"Iya, Cella ... Mo-mobil Mama dibawa Tuan Samuel."Saraswati menangis tersedu-sedu. Air matanya sudah membasahi wajah. Bahkan riasan make-up nya mulai luntur. Beberapa pengunjung restoran yang melihat penampilan Saraswati terkekeh. Ada juga yang merasa iba meskipun tidak tahu akar permasalahannya."Tidak mungkinlah, Ma! Tuan Samuel itu kan kaya raya! Tidak mungkin dia membawa kabur mobil Mama. Waktu itu kan kita lihat sendiri, kalau mobil Tuan Samuel lebih mewah, lebih mahal harganya dari mobil kita." Cella masih tidak percaya dengan ucapan wanita yang telah melahirkannya padahal Saraswati sudah menangis tersedu-sedu."Cella! Kau ini kenapa sih? Kenapa gak percaya sama omongan Mama? Kenapa, Cella? Mama bicara serius kalau mobil Mama dibawa kabur Tuan Samuel, Cella ... Mama mohon, cepat jemput Mama! Cepat, Cella!"Saraswati tidak mau mendengar tanggapan dari anak kandungnya lagi. Ia langsung mematikan sambungan telepon. Menangis sejadi-jadinya. Hatinya sangat sakit karena Cells tidak p
"Nanti kalau sampai di rumah, barulah aku kasih tahu caranya. Sekarang Mama tenang dulu, tarik napas, embuskan perlahan." Saraswati mengikuti saran Cella. Paling tidak, sekarang Cella lega karena Mamanya bersikap tenang. Sangat bahaya jika Saraswati marah-marah tidak jelas di jalan raya begini. Cella tidak mau mengambil resiko.Sesampainya di rumah, Saraswati langsung menarik lengan anak kandungnya masuk ke dalam kamar Cella."Cella, cepat katakan sama Mama! Cara apa yang membuat Abimanyu mau menyerahkan hartanya pada Mama. Apa caranya, Cella?"Cella menghela napas kasar, melepaskan tangan Mamanya dari lengan. Dia pikir, Saraswati telah lupa. Ternyata masih saja ingat. Bagaimana ini? Apa yang akan Cella katakan?"Hmmm ... Nanti dulu ya, Ma? Aku mau keluar dulu. Oke?"Tanpa menunggu tanggapan Mamanya, Cella langsung melesat keluar kamar. Sontak, Saraswati memanggil nama Cella histeris. Nihil, Cella sudah masuk ke dalam mobil, meninggalkankan halaman rumah Tuan Abimanyu."Saraswati!" Pa
Pagi-pagi sekali, mobil Saraswati yang ditumpangi Samuel berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah Tuan Fernandes, mantan mertuanya. Samuel datang lagi ke rumah ini dengan maksud untuk membujuk Angela dan keluarganya agar mengizinkan dirinya tinggal di rumah itu lagi. Dia tidak mau jatuh miskin, tidak mau hidup susah seperti sebelum ia menikah dengan Angela. Sekarang Samuel akan manfaatkan kedekatannya dengan anak-anak yaitu Ayla dan Angga. Dua anak Samuel itu memang cukup dekat dengan dirinya. Sedangkan di dalam rumah, kedua anak Samuel tampak malas menyantap sarapan. Tuan Fernandes dan Nyonya Merlyn sangat prihatin dengan keadaan kedua cucunya."Ayla, Angga, roti panggangnya dimakan, Nak," ucap Nyonya Merlyn menegur darah daging Angela dan Samuel."Iya, Oma." dengan terpaksa dua anak Angela menyantap sarapan meski tidak lahap. Angela sendiri baru keluar kamar, ia berusaha bersikap sumringah. Senyum manis ia tunjukkan, begitu pula suaranya yang terdengar lembut dan riang."Anak-an
Seharian ini, Ibu Sinta sangat gelisah memikirkan keadaan anak tunggalnya. Esok Jake akan menikah, sedangkan ia masih di rumah. Tidak ada persiapan apapun untuk membantu acara pernikahan Jake. Tidak seperti sebelumnya, Ibu Sinta banyak sekali membuat kue-kue. Wanita tua itu menghampiri suaminya yang tengah duduk melamun di kursi depan teras rumah. Waktu telah menunjukkan pukul delapan malam. Tetapi, Pak Ibrahim tidak mengajak istrinya pergi ke Jakarta menghadiri pernikahan anaknya esok hari."Kopinya, Pak," ucap Ibu Sinta, meletakkan secangkir kopi di atas meja. Pak Ibrahim menoleh, mengucapkan terima kasih. Kemudian, menyeruput kopi tersebut.Ibu Sinta merasa kesepian sejak Jake memutuskan tinggal di ibu kota. "Pak, besok anak kita menikah. Bapak yakin tidak ingin datang menghadirinya?" Setelah mengumpulkan keberanian, Ibu Sinta bertanya. Ia berharap, suaminya menjawab sesuai keingian hatinya. Biar bagaimana pun, seorang Ibu pasti ingin menghadiri acara sakral anak kandungnya. Pak I
Malam pertama Jake dan Helena terlewati sempurna. Helena menjadi wanita paling bahagia. Begitu pula Jake, dirinya pun merasa menjadi lelaki sejati. Bahkan, Helena seperti wanita yang tidak pernah puas mendapat nafkah bathin suaminya.Pagi ini, usai 'melakukan satu kali lagi', Helena meminta Jake memandikannya. Tentu saja, Jake mengabulkan dengan suka hati. Mereka pun sempat 'melakukannya'. Helena tersipu malu, menggigit bibir saat keduanya telah selesai membersihkan diri. Jake pun tidak menyangka jika Helena tak malu-malu meminta nafkah bathin padanya."Jake, kamu ... kamu mau sarapan di sini atau bersama mereka?" Bibir yang terlihat lebih tebal itu bertanya. Melihat keadaan leher jenjang Helena yang penuh bekas kecupan, rasanya tidak mungkin Jake membiarkan istrinya keluar kamar."Hmm ... Nona, bagaimana kalau kita sarapan di sini saja?""Oke, aku ambilkan sarapannya dulu.""Jangan, Nona. Biar saya saja yang mengambilnya. Nona tunggu di sini." Kening Helena mengkerut, tidak mengert
"Terima kasih, Jake. Kamu suami yang sangat baik," puji Helena tulus. Jake meletakkan sarapan untuk istrinya. "Sama-sama. Nona juga istri yang baik," balas Jake yang ditanggapi kekehan kecil Helena."Istri yang baik apanya? Sarapan saja kamu yang ambilin," timpal Helena mengolesi roti tawar dengan selai nanas kesukaannya. "Kamu sudah menjadi istri yang baik karena ... karena sudah melayaniku dengan agresif."Helena tergelak, ia sampai terbatuk-batuk."Jake ... kenapa kamu bahas masalah itu?""Bukan membahas, aku hanya ... hanya membalas pujianmu." Sebelah alis Jake terangkat. Tidak dapat dipungkiri jika Jake terlihat tampan. Helena memalingkan muka ke arah lain, menggigit roti tawar. Wajahnya bersemu merah menahan malu karena Jake mengingatkannya tentang hubungan suami istri yang telah mereka lakukan. "Nona, kemarin Papa sempat bilang. Katanya hari ini kalau aku bersedia, datang ke kantor. Menurutmu bagaimana?" Jake mengalihkan pembicaraan. Dia pun tak ingin larut dalam pembahasan
Sumpah demi apapun, Saraswati tidak menyangka akan bertemu dengan mantan suaminya yang dulu menelantarkan Saraswati dan Cella. Ternyata benar yang dikatakan Cella, kalau Toni Sanjaya sekarang sudah menjadi orang yang kaya raya. Rupanya pemilik restoran ini adalah Toni Sanjaya. "Jaga bicaramu, Toni! Siapa yang menderita? Hidupku dan Cella sangat bahagia ketika dinikahi Abimanyu," ucap Saraswati tidak ingin kalau mantan suaminya mengetahui ia hidupnya menderita. Dulu, Saraswati memang sangat bahagia. Dia benar-benar menjadi ratu di rumah itu. Tetapi, sejak Helena kembali pulang ke rumah dan tinggal di sana, hidupnya jadi tidak bahagia. Setiap malam, Saraswati selalu gelisah karena takut suatu waktu akan keluar dari rumah Tuan Abimanyu. Bahkan, Saraswati tidak berani membayangkan jika suatu saat nanti Tuan Abimanyu menceraikannya. Tidak mau! Saraswati tidak mau itu terjadi. Dia ingin menjadi istri Tuan Abimanyu dan tinggal di rumah itu selamanya."Hahahaha ...." Toni tertawa lepas. Ia
Sungguh, Saraswati sangat kecewa dan sakit hati pada Cella, anak kandungnya. Cella begitu tega tidak memberitahu pernikahannya dengan Roger pada Saraswati. Sedangkan pada Toni, yang dulu pernah mencampakkan mereka justru diberitahu. Di mana hati nurani Cella? Kenapa tidak memberitahu perihal pernikahannya dengan Roger."Aku gak ngerti, kenapa Cella sampai tidak memberitahumu? Apa karena kamu tidak menyukai Roger? Kalau dipikir-pikir, lebih baik aku. Walaupun dulu pernah mencampakkan kalian, tapi lihat! Cella justru datang padaku dan meminta aku agar menjadi wali atas pernikahannya." Kesombongan Toni menyentak Saraswati. Wanita tua itu menyeka kasar lelehan air mata yang tanpa disadari membasahi wajahnya. Kemudian, menatap penuh kebencian pada lelaki yang tersenyum mengejek."Jangan sombong! Dengarkan aku baik-baik, jangan merasa jumawa dulu karena sudah mendapat kepercayaan Cella! Aku ini ibunya! Wanita yang telah mengandung dan melahirkan Cella! Tahu betul, bagaimana sifat asli dia!