Mendengar kabar anak bungsunya berada di rumah sakit karena jatuh terpeleset di anak tangga, Abimanyu menyudahi pekerjaan. Dia langsung pergi menuju rumah sakit yang sudah diberitahukan Jake. Hati Abimanyu sangat cemas akan keadaan Helena. Khawatir, jika Helena mengalami luka yang serius. Mengingat sebentar lagi acara pernikahan Jake dan Helena akan dilangsungkan.Sampai di rumah sakit, Abimanyu berjalan cepat menuju ruangan VVIP. “Jake!” Panggil Abimanyu melihat Jake yang baru saja keluar dari salah satu ruangan. Jake mengulas senyum, menyambut kedatangan calon papa mertuanya.“Om?” “Bagaimana kabar Helena? Apa dia baik-baik saja? Tidak ada yang cedera?” Kecemasan tergambar jelas. Abimanyu menatap lekat Jake penuh harap. Berharap kalau anaknya tidak mengalami hal buruk.“Tidak ada, Om. Sebelah kaki Helena terkilir dan jatuh pingsan. Mungkin Helena pingsan karena terkejut, Om.” Jake memberi penjelasan yang sekiranya dapat masuk akal. “Om ingin melihatnya, Jake.”“Silakan,
“Biii ... Bi Sumi!” Ibu dan anak itu bergegas memanggil ketua Chef di istana Tuan Abimanyu. Bi Sumi yang memasak menoleh, membungkukkan setengah badan.“Iya, Nyonya? Ada apa?” Penuh hormat, Bi Sumi merunduk dalam. Tak berani ia membalas tatapan kedua majikannya. Cella dan Saraswati selalu saja bersikap semena-mena. “Jawab pertanyaan kami dengan jujur! Tadi kenapa kau mengepel hanya anak tangga yang mengarah ke kamar Helena saja? Kenapa? Apa ada noda di sana?” selidik Saraswati menatap tajam wanita yang usianya lebih dari seabad. Bi Sumi menelan air liur. Terkejut, tidak menduga kalau istri kedua Tuan Abimanyu bertanya demikian.“Kenapa kau diam saja? Cepat jawab!” gertak Cella, matanya melotot seperti mau melompat. Mereka berdua sudah tidak sabar mengetahui fakta yang akan menyebabkan pernikahan Jake dan Helena batal. Tidak hanya itu, Cella maupun Saraswati menginginkan Helena diusir seperti Bella dulu karena ketahuan hamil di luar nikah.“Sa-saya mengepel darah ....” Jawaban
Jam sepuluh malam, Tuan Abimanyu baru tiba di rumah. Kepulangannya tidak ada yang menyambut. Saraswati yang biasa menyambut pun, kini mulai enggan. Kecewa akan sikap Tuan Abimanyu yang belakangan sangat berubah. Lebih mementingkan Helena dari pada dirinya. Melihat Saraswati tengah duduk di atas ranjang sambil bermain handphone, Tuan Abimanyu tampak tak peduli. Bertanya saja enggan. Mereka seolah sedang perang dingin. Tuan Abimanyu sangat kecewa dengan sikap Saraswati dan Cella di belakangnya.Saraswati memerhatikan sikap suaminya yang tak peduli akan keberadaannya. Lima belas menit membersihkan diri, Tuan Abimanyu mengganti pakaian dan berbaring membelakangi Saraswati yang masih duduk bersandar di atas ranjang."Mas?”Saraswati tak tahan juga diam-diaman seperti ini.“Hm?”“Kau kenapa? Kenapa kau dingin padaku?” Pertanyaan Saraswati membuat Tuan Abimanyu membuka mata yang baru saja terpejam. Ia lantas beringsut, duduk bersandar, pandangan lurus ke depan.“Aku tidak apa-apa.”
Sungguh, Saraswati tidak menduga kalau anak kandungnya sendiri menyakiti hatinya.“Kenapa kau bicara seperti itu, Cella? Kenapa?”“Karena aku sudah tidak peduli! Aku capek dan muak! Aku ingin hidup tenang!” Sorot mata Cella menghujam hati Saraswati. Wanita itu sangat bersedih dan terluka mendengar ucapan anak kandungnya. Selama ini, Cella selalu mendukung segala rencana dan keputusannya. Tetapi, sejak bertemu dengan Toni, Saraswati merasa sikap anaknya mulai berubah. Sudah tidak terlalu terobsesi akan harta kekayaan Abimanyu. Cella pergi begitu saja. Tidak ingin menunggu tanggapan dari Mamanya. Sebulir air mata Saraswati membasahi pipi kiri. Sekarang ia merasa sendirian. Abimanyu dan Cella telah menjauhinya. Saraswati menyeka kasar air mata. Dia tidak ingin kalau orang lain melihat kesedihannya. Saraswati menarik napas kasar, mengembuskannya perlahan. Ia harus fokus, tidak boleh bersedih. Harus bisa menjalankan rencananya meski tanpa Cella. *** “Jake, kapan aku dibolehkan pula
“Siapa, Jake?” tanya Helena ketika Jake telah masuk ke dalam ruangan. Jake berusaha mengatur napas, tidak ingin Helena menaruh curiga jika dirinya telah memukul seseorang.“Jake?” Helena kembali memanggil. Jake gelagapan, salah tingkah.“Ada pasien rumah sakit jiwa yang nyasar ke sini,” jawab Jake asal. Helena dahinya mengkerut. Tidak mungkin ada pasien dari rumah sakit lain yang datang ke sini.“Kau bercanda?” telisik Helena, menatap lekat pria yang duduk di kursi samping ranjang. “Iya, aku bercanda. Sudahlah, kau istirahat saja. Aku mau cari sarapan dulu. Tidak apa-apa, aku tinggal sebentar?”“Iya, tidak apa-apa.”Jake beranjak, meninggalkan Helena yang masih berbaring. Jika mengingat kedatangan Samuel, ingin sekali Jake memukul Samuel sampai babak belur. Jake sangat tidak .suka mendengar ada orang lain yang menghina Helena. Meskipun itu benar! Helena pernah menjadi kekasih simpanan Samuel. Jake mengusap wajah kasar. Tidak ingin mengingat ucapan Samuel yang mengatakan telah m
"Om? Kapan datang?" sapa Jake bertemu dengan Tuan Abimanyu di lorong rumah sakit. "Dari tadi. Tolong jaga Helena dengan baik. Kalau ada apa-apa, segera hubungi Om.""Baik. Saya akan menjaga Helena."Tuan Abimanyu melanjutkan langkah. Pikirannya benar-benar bimbang atas saran yang diucapkan Helena. Memang benar, ketika dulu Bella bekerja di perusahaannya, banya investor yang menanamkan sahamnya. Tetapi, pada saat posisi Bella digantikan Cella, tidak ada penambahan investor tiap tahunnya bahkan ada yang terang-terangan mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Sekali lagi, Tuan Abimanyu harus mempertimbangkan saran Helena.*** "Jake, kau sudah selesai sarapannya?"Helena bertanya saat mengetahui yang masuk ke dalam ruangan adalah Jake Abraham. Lelaki itu mengangguk, berjalan mendekati Helena dan duduk di kursi yang berada di samping ranjang pasien."Sudah. Tadi Tuan Abimanyu datang ke sini?""Iya, Jake. Aku senang sekali Papa sekarang sudah perhatian dan peduli lagi padaku." Helena s
Bella tersenyum getir. Dirinya tidak yakin kalau Tuan Abimanyu mau mengajaknya bekerja di perusahaan lagi. Bella sudah mengecewakan bahkan membuat malu Tuan Abimanyu. "Kau ini ada-ada saja. Mana mungkin Papa menyuruh Kakak kerja lagi. Sudahlah, lebih baik kita berdoa, semoga perusahaan Papa kembali normal. Tidak ada lagi investor yang menarik sahamnya." Bella hanya menanggapi santai. Tidak terlalu berharap pada Papanya. Sekarang Bella sudah terbiasa hidup serba sederhana, ia pun sudah menikmati perannya sebagai Ibu rumah tangga. "Kalau berdoa pasti, Kak. Hanya saja aku kasihan sama Papa. Sekarang sikap Papa terlihat dingin ke Mak Lampir dan Cella. Kakak sabar ya, aku akan membuat Papa menyuruh Kakak pulang ke rumah lagi. Aku ingin kita kumpul bersama, Kak." Harapan Helena begitu besar. Sejak kepergian Bella, Helena tidak betah tinggal di rumah, lebih memilih tinggal di apartemen, bergaya hidup bebas. Tetapi, sekarang Helena ingin kembali ke rumah. Ingin tinggal bersama Papa dan Kaka
Bella sudah tidak bisa menahan diri membalas penghinaan yang dilakukan Saraswati pada adik kandungnya.Sorot mata Saraswati begitu tajam menatap Bella dan Helena. Kedua tangannya mengepalkuat, ia merunduk sebentar lalu menarik napas panjang."Terserah apa katamu, Bella! Yang jelas, saat ini kau sudah didepak dari rumah dan namamu sudah dicoret Mas Abimanyu. Dan akulah pemenangnya. Hahahahah ...."Gelak tawa Saraswati membahana, memenuhi ruang inap Helena."Sekarang kau boleh tertawa, sebentar lagi kau akan menangis, mengemis padaku agar tidak diusir Papa dari rumah. Bersiap-siap saja."Perkataan Helena membuat gelak tawa Saraswati seketika berhenti. Kedua matanya nyalang menatap anak bungsu Tuan Abimanyu yang tengah tersenyum manis. Begitu pula Bella, wanita itu tersenyum bahagia karena Helena berani mengancam Saraswati."Jangan mimpi kau, Helena! Papa kalian tidak mungkin mendepakku dari rumah! Tidak akan mungkin!" Saraswati berkata penuh percaya diri dan penekanan. Rahangnya mengera
Raut wajah Jake sangat sumringah mendengar kalimat yang diucapkan kakak iparnya. Kali ini Jake sangat bahagia karena benih yang ada di dalam rahim Helena adalah benih darinya. Jake menaiki anak tangga dengan senyum lebar. Membuka pintu kamar, terlihat Helena tengah tergolek lemah. Jake langsung mendekati, menggenggam telapak tangan istrinya. "Ada apa, Jake?" tanya Helena lemah, pandangannya sangat sendu, wajah putihnya semakin memucat. "Kata Kak Bella dan Mama Saraswati, kamu sedang hamil." Ucapan yang disampaikan Jake membuat kening Helena mengkerut. Ia berpikir sejenak, bagaimana mungkin dirinya hamil padahal belum lama mengalami keguguran?"Tapi, aku kan Jake---"Kalimat Helena terpotong. Ia tak boleh merusak kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah suaminya. Lebih baik, ia ke dokter kandungan saja, memeriksakan kondisinya. "Baiklah. Kita ke dokter aja, ya? Supaya lebih pasti.""Iya, Sayang. Aku siap-siap dulu. Kamu mau ganti pakaian gak?" Jake bertanya tergesa-gesa. Helena meng
Roger mencaci maki istrinya. Dia tentu terkejut mendengar Cella menyerahkan sertifkat apartemen pada Toni Sanjaya yang tak lain papa kandung Cella sendiri. Sebenarnya Roger tak pantas bicara demikian. Terserah Cella mau memberikan sertifikat apartemen ke siapapun. "Kamu kenapa marahin aku? Memangnya kenapa dengan papaku? selama ini ke aku baik kok." Cella tidak terima Roger membentak, mencaci maki dirinya. Toni dulunya memang pernah jahat, tetapi belakangan lelaki itu sering membantu Cella dan juga menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya terhadap Cella. Kasih sayang yang selama ini tidak pernah Cella dapatkan. "Kenapa marahin kamu? Ya karena kamu bodoh. Papamu baik ke kamu karena ada maunya. Kalau kamu gak percaya padaku, buktikan saja nanti sendiri. Aku yakin seratus persen, papamu itu akan menjual apartemenmu," tandas Roger tanpa keraguan. Sedikit banyak Roger sudah tahu sifat Toni. Lelaki itu selalu saja memanfaatkan kesempatan. Sekarang Cella telah menyerahkan surat berharga p
"Cella, kalau boleh, Papa ingin lihat sertifikat apartemen ini. Ya takutnya ada yang salah," ucap Toni beralasan. Padahal dalam hati, ia menyimpan rencana busuk. Tak peduli dia adalah istrinya, anaknya, atau pun temannya. "Takut ada yang salah gimana, Pah?" Cella tak mengerti. Dia sudah lama membeli apartemen ini. Sampai sekarang tidak ada masalah apa-apa."Ya kamu gak tau aja, di luar sana ada banyak orang yang tertipu membeli apartemen gara-gara sertifikatnya palsu." Cella menyimak penuturan yang disampaikan Toni. "Masa sih, Pah? Aku selama ini gak pernah bermasalah.""Ya coba bawa ke sini dulu. Papah ingin lihat." Toni mengeluarkan sebungkus rokok, mengambil sebatang dan memantiknya. "Baiklah." Cella beranjak, masuk ke dalam kamar, mengambil sertifikat apartemen yang disimpan rapi di laci bawah meja rias. Kemudian, menunjukkan pada Toni yang tak lain ayah kandungnya. "Ini, Pah. Aku bikin ini langsung ke notaris. Kayaknya gak mungkin kalau palsu."Toni mengabaikan ucapan Cella.
"Kamu kenapa terlihat murung, Saras?" tanya abimanyu saat mereka berada di dalam kamar."Aku teringat Cella," jawab Saraswati, wajahnya terlihat sendu. Bertemu kembali dengan Cella membuatnya murung. Kesedihan yang dialami Saraswati jauh dari Cella begitu dalam. Sebagai seorang ibu, Saraswati pun merindukan wanita yang dulu terlahir dari rahimnya."Kenapa Cella? apa dia meneleponmu? menyakiti hatimu lagi?" Abimanyu tampak mengkhawatirkan istrinya. Ia merangkul pundak Saraswati, membelai pelan dan berusaha menenangkan.Saraswati menatap Abimanyu dengan wajah kebingungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa. "Enggak, Mas. Cella gak telepon aku. Aku hanya merindukannya. Kamu tentu tau, kalau aku selama ini selalu membelanya. Apapun yang dia lakukan, aku selalu berada di dekatnya. Aku hanya tidak membelanya saat ia lebih memilih menikah dengan lelaki yang telah memiliki istri. Itu seperti mengorek lukaku di masa lalu, Mas. Aku merasa kalau Cella gak ubahnya dengan wanita yang telah mengha
Setelah hidup bersama selama beberapa waktu, Cella mulai merasa bahwa Roger telah berubah menjadi seorang yang berbeda dari saat pertama mereka bertemu. Roger semakin sering merendahkan Cella, memarahinya dan mengabaikan kebutuhan dan perasaannya. Cella merasa sangat kesal pada awalnya, tetapi dia bersikeras untuk tetap bersama Roger dan tetap berharap bahwa akan ada perubahan di masa depan.Namun, semakin lama, sifat Roger yang buruk semakin jelas, terutama setelah dia mulai membandingkan Cella dengan istri pertamanya. Roger sering menyebutkan istri pertamanya dengan nama yang buruk dan menyatakan bahwa ia lebih memilih Cella daripada istri pertamanya. Cella merasa sangat terhina dan keberatan dengan perlakuan Roger tersebut.Suatu hari, Cella tidak tahan lagi dan menghadap Roger, marah dan bertanya mengapa dia begitu berubah dan tidak mencintai dia seperti saat dia memilihnya untuk menjadi istrinya."Kenapa kamu begitu berubah, Roger? Aku tahu bahwa kamu lebih memilih aku daripada i
Bella dan Helena berdiri di depan butik mereka yang baru saja dibuka pada hari pertama bisnis mereka. Wajah mereka dipenuhi dengan antusiasme dan harapan untuk menjadi sukses dalam bisnis mereka. Keduanya saling berpandangan selama beberapa menit, kemudian Bella mulai membuka pintu toko dan para pelanggan mulai berdatangan untuk memeriksa produk-produk yang mereka tawarkan."Sudahkah kamu siap untuk menjadi pengusaha hebat?" tanya Bella kepada Helena dengan antusiasme."Sudah siap di hari pertama yang indah ini!" jawab Helena sambil tersenyum.Bella dan Helena saling menatap dan tersenyum, kemudian Bella menunjukkan produk-produk terbaru mereka, termasuk pakaian dan aksesoris terbaru yang menyenangkan."Produk-produk itu sangat indah, Kak Bella. Aku yakin kita akan sukses dalam waktu singkat!" kata Helena dengan senyum lebar.Namun, tidak lama setelah butik dibuka, Bella dan Helena mendapati bahwa persaingan di bisnis fashion cukup ketat. Orang-orang yang menjual produk yang sama deng
Saraswati terkejut mendengar nama anak kandungnya disebut Melani. Jadi, benar ... kalau Roger yang menjadi suami Cella adalah suami Melani juga. Helena dan Bella menoleh pada Saraswati yang tampaknya merunduk malu. Bella merangkul bahu Saraswati, memberinya ketenangan. Sedangkan Helena terdiam membisu, tidak tahu harus berkata apa. Beruntung, Roger tidak mengenal Saraswati adalah Ibu kandung Cella. Jika mengenal, entah apa yang terjadi. "Mohon maaf, Mbak Melani. Kalau begitu pamit, ya?" Helena tak enak berada di tengah-tengah pertengkaran suami istri yang akan bercerai itu. Apalagi melihat Saraswati yang salah tingkah karena nama anaknya disebut oleh pemilik dua ruko yang akan dijadikan usaha butik oleh mereka."Oh iya, silakan. Terima kasih banyak, ya?" timpal Melani mengabaikan keberadaan Roger yang kesal dengan jawaban istrinya. Jauh dari lubuk hati Roger, ia menyesal karena telah berselingkuh sampai menikah dengan Cella. Ia pikir, bercerai dengan Melani akan memudahkan dirinya me
Nama itu nampak tak asing di telinga Saraswati. Seperti pernah mendengarnya. Ia berusaha mengingat-ingat siapa gerangan wanita yang bernama lengkap Melani Wira Atmaja?"Tadi karyawan saya menyampaikan katanya kalian ingin membeli ruko yang di sebelah cafe saya, ya?" Pertanyaan Melani membuyarkan lamunan Saraswati. Bella dan Helena serempak menganggukkan kepala. Mereka memang berencana ingin membeli ruko yang berada di samping cafe ini. Rencananya ruko tersebut akan dibuat usaha butik. "Benar, Mbak. Kami memang berniat membelinya jika harganya cocok," jawab Helena tersenyum simpul. Melani manggut-manggut, kemudian wanita itu langsung menawarkan harga. Bella dan Helena tidak menyangka kalau harga yang ditawarkan Melani sesuai keinginannya. Mereka pikir, harga dua ruko tersebut sangat mahal. Kalau sesuai harga yang ditawarkan Melani, Bella maupun Helena langsung menyanggupi. Meskipun mereka merasa heran, kenapa Melani menjual dua ruko itu di bawah harga pasaran?"Mbak Melani maaf, apa g
Cella semakin bingung mendengar pertanyaan dari wanita yang di seberang telepon sana. Apa mungkin itu adalah istri pertama papanya?"Aku anak kandung papa Toni dari istri pertamanya. Sekarang katakan padaku, di mana papa Toni? Aku ingin bicara padanya." Tanpa memikirkan resikonya, Cella mengatakan yang sejujurnya. Padahal jika Cella tahu, kalau dulu wanita itulah yang merebut Toni dari mamanya, mungkin Cella tidak sembrono mengatakan siapa dirinya sebenarnya. "Apa? Jadi kamu anaknya si Saraswati itu?" Suara seseorang yang berada di ujung telepon mengejek kejujuran Cella. Namun, sedikit pun Cella tidak merasa cemas jika kejujurannya ini akan membuat Toni sangat marah."Iya. Aku anaknya. Bahkan beberapa hari kemarin aku sempat tinggal di rumah papa Toni." Cella seolah sengaja ingin memberitahu tentang kedekatannya dengan Toni. Wanita bernama Friska itu sangat geram mendengar pengakuan yang disampaikan anak tirinya. Friska mengepalkan kedua telapak tangan. Amarahnya sudah naik ke atas u