“Noah, duduklah sebentar. Kau membuatku ikut cemas,” ujar Jasmine pelan, mencoba menenangkan pria itu yang terus mondar-mandir.
Noah berhenti sejenak, menatap Jasmine dengan sorot mata penuh kegelisahan. “Bagaimana mungkin aku bisa duduk diam saat anak kita terbaring di dalam sana?” suaranya bergetar, menahan rasa frustrasi yang meluap.
Jasmine menggenggam tangannya, memberinya sedikit ketenangan. “Aku juga khawatir, tapi kita harus percaya pada dokter. Anak kita kuat.”
Noah menghela napas panjang, lalu akhirnya duduk di samping Jasmine, tetap menggenggam tangannya erat. Waktu seolah berjalan begitu lambat hingga suara pintu ruang perawatan terbuka, membuat mereka langsung berdiri.
Dokter yang menangani anak mereka akhirnya keluar, melepaskan masker medisnya dengan ekspresi lebih tenang.
“Dokter, bagaimana kondisi anak kami?” tanya
Di dalam ruang perawatan, suasana terasa lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Bayi mereka masih tertidur setelah menerima perawatan. Jasmine duduk di kursi samping tempat tidur, sementara Noah bersandar di dinding dengan tangan terlipat di dada. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sekejap.Ponsel Noah kembali bergetar. Kali ini, bukan hanya pesan, melainkan telepon dari pengacaranya."Zora telah mengajukan banding untuk menunda proses perceraian," suara sang pengacara terdengar serius. "Dia membawa kasus ini ke meja hijau dengan alasan bahwa perceraian akan berdampak buruk pada citranya dan perusahaan keluarga Dirgantara."Noah mengepalkan tangannya erat. "Sialan! Aku sudah menduganya. Apa ada cara lain untuk mempercepat ini?""Satu-satunya cara adalah membuktikan bahwa rumah tanggamu benar-benar tidak bisadipertahankan. Jika ada bukti perselingkuhan atau kesalahan fatal lain, perceraian bi
Noah duduk di depan laptopnya dengan ekspresi dingin dan penuh fokus. Di sampingnya, Jasmine menatap layar dengan sorot mata serius. Beberapa anggota tim humas Dirgantara Corp telah bergabung dalam panggilan video, menunggu instruksi lebih lanjut."Kita tidak bisa membiarkan Zora mengendalikan narasi ini lebih lama," ujar Noah dengan suara tegas. "Aku ingin kalian merancang pernyataan resmi untuk membersihkan namaku dan Jasmine."Salah satu staf humasnya, Aditya, mengangguk. "Tuan Noah, kami sudah menyiapkan beberapa skenario. Namun, kami harus berhati-hati agar tidak terkesan menyerang balik secara langsung, karena publik masih simpatik pada Zora."Jasmine menatap Noah, lalu berkata, "Bagaimana jika kita fokus pada fakta dan membiarkan masyarakat melihat kebenaran tanpa merasa diprovokasi?"Noah mengangguk setuju. "Gunakan pendekatan yang elegan. Kita hanya perlu menunjukkan sisi sebenarnya dari per
Sore itu, semua media besar berkumpul di aula konferensi Dirgantara Corp. Para jurnalis sudah menyiapkan kamera dan alat perekam mereka. Suasana tegang menyelimuti ruangan, semua orang menunggu sosok yang akan berbicara di depan publik.Saat akhirnya pintu terbuka, Oma Dursilla melangkah masuk dengan langkah tegap dan wajah penuh wibawa.Para wartawan langsung menyerbu dengan berbagai pertanyaan. Namun, Dursilla mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka diam. Dengan tenang, ia berdiri di depan mikrofon dan mulai berbicara."Saya adalah Dursilla Dirgantara, dan hari ini saya akan mengungkapkan kebenaran yang selama ini tersembunyi."Ruangan langsung hening. Semua mata tertuju pada wanita tua yang penuh kharisma itu."Selama ini, saya membiarkan beberapa hal terjadi karena saya ingin melihat bagaimana mereka bertindak. Namun, kini sudah waktunya kebenaran terungkap. Zora tidak pernah men
Oma Dursilla duduk di ruang konferensi pers dengan ekspresi tenang namun berwibawa. Di hadapannya, puluhan wartawan dari berbagai media bersiap dengan kamera dan alat rekam.Hari ini, kebenaran yang selama ini tersimpan rapat akan diungkapkan ke publik.Sementara itu, di kediaman Dirgantara, Noah dan Jasmine duduk di depan layar televisi, menyaksikan siaran langsung yang akan mengubah segalanya. Ketegangan terasa di antara mereka, tetapi ada kepercayaan yang kuat bahwa ini adalah langkah yang harus diambil.“Para hadirin sekalian, saya Dursilla Dirgantara, akan memberikan klarifikasi terkait polemik yang selama ini beredar,” ujar Oma Dursilla dengan nada mantap. “Selama bertahun-tahun, keluarga Dirgantara menyembunyikan kebenaran mengenai pernikahan cucu saya, Noah Dirgantara, dengan Zora.”Para wartawan langsung berbisik-bisik, beberapa bahkan mulai mencatat dengan cepat.Oma Dursil
Suasana di kediaman Dirgantara kembali memanas setelah konferensi pers yang dilakukan oleh Oma Dursilla. Pengungkapan besar-besaran itu membuat media geger, publik heboh, dan yang paling terpukul adalah Zora. Wanita itu kini berada dalam pusaran masalah yang semakin sulit ia kendalikan.Zora berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Pikirannya berputar cepat, mencoba mencari jalan keluar dari kekacauan yang kini menelannya."Tidak! Ini tidak boleh terjadi!" gumamnya dengan suara bergetar. Ia mengangkat ponselnya dan menekan nomor Juan. "Kau harus membantuku, Juan. Kita harus membalikkan keadaan sebelum semuanya terlambat."Juan yang berada di apartemennya hanya mendengus kecil. "Zora, aku sudah memperingatkanmu sejak awal. Kau bermain terlalu jauh, dan sekarang, kau mulai kehilangan kendali.""Aku tidak peduli!" Zora berteriak frustrasi. "Aku
Noah menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Berita tentang pernyataan pers yang dibuat oleh Oma Dursilla telah menyebar dengan cepat. Media menggempur keluarga Dirgantara dengan berbagai pertanyaan. Tak hanya itu, berbagai spekulasi mulai bermunculan mengenai kebenaran hubungan Noah dan Jasmine."Kita harus segera bertindak," ucap Noah tegas, meletakkan ponselnya di meja.Jasmine yang duduk di sampingnya menatapnya dengan cemas. "Apa yang bisa kita lakukan sekarang?""Kita perlu memperkuat posisi kita di hadapan media. Oma Dursilla sudah mengambil langkah besar dengan mengungkapkan semuanya, sekarang tugas kita adalah memastikan publik tahu siapa yang sebenarnya berbohong."Jasmine mengangguk, meski di dalam hatinya ada sedikit kekhawatiran. Semua ini terasa terlalu cepat dan mendadak. Namun, ia sadar bahwa tidak ada jalan lain selain maju ke depan.Di tempat lain, Zora
“Kau pikir ini sudah berakhir, Jasmine?” bisiknya sambil meraih ponselnya.Ia mengetik sebuah pesan singkat dan mengirimnya ke nomor misterius. Beberapa detik kemudian, ponselnya bergetar, dan sebuah balasan muncul."Target dikunci. Siap eksekusi kapan saja." Zora menatap layar dengan senyum penuh kemenangan.Pertarungan ini baru saja dimulai, dan kali ini, ia akan memastikan Jasmine tidak punya tempat untuk bersembunyi.Malam telah larut ketika Jasmine duduk di tepi ranjangnya, menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong. Berita mengenai konferensi pers Noah masih terus menjadi sorotan utama di berbagai media. Reaksi publik mulai terpecah; ada yang mulai memahami situasi sebenarnya, tetapi tak sedikit pula yang masih memihak Zora.Noah masuk ke kamar dengan ekspresi serius. Ia meletakkan jasnya di sandaran kursi lalu mendekati Jasmine. “Kau harus tidur, Jas.
Di tempat lain, seseorang duduk di dalam mobil hitam yang terparkir di seberang kediaman Noah dan Jasmine. Orang itu menyalakan ponselnya, membuka sebuah pesan dari Zora."Pastikan mereka tidak bisa bernapas lega."Orang itu tersenyum samar sebelum mengetik balasan. "Segera."Beberapa detik kemudian, ponselnya kembali bergetar. Kali ini, sebuah instruksi tambahan muncul. "Kita buat mereka takut dulu. Aku ingin mereka tahu bahwa mereka tidak akan pernah bisa hidup tenang."Pria itu mengangkat kamera kecilnya, mengarahkannya ke rumah Noah dan Jasmine, lalu menekan tombol rekam. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia mengirimkan video itu langsung ke nomor Zora.Zora menerima video itu dan tersenyum puas. Ia menatap layar dengan mata penuh kelicikan, lalu menekan tombol play. Video itu menampilkan Jasmine yang sedang menimang anaknya di ruang tamu, sementara Noah tampak berbicara dengan seseorang di telepon.Zora memiringkan kepala, jemarinya menelusuri layar ponselnya perlahan. “Lihat betapa b
Malam telah larut ketika Noah akhirnya tiba di rumah setelah seharian berkutat dengan pekerjaan di perusahaan. Cahaya lampu di ruang tamu masih menyala, memberikan suasana hangat yang menyambutnya. Langkah kakinya ringan ketika ia melepas jas dan menggantungnya di dekat pintu. Keheningan di rumah itu hanya ditemani oleh suara jam dinding yang berdetak pelan.Jasmine sedang duduk di sofa dengan secangkir teh di tangannya. Matanya yang semula fokus pada layar ponsel segera beralih begitu melihat Noah berjalan mendekat. Wajahnya masih menyiratkan kelelahan, tetapi ada kehangatan dalam tatapannya."Kau pulang lebih larut dari biasanya," ucap Jasmine pelan.Noah menghela napas dan duduk di sampingnya. "Ada beberapa laporan yang harus kuselesaikan. Aku ingin memastikan semuanya beres sebelum akhir pekan."Jasmine tersenyum kecil, kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Noah. "Jangan terlalu memaksakan diri
Malam semakin larut, tetapi kediaman Noah dan Jasmine masih terang benderang. Jasmine duduk di sofa ruang tamu, menatap layar ponselnya dengan perasaan tak menentu. Sejak ancaman yang mereka terima, perasaannya menjadi tidak tenang. Sesekali ia melirik ke arah bayi mereka yang tertidur lelap di dalam boks, wajah mungilnya begitu damai seakan tidak menyadari kekacauan yang sedang terjadi di sekitar mereka.Noah yang berdiri di dekat jendela menatap ke luar dengan sorot mata tajam. Sistem keamanan rumah ini sudah diperketat sejak insiden kemarin, tetapi firasatnya tetap tidak bisa tenang. Ia tahu Zora tidak akan berhenti begitu saja, dan itu membuatnya semakin waspada."Kau masih memikirkan ancaman itu?" tanya Noah, berjalan mendekati Jasmine dan duduk di sampingnya.Jasmine mengangguk pelan. "Aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja, Noah. Aku merasa mereka mengawasi kita setiap saat."Noah menghela
"Jasmine, kau yakin tidak ingin beristirahat lebih lama?" suara Noah terdengar lembut, tetapi ada nada kekhawatiran yang jelas dalam nada bicaranya. Ia berdiri di ambang pintu kamar mereka, melihat Jasmine yang tengah mengayun-ayunkan bayi mereka di dalam dekapan.Jasmine tersenyum kecil, tetapi ada sedikit kelelahan di matanya. "Aku baik-baik saja, Noah. Aku hanya ingin memastikan dia tidur nyenyak."Noah mendekat, duduk di sisi Jasmine di tepi tempat tidur. Matanya mengamati bayinya yang perlahan-lahan terpejam dengan napas tenang. Tangannya terulur, menyentuh lembut punggung Jasmine sebelum beralih ke kepala bayi mereka. "Aku hanya tidak ingin kau terlalu lelah. Kau baru saja melalui begitu banyak hal."Jasmine menghela napas, menyandarkan kepalanya ke bahu Noah. "Aku tahu. Tapi aku merasa lebih tenang kalau berada di dekatnya."Noah tidak membantah. Sebagai seorang ayah, ia pun merasakan hal yang
Di tempat lain, seseorang duduk di dalam mobil hitam yang terparkir di seberang kediaman Noah dan Jasmine. Orang itu menyalakan ponselnya, membuka sebuah pesan dari Zora."Pastikan mereka tidak bisa bernapas lega."Orang itu tersenyum samar sebelum mengetik balasan. "Segera."Beberapa detik kemudian, ponselnya kembali bergetar. Kali ini, sebuah instruksi tambahan muncul. "Kita buat mereka takut dulu. Aku ingin mereka tahu bahwa mereka tidak akan pernah bisa hidup tenang."Pria itu mengangkat kamera kecilnya, mengarahkannya ke rumah Noah dan Jasmine, lalu menekan tombol rekam. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia mengirimkan video itu langsung ke nomor Zora.Zora menerima video itu dan tersenyum puas. Ia menatap layar dengan mata penuh kelicikan, lalu menekan tombol play. Video itu menampilkan Jasmine yang sedang menimang anaknya di ruang tamu, sementara Noah tampak berbicara dengan seseorang di telepon.Zora memiringkan kepala, jemarinya menelusuri layar ponselnya perlahan. “Lihat betapa b
“Kau pikir ini sudah berakhir, Jasmine?” bisiknya sambil meraih ponselnya.Ia mengetik sebuah pesan singkat dan mengirimnya ke nomor misterius. Beberapa detik kemudian, ponselnya bergetar, dan sebuah balasan muncul."Target dikunci. Siap eksekusi kapan saja." Zora menatap layar dengan senyum penuh kemenangan.Pertarungan ini baru saja dimulai, dan kali ini, ia akan memastikan Jasmine tidak punya tempat untuk bersembunyi.Malam telah larut ketika Jasmine duduk di tepi ranjangnya, menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong. Berita mengenai konferensi pers Noah masih terus menjadi sorotan utama di berbagai media. Reaksi publik mulai terpecah; ada yang mulai memahami situasi sebenarnya, tetapi tak sedikit pula yang masih memihak Zora.Noah masuk ke kamar dengan ekspresi serius. Ia meletakkan jasnya di sandaran kursi lalu mendekati Jasmine. “Kau harus tidur, Jas.
Noah menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Berita tentang pernyataan pers yang dibuat oleh Oma Dursilla telah menyebar dengan cepat. Media menggempur keluarga Dirgantara dengan berbagai pertanyaan. Tak hanya itu, berbagai spekulasi mulai bermunculan mengenai kebenaran hubungan Noah dan Jasmine."Kita harus segera bertindak," ucap Noah tegas, meletakkan ponselnya di meja.Jasmine yang duduk di sampingnya menatapnya dengan cemas. "Apa yang bisa kita lakukan sekarang?""Kita perlu memperkuat posisi kita di hadapan media. Oma Dursilla sudah mengambil langkah besar dengan mengungkapkan semuanya, sekarang tugas kita adalah memastikan publik tahu siapa yang sebenarnya berbohong."Jasmine mengangguk, meski di dalam hatinya ada sedikit kekhawatiran. Semua ini terasa terlalu cepat dan mendadak. Namun, ia sadar bahwa tidak ada jalan lain selain maju ke depan.Di tempat lain, Zora
Suasana di kediaman Dirgantara kembali memanas setelah konferensi pers yang dilakukan oleh Oma Dursilla. Pengungkapan besar-besaran itu membuat media geger, publik heboh, dan yang paling terpukul adalah Zora. Wanita itu kini berada dalam pusaran masalah yang semakin sulit ia kendalikan.Zora berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Pikirannya berputar cepat, mencoba mencari jalan keluar dari kekacauan yang kini menelannya."Tidak! Ini tidak boleh terjadi!" gumamnya dengan suara bergetar. Ia mengangkat ponselnya dan menekan nomor Juan. "Kau harus membantuku, Juan. Kita harus membalikkan keadaan sebelum semuanya terlambat."Juan yang berada di apartemennya hanya mendengus kecil. "Zora, aku sudah memperingatkanmu sejak awal. Kau bermain terlalu jauh, dan sekarang, kau mulai kehilangan kendali.""Aku tidak peduli!" Zora berteriak frustrasi. "Aku
Oma Dursilla duduk di ruang konferensi pers dengan ekspresi tenang namun berwibawa. Di hadapannya, puluhan wartawan dari berbagai media bersiap dengan kamera dan alat rekam.Hari ini, kebenaran yang selama ini tersimpan rapat akan diungkapkan ke publik.Sementara itu, di kediaman Dirgantara, Noah dan Jasmine duduk di depan layar televisi, menyaksikan siaran langsung yang akan mengubah segalanya. Ketegangan terasa di antara mereka, tetapi ada kepercayaan yang kuat bahwa ini adalah langkah yang harus diambil.“Para hadirin sekalian, saya Dursilla Dirgantara, akan memberikan klarifikasi terkait polemik yang selama ini beredar,” ujar Oma Dursilla dengan nada mantap. “Selama bertahun-tahun, keluarga Dirgantara menyembunyikan kebenaran mengenai pernikahan cucu saya, Noah Dirgantara, dengan Zora.”Para wartawan langsung berbisik-bisik, beberapa bahkan mulai mencatat dengan cepat.Oma Dursil
Sore itu, semua media besar berkumpul di aula konferensi Dirgantara Corp. Para jurnalis sudah menyiapkan kamera dan alat perekam mereka. Suasana tegang menyelimuti ruangan, semua orang menunggu sosok yang akan berbicara di depan publik.Saat akhirnya pintu terbuka, Oma Dursilla melangkah masuk dengan langkah tegap dan wajah penuh wibawa.Para wartawan langsung menyerbu dengan berbagai pertanyaan. Namun, Dursilla mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka diam. Dengan tenang, ia berdiri di depan mikrofon dan mulai berbicara."Saya adalah Dursilla Dirgantara, dan hari ini saya akan mengungkapkan kebenaran yang selama ini tersembunyi."Ruangan langsung hening. Semua mata tertuju pada wanita tua yang penuh kharisma itu."Selama ini, saya membiarkan beberapa hal terjadi karena saya ingin melihat bagaimana mereka bertindak. Namun, kini sudah waktunya kebenaran terungkap. Zora tidak pernah men