Reyna melirik ke sekitar untuk mencari sosok yang menjahilinya. Ia akhirnya menjadi kesal karena tidak mendapatkannya. Suasana semakin tegang karena hujan semakin deras. Angin kencang terus berhembus, dan diiringi gemuruh dari langit.
Sehingga tetesan air hujan itu tak sengaja membasahi sebelah tubuhnya. "Hei ...," panggil seseorang tak kasat mata dengan parau sekali. Bulu kuduk Reyna semakin merinding mendengar bisikan seseorang. Tapi ia tidak berhasil menemukan wujudnya.
Berkali-kali tubuh Reyna seperti merasakan dibelai oleh seseorang. Sayang dan nihil, perbuatan makhluk itu tidak berhasil Reyna tepis lebih cepat. Reyna merogoh ponselnya, harap-harap ia bisa mendapatkan ketenangan dan sedikit cahaya. Low battery, apes ponsel Reyna mati di saat Reyna membutuhkannya.
"Aku suka sekali baumu ...," bisik sosok itu semakin membuat Reyna merinding tak karuan. Perasaannya sudah tak menentu dengan gangguan itu. Ingin sekali ia menerobos hujan deras di tengah malam. Tapi apalah daya perjalanan yang sangat jauh sekali serta minimnya cahaya belum lagi akses jalan yang terjal membuat Reyna mengurungkan kembali niatnya.
Reyna berusaha bertahan seorang diri di tengah gentingnya suasana. Gusar, dan bimbang sekali ia saat itu karena tak mendapatkan pencerahan sama sekali. Sangat takluk, nyalinya menciut, keberaniannya sudah sirna, ia kehabisan akal untuk menenangkan dirinya.
Karena satu alasan yang tak bisa diutarakan ia benar-benar harus menerima realita yang sesungguhnya. Reyna menggigit kuku jemarinya yang lentik untuk mengalihkan kegusaran.
"Fuuuuu," hembusan angin lembut lagi-lagi meniup tengkuknya. Reyna tidak bisa menyangkal kalau ia sekarang benar-benar ketakutan. Jantungnya berdegup kencang tak mentu. 'Cih! Dasar hantu sialan!' lagi batin Reyna menggerutu sebal.
Membaca sepenggal ayat suci yang ia hafal. Harap-harap dedemit itu pergi tak mengganggunya. Semakin kencang ia membaca, semakin kuat godaan yang dibalas oleh dedemit itu. Bahkan ia sampai tertawa dengan tingkah Reyna yang kebakaran jenggot.
"Aku sangat menyukai baumu, Reyna ...," lirihnya membuat Reyna terperanjat. Dan itu sangat jelas sekali di telinga Reyna. "Siapa kau? Aku ke sini hanya untuk berteduh bukan bermaksud menganggumu!" pekik Reyna memberanikan diri.
Hanya tertawa cengingisan menjawab pertanyaan Reyna. Reyna geram, lagi ia menyisir tempat itu lebih teliti. Dan—tubuhnya merasakan ada seseorang yang berdiri di sampingnya saat ini.
Perlahan ia melirik sosok itu dengan perasaan tak menentu. Terlihat jelas bayangan hitam dari ekor mata Reyna. Memutar kepalanya sekitar sembilan puluh derajat ke arah samping kiri. Dan tak sengaja matanya tertaut pada sosok yang ia hindari sendari tadi.
Sangat menakutkan untuk Reyna yang pertama kali baru melihatnya. Ketika mendapati siapa yang terus menggoda dan menjahilinya terus menerus. Setengah sadar Reyna menatap sosok itu.
Tatapan yang sendu dan pilu, namun hampa tak menyimpan binar cahaya. Sehingga mereka terus saling bertatapan satu sama lain semakin erat dalam lamunan. Reyna tak sadar dengan segala ketakutan yang ia alami saat melihat sosok itu.
"Hei!" selanya sambil menyeringai dengan senyum menakutkan. Spontan Reyna terperanjat. Melompat. Dan tersungkur sampai-sampai motornya jatuh menimpa tubuh Reyna.
Reyna mencoba mengerjapkan matanya. Harap-harap itu hanya mimpi. Sial. Memang benar itu penampakan sosok yang mengerikan di depannya. Wanita itu melihat muka yang sudah setengah hancur.
Bau danur mulai menyeruak mengganggu indra penciumannya. Ia tidak bisa bertahan dengan pemandangan dan suasana yang menyeramkan ini.
Rasanya benar-benar lemas saat bisa bercengkrama secara langsung dengan sosok itu. Reyna tak menyangka jika ia bisa melihat makhluk astral itu dengan mata telanjang.
'Ternyata percuma saja aku melantunkan ayat-ayatNya jika aku masih ketakutan dan tak percaya akan kuasaNya,' batin Reyna menggerutu. Sosok itu terus menatap Reyna tanpa berkedip sedetikpun. Semakin dekat ia mendekatkan wajahnya di depan Reyna yang terjebak dengan motornya.
Ia memperhatikan Reyna dengan jeli sekali. Mengendus bau Reyna yang menarik baginya. Dan sesekali Reyna memalingkan mukanya karena merasa jijik. Belum lagi bau amis dan anyir yang sangat memuakan bagi hidung mancung Reyna.
Makhluk astral ini masih bertahan dengan senyum termanis menurutnya. Dengan wajah yang setengah hancur, kulitnya sudah mengelupas, terlihat daging segar yang dihiasi belatung kecil di setiap pori-porinya.
Walaupun sudah setengah botak karena seperti terlindas sesuatu. Dedemit ini masih asyik memandangi Reyna yang ketakutan setengah mati. Sesekali ia menyentuh wajah Reyna yang mulus itu.
Bagaimana tidak? Bukan setengah wajah yang hancur, tapi memang setengah tubuhnya hancur. Bahkan sisi tubuh yang lain benar-benar hangus terbakar. Dan menyisakan daging diantara pipi hingga dahi saja. Serta satu bola matanya terlihat utuh masih terjerat dengan syaraf dan urat.
Walaupun memang sudah tidak berfungsi seperti manusia pada umumnya. Lagi secara perlahan ia mendekati Reyna dengan hati-hati.
Niat hati ingin menakuti Reyna, ia malah iba dengan kesialan yang dialami Reyna kala itu. Ternyata perlakuannya terlalu berlebihan. Reyna yang sudah tidak kuat dengan bau dari makhluk itu, spontan langsung memuntahkan isi perutnya.
Hueekk!
Dan cairan serta makanan yang ia simpan di dalam perut, keluar dengan suka cita begitu saja. Demit yang merasa tak enak karena menganggu sampai membuat mual Reyna, segera membopong Reyna untuk bangkit.
"Maafkan aku, Reyna ...," lirihnya menyesal. Reyna mencoba bangkit dari jatuhnya itu. Baru kali ini ia mendengar sosok makhluk astral meminta maaf padanya. Mundur beberapa langkah karena masih ngeri dengan wujudnya.
"Kenapa kau menjauh dariku? Padahal kita sering sekali bertemu di mimpimu,"
"Kau bisa bicara? Dan bagaimana bisa kau-"
"Aku selama ini selalu ada bersamamu, dan sampai kapanpun aku selalu setia berada di sampingmu sebagai pelindung dirimu, Reyna."
"T-tunggu, a-apa maksudmu selalu berada di-sisiku?"
"Reyna Putri Harum, namamu selalu melekat di dalam jiwaku hingga kapanpun. Karena aku 'lah yang selalu setia mencintaimu tanpa syarat apapun!"
"SIAPA KAU?" tandas Reyna yang kebingungan.
"Apa kau lupa padaku? Seorang pria yang pernah mencintaimu setulus hati-bahkan rela mempertaruhkan nyawa,"
"Aku tidak mengerti apa yang kau maksud! Dan mengapa kau terus mengikutiku selama ini! Kau pembual! Apa buktinya kau selalu membuntutiku, hah?"
"Kau tidak perlu tahu itu! Yang perlu kau tahu saat ini adalah—" sahut demit itu sambil menghela nafas panjang karena berat untuk menjelaskan
"Kehadiranmu membawa malapetaka bagi seluruh calon pengantin pria yang akan mempersuntingmu!"
"A-apa?"
"Ya, kelahiranmu ke dunia ini hanyalah menjadi wanita bergelar bahulaweyan."
DEG!
"Apa yang kau maksud itu, aku wanita pembawa sial? Ah, aku tidak percaya! Itu hanya takhayul!" balas Reyna sambil mempersiapkan dirinya untuk melanjutkan perjalanan. Reyna hanya terkekeh mengingat apa yang dikatakan demit itu sama persis dengan seluruh keluarganya.
"Ingat kata-kataku dan percayalah kali ini saja. Kau tidak akan pernah bisa menikah selain menikah denganku!" ancam demit itu sambil berlalu entah kemana ia pergi.
Setelah kepergian makhluk tak kasat mata itu, tiba-tiba langit diterangi kembali oleh cahaya bulan. Termasuk hujan deras yang menghalangi jalan Reyna berhenti begitu saja.Malam yang semula riuh kini menjadi lebih tenang. Reyna memastikan kembali apa ada demit lain yang ingin mengganggunya. Melihat lagi tempat yang ia pijak, harap-harap gangguan sudah hilang bersama redanya hujan.'Fyuh, aman. Harus buru-buru balik sekarang juga! Mumpung situasinya aman,' batin Reyna menggerutu seiring menyalakan mesin motornya itu.VRROOOMMPergi secepat kilat menembus kabut yang mulai turun. Reyna berdecak kesal karena ada saja hal yang mengganggu langkahnya untuk pergi dari situ.Sepanjang perjalanan Reyna mencoba waspada karena masih ketakutan mendapati penampakan aneh itu. Kabut semakin tebal menutup jalanan Reyna, nyali wanita ini benar-benar diuji.Ia
Perkenalan singkatnya dengan Bara menjadi pertanda yang sangat buruk untuk Reyna. Kejutan kecil dari perkenalan teman beda dunianya selalu menghiasi persinggahan Reyna.Semenjak kejadian itu Reyna banyak sekali mendapatkan tanda-tanda dari makhluk halus yang tertarik dengan baunya. Reyna benar-benar terganggu dan risih oleh tingkah mereka sehingga ia banyak menarik diri dari dunia luar.Bahkan wanita ini tak bisa merasakan ketenangan hidup. Diamnya Reyna adalah kebisingan yang sesungguhnya. Reyna yang masih belum terbiasa selalu berhasil dibuat frustasi. Keheningan yang selama ini Reyna jaga akhirnya sirna.Pancingan Bara itu berhasil membuat Reyna melangkah lebih dekat bersamanya. Ketenangan dan iman Reyna mulai goyah karenanya. Sehingga Bara bisa memanggil seluruh temannya untuk mengganggu Reyna sesuka hati.Sampai-sampai Reyna sangat merindukan tidur nyenyak tanpa diganggu. Ketika ingin tert
Gelagat Reyna semakin lama semakin aneh. Setiap hari ibunya selalu melihat sikap asing Reyna. Ia terkadang mendapati putrinya sedang berbicara sendiri. Namun ia ragu untuk menegur anaknya itu.Ia tidak ingin anaknya merasa tidak nyaman dengan kekhawatiran yang berlebihan itu. Ibu Reyna mencoba berpikir positif atas tingkah anaknya. Bisa saja Reyna sedang ada kerjaan sebagai pemain peran dan dituntut untuk mendalami peran yang tersakiti mungkin?Wanita paruh baya itu membuang jauh praduga buruk yang bisa membuat Reyna sakit hati. Tapi tetap saja dihadapkan kembali akan pilihan yang membingungkan. Kalau ia tidak bertanya, ia tidak akan mengetahui apa yang sebenernya dialami Reyna. Dan jika ia bertanya bisa saja putrinya akan menutup diri lebih jauh. Perang batin terjadi begitu saja dalam sukma ibu Reyna. Antara ragu tapi ia masih perduli dengan kondisi anak semata wayangnya. Tidak ingin Reyna larut lagi seperti dulu karena perihal gagal menikah.Di sisi lain ia ju
"Bagaimana aku bisa yakin dengan kata-katamu? Jika suatu saat nanti kau akan meninggalkanku seperti yang lain?" tanya Reyna sendu. Reyna menunduk pilu, ia masih ragu dengan pilihannya itu. Sepintas ingatannya kembali pada masa lalu yang menyesakkan hati. Reyna tidak ingin masuk ke dalam lubang kesakitan untuk kesekian kali. Reyna memalingkan wajahnya yang gusar itu, karena tak ingin dilihat lemah oleh lawan bicaranya. Terseok-seok, Bara berusaha menenangkan kegusaran hati Reyna. Ia memeluk lembut Reyna yang dirundung sedih tak berakhir. Dan tak sengaja Bara diantarkan kembali pada kutukan yang terjadi pada calon suami Reyna. Ya, kutukan yang membuat sesiapapun bisa gila. Dimana hari kebahagiaan itu harus sirna karena kutukan Bahulaweyan. Berat rasanya menerima hal tersebut dengan akal sehat. Tapi inilah realita. Sehingga kutukan itu mengantarkannya pada Reyna dan tertaut hati pada hal yang tak laz
"Cinta itu buta. Aku menyayangimu tanpa alasan apapun Reyna," seru Bara. Dan tanpa Reyna sadari langkah kakinya sudah berhenti di sebuah rumah mungil yang hangat dan menenangkan hati. Bara membuka pintu rumah yang sudah usang itu perlahan. Reyna mencium bau kayu mahoni sebagai penyambutan selamat datang. Tanpa basa basi Bara menarik paksa Reyna untuk masuk ke dalam kamarnya.Reyna benar-benar terhipnotis dengan suasana dan sosok Bara yang sangat manis. Suasana malam yang sejuk, dengan kondisi minim cahaya membuat Reyna terlena dengan nafsu yang lama sekali ia redam. Bara mendorong Reyna untuk tertidur di atas kasur yang empuk dengan posisi yang menggairahkan. Memburu dengan kecupan mesra, Bara melucuti pakaian Reyna sehelai demi sehelai.Berkali-kali Bara menelan salivanya, tapi seni dengan nafsu ini terlalu sayang untuk dilewatkan sedetik saja. Kenikmatan yang selalu Bara tunggu di waktu yang tepat sekali. Akhirnya Bara berhasil menak
"Mau pergi kemana, Sayangku?" tanya Bara sambil memegang erat lengan Reyna.Reyna mencoba melawannya dengan melepaskan cengkraman Bara. Bukannya terlepas, tulang lengan Reyna remuka karena Reyna berusaha melarikan diri. Meringis kesakitan, Reyna berusaha bangkit dan berlari sekuat tenaga.Belum sembuh luka lengannya, kini ia harus mendapati sosok yang diagungkan olehnya menjadi jelemaan iblis mengerikan. Reyna ketakutan setengah mati karena wujud Bara mulai berubah. Ia berusaha menendang Bara dan berlari secepat mungkin.Namun itu sia-sia, karena setiap Bara menjentikan jarinya Reyna kembali dalam pelukannya. Reyna meraung meminta pertolongan. Tapi itu hanyalah membuang-buang tenaganya saja. Reyna menghela napas panjang, ia sangat kelelahan tak bisa melawan lagi.Hanya bisa terkulai lemas dalam pangkuan Bara yangmana tubuhnya semakin membesar. Reyna tak bisa mengusik lagi untuk melawan. S
Hari-hari berlalu menjadi minggu dan bulan. Tampak Reyna telah kembali menjadi manusia normal tanpa gangguan apapun-sementara waktu. Badannya memang normal, namun hatinya terasa lebih hampa dari sebelumnya. Baru pertama kali ia merasakan hal ini. Dan ia tak pernah dapatkan dari saudara sesamanya bangsa manusia. Tetap saja Reyna tak bisa hidup normal seperti sebelumnya. Kejadian di luar itu membangun asumsi buruk bagi Bu Allen. Sebisa mungkin Reyna harus bisa lepas dari jerat kaum satanis. Ia masih yakin bahwa Bara mengincar mereka jika lengah. Tanpa b**a-basi pasca cerita yang keluar dari mulut Reyna, Bu Allen semakin ekstra menjaga Reyna. Walaupun Reyna tak sepenuhnya berkata jujur, dengan segenap tenaganya Bu Allen takan pernah memberi celah sekecil apapun. Sehingga hal-hal sepele termasuk membiarkan Reyna mengurung diri di kamar, sekarang menjadi urusannya. Ia tak ingin kejadian di masa lalu terulang kembali. Hanya Reyna yang dimiliki
"Ibu lebih baik mati kalau kamu nekat pilih Bara sebagai calon suamimu. Apa kamu udah putus asa sama anugerah dari Allah? Ibu enggak akan pernah kasih restu kalau kamu tetap pilih Bara. Do'a ibu selalu menyertaimu, Reyna ...," lirih Bu Allen menyesal karena ini juga ada sangkut pautnya dengan masa lalu.Ia menyesal karena terbuai dengan rayuan anggota penyangkalan keyakinan itu. Menghela napas panjang karena mulai sebal dan kesal. Bu Allen berusaha menghibur Reyna dengan mencarikan lagi seorang pria sebagai calonnya. Bukannya senang, Reyna semakin membenci ibunya saat itu juga. Manik mata Reyna menatap lekat."Reyna ini udah gede, Bu. Kalau ibu enggak pernah setuju dengan pilihan Reyna. Setidaknya hargai keputusan Reyna untuk saat ini!" decit Reyna sebal dan beranjak dari kamarnya.Kenapa lancang sekali Bu Allen melemparkan kata-kata itu. Andai saja ia tahu asal muasal menerima kutukan karena ulah Bu Allen. M
"Kamu bisa bilang enggak apa-apa tapi perut kamu jujur banget, Reyna. Udah yuk kita makan," ajak Ibu Malvin sambil menyodorkan sepotong pizza dan fried chicken ke depan Reyna. Reyna mengambil sepotong pizza itu dan-rasanya enak sekali. Mungkin karena efek kelaparan, Reyna merasa rasa ini sangat baru untuk lidahnya.Tampak matanya berbinar menunggu sepotong pizza lainnya ditawarkan oleh Ibu Malvin. Ia sangat malu sekali, tapi ia sangat kelaparan. Sehingga Malvin dengan suka cita membawakan satu box penuh pizza itu ke depan Reyna. Ia meyakinkan Reyna untuk menghabiskan makan malamnya. Reyna mulai terbiasa dengan suasana yang semula canggung menjadi nyaman karenanya."Makanya jangan malu-malu, habiskan aja Rey. Nanti Tante bisa pesen lagi kok. Tante udah kenyang banget ini, dan mata udah enggak bisa diajak kompromi kayanya, Tante duluan tidur enggak apa-apa 'kan?" tanya Ibu Malvin yang sedari tadi menahan kantuk karena tak mau melewatkan moment
"E-eh, maaf Tante. Tadi aku lihat an-eh Malvin cari Tante ke dalam," jawab Reyna kaku dan ibu Malvin hanya mengangguk. Mata mereka saling bertautan, Reyna berusaha mengalihkan pandangan karena merasa canggung sekali.Setelah lama bertapa, rasanya aneh sekali menjadi tamu untuk seseorang. Reyna masih terpaku karena malu. Sesekali ia melemparkan senyuman pada ibu Malvin untuk mencairkan suasana. Ia tidak memulai sepatah kata apapun dari mulutnya.Hanya menunggu pertanyaan yang keluar dari ibu Malvin. Rasanya benar-benar hal aneh bagi Reyna saat ini. Tak sengaja ujung mata Reyna menangkap gelagat ibu Malvin yang memperhatikannya. Ibu Malvin memperhatikan lagi Reyna secara jeli dan teliti.Sesekali ia melemparkan senyuman untuk membalas pesona yang terpancar. Baru kali ini ibu Malvin memperhatikan tamu sejeli ini. Menurutnya ada yang berbeda dari mimik Reyna mengenai pesonanya itu. Manik mata ibu Malvin tak
Hening tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut Reyna maupun pria asing itu. Mereka menyusuri jalan penuh bebatuan. Gemericik hujan terus menemani mereka kala itu. Sesekali Reyna mengintip siempunya payung hitam yang misterius. Hingga diamnya mereka tak menggubris lamunan untuk sampai ke rumah pria asing tersebut.'Reyna, kamu harus pandai menjaga diri. Siapa tau ia pria jahat. Jangan sampai kamu terbuai,' batin Reyna menyadarkan dirinya kala itu.Reyna menelan salivanya karena merasa tegang dengan keadaan yang berbeda. Ia mencoba mengamati perawakan pria itu, siapa tau mereka pernah bertemu. Dengan perawakan yang cukup ideal, memiliki tinggi kurang lebih 170 sentimeter.Ia terlihat bisa menjadi idaman bagi wanita sebayanya. Belum lagi ia memiliki kulit sawo matang, dengan tangan-tangan yang lentik membuat Reyna seketika mulai tersipu. Sayang, ia tak bisa melirik muka dibalik bayang-bayang payung hitamnya.
"Ibu lebih baik mati kalau kamu nekat pilih Bara sebagai calon suamimu. Apa kamu udah putus asa sama anugerah dari Allah? Ibu enggak akan pernah kasih restu kalau kamu tetap pilih Bara. Do'a ibu selalu menyertaimu, Reyna ...," lirih Bu Allen menyesal karena ini juga ada sangkut pautnya dengan masa lalu.Ia menyesal karena terbuai dengan rayuan anggota penyangkalan keyakinan itu. Menghela napas panjang karena mulai sebal dan kesal. Bu Allen berusaha menghibur Reyna dengan mencarikan lagi seorang pria sebagai calonnya. Bukannya senang, Reyna semakin membenci ibunya saat itu juga. Manik mata Reyna menatap lekat."Reyna ini udah gede, Bu. Kalau ibu enggak pernah setuju dengan pilihan Reyna. Setidaknya hargai keputusan Reyna untuk saat ini!" decit Reyna sebal dan beranjak dari kamarnya.Kenapa lancang sekali Bu Allen melemparkan kata-kata itu. Andai saja ia tahu asal muasal menerima kutukan karena ulah Bu Allen. M
Hari-hari berlalu menjadi minggu dan bulan. Tampak Reyna telah kembali menjadi manusia normal tanpa gangguan apapun-sementara waktu. Badannya memang normal, namun hatinya terasa lebih hampa dari sebelumnya. Baru pertama kali ia merasakan hal ini. Dan ia tak pernah dapatkan dari saudara sesamanya bangsa manusia. Tetap saja Reyna tak bisa hidup normal seperti sebelumnya. Kejadian di luar itu membangun asumsi buruk bagi Bu Allen. Sebisa mungkin Reyna harus bisa lepas dari jerat kaum satanis. Ia masih yakin bahwa Bara mengincar mereka jika lengah. Tanpa b**a-basi pasca cerita yang keluar dari mulut Reyna, Bu Allen semakin ekstra menjaga Reyna. Walaupun Reyna tak sepenuhnya berkata jujur, dengan segenap tenaganya Bu Allen takan pernah memberi celah sekecil apapun. Sehingga hal-hal sepele termasuk membiarkan Reyna mengurung diri di kamar, sekarang menjadi urusannya. Ia tak ingin kejadian di masa lalu terulang kembali. Hanya Reyna yang dimiliki
"Mau pergi kemana, Sayangku?" tanya Bara sambil memegang erat lengan Reyna.Reyna mencoba melawannya dengan melepaskan cengkraman Bara. Bukannya terlepas, tulang lengan Reyna remuka karena Reyna berusaha melarikan diri. Meringis kesakitan, Reyna berusaha bangkit dan berlari sekuat tenaga.Belum sembuh luka lengannya, kini ia harus mendapati sosok yang diagungkan olehnya menjadi jelemaan iblis mengerikan. Reyna ketakutan setengah mati karena wujud Bara mulai berubah. Ia berusaha menendang Bara dan berlari secepat mungkin.Namun itu sia-sia, karena setiap Bara menjentikan jarinya Reyna kembali dalam pelukannya. Reyna meraung meminta pertolongan. Tapi itu hanyalah membuang-buang tenaganya saja. Reyna menghela napas panjang, ia sangat kelelahan tak bisa melawan lagi.Hanya bisa terkulai lemas dalam pangkuan Bara yangmana tubuhnya semakin membesar. Reyna tak bisa mengusik lagi untuk melawan. S
"Cinta itu buta. Aku menyayangimu tanpa alasan apapun Reyna," seru Bara. Dan tanpa Reyna sadari langkah kakinya sudah berhenti di sebuah rumah mungil yang hangat dan menenangkan hati. Bara membuka pintu rumah yang sudah usang itu perlahan. Reyna mencium bau kayu mahoni sebagai penyambutan selamat datang. Tanpa basa basi Bara menarik paksa Reyna untuk masuk ke dalam kamarnya.Reyna benar-benar terhipnotis dengan suasana dan sosok Bara yang sangat manis. Suasana malam yang sejuk, dengan kondisi minim cahaya membuat Reyna terlena dengan nafsu yang lama sekali ia redam. Bara mendorong Reyna untuk tertidur di atas kasur yang empuk dengan posisi yang menggairahkan. Memburu dengan kecupan mesra, Bara melucuti pakaian Reyna sehelai demi sehelai.Berkali-kali Bara menelan salivanya, tapi seni dengan nafsu ini terlalu sayang untuk dilewatkan sedetik saja. Kenikmatan yang selalu Bara tunggu di waktu yang tepat sekali. Akhirnya Bara berhasil menak
"Bagaimana aku bisa yakin dengan kata-katamu? Jika suatu saat nanti kau akan meninggalkanku seperti yang lain?" tanya Reyna sendu. Reyna menunduk pilu, ia masih ragu dengan pilihannya itu. Sepintas ingatannya kembali pada masa lalu yang menyesakkan hati. Reyna tidak ingin masuk ke dalam lubang kesakitan untuk kesekian kali. Reyna memalingkan wajahnya yang gusar itu, karena tak ingin dilihat lemah oleh lawan bicaranya. Terseok-seok, Bara berusaha menenangkan kegusaran hati Reyna. Ia memeluk lembut Reyna yang dirundung sedih tak berakhir. Dan tak sengaja Bara diantarkan kembali pada kutukan yang terjadi pada calon suami Reyna. Ya, kutukan yang membuat sesiapapun bisa gila. Dimana hari kebahagiaan itu harus sirna karena kutukan Bahulaweyan. Berat rasanya menerima hal tersebut dengan akal sehat. Tapi inilah realita. Sehingga kutukan itu mengantarkannya pada Reyna dan tertaut hati pada hal yang tak laz
Gelagat Reyna semakin lama semakin aneh. Setiap hari ibunya selalu melihat sikap asing Reyna. Ia terkadang mendapati putrinya sedang berbicara sendiri. Namun ia ragu untuk menegur anaknya itu.Ia tidak ingin anaknya merasa tidak nyaman dengan kekhawatiran yang berlebihan itu. Ibu Reyna mencoba berpikir positif atas tingkah anaknya. Bisa saja Reyna sedang ada kerjaan sebagai pemain peran dan dituntut untuk mendalami peran yang tersakiti mungkin?Wanita paruh baya itu membuang jauh praduga buruk yang bisa membuat Reyna sakit hati. Tapi tetap saja dihadapkan kembali akan pilihan yang membingungkan. Kalau ia tidak bertanya, ia tidak akan mengetahui apa yang sebenernya dialami Reyna. Dan jika ia bertanya bisa saja putrinya akan menutup diri lebih jauh. Perang batin terjadi begitu saja dalam sukma ibu Reyna. Antara ragu tapi ia masih perduli dengan kondisi anak semata wayangnya. Tidak ingin Reyna larut lagi seperti dulu karena perihal gagal menikah.Di sisi lain ia ju