Setelah kepergian makhluk tak kasat mata itu, tiba-tiba langit diterangi kembali oleh cahaya bulan. Termasuk hujan deras yang menghalangi jalan Reyna berhenti begitu saja.
Malam yang semula riuh kini menjadi lebih tenang. Reyna memastikan kembali apa ada demit lain yang ingin mengganggunya. Melihat lagi tempat yang ia pijak, harap-harap gangguan sudah hilang bersama redanya hujan.
'Fyuh, aman. Harus buru-buru balik sekarang juga! Mumpung situasinya aman,' batin Reyna menggerutu seiring menyalakan mesin motornya itu.
VRROOOMM
Pergi secepat kilat menembus kabut yang mulai turun. Reyna berdecak kesal karena ada saja hal yang mengganggu langkahnya untuk pergi dari situ.
Sepanjang perjalanan Reyna mencoba waspada karena masih ketakutan mendapati penampakan aneh itu. Kabut semakin tebal menutup jalanan Reyna, nyali wanita ini benar-benar diuji.
Ia harus menerobos kabut di tengah hutan rimbun yang ditutupi kabut, sendirian. Tak henti mulutnya terus melantunkan ayat-ayat suci sebagai tameng pertahanan.
TIN TIN
TIN TIN
Klakson mobil itu memecah lamunan Reyna yang gusar. Sedikitnya ia bisa bernapas lega dan mengenyampingkan pemikiran negatifnya. Benar saja niat sang pengemudi hanya ingin mengantarkan Reyna pulang dengan selamat.
'Alhamdulillah,' batinnya lega karena ada sebuah mobil yang mau membantunya menerobos tebal kabut di tengah malam. Mobil itu terus menyinari jalanan yang Reyna lewati. Tak lupa suara jangkrik dan katak menemani Reyna untuk kembali pulang ke rumah.
Sepintas di perjalanan Reyna, merenungi kata-kata yang diutarakan oleh demit tak dikenal itu. Angin malam yang dingin terus menuntunnya hingga sampai ke depan gerbang rumah.Reyna sampai di depan rumahnya berkat pertolongan dari orang tak dikenal.
Ketika melihat Reyna sudah dekat dengan gang rumahnya, mobil itu langsung melaju mendahului laju motor Reyna. "Terima kasih!" teriak Reyna sambil melambaikan tangannya. Dan sang pengemudi memberikan jempol yang disodorkan dari balik jendela mobilnya terbuka.
Lagi Reyna melanjutkan perjalanannya yang sudah dekat. Tapi benaknya masih memikirkan dan menerka apa maksud yang diutarakan demit aneh itu. ‘Aku harus menikah dengan hantu? Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Apa benar aku ini pembawa sial untuk calon suamiku?'
'Mengapa aku bisa disebut pembawa kemalangan?’ berondong Reyna sepanjang jalan sambil mengendarai motor bututnya itu. Perjalanan penuh drama berakhir sudah. Membuka gerbang, memasukan motor ke area parkir rumah dan segera memburu pintu rumah.
Reyna tidak bisa membohongi rasa takutnya yang terus menghantui.
TOK TOK TOK
TOK TOK TOK
“Reyna …,” lirih suara perempuan yang sangat asing di telinga Reyna. Ia mencari si empunya suara nyaring itu di balik kabut menutupi rumahnya. Tapi ia tidak mendapati lagi seseorang di manapun.
“Hihihihihi … Reyna kenapa kau mengabaikanku? Padahal aku ada di sampingmu, Reyna …,” lanjutnya semakin membuat Reyna gusar. ‘Benar-benar menambah kerjaan untukku saja! Cih, siapa sosok wanita jelek ini, Ya Allah?’ batinnya gemetar karena mendapati sosok wanita dari ekor matanya.
Reyna mencoba menerobos masuk tapi sayang terkunci. Menghela nafas panjang agar bisa lebih tenang tapi, nihil. Ia terus mengetuk pintu rumahnya yang sudah terkunci dari dalam.
Lagi bulu kuduk Reyna berdiri semakin merinding, karena mendengar seseorang berbisik terus menerus menyebut namanya. Ia mengetuk pintu rumahnya semakin keras dan cepat agar sang ibu bisa terbangun dari tidur nyenyaknya kala itu. “Iya, sebentar.” seru ibu Reyna dari dalam rumah terburu-buru.
KLIK
Akhirnya pintu terbuka dan ia segera masuk tanpa menoleh sedikitpun. Ia berlari sekuat tenaga menuju kamar kesayangannya, sehingga membuat ibunya kebingungan. Batinnya terus bertanya atas apa yang terjadi pada Reyna kala itu.
Wanita paruh baya itu segera menghampiri Reyna karena khawatir. Ia mendapati putri semata wayangnya menyelimuti tubuhnya dengan gemetar seperti ketakutan. Ia menghampiri Reyna perlahan karena takut membuat putrinya terkejut.
"Reyna?" panggil sang ibu lembut. Reyna mengintip dari sela-sela selimutnya. Ia meyakinkan dirinya, bahwa sosok yang di hadapannya itu manusia dan itu adalah ibu asli Reyna. "Reyna kamu kenapa, Sayang?" sambung lagi ibu Reyna sambil mendekap hangat.
'Ternyata dia ibuku,' lagi batin Reyna bisa bernapas panjang dari biasanya. Ia langsung memeluk erat ibunya itu dan menangis sejadi-jadinya.
"Kamu ke mana aja, sayang? Ibu beneran khawatir sama kamu. Kamu baik-baik aja 'kan?" tanya ibu Reyna sambil mengusap rambut anaknya itu.
"A-aku hanya ingin mencari ketenangan, Bu. Bu apa aku salah lahir ke dunia ini? Kenapa aku harus mendapatkan kutukan ini, Bu? Kenapa? Apa salahku, Bu?" gerutu Reyna dengan polosnya di depan sang ibu.
Wanita paruh baya itu hanya bisa bungkam, ia tidak mampu mengatakan sepatah kata apapun untuk menjelaskannya. "Kenapa Bu? Kenapa?" lirih Reyna semakin membuat ibunya terisak oleh sesak kebohongan. Reyna membenamkan wajahnya di pundak wanita tersayangnya.
Hanya dengan cara ini ia bisa mengisi ulang seluruh tenaga yang sudah terkuras. Air matanya tak sengaja mulai jatuh dari pelupuk mata. Reyna yang mencoba tegar sekuat karang, akhirnya menangis karena perkataan menyedihkan dari demit biadab itu.
Seolah-olah dunia sedang menghantamnya bertubi-tubi. Kejadian gagal menikah selama tiga kali berturut-turut, belum lagi cibiran dan hinaan yang sering ia dapati. Membuat mentalnya benar-benar hancur dan berada di titik terendah hidup.
Semua orang yang melihatnya selalu menghakimi Reyna karena alasan dirinya pembawa sial. Ia tidak tahu pasti maksud Tuhannya memberikan cobaan yang berat sekali untuk dipikul seorang diri.
Reyna menghukum dirinya dengan sangat sadis, melontarkan kata-kata penuh umpatan sebagai timbal balik yang dilakukannya. Reyna sangat terpukul, dan seorang ibu hanya bisa ikut menangis untuk menenangkan kesedihan yang begitu mendalam.
Gairah hidup Reyna mulai hilang semenjak kejadian pahit terakhir kalinya terulang lagi. Sehingga Reyna semakin tertutup dan tidak mau terbuka sama sekali karenanya. Semakin asyik Reyna hidup seorang diri menurut pandangan manusia normal.
Namun apa yang dikatakan oleh mereka tak sejalan dengan yang dihadapi Reyna. Ya, semenjak pertemuan singkat itu banyak sekali demit yang ingin berkenalan bahkan ingin menguasai tubuh Reyna. Tapi sayang, frekuensi gelombang mereka tak pernah bisa sama seperti Bara.
Ya, Bara adalah demit yang menghakimi Reyna dalam keterpurukan. Sehingga mata batinnya terbuka secara spontan karena terus menghindar dari hal-hal positif. Reyna banyak sekali berubah karena ulah Bara yang selalu menjahili kehidupannya.
Tapi keinginan Bara bukan untuk satu hal sederhana itu sedari dulu. Kutukan Bahulaweyan itu ternyata memancing Bara semakin menyayangi Reyna tanpa sepengetahuannya. Bara hanya bisa mengatur seluruh jalan hidup Reyna sesuai keinginannya.
Tubuh Reyna menang utuh, tapi jiwanya benar-benar hampa sekali. Aura yang terpancar pun mulai berbeda dari sebelumnya. Perjalanan hidup Reyna layaknya boneka bagi demit bernama Bara ini. Ia mengendalikan seluruh hidup Reyna. Untuk mencapai tujuan yang ia inginkan selamanya ini.
Perkenalan singkatnya dengan Bara menjadi pertanda yang sangat buruk untuk Reyna. Kejutan kecil dari perkenalan teman beda dunianya selalu menghiasi persinggahan Reyna.Semenjak kejadian itu Reyna banyak sekali mendapatkan tanda-tanda dari makhluk halus yang tertarik dengan baunya. Reyna benar-benar terganggu dan risih oleh tingkah mereka sehingga ia banyak menarik diri dari dunia luar.Bahkan wanita ini tak bisa merasakan ketenangan hidup. Diamnya Reyna adalah kebisingan yang sesungguhnya. Reyna yang masih belum terbiasa selalu berhasil dibuat frustasi. Keheningan yang selama ini Reyna jaga akhirnya sirna.Pancingan Bara itu berhasil membuat Reyna melangkah lebih dekat bersamanya. Ketenangan dan iman Reyna mulai goyah karenanya. Sehingga Bara bisa memanggil seluruh temannya untuk mengganggu Reyna sesuka hati.Sampai-sampai Reyna sangat merindukan tidur nyenyak tanpa diganggu. Ketika ingin tert
Gelagat Reyna semakin lama semakin aneh. Setiap hari ibunya selalu melihat sikap asing Reyna. Ia terkadang mendapati putrinya sedang berbicara sendiri. Namun ia ragu untuk menegur anaknya itu.Ia tidak ingin anaknya merasa tidak nyaman dengan kekhawatiran yang berlebihan itu. Ibu Reyna mencoba berpikir positif atas tingkah anaknya. Bisa saja Reyna sedang ada kerjaan sebagai pemain peran dan dituntut untuk mendalami peran yang tersakiti mungkin?Wanita paruh baya itu membuang jauh praduga buruk yang bisa membuat Reyna sakit hati. Tapi tetap saja dihadapkan kembali akan pilihan yang membingungkan. Kalau ia tidak bertanya, ia tidak akan mengetahui apa yang sebenernya dialami Reyna. Dan jika ia bertanya bisa saja putrinya akan menutup diri lebih jauh. Perang batin terjadi begitu saja dalam sukma ibu Reyna. Antara ragu tapi ia masih perduli dengan kondisi anak semata wayangnya. Tidak ingin Reyna larut lagi seperti dulu karena perihal gagal menikah.Di sisi lain ia ju
"Bagaimana aku bisa yakin dengan kata-katamu? Jika suatu saat nanti kau akan meninggalkanku seperti yang lain?" tanya Reyna sendu. Reyna menunduk pilu, ia masih ragu dengan pilihannya itu. Sepintas ingatannya kembali pada masa lalu yang menyesakkan hati. Reyna tidak ingin masuk ke dalam lubang kesakitan untuk kesekian kali. Reyna memalingkan wajahnya yang gusar itu, karena tak ingin dilihat lemah oleh lawan bicaranya. Terseok-seok, Bara berusaha menenangkan kegusaran hati Reyna. Ia memeluk lembut Reyna yang dirundung sedih tak berakhir. Dan tak sengaja Bara diantarkan kembali pada kutukan yang terjadi pada calon suami Reyna. Ya, kutukan yang membuat sesiapapun bisa gila. Dimana hari kebahagiaan itu harus sirna karena kutukan Bahulaweyan. Berat rasanya menerima hal tersebut dengan akal sehat. Tapi inilah realita. Sehingga kutukan itu mengantarkannya pada Reyna dan tertaut hati pada hal yang tak laz
"Cinta itu buta. Aku menyayangimu tanpa alasan apapun Reyna," seru Bara. Dan tanpa Reyna sadari langkah kakinya sudah berhenti di sebuah rumah mungil yang hangat dan menenangkan hati. Bara membuka pintu rumah yang sudah usang itu perlahan. Reyna mencium bau kayu mahoni sebagai penyambutan selamat datang. Tanpa basa basi Bara menarik paksa Reyna untuk masuk ke dalam kamarnya.Reyna benar-benar terhipnotis dengan suasana dan sosok Bara yang sangat manis. Suasana malam yang sejuk, dengan kondisi minim cahaya membuat Reyna terlena dengan nafsu yang lama sekali ia redam. Bara mendorong Reyna untuk tertidur di atas kasur yang empuk dengan posisi yang menggairahkan. Memburu dengan kecupan mesra, Bara melucuti pakaian Reyna sehelai demi sehelai.Berkali-kali Bara menelan salivanya, tapi seni dengan nafsu ini terlalu sayang untuk dilewatkan sedetik saja. Kenikmatan yang selalu Bara tunggu di waktu yang tepat sekali. Akhirnya Bara berhasil menak
"Mau pergi kemana, Sayangku?" tanya Bara sambil memegang erat lengan Reyna.Reyna mencoba melawannya dengan melepaskan cengkraman Bara. Bukannya terlepas, tulang lengan Reyna remuka karena Reyna berusaha melarikan diri. Meringis kesakitan, Reyna berusaha bangkit dan berlari sekuat tenaga.Belum sembuh luka lengannya, kini ia harus mendapati sosok yang diagungkan olehnya menjadi jelemaan iblis mengerikan. Reyna ketakutan setengah mati karena wujud Bara mulai berubah. Ia berusaha menendang Bara dan berlari secepat mungkin.Namun itu sia-sia, karena setiap Bara menjentikan jarinya Reyna kembali dalam pelukannya. Reyna meraung meminta pertolongan. Tapi itu hanyalah membuang-buang tenaganya saja. Reyna menghela napas panjang, ia sangat kelelahan tak bisa melawan lagi.Hanya bisa terkulai lemas dalam pangkuan Bara yangmana tubuhnya semakin membesar. Reyna tak bisa mengusik lagi untuk melawan. S
Hari-hari berlalu menjadi minggu dan bulan. Tampak Reyna telah kembali menjadi manusia normal tanpa gangguan apapun-sementara waktu. Badannya memang normal, namun hatinya terasa lebih hampa dari sebelumnya. Baru pertama kali ia merasakan hal ini. Dan ia tak pernah dapatkan dari saudara sesamanya bangsa manusia. Tetap saja Reyna tak bisa hidup normal seperti sebelumnya. Kejadian di luar itu membangun asumsi buruk bagi Bu Allen. Sebisa mungkin Reyna harus bisa lepas dari jerat kaum satanis. Ia masih yakin bahwa Bara mengincar mereka jika lengah. Tanpa b**a-basi pasca cerita yang keluar dari mulut Reyna, Bu Allen semakin ekstra menjaga Reyna. Walaupun Reyna tak sepenuhnya berkata jujur, dengan segenap tenaganya Bu Allen takan pernah memberi celah sekecil apapun. Sehingga hal-hal sepele termasuk membiarkan Reyna mengurung diri di kamar, sekarang menjadi urusannya. Ia tak ingin kejadian di masa lalu terulang kembali. Hanya Reyna yang dimiliki
"Ibu lebih baik mati kalau kamu nekat pilih Bara sebagai calon suamimu. Apa kamu udah putus asa sama anugerah dari Allah? Ibu enggak akan pernah kasih restu kalau kamu tetap pilih Bara. Do'a ibu selalu menyertaimu, Reyna ...," lirih Bu Allen menyesal karena ini juga ada sangkut pautnya dengan masa lalu.Ia menyesal karena terbuai dengan rayuan anggota penyangkalan keyakinan itu. Menghela napas panjang karena mulai sebal dan kesal. Bu Allen berusaha menghibur Reyna dengan mencarikan lagi seorang pria sebagai calonnya. Bukannya senang, Reyna semakin membenci ibunya saat itu juga. Manik mata Reyna menatap lekat."Reyna ini udah gede, Bu. Kalau ibu enggak pernah setuju dengan pilihan Reyna. Setidaknya hargai keputusan Reyna untuk saat ini!" decit Reyna sebal dan beranjak dari kamarnya.Kenapa lancang sekali Bu Allen melemparkan kata-kata itu. Andai saja ia tahu asal muasal menerima kutukan karena ulah Bu Allen. M
Hening tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut Reyna maupun pria asing itu. Mereka menyusuri jalan penuh bebatuan. Gemericik hujan terus menemani mereka kala itu. Sesekali Reyna mengintip siempunya payung hitam yang misterius. Hingga diamnya mereka tak menggubris lamunan untuk sampai ke rumah pria asing tersebut.'Reyna, kamu harus pandai menjaga diri. Siapa tau ia pria jahat. Jangan sampai kamu terbuai,' batin Reyna menyadarkan dirinya kala itu.Reyna menelan salivanya karena merasa tegang dengan keadaan yang berbeda. Ia mencoba mengamati perawakan pria itu, siapa tau mereka pernah bertemu. Dengan perawakan yang cukup ideal, memiliki tinggi kurang lebih 170 sentimeter.Ia terlihat bisa menjadi idaman bagi wanita sebayanya. Belum lagi ia memiliki kulit sawo matang, dengan tangan-tangan yang lentik membuat Reyna seketika mulai tersipu. Sayang, ia tak bisa melirik muka dibalik bayang-bayang payung hitamnya.
"Kamu bisa bilang enggak apa-apa tapi perut kamu jujur banget, Reyna. Udah yuk kita makan," ajak Ibu Malvin sambil menyodorkan sepotong pizza dan fried chicken ke depan Reyna. Reyna mengambil sepotong pizza itu dan-rasanya enak sekali. Mungkin karena efek kelaparan, Reyna merasa rasa ini sangat baru untuk lidahnya.Tampak matanya berbinar menunggu sepotong pizza lainnya ditawarkan oleh Ibu Malvin. Ia sangat malu sekali, tapi ia sangat kelaparan. Sehingga Malvin dengan suka cita membawakan satu box penuh pizza itu ke depan Reyna. Ia meyakinkan Reyna untuk menghabiskan makan malamnya. Reyna mulai terbiasa dengan suasana yang semula canggung menjadi nyaman karenanya."Makanya jangan malu-malu, habiskan aja Rey. Nanti Tante bisa pesen lagi kok. Tante udah kenyang banget ini, dan mata udah enggak bisa diajak kompromi kayanya, Tante duluan tidur enggak apa-apa 'kan?" tanya Ibu Malvin yang sedari tadi menahan kantuk karena tak mau melewatkan moment
"E-eh, maaf Tante. Tadi aku lihat an-eh Malvin cari Tante ke dalam," jawab Reyna kaku dan ibu Malvin hanya mengangguk. Mata mereka saling bertautan, Reyna berusaha mengalihkan pandangan karena merasa canggung sekali.Setelah lama bertapa, rasanya aneh sekali menjadi tamu untuk seseorang. Reyna masih terpaku karena malu. Sesekali ia melemparkan senyuman pada ibu Malvin untuk mencairkan suasana. Ia tidak memulai sepatah kata apapun dari mulutnya.Hanya menunggu pertanyaan yang keluar dari ibu Malvin. Rasanya benar-benar hal aneh bagi Reyna saat ini. Tak sengaja ujung mata Reyna menangkap gelagat ibu Malvin yang memperhatikannya. Ibu Malvin memperhatikan lagi Reyna secara jeli dan teliti.Sesekali ia melemparkan senyuman untuk membalas pesona yang terpancar. Baru kali ini ibu Malvin memperhatikan tamu sejeli ini. Menurutnya ada yang berbeda dari mimik Reyna mengenai pesonanya itu. Manik mata ibu Malvin tak
Hening tidak ada sepatah katapun keluar dari mulut Reyna maupun pria asing itu. Mereka menyusuri jalan penuh bebatuan. Gemericik hujan terus menemani mereka kala itu. Sesekali Reyna mengintip siempunya payung hitam yang misterius. Hingga diamnya mereka tak menggubris lamunan untuk sampai ke rumah pria asing tersebut.'Reyna, kamu harus pandai menjaga diri. Siapa tau ia pria jahat. Jangan sampai kamu terbuai,' batin Reyna menyadarkan dirinya kala itu.Reyna menelan salivanya karena merasa tegang dengan keadaan yang berbeda. Ia mencoba mengamati perawakan pria itu, siapa tau mereka pernah bertemu. Dengan perawakan yang cukup ideal, memiliki tinggi kurang lebih 170 sentimeter.Ia terlihat bisa menjadi idaman bagi wanita sebayanya. Belum lagi ia memiliki kulit sawo matang, dengan tangan-tangan yang lentik membuat Reyna seketika mulai tersipu. Sayang, ia tak bisa melirik muka dibalik bayang-bayang payung hitamnya.
"Ibu lebih baik mati kalau kamu nekat pilih Bara sebagai calon suamimu. Apa kamu udah putus asa sama anugerah dari Allah? Ibu enggak akan pernah kasih restu kalau kamu tetap pilih Bara. Do'a ibu selalu menyertaimu, Reyna ...," lirih Bu Allen menyesal karena ini juga ada sangkut pautnya dengan masa lalu.Ia menyesal karena terbuai dengan rayuan anggota penyangkalan keyakinan itu. Menghela napas panjang karena mulai sebal dan kesal. Bu Allen berusaha menghibur Reyna dengan mencarikan lagi seorang pria sebagai calonnya. Bukannya senang, Reyna semakin membenci ibunya saat itu juga. Manik mata Reyna menatap lekat."Reyna ini udah gede, Bu. Kalau ibu enggak pernah setuju dengan pilihan Reyna. Setidaknya hargai keputusan Reyna untuk saat ini!" decit Reyna sebal dan beranjak dari kamarnya.Kenapa lancang sekali Bu Allen melemparkan kata-kata itu. Andai saja ia tahu asal muasal menerima kutukan karena ulah Bu Allen. M
Hari-hari berlalu menjadi minggu dan bulan. Tampak Reyna telah kembali menjadi manusia normal tanpa gangguan apapun-sementara waktu. Badannya memang normal, namun hatinya terasa lebih hampa dari sebelumnya. Baru pertama kali ia merasakan hal ini. Dan ia tak pernah dapatkan dari saudara sesamanya bangsa manusia. Tetap saja Reyna tak bisa hidup normal seperti sebelumnya. Kejadian di luar itu membangun asumsi buruk bagi Bu Allen. Sebisa mungkin Reyna harus bisa lepas dari jerat kaum satanis. Ia masih yakin bahwa Bara mengincar mereka jika lengah. Tanpa b**a-basi pasca cerita yang keluar dari mulut Reyna, Bu Allen semakin ekstra menjaga Reyna. Walaupun Reyna tak sepenuhnya berkata jujur, dengan segenap tenaganya Bu Allen takan pernah memberi celah sekecil apapun. Sehingga hal-hal sepele termasuk membiarkan Reyna mengurung diri di kamar, sekarang menjadi urusannya. Ia tak ingin kejadian di masa lalu terulang kembali. Hanya Reyna yang dimiliki
"Mau pergi kemana, Sayangku?" tanya Bara sambil memegang erat lengan Reyna.Reyna mencoba melawannya dengan melepaskan cengkraman Bara. Bukannya terlepas, tulang lengan Reyna remuka karena Reyna berusaha melarikan diri. Meringis kesakitan, Reyna berusaha bangkit dan berlari sekuat tenaga.Belum sembuh luka lengannya, kini ia harus mendapati sosok yang diagungkan olehnya menjadi jelemaan iblis mengerikan. Reyna ketakutan setengah mati karena wujud Bara mulai berubah. Ia berusaha menendang Bara dan berlari secepat mungkin.Namun itu sia-sia, karena setiap Bara menjentikan jarinya Reyna kembali dalam pelukannya. Reyna meraung meminta pertolongan. Tapi itu hanyalah membuang-buang tenaganya saja. Reyna menghela napas panjang, ia sangat kelelahan tak bisa melawan lagi.Hanya bisa terkulai lemas dalam pangkuan Bara yangmana tubuhnya semakin membesar. Reyna tak bisa mengusik lagi untuk melawan. S
"Cinta itu buta. Aku menyayangimu tanpa alasan apapun Reyna," seru Bara. Dan tanpa Reyna sadari langkah kakinya sudah berhenti di sebuah rumah mungil yang hangat dan menenangkan hati. Bara membuka pintu rumah yang sudah usang itu perlahan. Reyna mencium bau kayu mahoni sebagai penyambutan selamat datang. Tanpa basa basi Bara menarik paksa Reyna untuk masuk ke dalam kamarnya.Reyna benar-benar terhipnotis dengan suasana dan sosok Bara yang sangat manis. Suasana malam yang sejuk, dengan kondisi minim cahaya membuat Reyna terlena dengan nafsu yang lama sekali ia redam. Bara mendorong Reyna untuk tertidur di atas kasur yang empuk dengan posisi yang menggairahkan. Memburu dengan kecupan mesra, Bara melucuti pakaian Reyna sehelai demi sehelai.Berkali-kali Bara menelan salivanya, tapi seni dengan nafsu ini terlalu sayang untuk dilewatkan sedetik saja. Kenikmatan yang selalu Bara tunggu di waktu yang tepat sekali. Akhirnya Bara berhasil menak
"Bagaimana aku bisa yakin dengan kata-katamu? Jika suatu saat nanti kau akan meninggalkanku seperti yang lain?" tanya Reyna sendu. Reyna menunduk pilu, ia masih ragu dengan pilihannya itu. Sepintas ingatannya kembali pada masa lalu yang menyesakkan hati. Reyna tidak ingin masuk ke dalam lubang kesakitan untuk kesekian kali. Reyna memalingkan wajahnya yang gusar itu, karena tak ingin dilihat lemah oleh lawan bicaranya. Terseok-seok, Bara berusaha menenangkan kegusaran hati Reyna. Ia memeluk lembut Reyna yang dirundung sedih tak berakhir. Dan tak sengaja Bara diantarkan kembali pada kutukan yang terjadi pada calon suami Reyna. Ya, kutukan yang membuat sesiapapun bisa gila. Dimana hari kebahagiaan itu harus sirna karena kutukan Bahulaweyan. Berat rasanya menerima hal tersebut dengan akal sehat. Tapi inilah realita. Sehingga kutukan itu mengantarkannya pada Reyna dan tertaut hati pada hal yang tak laz
Gelagat Reyna semakin lama semakin aneh. Setiap hari ibunya selalu melihat sikap asing Reyna. Ia terkadang mendapati putrinya sedang berbicara sendiri. Namun ia ragu untuk menegur anaknya itu.Ia tidak ingin anaknya merasa tidak nyaman dengan kekhawatiran yang berlebihan itu. Ibu Reyna mencoba berpikir positif atas tingkah anaknya. Bisa saja Reyna sedang ada kerjaan sebagai pemain peran dan dituntut untuk mendalami peran yang tersakiti mungkin?Wanita paruh baya itu membuang jauh praduga buruk yang bisa membuat Reyna sakit hati. Tapi tetap saja dihadapkan kembali akan pilihan yang membingungkan. Kalau ia tidak bertanya, ia tidak akan mengetahui apa yang sebenernya dialami Reyna. Dan jika ia bertanya bisa saja putrinya akan menutup diri lebih jauh. Perang batin terjadi begitu saja dalam sukma ibu Reyna. Antara ragu tapi ia masih perduli dengan kondisi anak semata wayangnya. Tidak ingin Reyna larut lagi seperti dulu karena perihal gagal menikah.Di sisi lain ia ju