"Semua ini mulai masuk akal, tapi juga semakin rumit," suara Jasmine terdengar lirih saat ia menatap jendela, memperhatikan gerimis yang tak kunjung reda.
Hujan gerimis turun membasahi kota Velmor ketika Jasmine dan Noah tiba di vila persembunyian mereka. Udara malam yang dingin masih terasa menusuk, seolah membawa sisa ketegangan dari pengejaran mereka sebelumnya. Jasmine melepas mantelnya, lalu berjalan ke dekat jendela. Tetesan air hujan membentuk pola abstrak di kaca, mencerminkan pikirannya yang kacau.
"Apa yang dikatakan Herman mengubah segalanya," lanjutnya, suaranya terdengar lebih serius. "Kematian ayahku bukan kecelakaan, seperti yang selalu kupikirkan. Dia dibunuh, Noah. Dan semua jejak mengarah ke Roberto."
Noah yang berdiri di dekat meja, menyilangkan tangan di dadanya, menatapnya lekat-lekat. "Bukan hanya Roberto," gumamnya. "Jika benar perusahaan ayahmu diambil alih secara paksa, berarti ada orang lain yan
Setiap sentuhan laki-laki itu membuat tubuhnya melebur, seolah hanya Noah yang nyata di dunia ini.Saat akhirnya mereka menarik diri, bibir Jasmine masih bergetar, matanya berkilat dengan emosi yang sulit diartikan. Noah menempelkan dahinya ke dahinya, napasnya berat, tetapi ada seulas senyum di sudut bibirnya."Aku tidak akan membiarkanmu menghadapi semua ini sendirian," bisiknya. "Apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada untukmu.""Noah..." bisiknya pelan, suara Jasmine terdengar seperti hembusan angin yang hampir lenyap di antara hujan yang turun di luar. Mereka terhenti sejenak, saling menatap dengan napas yang masih terengah.Tatapan Noah menyala gelap, dalam, dan dipenuhi keinginan yang tertahan. Jemarinya yang kokoh membingkai wajah Jasmine, ibu jarinya mengusap lembut pipinya yang terasa hangat meski udara di sekeliling mereka begitu dingin. "Katakan jika kau ingin aku berhenti."Namu
Sinar matahari pagi menyelinap melalui celah tirai, menerangi ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Jasmine menggeliat pelan, merasakan kehangatan tubuh Noah yang masih tertidur di sampingnya. Dengkuran halus pria itu terdengar, ritmis dan menenangkan, membuat Jasmine tersenyum kecil.Ia membiarkan jemarinya menelusuri dada Noah yang terbuka, merasakan detak jantungnya yang stabil. Sejenak, ia hanya ingin menikmati keheningan ini—sebuah momen langka di tengah badai yang masih mengintai di luar sana.‘Siapa sangka CEO dingin dan arogan ini bisa mendengkur juga? Ck, kalau orang-orang kantor tahu, pasti wibawanya langsung runtuh.’Jasmine menahan tawa, menggigit bibirnya agar tidak bersuara. Ia menoleh sedikit, memperhatikan wajah Noah yang masih terlelap. Alis pria itu berkerut samar, seolah sedang bermimpi sesuatu.‘Apa dia sedang bermimpi tentang kontrak? Atau saham? Ata
Pagi itu, suasana di vila tempat Noah dan Jasmine bersembunyi masih diselimuti ketenangan. Namun, ketenangan itu hanyalah permukaan sebelum badai besar datang menerjang.Noah yang tengah menyesap kopinya di teras vila menerima laporan dari seseorang yang selama ini ditugaskan untuk menyelidiki pergerakan Zora."Tuan Noah, kami telah mengonfirmasi bahwa selama ini Nyonya Zora sering bertemu dengan seseorang di apartemennya," ujar pria di ujung telepon.Mata Noah mengerucut tajam. "Siapa?""Juan... pria yang beberapa kali pernah Anda peringatkan untuk menjauhi Jasmine. Kami memiliki bukti foto dan video yang cukup jelas."Noah menggenggam ponselnya erat, rahangnya mengeras. Rasa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya, bukan karena terkejut, melainkan karena amarah yang sudah lama ia pendam akhirnya meledak."Kirimkan semuanya kepadaku. Aku ingin bukti yang tak ter
Setelah malam yang penuh gejolak di apartemen Zora, Noah kembali ke Arthaloka dengan perasaan campur aduk. Mobilnya melaju di sepanjang jalanan kota yang sepi, hanya ditemani oleh pikirannya yang berputar-putar tanpa henti. Perpisahan itu tidak menyakitinya seperti yang ia bayangkan. Justru, ada rasa lega yang menyusup di dalam dadanya.Saat fajar mulai menyingsing, ia tiba di Raflesia Hills, rumah tempatnya bersama Jasmine dan putranya. Udara pagi terasa sejuk, aroma embun yang khas masih menggantung di sekitar. Noah memarkir mobilnya dengan tenang, kemudian masuk ke dalam rumah. Suasana begitu damai, berbeda dengan hiruk-pikuk emosinya semalam.Di dalam kamar, Jasmine masih tertidur pulas, tubuhnya berselimut rapat. Noah berdiri di ambang pintu, memperhatikannya dalam diam. Hatinya terasa lebih ringan saat melihat wanita itu, wanita yang seharusnya sejak awal berada di sisinya. Ia mendekat, duduk di tepi ranjang, lalu mengusap lembut pipi
Suasana di Raflesia Hills pagi itu begitu hening. Setelah malam penuh kejutan dan pengakuan Noah tentang perceraiannya dengan Zora, Jasmine masih mencoba mencerna semuanya. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri ada perasaan lega di hatinya, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa badai baru mungkin akan segera datang.Noah masih duduk di tepi ranjang, menatap Jasmine yang masih belum mengatakan apa pun. Mata pria itu penuh ketegasan, seolah ingin memastikan bahwa keputusannya tidak akan berubah.“Aku ingin kita memulai semuanya dari awal,” kata Noah tiba-tiba. “Aku ingin kita menjadi keluarga yang sebenarnya.”Jasmine terdiam. Mulutnya sedikit terbuka, ingin mengeluarkan kata-kata, tetapi sebelum ia sempat menjawab, suara ketukan pintu terdengar.Nikmah, asisten rumah tangga mereka, berdiri di ambang pintu dengan wajah panik. “Maaf mengganggu, Tuan Noah, Nona Jasmine&helli
“Noah, duduklah sebentar. Kau membuatku ikut cemas,” ujar Jasmine pelan, mencoba menenangkan pria itu yang terus mondar-mandir.Noah berhenti sejenak, menatap Jasmine dengan sorot mata penuh kegelisahan. “Bagaimana mungkin aku bisa duduk diam saat anak kita terbaring di dalam sana?” suaranya bergetar, menahan rasa frustrasi yang meluap.Jasmine menggenggam tangannya, memberinya sedikit ketenangan. “Aku juga khawatir, tapi kita harus percaya pada dokter. Anak kita kuat.”Noah menghela napas panjang, lalu akhirnya duduk di samping Jasmine, tetap menggenggam tangannya erat. Waktu seolah berjalan begitu lambat hingga suara pintu ruang perawatan terbuka, membuat mereka langsung berdiri.Dokter yang menangani anak mereka akhirnya keluar, melepaskan masker medisnya dengan ekspresi lebih tenang.“Dokter, bagaimana kondisi anak kami?” tanya
Di dalam ruang perawatan, suasana terasa lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Bayi mereka masih tertidur setelah menerima perawatan. Jasmine duduk di kursi samping tempat tidur, sementara Noah bersandar di dinding dengan tangan terlipat di dada. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sekejap.Ponsel Noah kembali bergetar. Kali ini, bukan hanya pesan, melainkan telepon dari pengacaranya."Zora telah mengajukan banding untuk menunda proses perceraian," suara sang pengacara terdengar serius. "Dia membawa kasus ini ke meja hijau dengan alasan bahwa perceraian akan berdampak buruk pada citranya dan perusahaan keluarga Dirgantara."Noah mengepalkan tangannya erat. "Sialan! Aku sudah menduganya. Apa ada cara lain untuk mempercepat ini?""Satu-satunya cara adalah membuktikan bahwa rumah tanggamu benar-benar tidak bisadipertahankan. Jika ada bukti perselingkuhan atau kesalahan fatal lain, perceraian bi
Noah duduk di depan laptopnya dengan ekspresi dingin dan penuh fokus. Di sampingnya, Jasmine menatap layar dengan sorot mata serius. Beberapa anggota tim humas Dirgantara Corp telah bergabung dalam panggilan video, menunggu instruksi lebih lanjut."Kita tidak bisa membiarkan Zora mengendalikan narasi ini lebih lama," ujar Noah dengan suara tegas. "Aku ingin kalian merancang pernyataan resmi untuk membersihkan namaku dan Jasmine."Salah satu staf humasnya, Aditya, mengangguk. "Tuan Noah, kami sudah menyiapkan beberapa skenario. Namun, kami harus berhati-hati agar tidak terkesan menyerang balik secara langsung, karena publik masih simpatik pada Zora."Jasmine menatap Noah, lalu berkata, "Bagaimana jika kita fokus pada fakta dan membiarkan masyarakat melihat kebenaran tanpa merasa diprovokasi?"Noah mengangguk setuju. "Gunakan pendekatan yang elegan. Kita hanya perlu menunjukkan sisi sebenarnya dari per
Sementara itu, Jasmine dan Noah kembali ke hotel mereka setelah menghadiri resepsi diplomatik kecil yang digelar di Konsulat Lioren. Jasmine merasa kelelahan, namun damai. Dunia tampaknya menyambut pidatonya dengan antusias. Belasan negara telah menyatakan niat bergabung dalam Koalisi Anti-Korupsi Korporat Dunia.Namun di lobi hotel, salah satu staf keamanan mendekati mereka.“Maaf, Ibu Jasmine. Mobil pengawal Anda terlihat mengalami kerusakan. Kami menyarankan Anda untuk naik kendaraan cadangan yang sudah disiapkan.”Kiara, yang datang bersama dari belakang, menyipitkan mata. “Mobil rusak? Tapi tadi pagi sudah dicek.”Noah langsung tanggap. “Tunda. Kita tetap di sini sampai tim teknis kita periksa langsung.”Sementara staf itu berlalu, Jasmine berbisik, “Perasaanmu juga tidak enak?”Noah mengangguk. “Sangat.”Tiga puluh menit kemudian, laporan datang. Salah satu baut rem ken
Jasmine berdiri. Langkahnya mantap menuju podium. Cahaya lampu menyorot wajahnya, dan ribuan mata tertuju padanya.Ia membuka pidatonya dengan suara yang tenang tapi tegas.“Terima kasih atas kesempatan ini. Nama saya Jasmine Jorse. Hari ini, saya tidak hanya berbicara sebagai pemimpin sebuah perusahaan, tapi sebagai saksi dari bagaimana sistem keuangan yang tidak terawasi bisa menghancurkan keluarga, kepercayaan, dan masa depan.”Ia berhenti sejenak. Tatapannya menyapu seluruh ruangan.“Saya lahir dari darah seorang industrialis yang jujur dan seorang ibu yang mencintai keadilan. Mereka dibunuh, bukan oleh peluru, tapi oleh sistem yang membiarkan korupsi tumbuh di balik nama-nama besar.”Hening. Beberapa orang mulai menegakkan badan.“Selama puluhan tahun, banyak dari kita menutup mata atas praktik-praktik keuangan gelap yang dikemas dalam bahasa legal. Kita memberi ruang bagi orang seperti Leonhart Vasmer dan
“Jas... Ada seseorang dari dalam Levara Group mengirimkan pesan rahasia.”Jasmine berdiri. “Siapa?”Kiara menyerahkan sebuah flashdisk dan dokumen cetak.“Namanya tidak disebut, tapi tanda tangannya mencocok dengan seorang analis senior bernama Aline Köhler. Dia dikabarkan sudah lama tidak muncul di media, dan ternyata... dia menyimpan dokumen internal.”Jasmine membuka file pertama di layar laptop. Di sana, terdapat ratusan halaman laporan transfer dana fiktif, rekaman rapat tertutup yang memperlihatkan Leonhart menyuruh stafnya menekan media, dan yang paling mencengangkan: dokumen strategi hukum menyerang Jasmine, tertanggal sebulan sebelum gugatan didaftarkan.“Aline memberikan semua ini?” bisik Jasmine, nyaris tak percaya.Kiara mengangguk. “Dia bilang dalam pesannya: ‘Saya tidak bisa melawan langsung. Tapi saya percaya kamu bisa.’”Jasmine memandang laya
Sore hari, Jasmine menerima kabar bahwa Levara Group secara resmi mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Komersial Internasional Avenhurst.“Gugatan ini tidak berdasar,” ujar Kiara. “Tapi tetap harus kita jawab.”Jasmine membaca dokumen gugatan. Tuduhannya kejam: penyalahgunaan informasi pribadi, sabotase ekonomi, dan pencemaran nama baik.“Dia menyerang dari jalur hukum karena sudah kalah di jalur fakta,” ucap Jasmine pelan. “Tapi kita tidak boleh gegabah. Kita jawab elegan. Kita buktikan kebenaran bisa berjalan lurus tanpa harus menabrak.”Malam hari, setelah hari yang panjang dan rapat yang tak ada habisnya, Jasmine akhirnya kembali ke kamar hotel tempat ia menginap bersama Noah. Penerangan temaram, lampu-lampu kota Eresia berkelap-kelip seperti bintang-bintang kecil dari balik jendela kaca.Noah sudah menunggunya. Ia duduk di sofa dengan mengenakan kaus gelap dan celana santai, rambutnya sedikit acak.“Kau terlihat seperti ratu perang yang baru pulang dari medan tempur,” gumam
Tangannya bergetar.“Noah,” bisiknya saat pria itu menghampiri.“Ada apa?”Jasmine menyodorkan dokumen itu dengan mata basah. “Mereka… mereka tidak hanya berkhianat. Mereka membunuh.”Sesi kedua sidang dibuka dengan panggilan terhadap saksi ahli forensik kendaraan. Ia menjelaskan bahwa tingkat kerusakan sistem rem tidak mungkin terjadi karena usia atau kelalaian servis. Ia menunjukkan simulasi digital yang menunjukkan titik-titik sabotase.Hakim terlihat terguncang. Lucas mulai gelisah. Ia mencoba berdiskusi dengan pengacaranya, tapi mikrofon ruang sidang menangkap ucapannya:“Aku bilang hentikan semua jejak itu. Kenapa masih ada yang muncul?”Sorotan kamera langsung diarahkan ke wajahnya. Raut panik dan kemarahan membuatnya tak lagi mampu menyembunyikan kecemasan.Jaksa Norell lalu berdiri dengan bukti tambahan.“Yang Mulia, kami memohon agar Lucas Greif ditahan tanpa syarat selama penyelidikan. Bukti menunjukkan adanya potensi penghilangan jejak, tekanan terhadap saksi, dan keterlib
Noah, yang melihat semua itu, langsung menghubungi Jasmine.“Aku tahu ini menyakitkan. Tapi jangan biarkan hal-hal itu mengalihkanmu.”“Aku tidak akan mundur,” sahut Jasmine tegas. “Tapi aku tidak bisa bohong, ini melelahkan.”“Aku akan ke Eresia besok,” kata Noah. “Kamu tidak harus hadapi ini sendirian lagi.”Jasmine terdiam sejenak, lalu suaranya melunak. “Terima kasih. Mungkin kali ini... aku memang butuh bahumu lebih dari sekadar kata-kata.”Sore itu, Jasmine duduk sendiri di taman kecil belakang kantor EILI. Suara burung camar terdengar samar. Ia menutup mata sejenak.Langkah kaki menghampiri. Noah datang, lebih cepat dari yang dijanjikan. Pria itu berdiri di depannya, dengan senyum penuh kehangatan.“Aku tahu kau bilang besok,” kata Jasmine, sedikit terkejut.“Aku tahu kau butuh hari ini.”Jasmine berdiri. Mereka saling mendekat, lalu tanpa banyak kata, Noah menariknya ke dalam pelukan. Pelukan itu lama. Lama sekali. Seolah seluruh dunia menjadi latar belakang bisu.Saat Jasmine
Pagi di Eresia tiba dengan udara dingin dan kabut tipis yang menyelimuti gedung-gedung tinggi kota pelabuhan itu. Tapi suasana kantor Kejaksaan Tinggi justru panas sejak dini hari. Setelah pernyataan resmi dibuka untuk publik, penyelidikan atas Leonhart Vasmer dan Lucas Greif berubah dari rumor menjadi aksi nyata.Media lokal dan internasional berkumpul di depan gedung, berebut tempat terbaik untuk mendapatkan gambar pertama dari dokumen penyitaan yang sudah ditandatangani. Wartawan menggali lebih dalam, memunculkan artikel-artikel investigatif yang selama ini terkubur, kini mendapat perhatian kembali.Di ruang kerja Jasmine, yang sementara dipinjam dari kantor hukum EILI, Kiara datang membawa berita besar."Lucas Greif ditangkap tadi pagi di perbatasan selatan Valmora," ucapnya cepat, napas sedikit terengah.Jasmine bangkit dari kursi. “Benarkah?”Kiara mengangguk. “Dia mencoba kabur ke wilayah netral, tapi ditahan setelah surat penangkapan internasional keluar malam tadi.”Suasana r
Pagi menyelimuti Eresia dengan cahaya keemasan yang lembut, tapi di dalam ruang rapat kantor hukum internasional EILI, ketegangan menyatu dengan antusiasme. Jasmine duduk di kursi utama, diapit oleh Kiara dan penasihat hukum Eresia. Di hadapan mereka, berkas-berkas hasil investigasi yang telah diperkuat oleh pernyataan saksi Grego Marven dan dokumen asli dari arsip Ardian Jorse tersusun rapi, siap diserahkan ke otoritas hukum Eresia.“Dengan ini, kami menyerahkan semua bukti sebagai dasar pembukaan kembali kasus tertutup tahun 2005 atas nama Lucas Greif dan Leonhart Vasmer,” ucap Jasmine dengan tegas.Dokumen itu diterima oleh perwakilan Kejaksaan Eresia, Tuan Adelric Norell, seorang pria muda dengan reputasi bersih yang dikenal gemar menindak kasus korupsi lintas negara. Ia membaca sekilas, lalu mengangguk.“Materi ini cukup kuat untuk membuka jalur hukum formal. Dalam waktu 48 jam, kami akan keluarkan surat penyelidikan resmi. Jika terbukti valid, nama Leonhart akan masuk daftar pen
Langit Eresia diselimuti kabut pagi ketika pesawat pribadi yang ditumpangi Jasmine, Kiara, dan tim hukum mendarat di bandara internasional kota tersebut. Meski Eresia dikenal sebagai kota pelabuhan yang sibuk, pagi itu terasa seperti menyimpan rahasia yang siap terbongkar.“Selamat datang kembali di tempat masa lalu ayahmu pernah bergema,” bisik Kiara saat mereka menuruni tangga pesawat.Jasmine mengangguk pelan. “Dan semoga kita pulang membawa kebenaran yang selama ini dikubur.”Tim mereka langsung menuju kantor hukum independen yang sebelumnya bekerja sama dengan Ardian Kartika Jorse. Pria yang menyambut mereka adalah Lucian Velmar, mantan asisten hukum Ardian dua dekade lalu, kini kepala penasihat hukum di Eresia International Law Institute.“Jasmine Jorse…” ucapnya dengan nada emosional saat melihat wajah Jasmine. “Kau mewarisi mata ibumu, dan ketegasan ayahmu.”“Terima kasih, Pak Lucian. Aku datang untuk mengungkap apa yang belum sempat Ayah dan Ibu ungkapkan,” jawab Jasmine.Mer