Hening. Sejak kejadian tadi siang Kamalia memilih diam daripada meluapkan emosi dengan marah-marah karena rasa kecewanya kepada Dev. Bukan kecewa lagi, tapi lebih dari itu.Ia duduk di sebelah box bayinya, bersandar pada tempat tidur. Memperhatikan sang anak yang terlelap sejak habis Maghrib."Lia, ayo makan dulu. Nanti kamu lapar, sejak tadi siang tidak makan," rayu Dev untuk yang kesekian kali. Kamalia bergeming.Selera makannya lenyap entah kemana. Lapar pun tidak. Padahal Gaffi perlu minum ASI, karena bayi itu belum sempat dikasih susu formula yang dibeli kemarin."Mas ambilin, ya?"Kamalia menggeleng, kemudian berdiri dan berbaring di tempat tidur. Memejam dan tidak peduli Dev yang masih memperhatikan.Seandainya ia masih memiliki Ibu, akan ditumpahkan rasa sedihnya, kecewanya, dan mencari ketenangan di pangkuan beliau. Namun sekarang ia tidak memiliki siapa-siapa. Kakak? Kamalia tidak akan mengadukan nasibnya pada Eva.Ketika dihina, justru yang membela orang lain. Bukan suami y
Kamalia sedang mengajak anaknya bercanda sambil mengganti diaper di kamar. Bayi berusia dua bulan itu bersemangat dengan menggerakkan kaki dan tangannya. Mata beningnya menatap sang Mama."Uda ciang, Gaffi. Habis ganti popok, nenen, dan bobok, ya?" Diciuminya pipi lembut Gaffi, senyumnya selalu merekah setiap bersama anaknya. Namun, ia langsung terdiam ketika Dev masuk kamar."Hai, Sayang," sapa Dev sambil menutup kembali pintu kamar.Kamalia tidak menjawab. Ia memangku Gaffi dan memberinya ASI. Dev duduk disebelahnya sambil memainkan kaki anaknya."Mau tidur, ya, anak Papa." Dev mencium pipi Gaffi, kemudian dengan cepat mencium pipi istrinya. Kamalia yang tidak menyadari sebelumnya hanya diam saja. Tidak peduli.Dev masuk kamar mandi untuk mandi, wudhu, kemudian salat Zhuhur baru makan siang. Begitu kebiasaannya setiap hari.Baru sebentar saja minum ASI, Gaffi sudah terlelap. Kamalia memindahkan anaknya di box. Ia mengambilkan baju ganti untuk Dev yang sedang salat zhuhur. Biasanya
Dev baru saja masuk ke mobilnya ketika ponselnya berdering. Benda pipih di ambil dari saku celana. Ada nama Pak Hamdad di layar."Assalamu'alaikum, Om," sapanya."Wa'alaikumsalam. Om minta maaf atas ulah Imel di vila. Adi dan Galih sudah cerita kemarin. Sampaikan maaf Om pada istrimu. Kalau diizinkan Om ingin bicara langsung padanya.""Nanti saja saya sampaikan.""Adi bilang kamu ingin keluar dari kerjasama kita.""Ya, itu keputusan final saya, Om."Terdengar embusan napas berat di seberang. "Ya, Om paham. Tapi kamu masih mau membantu Om untuk mengurus jual beli tanah kebun yang kemarin itu, 'kan?""Orang kepercayaan saya yang akan membantu, Om. Namanya Tony. Dia yang akan membantu Om sampai semua urusan beres.""Ya, enggak apa-apa. Terima kasih, Dev. Sekali lagi Om minta maaf, ya.""Tidak apa-apa, Om. Lain kali kita bisa ngobrol lagi. Sekarang saya masih ada urusan.""Ya, Dev. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Dev meletakkan ponsel di dashboard. Menyalakan mesin mobil, membiarkan
Gerimis turun sejak sore tadi. Hawa dingin menyebar, membuat acara aqiqahnya Aisyah sedikit kalang kabut. Mereka tidak mengira gerimis turun malam itu, karena sejak pagi cuaca sangat cerah.Kamalia jadi ikut ribet mempersiapkan hidangan di belakang. Gaffi ditidurkan di ranjang rotan milik Aisyah yang terletak di kamar yang difungsikan sebagai ruang salat.Sebentar lagi suaminya pasti datang dan mengajaknya pulang. Setelah dipikir-pikir, memang lebih baik dia pulang. Di sini pun merasa tidak enak jika merepotkan. Walaupun orang tua Ragil sudah menganggapnya seperti keluarga dan beliau yang memintanya untuk datang.Jam delapan lebih tiga puluh menit acara selesai. Dev langsung menemuinya yang sedang membantu beres-beres di ruang tengah. "Kita pulang," ajaknya.Kamalia ke belakang untuk mencuci tangan. Setelah berpamitan mereka segera menuju mobil untuk pulang."Pulang, Lia," tegur Willy yang baru saja datang."Iya, kenapa telat?" tanya Kamalia sebelum masuk ke mobil. "Lembur tadi.""O
Suasana di rumah orang tua Ragil lebih ramai daripada hari kemarin. Para kerabat datang dan pergi, silih berganti. Mereka turut bersuka cita dengan keberangkatan umroh yang telah ditunggu sejak tahun kemarin oleh Bu Wanti dan suaminya.Dev jadi ingat suasana yang sama saat sang Mama hendak berangkat umroh lima tahun yang lalu."Lia, kamu yakin akan bertahan di sini sampai nanti malam? Lihatlah, suasana sangat ramai. Kasihan Gaffi.""Enggak apa-apa, ini Gaffi anteng saja.""Ya sudah, Mas pergi dulu. Sepulang dari perkebunan nanti, Mas langsung menjemput kalian."Sebelum pulang, Dev berpamitan pada Bu Wanti dan suaminya.🌷🌷🌷Dari mengantar istri dan anaknya Dev langsung menuju ke perkebunan. Menemui Tony di gudang belakangMereka duduk di bangku kayu di teras gudang."Ada info dari orang suruhanku, yang sering ngember dan ngomong ke orang-orang kampung itu anak perempuannya Pak Dandi yang nomer satu. Dia yang suka cerita ke setiap orang yang tanya mengenai Lia yang tiba-tiba saja bis
Sejak habis salat Subuh Kamalia menyiapkan baju yang akan dibawa menginap nanti. Satu travel bag berisi penuh keperluan Gaffi. Sedangkan satu koper lagi berisi bajunya dan milik suaminya.Dev mendekat dan memeluknya dari belakang. "Baju se*sinya sudah dimasukin apa belum?" tanya Dev lirih. Embusan napasnya hingga membuat istrinya merinding."Kita mau ke rumah Mama saja, 'kan? Bukan mau berbulan madu," jawab Kamalia."Dibawa saja, Sayang."Keduanya berpandangan. Akhirnya Kamalia berdiri dan mengambil lingerie dari ruang pakaian. Kemudian memasukkan ke dalam koper pakaian mereka. Dev berdiri, membuka laci dan mengambil satu papan pil KB yang baru diminum satu biji. "Jangan lupa nanti diminum," ucapnya meletakkan benda itu di atas tumpukan baju di koper.Tepat selesai berkemas, Gaffi bangun. Kamalia segera memberinya ASI sebelum bayinya menangis.Mereka akan berangkat jam enam pagi. Sebab rombongan Bu Wanti berangkat dari rumah jam tujuh nanti."Jangan rewel kalau di rumah Nenek, ya,
Part 79 One Beautiful Night"Mas," panggil Kamalia sambil menahan lengan suaminya. Mereka berhenti ketika beberapa langkah lagi sampai di resepsionis."Ada apa?""Kita enggak bawa baju ganti?" bisik Kamalia."Tidak apa-apa, besok pagi kita pulang."Dev mengajak istrinya melangkah lagi hingga disambut ramah oleh gadis muda bersanggul rapi dan memakai baju seragam hotel warna peach.Superior room di lantai tiga dipilih Dev, karena Deluxe room yang diinginkan telah penuh. Gadis resepsionis memberikan cardlock kepada Dev sebagai kunci untuk membuka pintu kamar.Bau harum ruangan menyambut mereka saat pintu di buka. Ranjang besar di tengah dengan seprei warna putih tulang terlihat nyaman untuk tiduran.Dev membuka jaketnya, begitu juga Kamalia. Hijabnya juga telah berantakan karena memakai helm tadi.Pantas saja, resepsionis tadi menatapnya curiga. Dipikirnya ia dan Dev pasangan selingkuh. Mungkin ....Keduanya bergantian masuk ke kamar mandi untuk cuci muka, tangan, dan kaki."Mau pesan m
Kamalia terbangun, meraih arloji suaminya di nakas. Beberapa saat lagi adzan subuh berkumandang. Ia menggeliat dan merasakan remuknya persendian.Malam pertamanya dulu tidak seliar ini. Ya, mungkin karena hubungan mereka belum begitu baik. Di samping ia juga keburu hamil.Ketika hendak beringsut, Dev memeluk pinggangnya bersamaan dengan membuka mata."Kita pulang sekarang, Mas. Bagaimana mau salat Subuh kalau aku tidak membawa mukena," kata Kamalia.Dev makin mengeratkan pelukan. Menyusupkan wajah di pundak istrinya."Mas, di rumah masih bisa," bisik Kamalia ketika ia paham gelagat suaminya."Ayolah pulang sebelum subuh."Akhirnya Dev mengiyakan. Setelah rapi memakai baju mereka keluar kamar. Berjalan melewati lorong untuk menuju lift. Suasana masih hening.Seorang resepsionis yang berjaga merapikan rambutnya ketika Dev dan Lia mendekat. Dia pun tampak masih mengantuk."Maaf, Mbak. Saya dan istri mau early check out," kata Dev sambil menyerahkan cardlock dan mengambil dompet untuk mem