"Minum dulu, Tri." Asti memberikan air hangat untuk Gayatri dan kedua anaknya.Gayatri baru saja sampai di Pelabuhan Merak setelah beberapa jam mengarungi lautan dari Pelabuhan Bakauheuni.Ya, benar, Gayatri sekarang berada di Pulau Jawa, ia tidak benar-benar pergi ke Batam sesuai apa yang dikatakan Alin pada keluarga Bu Nining dan para warga.Pelarian Gayatri ini dibantu oleh ketiga sahabatnya yang berada di Lampung, keluarga Bu Uri, Pak RT dan beberapa warga yang lain. Gayatri kabur dari rumah tepat pukul satu malam saat ibu mertuanya dan adik iparnya sedang tidur pulas. Sengaja Gayatri memilih waktu tersebut karena memang Gayatri sudah terbiasa bangun tengah malam, jadi kalau Bu Nining terbangun ia tidak akan curiga kalau menantunya itu sebenarnya sedang melarikan diri.Gayatri pergi menggunakan mobil pickup milik Bu Uri, sekalian Bu Uri mengantarkan sayuran ke pasar subuh. Perjalanan yang sangat menegangkan bagi Gayatri itu sekarang sudah selesai. Ia bisa bernapas lega dan hatinya
Gayatri menangis tersedu sambil menaburkan bunga ke atas permukaan air laut pelabuhan Bakauheni. Mengelap air mata yang membasahi pipinya, Gayatri mencium puncak kepala anak keduanya yang baru berusia dua tahun, sementara tangan kanannya mengusap kepalanya yang berdiri di sampingnya yang baru berusia lima tahun.Bukan hanya Gayatri seorang saja yang menangis di sana, tetapi banyak orang-orang juga yang menangis sedih lantaran harus mengikhlaskan orang-orang terdekat dan yang dicintainya menghilang, pergi untuk selama-lamanya dan raganya tidak akan pernah ditemukan. Menghilang dalam gelap, dingin dan dalamnya lautan lepas.Sudah hampir dua pekan kapal feri yang mengangkut penumpang dari lampung menuju pelabuhan merak itu hilang. kabarnya kapal feri tersebut tenggelam di sekitaran Selat Sunda. Dari banyaknya penumpang kapal, hanya sekitar tujuh puluhan orang yang ditemukan, termasuk korban selamat yang hanya bisa dihitung dengan jari.Angin laut menerpa wajah Gayatri yang terlihat sang
Piring makan keramik itu terbang melayang kemudian jatuh ke atas lantai dapur dan pecahannya berhamburan ke mana-mana. Bu Nining sengaja melemparkan piring tersebut karena kesal pada Gayatri, pasalnya Gayatri tidak memasak masakan kesukaan Bu Nining dan Damilah. Hari ini Gayatri tidak masak karena tukang sayur keliling tidak dagang dan jika Gayatri berbelanja ke pasar, dirinya harus mengeluarkan uang tambahan untuk ojek karena jarak antara pasar dan rumahnya sangat jauh."Ibu sama Damilah itu bukan domba yang setiap hari harus makan hijau-hijauan." Bu Nining kembali melemparkan sendok dan gelas."Kamu mau bikin darah ibu makin naik gara-gara ibu harus memakan sayur daun singkong ini?""Bukan begitu, Bu...""Terus maksud kamu apa? Kamu jadi orang pelit banget! Kamu pikir kamu hidup di sini sama siapa? Rumah yang kamu tinggali ini awalnya tanahnya milik siapa? Siapa yang membiayai rumah ini pas dibangun, hah?"Bu Nining kembali mengungkit-ungkit perihal harta warisan yang memang sudah d
"Gayatri!!! Bangun!!! Mau sampai kapan kamu tidur terus, hah?! Jadi orang gak guna banget!"Gayatri membuka matanya dengan perlahan. Kepalanya sangat pusing hingga pandangannya pun berkunang-kunang. Dengan sekuat tenaga dan memang memaksakan diri, Gayatri bangun dari tidurnya. Matanya melirik ke arah jam dinding berwarna cokelat kehitaman itu, ternyata sudah pukul lima pagi.Ghifari yang juga terbangun karena suara teriakan dari neneknya itu langsung berlari ke luar kamar, memberitahukan keadaan ibunya yang sekarang sedang sakit. Ghifari tahu karena tadi dirinya menyentuh pipi Gayatri yang suhunya cukup panas.Bu Nining masuk ke kamar, dengan wajah yang terlihat kesal, dirinya memarahi Gayatri meskipun tahu kalau menantunya itu katanya kurang enak badan."Kamu itu tidak usah manja. Jangan sakit! Ibu tidak mau mengurus kamu dan anak-anak kamu. Nyusahin aja!" Sebelum Bu Nining angkat kaki dari kamar, beliau menambahkan. "Sana pergi ke warung beli obat biar cepat sembuh. Kalau sakit itu
Tubuh Gayatri panas dan mengeluarkan keringat dingin. Di tengah malam yang sunyi ini Gayatri sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara karena karena menangis dalam diam. Dirinya merasa nelangsa karena sedang sakit tapi tidak ada yang mengurus, juga Gayatri tidak bisa mengurus kedua anaknya, sekarang anaknya ditelantarkan dan bahkan kedua anaknya tidak makan malam sama sekali karena dimarahi oleh neneknya.Gayatri memeras kompres yang sudah mendingin. Ia kembali berbaring sambil mengusap kepala anak-anaknya. Jika saja Gayatri masih memiliki kedua orang tua, mungkin hidup Gayatri tidak terlalu berat seperti ini. Dan andaikan saja ibu mertua serta iparnya berperilaku baik, hidupnya yang tinggal bersama di keluarga suami pasti tidak akan menderita.Pagi harinya tubuh Gayatri sudah agak mendingan meskipun suhu tubuhnya masih cukup panas tetapi kepalanya tidak terlalu berat dan pusing. Rutinitas paginya seperti biasa, masak dari jam empat subuh dan beres-beres rumah. Hari ini rencananya Gayat
Setelah dua hari dirawat di puskesmas, Gayatri akhirnya sembuh dan pulang ke rumah. Selama Gayatri sakit, yang berjaga di puskesmas hanya Alin saja, sementara ibu mertua dan adik iparnya sama sekali tidak mengurusi Gayatri, mereka hanya datang menjenguk satu kali saja, itupun datang hanya sepuluh menitan saja, setelah itu mereka pulang.Kedua anak Gayatri menginap di puskesmas, mereka tidak mau satu rumah dengan nenek dan bibinya karena takut dimarahi seperti yang selalu dilakukan oleh Bu Nining. Apalagi Bu Nining itu orangnya tidak mau diberikan beban, dia tidak mau mengurus anak kecil yang sulit diatur dan hanya ingin main terus tanpa bisa patuh atau dibujuk.Melihat sikap ibu mertua dan ipar, darah Alin kembali mendidih. Alin tidak habis pikir kenapa ada seorang nenek yang sama sekali tidak sayang pada cucunya sendiri. Padahal cucunya ini bukan hasil dari zina, bukan pula pembawa aib atau petaka. Yang membuat Alin semakin marah itu yaitu ketika mengetahui kalau kartu ATM dan buku t
Sudah beberapa hari ini Baiq sering sekali menangis tiba-tiba, apalagi setiap malam hari sampai subuh Baiq tidak pernah berhenti menangis dan sulit untuk tidur lagi. Dibujuk dengan berbagai cara tetap tidak mempan. Bu Nining yang terganggu dengan suara tangisan dari Baiq itu selalu marah-marah dan pernah mengusir Gayatri juga kedua anaknya karena terus-menerus mengganggu tidurnya."Mungkin Baiq teringat dengan ayahnya," ucap Bu Uri ketika Gayatri bercerita pada ibu juragan sayuran itu."Kadang Ghifari juga sering tiba-tiba ingat sama ayahnya.""Apa dulu Hendar ada keinginan yang belum tercapai untuk anak-anaknya?"Gayatri mencoba mengingat-ingat rencana jangka panjang yang dulu disusun oleh mereka berdua."Dulu sebelum Mas Hendar mau merantau ke Bandung, katanya nanti kalau sehabis lebaran mau khitanan Ghifari sama Baiq, sekalian akikah semuanya.""Begitu, ya?" Bu Uri mengangguk-angguk. "Kayaknya kedua anak kamu harus segera dikhitan, Tri.""Kira-kira biayanya berapa ya, Bu?""Waktu j
Gayatri menaburkan bunga ke atas air laut dermaga, ini sudah ke empat puluh harinya Hendar. Waktu memang tak terasa cepat berlalu, rasa-rasanya baru saja kemarin Hendar masih berada di sisinya, bermain dengan kedua anaknya, mengajaknya jalan-jalan dan lain sebagainya. Tapi, semua itu hanya tinggal kenangan, hanya tinggal rindu saja yang tersisa."Ibu, suatu hari nanti kita akan tinggal di seberang laut sana. Kita akan pergi naik kapal ferry dari sini ke pulau Jawa."Tangan Gayatri mengelus kepala Ghifari. Entah siapa yang mengajarkan Ghifari hal seperti itu. Semenjak kehilangan Hendar, cara berpikir Ghifari memang sedikit agak berbeda, pikiran dan ucapannya bahkan tindakannya sedikit agak seperti orang dewasa."Tunggu Ghifari besar, ya, Bu. Ghifari janji akan membahagiakan ibu dan tidak akan membuat ibu menangis juga bersedih lagi.""Terima kasih ya, Nak." Gayatri memeluk tubuh mungil Ghifari.Saat posyandu minggu kemarin, kedua anaknya memiliki berat badan yang tidak ideal. Hal itu d
"Minum dulu, Tri." Asti memberikan air hangat untuk Gayatri dan kedua anaknya.Gayatri baru saja sampai di Pelabuhan Merak setelah beberapa jam mengarungi lautan dari Pelabuhan Bakauheuni.Ya, benar, Gayatri sekarang berada di Pulau Jawa, ia tidak benar-benar pergi ke Batam sesuai apa yang dikatakan Alin pada keluarga Bu Nining dan para warga.Pelarian Gayatri ini dibantu oleh ketiga sahabatnya yang berada di Lampung, keluarga Bu Uri, Pak RT dan beberapa warga yang lain. Gayatri kabur dari rumah tepat pukul satu malam saat ibu mertuanya dan adik iparnya sedang tidur pulas. Sengaja Gayatri memilih waktu tersebut karena memang Gayatri sudah terbiasa bangun tengah malam, jadi kalau Bu Nining terbangun ia tidak akan curiga kalau menantunya itu sebenarnya sedang melarikan diri.Gayatri pergi menggunakan mobil pickup milik Bu Uri, sekalian Bu Uri mengantarkan sayuran ke pasar subuh. Perjalanan yang sangat menegangkan bagi Gayatri itu sekarang sudah selesai. Ia bisa bernapas lega dan hatinya
Sampai pukul tujuh pagi Gayatri dan kedua anaknya tidak kunjung datang juga ke rumah. Bu Nining sudah tidak enak duduk, tidak enak makan dan sebagainya. Ia terus saja mondar-mandir dan sesekali berdecak kesal, kepalanya terus menoleh ke arah jalan, siapa tahu nanti begitu Gayatri muncul, ia akan langsung memborbardir Gayatri dengan amukan yang meledak-ledak.Setengah jam kemudian, ada sebuah mobil pickup berwarna hitam yang sering digunakan untuk mengangkut hewan ternak berhenti di depan rumah Gayatri.Bu Nining mengerutkan keningnya kemudian menghampiri sopir dan seorang yang duduk di kursi penumpang."Lho, juragan Iwan. Mau ke mana?" tanya Bu Nining."Ini saya mau mengambil ternak milik Gayatri, Bu.""Ternak? Ternak apa?" Bu Nining terheran-heran."Kambing milik Gayatri. Kemarin lusa Gayatri menjual semua kambingnya ke saya. Dan hari ini saya mau mengambil semuanya termasuk ayam-ayam yang Gayatri pelihara.""Mengambil? Gayatri menjual kambing? Kok saya gak tahu? Juragan Iwan jangan
Darsa sudah melaksanakan pertunangan dengan anak Pak RW, tanggal pernikahan mereka juga sudah direncanakan dan kabar tersebut sekarang menjadi topik perbincangan hangat di antara para warga desa. Termasuk Bu Nining, dengan kesal ia membicarakan dua sejoli itu. Bahkan sampai saat ini Bu Nining selalu saja menyalahkan Gayatri atas gagalnya rencana mengenalkan Damilah pada Darsa.Pernah waktu kemarin saat kabar Darsa berpacaran dengan anaknya Pak RW, Bu Nining menyalahkan Gayatri dan memaki menantunya itu. Bu Nining juga sempat main tangan dan mulutnya berkata kasar saking emosinya. Ia juga selalu menyuarakan untuk Gayatri hengkang dari rumahnya. Ralat, ini sebenarnya rumah milik Hendar. Sertifikat dan SPPT juga atas nama Hendar. Meskipun ini adalah tanah warisan, tetapi biaya pembangunan rumah semuanya atas jerih payah Hendar dan Gayatri. Dan sekarang, Bu Nining merasa tidak ikhlas saat tanah warisannya itu diambil alih oleh Gayatri, istri sah dari anaknya. Karena memang Gayatri-lah yan
Gayatri mengelap keringatnya yang bercucuran karena hari ini cuacanya cukup panas. Beberapa kali juga Gayatri beristirahat di pinggir jalan saking tidak kuat membawa karung berisi rumput. Apalagi Gayatri dari pagi belum makan karena baru saja selesai membereskan rumah ia sudah dimarahi karena belum juga pergi ke sawah untuk mencari rumput. Gayatri mengganjal perutnya hanya dengan air minum dan buah pepaya matang yang entah punya siapa ia langsung mengambilnya dari pohon tanpa meminta izin terlebih dahulu. Kemudian saat sedang ngaso dan bertemu dengan orang yang sedang babad di sawah, Gayatri ditawari gorengan dan ia mengambil tiga buah saja. Setelah cukup kenyang, ia kemudian melanjutkan aktifitasnya."Ada gosip terbaru lho, Tri," ucap Bu Emi.Gayatri yang tadinya hendak berangkat tidak jadi karena ingin tahu ada gosip apa. Wajar kalau Gayatri ingin tahu, hitung-hitung ia bisa berlama-lama di sini supaya kalau pulang nanti akan terlambat."Gosip apa, Bu?" tanya Gayatri penasaran."Den
"Gayatri! Beli sabun cuci sana!""Uangnya tidak ada, Bu."Bu Nining melotot galak. "Uang hasil kamu berjualan minggu lalu memangnya sudah habis? Kamu ini boros sekali!""Kan uangnya sudah dipakai untuk berbelanja keperluan dapur dan uang jajan sekolah Damilah, Bu. Gayatri sekarang, kan, tidak diijinkan jualan lagi apalagi bekerja."Bu Nining terdiam. Ia kemudian melemparkan uang lima ribu. "Sana beli, sekalian beli gula dan garam."Gayatri memungut uang tersebut kemudian pergi ke warung. Sepanjang jalan Gayatri terus menghela napas karena sudah malu terus-menerus mengutang ke warung.***Dua hari ini Gayatri diperbolehkan untuk kembali berjualan, tetapi tidak diijinkan bekerja di ladang milik Pak Lurah dan Bu Uri karena Bu Nining tahu kalau Darsa sering mengunjungi rumah keluarga Bu Uri jadi nantinya ia takut kalau Gayatri dan Darsa ketemuan diam-diam.Darsa juga sudah bertemu dengan Bu Nining tadi siang, ia sudah meminta maaf karena tidak tahu kalau Bu Nining adalah ibu mertua Gayatr
"Dasar menantu tidak tahu diri!"Gayatri terkaget saat tiba-tiba Bu Nining melemparkan tas selempang ke arah Gayatri yang sedang membereskan piring yang sehabis dicuci."Ada apa, Bu?""Kamu keterlaluan! Tidak tahu diri! Tidak tahu diuntung! Tidak tahu malu!"Bu Nining memukul Gayatri menggunakan serbet yang ada di meja makan."Dasar menantu sialan! Harusnya kamu tahu malu untuk tidak menggoda laki-laki lain. Ingat, Gayatri! Anakku yang menjadi suamimu jasadnya sampai sekarang belum ditemukan, kuburannya juga tidak ada. Dia baru meninggal beberapa bulan yang lalu tapi kamu malah kegatelan pada anaknya Pak Lurah. Harusnya kamu sadar diri, Tri. Adik ipar kamu masih gadis. Kenapa kamu tidak membiarkan Den Darsa untuk Damilah, hah?! Ibu malu melihat kelakuan kamu yang kegenitan pada para pemuda di desa ini! Memalukan!" Bu Nining terus-menerus memukul Gayatri dengan serbet.Damilah juga menyiramkan air pada wajah Gayatri saking kesalnya karena laki-laki incaran dirinya lebih memilih kakak i
Damilah menghentikan motornya di tempat parkir pinggir ladang milik Pak Lurah. Ia duduk-duduk di atas motornya sambil memainkan ponsel. Darsa yang tadi memperhatikan dan lima belas menit sudah berlalu orang-orang yang bekerja di ladangnya pun sudah mulai pulang itu menghampiri Damilah, karena ini pertama kali dirinya melihat gadis yang berperawakan tinggi besar. Kalau Damilah memakai seragam sekolah menengah atas, pasti Darsa akan terkejut karena wajahnya sangat tidak nampak seperti seorang remaja."Cari siapa?" tanya Darsa.Damilah mengalihkan perhatiannya. Ia sempat terkesima melihat Darsa yang ternyata lebih tampan dari omongan orang-orang. Dengan tubuh yang tinggi ideal dan berisi karena sering berolahraga, kumis tipis, hidung mancung sedang, alis cukup tebal, mata lebar bulat dan kulit kuning langsat. Selain itu gaya rambut undercut membuat penampilannya sangat keren, bekerja di perkebunan sangat tidak cocok. Darsa cocoknya jadi model. Baru kali ini Damilah melihat Darsa secara l
Dari pukul tiga pagi Gayatri sudah sibuk di dapur. Hari ini ia akan memulai usaha berjualan gorengan keliling. Meskipun modalnya pas-pasan karena memakai uang gajian dari berkebun, tapi Gayatri tidak akan pesimis karena walaupun sedikit tetapi lama-lama jadi bukit. Alin juga sudah menawarkan untuk memberikan pinjaman tapi Gayatri menolaknya karena sekarang belum butuh, nanti kalau kepepet baru dia akan mengambil tawaran tersebut.Pukul lima pagi setelah selesai solat subuh Gayatri mulai berkeliling. Gayatri senang ketika ada tetangganya yang membeli. Sampai menjelang pukul enam lebih seperempat, gorengan Gayatri habis dan ia pun mulai pulang."Mana uang hasil jualan gorengan kamu?"Baru saja Gayatri membuka pintu dapur dirinya sudah dihadang oleh ibu mertuanya."Ada, Bu. Mau Gayatri simpan.""Gak usah disimpan, sini berikan semua uangnya pada ibu.""Untuk apa, Bu?"Bu Nining melotot. "Pakai nanya, lagi. Ya untuk uang bekal Damilah ke sekolah, untuk uang bensinnya juga. Ibu juga hari i
Sebuah mobil pickup berwarna putih yang dibelakangnya membawa sebuah motor matic keluaran terbaru berwarna hitam itu berhenti di depan rumah Bu Nining. Orang-orang yang saat itu kebetulan sedang berkumpul di rumah Bu Ariyanti sebagai tempat berkumpul khusus nasabah bank emok mengintip dari balik jendela karena penasaran siapa orang yang membeli motor baru itu. Tidak mungkin, kan, Bu Nining beli baru, soalnya keluarga dia sudah punya motor, masa beli lagi.Ibu-ibu itu langsung bisik-bisik, mencoba menebak-nebak siapa diantara mereka yang saat ini punya banyak uang hasil dari hmmm... sepertinya tidak usah disebutkan."Cari rumah siapa, Mas?" tanya Bu Ariyanti. Ibu-ibu yang sedang berkumpul itu semuanya langsung diam, siap menyimak."Saya sedang mencari rumahnya Bu Nining. Apa betul yang ini?" tanya mas-mas dari dealer motor itu sambil menunjuk rumah di depannya yang banyak tanaman apotek hidup dan bunga-bunga.Kumpulan ibu-ibu itu mengangguk. "Betul.""Ini beneran Bu Nining beli motor