmine tegas. “Tapi aku tidak bisa bohong, ini melelahkan.”“Aku akan ke Eresia besok,” kata Noah. “Kamu tidak harus hadapi ini sendirian lagi.”Jasmine terdiam sejenak, lalu suaranya melunak. “Terima kasih. Mungkin kali ini... aku memang butuh bahumu lebih dari sekadar kata-kata.”Sore itu, Jasmine duduk sendiri di taman kecil belakang kantor EILI. Suara burung camar terdengar samar. Ia menutup mata sejenak.Langkah kaki menghampiri. Noah datang, lebih cepat dari yang dijanjikan. Pria itu berdiri di depannya, dengan senyum penuh kehangatan.“Aku tahu kau bilang besok,” kata Jasmine, sedikit terkejut.“Aku tahu kau butuh hari ini.”Jasmine berdiri. Mereka saling mendekat, lalu tanpa banyak kata, Noah menariknya ke dalam pelukan. Pelukan itu lama. Lama sekali. Seolah seluruh dunia menjadi latar belakang bisu.Saat Jasmine