“Barang-barangnya udah dimasukin semua, Septi?” tanya Athena. Dengan hati-hati , ia melangkahkan kakinya keluar kamar mandi, sementara Valerie terlihat lelap di atas tempat tidur dengan tubuh yang dibungkus kain bedong.
“Sudah, bu. Urusan kepulangan juga udah saya urus di administrasi, bu. Kita tinggal meluncur pulang aja,” jawabnya lalu memaparkan dengan ceria.
Septi seperti tak mengenal lelah. Ia mengangkat tas besar yang penuh berisi pakaian Athena dan juga perlengkapan Valeri tanpa memgeluh sama sekali.
Melihat itu, membuat Athena jadi meringis dan tak enak hati.
“Maaf ya, Septi. Pasti berat banget tas-nya, tapi mas Brian, pak Ismail bakal jemputnya di depat pintu gerbang rumah sakit.” Athena berucap penuh sesal, sementara Septi justru menanggapinya dengan senyuman lebar.
“Gak apa-apa, bu. Saya ini anak Mapala yang sering banget buat agenda ke gunung, berat tas Cuma 15kg di jalan datar kayak gini mah ga
Udara terasa direnggut paksa dari paru-paru Athena.Dadanya sesak bukan kepalang melihat ke arah pria yang sangat dibencinya itu. Buru-buru ia mendekap Valerie erat-erat, menyembunyikan wajah Valerie di dadanya.Bima.Pria bedebah itu ada di mobil ini!Entah bagaimana caranya dia bisa jadi sopir suruhan Adnan, tapi perasaan Athena benar-benar tidak enak.“Anakmu baru lahir? Laki-laki atau perempuan?” tanya Bima tiba-tiba.Athena mendelik muak. Ia bahkan tak mengindahkan pertanyaan basa-basi dari Bima.“Cepat putar balik mobilnya, kita salah arah!” perintah Athena teramat panik, melihat bagaimana mobil yang ditumpanginya ini terus melaju.Namun, kedua pria itu malah terbahak, mentertawakan perintah Athena.“Terus aja teriak. Sampe tenggorokan putus pun terserah,” seru Bima di sela-sela tawanya.Athena tak kehabisan akal. Ia melirik ke arah Septi, mengguncang bahu dan
Brian sudah menunggu sangat lama di luar rumah, dengan koper-koper berisi pakaiannya, pakaian Athena dan juga pakaian Valerie berserta semua perlengkapannya.Namun, sampai hari mulai gelap, mobil yang dikendarai Ismail tak kunjung juga datang."Yakin mau pergi dari rumah? Kalo Papa Adnan marah terus nyabut semua hak waris kamu, gimana?" tanya Dante seraya duduk di salah satu kursi jati di teras rumah.Brian menoleh, lalu mengangkat bahunya ringan. Seolah tak peduli dengan hal apapun yang terjadi."Aku gak peduli dengan tua bangka itu lagi," ucap Brian tak acuh.Kemudian, dering suara ponselnya terdengar, membuat Brian buru-buru mengambil ponselnya dan segera mengangkat panggilan telepon itu saat melihat nama Ismail tertera di layar ponselnya.“Halo, ismail. Kau di mana? Kau tidak tahu ini sudah jam berapa?!” pedas Brian tanpa menunggu Ismail menyapanya terlebih dahulu.Dada brian naik turun, karena gejolak emosinya sendiri
Dengan langkah lebar, Brian datang ke ruang kerja Adnan.Sorot matanya menggelap. Kebencian jelas-jelas melingkupinya. Ia sangat murka. Adnan melakukan hal yang sudah mengusik ketenangannya."ADNAAAAAN!" sentak Brian yang kilat masuk dan menarik kasar keras kemeja ayahnya itu. "INI SEMUA ULAHMU, KAN?!" murkanya.Adnan kemudian terkekeh geli. Seolah-olah semua kemurkaan Brian hanyalah sebuah lelucon."Udah Papa bilang, kalo Athena dan anaknya itu aib. Mereka gak boleh jadi bagian keluarga kita. Papa udah nyuruh kamu buat ceraikan dia, tapi kamu keras kepala. Jadi jangan salahkan Papa kalo akhirnya Papa pake cara tersendiri buat melenyapkan benar, " ungkapnya ringan.Seakan akan pembahasan tentang nyawa Athena bukanlah hal yang berarti baginya."Di mana istriku? Ke mana orang-orangmu membawanya?" cetar Brian mendesak Adnan.&n
Sudah aku bilang, kamu bisa mencintaiku kapan saja.Saat kamu siap, saat kamu sanggup.Tapi, harusnya kau tak boleh seenaknya. Apalagi meninggalkanku tiba-tiba seperti ini.(Brian Atmaja)***Entah arus sungai yang tak deras, atau memang Tuhan sedang lagi-lagi memberikan keajaibannya.Hari sudah benar-benar malam. Entah sudah pukul berapa, ketika Athena mencoba menggapai daratan, sementara sang anak sudah tak lagi menangis dalam gendongannya.Hati Athena menjerit nelangsa.Ia menginjakkan kakinya di tepian sungai, lalu dalam keremangan cahaya bulan, ia mencoba menatap wajah anaknya. Mengusap wajah mungil yang dingin dan terus saja terlelap itu dengan hati yang berdesir perih.“Sayang... kamu pasti lagi bobo, kan, nak? Sekarang udah gak apa-apa. Kita udah aman, kamu udah boleh nangis,” lirih Athena pedih.Ia mencoba menenangkan dirinya. Mencoba tetap berpikir bahwa Valerie tentu saja tidak apa-apa
“Aku baru saja akan membawa mereka ke rumah baruku, Ismail. Aku sudah berniat akan bahagiakan mereka, tapi tenyata rencana hanya tinggal rencana,” gumam Brian sedih.Dengan pakaian serba hitam, Brian menatap nanar sungai yang diduga jadi tempat Athena menceburkan dirinya. Itu sungai yang sangat jauh dari rumah, sepertinya Adnan memang berniat memberikan Athena pada Bima.Brian mengepalkan tangannya kuat-kuat saat mengingat tentang fakta itu.Polisi ada di bawah sana. Sibuk menyelam ke dalam sungai untuk mencari Athena, tapi yang bisa mereka temukan hanya ponsel dan sebelah sandal Athena yang tenggelam di ke dasar sungai yang tidak terlalu dalam itu, sementara yang sebelah lagi ditemukan di tengah hutan.“Tuan sudah jadi suami dan ayah yang terbaik. Saya menyesal karena tidak bisa datang lebih cepat untuk menjemput nona Athena,” ujar Ismail menimpali dengan penuh rasa sesal yang mendalam.Ismail juga ikut beduka. Walau mungki
Mansion mewah yang justru terlihat seperti kastil itu berdiri megah di tengah-tengah hutan. Tak ada pemukiman. Mansion megah itu jadi satu-satunya bangunan yang didirikan di pegunungan.“Kamu sedang apa?” suara bariton itu tiba-tiba menyapa, membuat Athena sempat berjengit terkejut lalu menoleh untuk sekadar mendapati pria asing yang sudah menolongnya itu tengah berdiri di belakangnya dengan kedua tangan yang disilangkan di dada.“Maaf, pak. Saya gak bisa ngasih timbal balik atas kebaikaan anda, jadi saya pikir saya harus beres-beres rumah,” kata Athena seraya membersihkan tangannya dari busa sabun cuci piring.“Kamu baru diobati dan luka di perutmu juga baru dijahit lagi, harusnya banyak istirahat, bukan malah banyak gerak kayak gini. Sana kembali ke kamarmu,” tegasnya pada Athena.“Iya,” jawab Athena pelan.Kemudian, Athena pun memilih menuruti perintah pria itu dan pergi menuju kamar tamu yang suda
Semua pakaian pemberian Andreas untuk Athena dan Valerie itu pun dikemas oleh pelayan Andreas ke dalam satu koper besar.“Pergi dari rumahku, Athena,” usir Andreas seraya melempar koper itu tepat di depan mata Athena.“Dokter Andreas....” Athena berucap lirih. Ia menatap kopernya dengan hati nelangsa.“Jangan buat ekspresi kayak gitu, Athena. Jangan bersikap seolah kamu menderita, karena aku gak merasa iba sama sekali. Kamu berasal dari keluarga konglomerat, apa lagi yang kurang?”“Anda gak tahu apapun, dokter. Anda gak bisa menganggap saya kayak gitu,” sergah Athena menampik ini Andreas tentang dirinya.“Kamu udah hidup enak jadi orang kaya. Cepat pulang. Jangan mengemis belas kasihan dariku,” sinis Andreas.Ia menyilankan kedua tangannya di dada, dan tatapan dinginnya tetap terhunus pada Athena. Seolah ingin membekukan Athena detik itu juga.“Daripada saya harus
“Jadilah orang dungu, Brian. Jangan tunjukan kepintaran kamu buat membantah Papa. Kamu cukup jadi si dungu yang selalu meng-iyakan semua perintah Papa, maka Papa pun gak akan ganggu siapapun dan apapun yang kamu lindungi,” pinta Adnan, yang justru terdengar seperti sebuah ancaman.Brian diam.Semua kalimat yang diucapkan oleh Adnan itu hanya masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri tanpa benar-benar melekat di hatinya. Walau kenyataannya, Brian Sendiri pun tak menolak permintaan itu.“Jawab ucapan Papa, Brian,” tegur Adnan dengan suara yang terdengar tenang.“Hm,” gumam Brian sebagai jawabannya.Dengan ogah-ogahan, Brian menyatap sarapannya. Kalau saja ia tidak berpikir kalau tubuhnya perlu asupan energi agar bisa pergi bekerja, dan agar kondisi tubuhnya pun prima, ia tak ingin memakan sarapannya lagi.“Sayang,” panggil Sandra memecah keheningan yang sebelumnya sempat melingkupi suas