Share

Bab 4

Penulis: Osaka ois
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-07 06:30:57

Tiga hari kemudian.

Jharna dan Max kini berada di butik rekomendasi dari Agustine. Kualitas serta pelayanan di sana sangat bagus, terutama desain menarik sudah Agustine pilihkan secara khusus, lalu tinggal Jharna memilih yang mana akan dipakai nanti di hari pernikahan.

Max sendiri tetap diam, mengiyakan saja sambil sibuk melanjutkan pekerjaan melalui ponsel. Sehingga tidak lama Jharna selesai, perhatian Max tak sedikitpun sepenuhnya ke arah Jharna. Pria itu juga memilih tuxedo senada dengan gaun pilihan Jharna, menyempatkan sedikit waktu hanya demi pakaian.

Ada rasa kecewa mendapatkan perlakuan tersebut. Jharna berusaha abai dan fokus pada diri sendiri.

"Bisakah kau pulang menaiki taksi?" tanya Max tiba-tiba.

"Tentu saya bisa," jawab Jharna seadanya tanpa menatap Max.

Sedangkan Max barusan memang bertanya sembari melirik sekilas ke Jharna, tapi berbeda hal oleh Jharna sendiri. "Kalau begitu—"

"Saya permisi Tuan," putus Jharna cepat di saat sebuah taksi berhenti dan menurun penumpang di dekat mereka. Mengindahkan tangan Max yang memegang lembaran uang di tangan.

Senyum miring tertarik di sudut bibir Max, matanya hampir mendelik karena menerima balasan Jharna, selaku calon istri. "Si*l, dia mengabaikan ku?" tanyanya, bermonolog.

Di posisi Jharna. Di dalam taksi yang dirinya tumpangi, pikirannya terus melayang kepada perlakuan Max tiga hari yang lalu. Tidak ada kejelasan berlanjut sampai hari ini tiba, meski dirinya tak bertanya, seharusnya Max menyadari kesalahannya.

Sejenak, dia merasakan ada sikap berlebihan dari dirinya, Jharna merutuki kebodohannya. Tidak seharusnya tingkahnya tak sopan begini, membuat Jharna menoleh ke belakang, di mana mobil Max mengikuti yang ditumpanginya.

Keningnya berkerut samar, matanya pula memicing. Bahwasanya, tujuan mereka berlawanan arah dan setahunya Max akan kembali ke kantor. "Buat apa dia mengikuti ku?"

Kemudian Jharna melihat mobil Max menyalip taksi yang dirinya tumpangi dan menghalangi jalannya sekarang. Si supir taksi melirik Jharna. "Maaf, Nyonya, tampaknya mobil itu ingin kita berhenti."

"Ya sudah, berhentilah. Saya mengenal si pengemudi menyebalkan itu," sahut Jharna cepat.

Mobil taksi berhenti, di ikuti mobil Max di depannya. Seorang pria bertubuh jangkung dan berwajah datar keluar dari sisi kemudi, berjalan menuju Jharna duduk di kursi penumpang. Sedangkan di posisi Jharna, dia lekas membayar penuh si supir taksir dan keluar tanpa mempedulikan si supir, karena uang yang diberi kelebihan.

Tangan Max menyambar pergelangan tangan Jharna cukup kasar, mencekalnya, menariknya ke mobil mewah terparkir asal di depan sana. Jharna mencoba melepas tangan Max, walau hasilnya nihil, itu menimbulkan rasa perih serta ruam kemerahan di pergelangan tangannya.

Brak!

"Ternyata kita belum selesai, siang ini kau harus menemaniku di kantor—atas perintah Ibu," katanya, entah benar atau tidak.

Cekalan tersebut terlepas dan mereka duduk tenang ketika mobil mulai melaju.

Max tak mendengar Jharna membantah, apa lagi melayangkan protes. Lirikan matanya jatuh ke pergelangan tangan yang tampak memerah. Tiba-tiba mobil berhenti dan mengambil tangan Jharna, meniupnya pelan seraya mengusap lembut, hingga menciptakan sesuatu berdesir tidak nyaman di dalam dada.

"Hah, maafkan aku. Seharusnya aku tak menarik mu sekencang itu," ucapnya bernada pelan.

Helaan napas terdengar jelas di telinga Jharna, wajahnya pun kian memaling ke arah lain. "Aku juga salah, mari kita lanjutkan perjalanannya."

Max melanjutkan perjalanannya, mengabaikan reaksi Jharna yang dia tahu tengah tersipu malu.

Di lain tempat. Seorang pria meremat kuat lembaran foto berisi potret wanita dan pria asing yang baru saja mengunjungi butik ternama, guna memesan gaun pernikahan. Di samping itu, anak buah lainnya mengekori ke mana si wanita pergi.

Alih-alih berhenti sampai situ, si pria ini malah menyuruh seseorang untuk menyusup dan kerja di perusahaan si pria asing, yang kini menjadi calon suami wanita pujaannya.

Matanya menghunus tajam ke arah foto. Perasaan tidak rela bergemuruh layaknya badai di tengah lautan lepas. Dia ingin sekali merebut wanitanya, pujaan dan dambaannya selama ini. Jharna adalah cinta di beberapa tahun silam, sampai sekarang.

Ironisnya, selalu saja dirinya terhalang ketika ingin semakin dekat oleh Jharna. "Aku mencintaimu, Jharna Obelia."

"Mengapa perjuanganku, kau anggap sekedar bantuan teman dekat? Apakah hubungan spesial dulu tak begitu berarti bagimu?" lirihnya bergumam.

Tatapan berubah sendu sembari mengusap foto lain berisi dirinya dan Jharna. Kecupan lembut dia sematkan secara penuh ke arah foto tersebut dengan waktu singkat.

"Tuhan, aku sungguh mencintainya."

***

"Aku rasa, aku tak menarik daun telingamu," ucap Max, tatkala melihat Jharna kesal sendiri sambil mengusap telinganya dan bersin tiba-tiba.

"Bersikap seperti biasalah, Tuan," cetus Jharna tak biasa mendapatkan perhatian, walau sedikit.

Sebenarnya Jharna kurang memahami bagaimana sifat Max sebenarnya, ditambah calon suaminya sering bersikap dingin dan bermulut pedas. Entah harus menyikapi seperti apa, jelasnya Max di bawah pengaruh perintah Agustine.

"Kau bisa duduk di mana pun. Jangan keluar ruangan tanpa persetujuan dariku," titah Max sambil menggertak.

"Jika saya ingin ke toilet bagaimana?" tanya Jharna.

"Di ruangan ini ada kamar mandi pribadi, kau tinggal masuk ke pintu di samping rak buku, ada lagi?" tunjuk Max tenang.

Jharna berpikir sejenak, lalu mengangkat pandangannya menatap Max. "Kalau saya lapar bagaimana? Tidak mungkin bukan saya keluar ruangan dan pastinya anda sudah melarang seperti sebelumnya."

Mendengar perkataan Jharna, Max jadi tertawa sinis dan melipat kedua tangan di depan dada. Tangannya bergerak memegang telepon di meja kerja miliknya sembari membalas tatapan Jharna.

"Aku tak semiskin itu, untuk tidak mempekerjakan seseorang. Seseorang bisa membawa pesananmu, jika kau meminta makanan sesuai seleramu."

Bibir Jharna terkatup rapat. Dia melupakan itu, kemudian mengangguk mengerti. Sedangkan Max melengos begitu saja, melanjutkan kegiatan di meja kerjanya.

Selang satu jam lamanya, saking seriusnya Max pada pekerjaan. Dirinya sampai lupa kalau ada Jharna di dekatnya yang sedang menunggu. Wanita itu tertidur dengan posisi duduk sambil kepala tertunduk.

"Ck, merepotkan," decak Max kesal.

Max menghampiri Jharna. Mencoba memapah, namun berat badannya sangat ringan, hingga Max memilih menggendongnya saja.

"Apa dia makan sesuatu? Ini—terlalu ringan, aku juga bisa meremukkan tubuhnya kapan aku mau." Entah Max berbicara kepada siapa, tetapi perhatiannya mulai teralih akan raut wajah Jharna, yang tampak pulas.

Di kamar pribadinya inilah Max membiarkan calon istrinya beristirahat, selagi dirinya melanjutkan pekerjaan. Tatapan masih datar dan sesekali wajahnya mengernyit.

Jika seseorang melihat ekspresinya mungkin akan salah, menilai kalau Max menaruh dendam pada Jharna, tapi kenyataannya bukanlah begitu. Kini Max melangkah untuk pergi, di ambang pintu yang mau Max tutup, matanya sempat memandang Jharna.

"Jangan berharap lebih pada siapapun, aku pula bukan orang baik."

Kalimat membingungkan sangat jelas di telinga Jharna. Ya, dirinya memang sempat tertidur, tetapi dia terbangun kala Max menggendongnya. Betapa membingungkannya hubungan mereka berdua.

Antara menaruh hati atau masih tak setuju melalui penilaian Jharna, dirinya kembali menepis kenyataan yang bisa terjadi di masa depan. Berusaha menerima lapang dada, kalau Max sampai kapanpun tak pernah bisa membuka hati untuk dirinya seorang. Walau Jharna nampaknya sudah terlanjur jatuh.

"Tenggelam dalam kesedihan itu, sering biasa terjadi. Larangan menaruh hati hanya menghadirkan luka, namun segala harapan harus terhapus. Jalani semuanya tanpa perasaan juga adalah keputusan yang baik."

Bab terkait

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 5

    Jam makan siang akhirnya tiba. Karena memang tak bisa tidur lagi, Jharna memutuskan keluar kamar. Satu jam lamanya dirinya di dalam sana sembari melamun, memikirkan apa saja yang membuatnya tenang sendiri. Setiap orang mempunyai caranya, dan itulah caranya sendiri. Di ruangan Max ternyata ada seorang wanita cantik, berpostur tubuh indah sempurna, lalu menatapnya yang baru keluar dari kamar pribadi si CEO. Dari cara bicaranya 'lah langsung ketebak bagaimana watak si wanita. "Aku baru tahu jika Max berani menyewa jal*ng," tuduhnya sinis, bermaksud merendahkan Jharna. Apakah Jharna mau membalas? Oh, tentu tidak. Dia mengabaikan wanita asing tersebut sambil melangkah ingin keluar. Bertepatan oleh Max yang masuk kembali dan menarik lembut Jharna. Menyuruhnya duduk di depan si wanita tadi. Jharna menghela napas dan malas berdebat. Wanita berpenampilan glamor serta sangatlah fashion able itu mengangkat dagu angkuh, matanya menelisik cara berpakaian Jharna dari kepala hingga ujung kaki

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07
  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 6

    "Jharna!" panggil seseorang.Jharna dan Aidan menoleh kompak ke asal suara di balik punggung mereka. Seorang pria dengan lesung pipi tengah berlari menghampiri. "Aku menunggu kalian, mengapa baru pulang di jam segini?" cecar Theodor sambil melihat arloji di pergelangan tangan kiri. "Hampir saja aku pulang, kalau tak sabar."Gurat sesal amat ketara di wajah Jharna. "Maaf, kami baru saja pergi ke suatu tempat. Aku bahkan lupa memeriksa jam, sehingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat, Theo."Theodor tersenyum kecil, lalu melirik Aidan yang sedang menahan kantuk. "Ya sudah, tampaknya kalian butuh istirahat.""Maaf kalau aku datang tanpa mengabarkan mu," lanjutnya seraya mengusap kepala Aidan. "Tunggulah sebentar, aku akan menaruh Aidan terlebih dahulu," putus Jharna, langsung membalikkan badan dan masuk ke rumah. Theodor tak memungkiri jika ada hal penting yang ingin dirinya sampaikan. Apa lagi Jharna seperti tidak ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 7

    Sejak hari di mana Jharna kepergok oleh sang calon suami, dirinya kini merasa selalu diawasi setiap pergi keluar rumah. Perihal itu pula, dirinya harus menghadapi hari menjelang pernikahan, dengan hanya menghitung hari menggunakan jari. Kegiatannya pun di atur. Jharna juga sudah tidak diperbolehkan bekerja di kafe, walau dirinya sendiri masih ingin. Meski begitu, atas perintah Agustine, Jharna akhirnya mengikuti kemauan wanita paruh baya tersebut. Di lain sisi, dirinya merasa tak enak hati, karena hutang bank dan rentenir telah dilunasi oleh Agustine. Hutangnya jadi tidak menumpuk di mana-mana. Akan tetapi justru berat di diri Jharna tentang balas budi. Memikirkan hal itu membuat dia menghela napas. "Bahkan, jika aku menggantikan semua uangnya, pasti butuh waktu seumur hidup.""Kau menaruh hutang di mana lagi?" Jharna terkesiap mendengar pertanyaan seseorang. Kepalanya menoleh, lalu menatap pria yang enggan dirinya pikirkan sedari kem

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 8

    Di hari ketiga Jharna tinggal bersama keluarga kecil Kingston, dirinya diperlakukan selayaknya tuan rumah. Para pelayan ataupun pengawal menunduk hormat kepada Jharna. Di hari yang sama pula, kini dirinya tengah menghibur diri menonton sebuah berita di salah satu saluran televisi yang menayangkan tentang seorang pengusaha muda sukses. Nama Maximilian Kingston muncul beserta foto tampannya di layar. Mata Jharna terbuka sempurna setelah si pembawa berita menampilkan cuplikan sesi wawancaranya bersama Max. Namun bukan itu, akan tetapi, apa yang Max sampaikan sungguh membuat dirinya tak menyangka. Ia kira Max tidak mau memberitahukannya kepada publik. "Jadi, apa rencana anda selanjutnya ke depan, mengenai bisnis yang sudah berkembang pesat hingga ke mancanegara?" tanya si pembawa berita cukup antusias. Max tampak berpikir sejenak. "Untuk sekarang saya tidak memikirkan rencana khusus, tapi ada yang mesti saya sampaikan pada khalayak." Raut wajah pembawa itu mengernyitkan. Rasa pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-14
  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 9

    Dua hari sebelum pernikahan. Di kediaman Kingston terdapat seorang wanita bertamu di pagi hari dengan raut wajah datar, tatapannya tampak tajam pada siapa saja yang melihatnya. "Nona selamat datang—""Di mana wanita tua itu?" tanyanya menyela cepat. Si pelayan menjawab cepat sambil menundukkan kepala. "Nyonya berada di ruang pribadinya, Nona."Tanpa menyahut lagi, wanita itu melenggang pergi ke arah ruangan yang dituju. Setiap pelayan atau pengawal dilewatinya akan memberikan tundukkan kepala, tidak berani menatap, bahkan sekedar melirik jika tak diberi izin. Wanita itu melangkah menggunakan kaki jenjangnya. Di depan matanya sebuah pintu besar tertutup, dengan cepat dia membuka kasar dan membantingnya, hingga suara benturan gagang pintu bersama dinding terdengar. Agustine terlonjak kaget dibuatnya, saat waktu membaca bukunya terganggu oleh seseorang. Namun kala matanya bergulir ke ambang pintu, seorang wanita berumur tiga pul

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-15
  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 10

    Hari pernikahan. Janji suci tersebut berikrar di depan pendeta dan para tamu undangan. Jharna dan Max akhirnya resmi menjadi sepasang suami istri dengan ikatan janji suci dibeberapa menit yang lalu. Kini perasaan gusar tergantikan debaran hebat. Jharna sulit menampik seberapa gugup dirinya, yang jelas semuanya tampak seperti mimpi.Acara resepsi pun tiba. Di mana sepasang pengantin berdiri dan menerima ucapan selamat dari para tamu atau sanak keluarga atas pernikahan mereka. Ada sepasang mata menatap terpesona, bercampur kecewa amat kental di sorot kedua netra berwarna langit malam itu. Dirinya kira Max bercanda kalau mereka adalah calon—ah, dia lupa, jika sekarang Jharna resmi menjadi istri pria lain. Lura berjalan ke arah Theodor, menepuk pelan pundak pria itu, hingga lamunannya buyar dalam sekejap. "Bibi menunggumu menyusul Jharna ke pelaminan, Theo.""Tenang saja, aku akan menikahi wanita cantik dan baik hati seperti Jhar

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 11

    "Kalian benar-benar pasangan serasi. Ibu senang melihat kalian berdua berdampingan begini." Senyum merekah dari bibir Agustine hanya dibalas senyuman tipis oleh Jharna, Max sendiri masih mempertahankan ekspresi datarnya itu. William di sisi lain meja makan tampak tidak berminat lagi sarapan, alat makannya dia hempas kasar dan meninggalkan ruangan tersebut. Dentingan alat makan terpusat ke arah William. Agustine terkejut karena mendadak William pergi begitu saja. Menghadirkan rasa cemas, lalu memutuskan menyusul anak bungsunya itu. Kini tinggal Max dan Jharna serta Aidan. Anak kecil itu lebih diam dari biasanya, membuat Jharna mencoba membuka suara dan tak memperhatikan Max di sampingnya. "Apa kau mau memakan yang lain?" tawar Jharna, sebab anaknya terlihat tak nafsu makan. Sedangkan Aidan menggeleng pelan, lalu menatap Jharna dengan tatapan polos. "Bu, bolehkah kita pulang saja?" "Kenapa kau tiba-tiba mau pulang, hmm? Mansion ini sekarang menjadi tempat tinggal kita, N

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-17
  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 12

    Kegiatan monoton setiap hari dijalani seorang Jharna. Sejak tempo hari, lebih tepatnya delapan hari lalu, dirinya hanya berdiam diri di kediaman Kingston. Ditambah ada berita hangat tentang dirinya yang ternyata pernah menjadi pasangan pesta bersama Theodor di pesta gala. Gunjingan serta kehidupan lama menyeruak bagai gas bumi yang coba ditimbun, sayangnya seseorang seperti menggalinya secara dalam, sehingga orang-orang beserta wartawan mendapatkan informasi hasil yang tak tahu dari mana datangnya. Jharna menghela napas ketika mematikan televisi. "Puaskan saja diri kalian, dasar pembual."Kemudian Jharna bangkit dan berjalan ke arah ruangan Aidan belajar. Di sana ada seorang guru wanita mengajarkan segala sesuatu kepada sang anak, mau itu pelajaran umu ataupun etika. "Setidaknya, pendidikan anakku sejak dini terjamin," gumam Jharna sembari tersenyum tipis. "Ternyata kau di sini." Jharna menoleh mendengar seseorang di belakang tubuhnya mengeluarkan suara. "Aku dan Mac ingin berbinc

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-18

Bab terbaru

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 48

    "Apa berita tempo hari cukup menghibur anda, Tuan?" Seseorang yang sedang dia tanya tak langsung menoleh.Max, dirinya tengah memandangi foto cantik Jharna melalui ponselnya. Perhatiannya harus teralihkan, karena pertanyaan menarik dari Austin barusan. "Ya, lumayan. Apa ada masukkan tentang bumbu tambahan?"Austin diam-diam tersenyum miring. "Tentu ada, Tuan-ku. Bumbu penyedap mana yang paling bagus, agar masakan tersebut kian sedap dirasa?""Saya menyarankan pemanis, seperti gula," tambah Austin bersemangat.Kening Max berkerut sesaat, lalu tak lama kepalanya mengangguk. Benaknya sampai membayangkan, rasa puas hasil kinerja anak buahnya satu ini. Perlahan-lahan bibirnya membentuk seringai menyeramkan. Dia gemar sekali hal yang menurutnya pantas dimasak. Contohnya, yang sedang mereka perbincangkan sekarang."Tampaknya aku mesti memberikan bonus untukmu, Austin," cetus Max sempat berpikir. "Lakukan apa maumu terhadap masakan yang sedang kau pegang. Janjikan aku hasil memuaskan nantinya

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 47

    Oliver menggaruk kepala belakangnya, ada rasa malu menghinggapi dirinya sejak memasuki kamar. Kekasihnya, Mac, tak mau berpisah kamar dan hanya ingin bersamanya. Dua insan yang sedang melakukan kegiatan masing-masing sesekali mencuri pandang ke satu sama lainnya.Mac menutup kasar laptopnya. Kini tatapan tajam menghadap Oliver sepenuhnya dia berikan. Wanita itu berpindah, mengikis jarak yang hampir membuat Oliver bangun. Tangannya mencekal lembut menghentikan pergerakan Oliver bersama kegugupan sang pria amat kentara kental di mimik wajah tampannya tersebut."Mau ke mana?" Oliver segera menggeleng cepat saat Mac melayangkan pertanyaan.Tiba-tiba Mac kembali bergerak, lalu duduk mengangkang di pangkuan Oliver, mengalungi pinggang kokoh sang kekasih menggunakan kaki jenjangnya. Kedua tangannya memegang pundak, seraya tatapannya kian serius. "Masih ingat janjimu setelah kita keluar dari sini nantinya?"Oliver menghembuskan napas lega, dia kira Mac mau melakukan hal tidak-tidak di kediama

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 46

    Dua hari berikutnya, Max memenuhi permintaan Jharna. Memulangkan anak tirinya ke rumah mereka sekarang ini. Pria itu semakin menerima kehadiran Aidan, walau anak itu bukanlah dari benihnya sendiri. Kehadiran calon anak mereka berdua seolah berdampak aura positif ke sekitar, hingga berpengaruh ke kehidupan Max. "Jadi aku akan mempunyai seorang adik?" tanya seorang anak kecil, tiada lain ialah Aidan. Sirat bahagia serta antusias ternyata juga membubuhi hati anak itu, membuat Jharna dan Max menganggukkan kepalanya serentak. "Wah, akhirnya!" "Apa kau sangat senang?" Max menggali sedikit kejujuran sang anak. Tentunya Aidan tanpa berbohong mengangguk semangat. "Sangat, sangatlah senang, Ayah!" "Aku berjanji akan menjadi seorang kakak yang baik," lanjutnya tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi susu. Max menoleh ke Jharna. Jharna memahaminya pun mengusap sayang lengan kekar nan kokoh tersebut, pertanda semuanya dapat berjalan lancar. Rasa haru sulit Max bendung, tapi kali ini dia

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 45

    "Hmm, pagiku disambut dengan berita terbaru ini—adalah hiburan," gumamnya menonton tayangan televisi. Kedua lesung pipinya tampak terbentuk, setelah sadar ulah siapa atau dalang di balik berita menggemparkan jagat media. Di luaran sana pasti khalayak telah menggunjing habis-habisan dua orang itu. Apa lagi dia tahu wanita di dalam berita, yang tengah menjadi sorotan perbincangan panas. Dia hanya menggelengkan kepala tidak habis pikir. Ada untungnya sempat menurut oleh pria itu, kalau tidak, semua keburukan yang dirinya sembunyikan bertahun-tahun akan terbongkar dengan cara melebihi kasus perselingkuhan sekaligus hal mengejutkan lainnya seperti di berita pagi ini. Ya, setidaknya menuruti keinginan ego adalah pilihan terbaik, ketimbang mengutamakan perasaan sendiri. "Mau bagaimana lagi, aku masih mencintai Jharna. Sekeras aku menepis kenyataan dan berusaha melupakannya, bagian terbaik ialah mencoba meletakkan dirinya di lubuk hati terdalam. Meski aku tersiksa sendirian, namun bayan

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 44

    Setelah sekian lama tidak memberi waktu pada dirinya sendiri, terutama mengistirahatkan mentalnya agar selalu terkendali dengan baik, Jharna kini tahu permasalahan tersebut selama dirinya sudah menerima Max kembali. Tanpa sadar dia menyisihkan celah buat mengaturnya sesuai keinginannya sendiri. Memanipulasi car berpikirnya dan tak serta-merta turut andil dalam permainan emosi. Sehingga menciptakan ruang di hati Jharna supaya mau terbuka, terlebih memaafkan atas kesalahan pria selaku suaminya. Entah itu perbuatan masa lalu atau masa sekarang yang tengah mereka jalani. Rasanya helaan napas berat adalah isyarat kurang tak nyaman, gambaran tepat mengenai suasana hati. Bahkan, raut wajah tanpa ekspresi enggan sekali menampilkan sedikit empati. Sayangnya, semua tidak bertahan lama. Jharna mempunyai sisi berpasrah serta firasatnya mengatakan, harus mau bersabar menghadapi Max. Dikarenakan pria itu pintu masuk penderitaan juga pintu keluar menuju kebahagiaan. Dia harap pun begitu. "Apa

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 43

    Pada malam harinya di restoran mewah berbintang lima. Max memutuskan mengajak Jharna menikmati suasana malam, hitung-hitung melepaskan penat setelah rasa letih mempengaruhi akibat kegiatan di kantor memuakkan. Rencananya Max mengajak Jharna ke tempat lain selain restoran nantinya. Jharna sendiri menuruti apa kemauan Max, sampai keduanya tak perlu pulang dan hanya membersihkan diri di kamar pribadi milik Max di ruang kerjanya. Terlebih, di sana sudah tersedia sebuah gaun indah nan anggun. Sama sekali tidak menunjukkan desain lekukan tubuh berlebih, tampak sangat sopan seperti gaun formal. Kini Jharna telah siap. Wajahnya di poles tipes dengan riasan sederhana, di tambah max juga baru keluar dari kamar mandi, mampu mengalihkan sebentar pandangan Jharna. "Apa gaun ini kau yang memilihnya?" Max berjalan menghampiri sang istri sembari mematri senyuman di bibirnya. "Tentu, khusus untukmu, hanya boleh aku menilai seberapa layak pakaian melekat di tubuh ini. Sekarang kau adalah istriku,

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 42

    Sepasang mata memicing tajam menilai ingatan yang lama tenggelam akibat larut dalam waktu. Alisnya menukik seraya menggigit kuku jari, merupakan kegiatan ini biasa dirinya lakukan. Kendati usai, dia justru semakin memikirkan jika ada kegagalan saat rencananya dimulai."Tidak, aku tidak boleh teralihkan. Dulu Max dan aku memang mempunyai kehidupan damai disertai canda-tawa menghias hubungan kami, meski itu terjadi pada waktu remaja," gumamnya, bermonolog. Kini kedua tangan terlipat di depan dada, matanya tergambar jelas hati yang tengah was-was entah mengarah tak tentu. Helena berharap Max melirik dirinya seperti dulu mereka menghabiskan masa remaja. Dia jadi ingat setelah mengulik ingatan lampau pada masa itu. Sesosok remaja perempuan perempuan berhasil merebut hati Max."Wajahnya samar sekali. Ingatlah, Helena, siapa dia!" rutuknya berusaha mengingat wajah remaja perempuan, yang mengalihkan perhatian sang pujaan."Aku hanya mengingat warna rambutnya, coklat. Tidak lainnya," lirih He

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 41

    Jharna menerima beberapa suapan di waktu sarapannya pagi ini. Pria berstatus sebagai suaminya itu selalu melimpahkan perhatian sedari dirinya membuka mata, entah hanya mengantarkan dirinya ke kamar mandi atau perlakuan kecil lain. Padahal dia masih mempu melakukan semuanya sendiri, tapi Max gigih ingin memberikan hak terbaik untuknya. Ditambah lagi saat mendengar penjelasan dokter mengenai kesehatannya, ternyata Jharna terlalu lelah melakukan kegiatan ranjang dan Max sendiri selaku suami berterus terang tanpa ada yang ditutupi, meski jujur saja Jharna malu dibuatnya. Apa lagi dokter seolah memaklumi setiap Max menjelaskan. "Apa ada seseorang yang merawat Aidan di rumah?" Pergerakan tangan Max berhenti, mengambang di udara sebentar dan kembali menyuapi Jharna. "Tentu ada. Di sana banyak pelayan yang rela menjaga Aidan dua puluh empat jam," jawab Max tenang. "Ya, aku tahu itu. Namun, di mana keberadaan Bibi Rula sekarang? Sampai saat ini aku belum menerima kabar apapun darinya, M

  • Menikahi Tuan Maximilian   Bab 40

    "Kenapa kau terus menatapku begitu, hmm?" Jharna menggeleng pelan, lalu dia mengalihkan tatapannya. "Benarkah cintamu untukku itu nyata?" lirih Jharna bertanya tanpa melirik Max di dekatnya. Kegundahan selalu bersemayam di hati, keyakinannya baru beberapa persen karena akhir-akhir kepalanya sakit luar biasa.Max sendiri terdiam, terbungkam keheningan di tengah-tengah pertanyaan yang semestinya tak perlu ditanyakan lagi. Sesaat dirinya hampir larut di lamunan semu, kemudian tersenyum tipis sambil menggapai dagu Jharna, membuat Jharna menengadahkan kepala supaya matanya menatap dirinya sepenuhnya sekarang. "Pertanyaan bodoh. Tentu aku mencintaimu sejak lama, kau sendiri memilih pergi dan tak percaya. Ya, aku harus apa?" Jharna tertegun. Lalu membuang pandangan ke samping, tetapi Max mencegah gerakkannya itu. "Mau mengelak serta berlari sejauh kau bisa, aku tetap akan menarikmu kembali, Jharna. Meyakinkan, jika perasaan ini nyata, walau kau sadar sendiri semuanya selalu kau tepis.""Ap

DMCA.com Protection Status