Malam yang hening dengan semilir angin yang lembut membelai tubuh wanita bernama Reyna. Rasanya sudah tidak sabar menunggu hari esok. Semua orang telah tertidur lelap karena kelelahan untuk persiapan besok. Namun Reyna tetap antusias menunggu pagi yang indah tanpa merasa mengantuk.
"Semoga esok akan menjadi langkah terakhir aku gagal menikah. Fyuh!" terangnya penuh harap.
Ingin sekali Reyna tertidur walaupun hanya beberapa menit saja, tapi sulit sekali. Ia mencoba memutar lagu relaksasi untuk pengantar tidur.
Membaringkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Diiringi dengan suara musik, akhirnya wanita itu bisa terlelap dari segala penatnya. Mimpi-mimpi Reyna mulai muncul di benaknya. Semakin lama Reyna larut dalam ketenangan mimpi dalam tidurnya.
Saking terlelapnya Reyna, mentari yang muncul dari ufuk timur tidak ia rasakan. Pagi yang tentram itu hilang, karena suara gaduh beberapa orang.
"Apa? Enggak mungkin! Coba kamu cari tahu kabar terupdate tentangnya! Mana bisa seperti ini!" teriak salah seorang wanita dengan gemetar.
Rasanya baru 10 menit Reyna terlelap. Tapi keributan sudah terjadi di pagi hari yang sendu.
Tampak langit sedang mendung menyembunyikan sesuatu. Reyna terperanjat dan mencoba bangun dari tempat tidur.
Langkahnya masih terhuyung-huyung karena baru saja ia terbangun. Masih mengantuk dan mata setengah terpejam Reyna menghampiri sumber keributan itu.
"A-ada apa ini, Bu?" sosor Reyna parau.
Orang-orang yang berada di situ terkejut dengan kedatangan Reyna yang mendadak sekali. Mereka mencoba bungkam, tidak berani mengungkapkan kebenaran yang menyakitkan.
Sebisa mungkin ibu Reyna harus tegar di depan anaknya. Memapah anaknya itu untuk kembali masuk ke dalam kamar. Ibu Reyna hanya bisa menangis sesenggukan sambil memeluk anaknya itu.
Anak semata wayang satu-satunya ini selalu mengalami kesialan. Lagi dan lagi ibu Reyna menangis semakin tersedu-sedu membuat Reyna kebingungan.
"Katakanlah, Bu! Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Reyna kebingungan karena melihat ibunya terus menangis.
Ia tidak menyangka ternyata kutukan itu masih melekat hingga ketiga kalinya. Gagal lagi hingga Reyna merasa depresi dengan apa yang di alaminya.
"Maafkan ibu, Nak! Maafkan ibu ...," rintih ibu Reyna semakin membuatnya tak enak hati.
"Maafkan ibu. Karena ini ulah ibu ... kau-kau—"
"Enggak mungkin, Bu. Enggak! Ibu pasti bohong 'kan?" sela Reyna seiring air mata mulai membasahi pipi.
Ibu Reyna hanya bisa diam dan terus menangis. Ia tidak tahu harus bicara apa lagi pada anaknya itu. Janji hanyalah janji, ia tidak bisa menepatinya untuk kesekian kali. Habis sudah kesabaran Reyna saat itu.
Tangis Reyna meledak semakin keras. Rasa sakitnya sudah tidak bisa di bendung lagi oleh apapun. Tidak ada kata yang tepat untuk menjabarkan duka dan lara Reyna. Ia meraung-raung memohon calon suaminya kembali ke dunia ini.
Kehilangan sosok yang benar-benar sudah terajut. Reyna tidak bisa semudah itu menerima kenyataan pahit. Kesialan sehari menuju pernikahan selalu dirasakan Reyna setiap saat. Entah itu calon suami Reyna kecelakaan ataupun mati.
Ia benar-benar tidak bisa menerima lagi kejadian pahit ini. Mengapa harus dirinya yang menjadi korban kutukan ini.
Tidak ada wanita yang kuat gagal menikah sudah enam kali. Selalu saja merenggut kebahagiaan Reyna tak mengenal waktu. Reyna menangis sejadi-jadinya di pelukan sang ibu. Ia benar-benar depresi berat karena kehilangan lagi calon suaminya.
"Ibuuuu!! Apa Reyna ini manusia terkutuk yang tidak layak untuk bahagia? Mengapa Tuhan enggak adil sama Reyna? Kenapa, Bu? Kenapaaaaa ...," lirihnya lagi berat.
Pagi yang seharusnya bahagia kini berubah menjadi luka terberat Reyna. Ia kehilangan arah hidupnya karena hal ini.
Semua orang merasa kasihan dengan apa yang dialami Reyna. Tak jarang mereka selalu menyudutkan kejadian ini pada kepercayaan adat jawa zaman dahulu.
"Tuhkan bener kata aku. Reyna itu perempuan bahu laweyan! Pantesan aja cantiknya enggak normal, mending kaya aku apa adanya tapi bisa nikah! Lagi, kenapa sih Bu Allen mau-maunya ngurusin anak pembawa sial kaya dia, hih!" sosor seorang sanak saudara Reyna membuatnya naik pitam. Ya, Ibu Allen adalah panggilan akrab untuk ibunya Reyna.
"Hish kamu ini! Jangan ngomong sembarangan kaya gitu! Kasihan Reyna!" bela saudara Reyna yang lainnya.
Reyna berdiri dan menerobos keramaian kala itu. Ia mencari siapa yang berani mengumpatnya saat berduka. Ia menjambak rambut perempuan itu dengan sekuat tenaga. Reyna benar-benar marah dengan omongan keluarganya.
"SIAPA YANG KAU BILANG AKU PEMBAWA SIAL, HAH! SIAPAAAA! JAGA OMONGANMU WANITA MURAHAN!" pekik Reyna sambil menjambak rambut wanita itu dengan keras.
Ia membanting wanita yang menghinanya kala itu. Hanya bisa meringis kesakitan, sebisa mungkin orang-orang disekitarnya melerai percekcokan itu. Tapi Reyna semakin kuat melawan karena benar-benar murka. Rasanya bukan sosok Reyna dengan tenaga badass seperti itu.
Semua orang kewalahan dengan tingkah Reyna seperti orang kesurupan. Reyna terus menghujani wanita itu dengan pukulan.
"Nak, Astaghfirulloh! Istighfar! Sadar, Nak." Sela ibu Reyna membantu melerainya. Lagi Reyna hanya bisa menangis di pelukan sang ibu.
Mereka membawa lari korban untuk ditangani lebih lanjut. Ibu Reyna tak henti memeluknya dengan hangat. Hanya ini yang bisa dilakukannya untuk menenangkan sang anak. Ia tahu keadaan anaknya tidak baik-baik saja.
Hingga semenjak kejadian itu, Reyna benar-benar menarik dirinya pada kesendirian. Ia tidak mau mengambil pusing lagi masalah perjodohan ataupun pernikahan.
Reyna banyak berubah menjadi wanita yang gampang tersinggung dan banyak diam. Tak jarang warga sekitar selalu menjadikan sosok Reyna sebagai bahan pergunjingan.
Namun Reyna kali ini lebih kuat menghadapi kenyataan yang sesungguhnya. Ia tidak mau mengambil pusing cibiran tetangganya.
Menjadi pribadi yang lebih cuek dan hanya menyayangi dirinya sendiri serta ibunya. Itu sudah cukup Reyna lakukan.
"Bu, Reyna berangkat dulu ya." seru Reyna sambil berpamitan. Ia memeluk dan mencium punggung tangan sang ibu. Berlalu dan meninggalkan rumah penuh kenangan itu untuk pergi ke suatu tempat.
Sedang asyiknya ia menikmati perjalanan, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya. Terpaksa Reyna menepi di sebuah rumah tua untuk berteduh.
Hari sudah semakin larut, tapi Reyna belum sampai juga ke tempat yang diinginkannya. Ia mengamati keadaan sekitar yang lumayan sepi.
Sedang asyiknya Reyna memainkan ponsel. Ia merasa ada seseorang mengamatinya dari belakang. Ia menoleh kebelakang untuk mencari seseorang yang bersembunyi. Tapi tidak ada seorang pun di dapatinya.
Lagi Reyna kembali fokus pada ponselnya sambil menunggu hujan reda. Tapi ia merasakan ada yang menepuk pundaknya pelan. Memberanikan diri untuk menoleh lagi kebelakang. Tapi nihil tidak menemukan seseorang yang bisa terlihat oleh mata.
Bulu kuduk Reyna mulai merinding ngeri. Waktu sudah menunjukan pukul 2 malam. Tapi hujan semakin deras sehingga ia harus bertahan di tempat itu. Reyna bolak balik mengecek siapa yang terus menjahilinya hingga kesal.
"HEI! SIAPA KAU! JANGAN MENGANGGUKU TERUS!" bentak Reyna kesal. Sehingga memancing angin lembut meniup tengkuknya dengan jelas.
Ia meraba tengkuknya yang mulai dingin tak jelas. Reyna harus tenang dan saat ia menengok ke sampingnya. Ia mendapati muka yang benar-benar hancur menatapnya dengan intens.
Reyna melirik ke sekitar untuk mencari sosok yang menjahilinya. Ia akhirnya menjadi kesal karena tidak mendapatkannya. Suasana semakin tegang karena hujan semakin deras. Angin kencang terus berhembus, dan diiringi gemuruh dari langit.Sehingga tetesan air hujan itu tak sengaja membasahi sebelah tubuhnya. "Hei ...," panggil seseorang tak kasat mata dengan parau sekali. Bulu kuduk Reyna semakin merinding mendengar bisikan seseorang. Tapi ia tidak berhasil menemukan wujudnya.Berkali-kali tubuh Reyna seperti merasakan dibelai oleh seseorang. Sayang dan nihil, perbuatan makhluk itu tidak berhasil Reyna tepis lebih cepat. Reyna merogoh ponselnya, harap-harap ia bisa mendapatkan ketenangan dan sedikit cahaya. Low battery, apes ponsel Reyna mati di saat Reyna membutuhkannya."Aku suka sekali baumu ...," bisik sosok itu semakin membuat Reyna merinding tak karu
Setelah kepergian makhluk tak kasat mata itu, tiba-tiba langit diterangi kembali oleh cahaya bulan. Termasuk hujan deras yang menghalangi jalan Reyna berhenti begitu saja.Malam yang semula riuh kini menjadi lebih tenang. Reyna memastikan kembali apa ada demit lain yang ingin mengganggunya. Melihat lagi tempat yang ia pijak, harap-harap gangguan sudah hilang bersama redanya hujan.'Fyuh, aman. Harus buru-buru balik sekarang juga! Mumpung situasinya aman,' batin Reyna menggerutu seiring menyalakan mesin motornya itu.VRROOOMMPergi secepat kilat menembus kabut yang mulai turun. Reyna berdecak kesal karena ada saja hal yang mengganggu langkahnya untuk pergi dari situ.Sepanjang perjalanan Reyna mencoba waspada karena masih ketakutan mendapati penampakan aneh itu. Kabut semakin tebal menutup jalanan Reyna, nyali wanita ini benar-benar diuji.Ia
Perkenalan singkatnya dengan Bara menjadi pertanda yang sangat buruk untuk Reyna. Kejutan kecil dari perkenalan teman beda dunianya selalu menghiasi persinggahan Reyna.Semenjak kejadian itu Reyna banyak sekali mendapatkan tanda-tanda dari makhluk halus yang tertarik dengan baunya. Reyna benar-benar terganggu dan risih oleh tingkah mereka sehingga ia banyak menarik diri dari dunia luar.Bahkan wanita ini tak bisa merasakan ketenangan hidup. Diamnya Reyna adalah kebisingan yang sesungguhnya. Reyna yang masih belum terbiasa selalu berhasil dibuat frustasi. Keheningan yang selama ini Reyna jaga akhirnya sirna.Pancingan Bara itu berhasil membuat Reyna melangkah lebih dekat bersamanya. Ketenangan dan iman Reyna mulai goyah karenanya. Sehingga Bara bisa memanggil seluruh temannya untuk mengganggu Reyna sesuka hati.Sampai-sampai Reyna sangat merindukan tidur nyenyak tanpa diganggu. Ketika ingin tert
Gelagat Reyna semakin lama semakin aneh. Setiap hari ibunya selalu melihat sikap asing Reyna. Ia terkadang mendapati putrinya sedang berbicara sendiri. Namun ia ragu untuk menegur anaknya itu.Ia tidak ingin anaknya merasa tidak nyaman dengan kekhawatiran yang berlebihan itu. Ibu Reyna mencoba berpikir positif atas tingkah anaknya. Bisa saja Reyna sedang ada kerjaan sebagai pemain peran dan dituntut untuk mendalami peran yang tersakiti mungkin?Wanita paruh baya itu membuang jauh praduga buruk yang bisa membuat Reyna sakit hati. Tapi tetap saja dihadapkan kembali akan pilihan yang membingungkan. Kalau ia tidak bertanya, ia tidak akan mengetahui apa yang sebenernya dialami Reyna. Dan jika ia bertanya bisa saja putrinya akan menutup diri lebih jauh. Perang batin terjadi begitu saja dalam sukma ibu Reyna. Antara ragu tapi ia masih perduli dengan kondisi anak semata wayangnya. Tidak ingin Reyna larut lagi seperti dulu karena perihal gagal menikah.Di sisi lain ia ju
"Bagaimana aku bisa yakin dengan kata-katamu? Jika suatu saat nanti kau akan meninggalkanku seperti yang lain?" tanya Reyna sendu. Reyna menunduk pilu, ia masih ragu dengan pilihannya itu. Sepintas ingatannya kembali pada masa lalu yang menyesakkan hati. Reyna tidak ingin masuk ke dalam lubang kesakitan untuk kesekian kali. Reyna memalingkan wajahnya yang gusar itu, karena tak ingin dilihat lemah oleh lawan bicaranya. Terseok-seok, Bara berusaha menenangkan kegusaran hati Reyna. Ia memeluk lembut Reyna yang dirundung sedih tak berakhir. Dan tak sengaja Bara diantarkan kembali pada kutukan yang terjadi pada calon suami Reyna. Ya, kutukan yang membuat sesiapapun bisa gila. Dimana hari kebahagiaan itu harus sirna karena kutukan Bahulaweyan. Berat rasanya menerima hal tersebut dengan akal sehat. Tapi inilah realita. Sehingga kutukan itu mengantarkannya pada Reyna dan tertaut hati pada hal yang tak laz
"Cinta itu buta. Aku menyayangimu tanpa alasan apapun Reyna," seru Bara. Dan tanpa Reyna sadari langkah kakinya sudah berhenti di sebuah rumah mungil yang hangat dan menenangkan hati. Bara membuka pintu rumah yang sudah usang itu perlahan. Reyna mencium bau kayu mahoni sebagai penyambutan selamat datang. Tanpa basa basi Bara menarik paksa Reyna untuk masuk ke dalam kamarnya.Reyna benar-benar terhipnotis dengan suasana dan sosok Bara yang sangat manis. Suasana malam yang sejuk, dengan kondisi minim cahaya membuat Reyna terlena dengan nafsu yang lama sekali ia redam. Bara mendorong Reyna untuk tertidur di atas kasur yang empuk dengan posisi yang menggairahkan. Memburu dengan kecupan mesra, Bara melucuti pakaian Reyna sehelai demi sehelai.Berkali-kali Bara menelan salivanya, tapi seni dengan nafsu ini terlalu sayang untuk dilewatkan sedetik saja. Kenikmatan yang selalu Bara tunggu di waktu yang tepat sekali. Akhirnya Bara berhasil menak
"Mau pergi kemana, Sayangku?" tanya Bara sambil memegang erat lengan Reyna.Reyna mencoba melawannya dengan melepaskan cengkraman Bara. Bukannya terlepas, tulang lengan Reyna remuka karena Reyna berusaha melarikan diri. Meringis kesakitan, Reyna berusaha bangkit dan berlari sekuat tenaga.Belum sembuh luka lengannya, kini ia harus mendapati sosok yang diagungkan olehnya menjadi jelemaan iblis mengerikan. Reyna ketakutan setengah mati karena wujud Bara mulai berubah. Ia berusaha menendang Bara dan berlari secepat mungkin.Namun itu sia-sia, karena setiap Bara menjentikan jarinya Reyna kembali dalam pelukannya. Reyna meraung meminta pertolongan. Tapi itu hanyalah membuang-buang tenaganya saja. Reyna menghela napas panjang, ia sangat kelelahan tak bisa melawan lagi.Hanya bisa terkulai lemas dalam pangkuan Bara yangmana tubuhnya semakin membesar. Reyna tak bisa mengusik lagi untuk melawan. S
Hari-hari berlalu menjadi minggu dan bulan. Tampak Reyna telah kembali menjadi manusia normal tanpa gangguan apapun-sementara waktu. Badannya memang normal, namun hatinya terasa lebih hampa dari sebelumnya. Baru pertama kali ia merasakan hal ini. Dan ia tak pernah dapatkan dari saudara sesamanya bangsa manusia. Tetap saja Reyna tak bisa hidup normal seperti sebelumnya. Kejadian di luar itu membangun asumsi buruk bagi Bu Allen. Sebisa mungkin Reyna harus bisa lepas dari jerat kaum satanis. Ia masih yakin bahwa Bara mengincar mereka jika lengah. Tanpa b**a-basi pasca cerita yang keluar dari mulut Reyna, Bu Allen semakin ekstra menjaga Reyna. Walaupun Reyna tak sepenuhnya berkata jujur, dengan segenap tenaganya Bu Allen takan pernah memberi celah sekecil apapun. Sehingga hal-hal sepele termasuk membiarkan Reyna mengurung diri di kamar, sekarang menjadi urusannya. Ia tak ingin kejadian di masa lalu terulang kembali. Hanya Reyna yang dimiliki