"Jangan menatapku terus, Athena. Itu sangat memalukan," keluh Brian sambil menarik selimut untuk menutupi sajahnya yang bersemu merah sampai ke telinga.Sial!Padahal ia berniat mengakui perasaannya itu ketika Athena sembuh nanti, tapi karena situasi yang mendesak, ia pun harus tiba-tiba mengakui perasaannya begitu saja.Athena memutar bola matanya, diiringi dengan dengusan geli.Ia mungkin tak bisa bicara, tapi ia masih punya seribu satu cara untuk mengejek Brian atas pernyataan cintanya yang tiba-tiba.“Kamu ngejek aku?” Brian menyingkap sedikit selimutnya, mengintip ke arah Athena yang ternyata sudah mulai terlihat memejamkan matanya. Entah susah benar-benar tidur, entah belum.Melihat situasi yang mulai hening dan menurutnya aman, Brian pun beringsut merengkuh Athena dan membuat istrinya itu tertidur dengan berbantalkan lengan kekarnya.“Kamu pasti belum mencintaiku, kan, Athena? Ckckck... Tuhan memang curang. Dia buat aku yang lebih dulu jatuh cinta padamu, padahal aku sendiri ya
"Loh, memangnya kapan aku nuduh? Jadi, anda merasa tertuduh, hm?" Brian menyeringai lebar, membuat Sandra melotot mendengar penuturannya itu."Untuk apa merasa tertuduh? Aku hanya gak suka dengan cara bicaramu sebelumnya kedengaran menyudutkan aku!” sentak Sandra marah.Semntara Brian hanya menanggapinya dengan tertawa terbahak-bahak.“Bagian mana dari ucapanku yang menyudutkanmu? Aku hanya menanyakan pendapatmu, aku tidak-”“Bisakah kalian berhenti berdebat?” suara Adnan menengahi. Ia menatap tak habis pikir ke arah Sandra dan Brian sencara bergantian.Sementara Fani hanya diam seribu bahasa, seolah ia menelan lidahnya sendiri, sampai-sampai ia kehilangan kata-kata."Sudahlah. Boleh aku kembali bicara?" seru Brian yang tak peduli dengan teguran dari Adnan.Hening. Tak ada satupun yang menjawab, sehingga Brian pun tak ambil pusing dan mengulurkan beberapa lembar kertas yang lain itu kepada Adnan."Itu data keuangan perusahaan selama 2 tahun ini. Liat di kolom bawah, total semuanya buk
Suara nyaring dari ayunan cambuk yang memecaut punggung Sandra terdengar seperti alunan musik merdu bagi Brian yang seumur hidupnya selalu dihantui oleh suara tangisan sang Mama."Ini belum seberapa. Kau dihukum seperti ini karena kau melakukan kesalahan fatal, ini tetap belum bisa dikatakan adil. Mamaku harus meninggal dalam keadaan menderita, padahal dia tak melakukan kesalahan apapun. Mamaku hanya menikah dengan pria sepertimu-” tutur Brian lalu menoleh dan menatap tajam ke arah Adnan. “Mamaku perempuan baik, tapi kalian menyakitinya sampai akhir.”Adnan hanya menunduk lesu, sementara Sandra masih terus berteriak kesakitan karena hukuman cambuk itu tak kunjung berakhir.“Aku gak akan pernah lupa tangisan Mamaku karena disakiti pria sepertimu yang justru memilih lacur seperti dia,” tukas Brian lagi dengan nada suara yang terdengar semakin tajam.Adnan tidak menjawab. Ia diam seribu bahasa, dengan kepala yang sedikit tertunduk malu.Tentu saja, ia malu karena semua kalimat penuh hard
“Masih belum hamil juga?” tanya Bima diiringi dengan helaan napas lelah yang keluar dari mulutnya. “Ini udah berbulan-bulan, loh, sayang. Masa sih belum hamil? Temen-temen aku bahkan istrinya udah hamil lagi anak ketiga, padahal anaknya belum satu tahun.” “Ya mungkin belum rejekinya aja. Aku juga gak pake KB, kok. Kata dokter juga kita sama-sama subur, jadi gak perlu deh kayaknya kamu sampe seheboh ini. Kita bakal nya anak kalo udah di waktu yang tepat,” sahut Ayu tak mau kalah. Lagi, Bima menghembuskan napas lelah, sementara Ayu menyilangkan kedua tangannya di dada, mendakan bahwa dia pun sama emosinya dengan Bima. Ah, keduanya sama-sama keras kepala dan sama-sama egois. Bedanya, jika dulu saat masih bersama Athena, Bima selalu mudah membentak dan main fisik, kali ini Bima lebih menekan emosinya dan memilih untuk mengalah pergi meninggalkan Ayu begitu saja. Lagi-lagi, Bima menghindari masalahnya dengan cara pergi bekerja di usaha kate
"Udah. Kamu berhenti nangis dong, mama capek dengernya," tegur Sandra pada Fani yang dari pertama Sandra dicambuk sampai sudah berlalu tiga hari, tetap saja menangis tiap kali menjenguk Sandra."Pasti sakit banget, kan, Ma? Aku harus gimana supaya rasa sakitnya ilang?" tanya Fani serak dan terus terisak-isak. Ia bahkan mengabaikan teguran Sandra yang memintanya untuk berhenti menangis.Ah, memangnya anak mana yang tak sakit hati melihat orang tuanya terluka parah."Makanya diem. Kamu nangis sekenceng itu selama tiga hari itu rasanya bikin semua luka-luka di punggung mama makin linu," tukas Sandra pedas. Walaupun sebenarnya ada rasa sedih saat harus terlihat lemah di depan anak semata wayangnya, apalagi sampai membuat anaknya itu menangis.Seketika Fani pun merapatkan bibirnya. Ia berhenti terisak-isak, tapi airmatanya tetap saja mengalir.Sesekali ia menyeka air matanya, agar Sandra tidak menegurnya lagi karena masih saja menangis, walaupun s
2 Bulan Kemudian....Tangis haru dan perasaan bahagia itu tercampur aduk di dada Brian, melihat bagaimana Athena bisa pulih dan menyelesaikan sesi terapi untuk yang terakhir kalinya.“Coba, jalan pelan-pelan ke arah suami ibu,” pinta terapis itu mengarahkan.Tetapi, sebelum Athena benar-benar melakukan arahannya, terapis itu lebih dulu memijat pelan kaki Athena untuk mencoba mengurai urat-urat yang sedikit bermasalah agar tidak mengganggu proses Athena saat berjalan.“Silakan, bu.”Terapis itu berhenti memijat kaki Athena, dan membiarkan Athena untuk perlahan bangkit berdiri dan mulai melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah.“Santai saja, jangan terlalu terburu-buru,” ujar Brian mengingatkan.Ia sudah dengan siaga di tempatnya menunggu Athena menghampirinya, sambil terus berjaga-jaga kalau saja tiba-tiba Athena terjatuh, ia bisa berlari cepat menghampirinya.Beberapa kali Athena terhuyu
“Mau pesta, ya? Kok tumben bawa banyak makanan kayak gitu?” tanya Fani. Ia menoleh ke arah Brian yang membawa begitu banyak bingkisan makanan. “Siapa bilang?” pedas Brian.“Semua makanan ini untuk istriku, bukan untuk kau atau kalian.” Dengan ketusnya, Brian melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Fani yang menganga di tempatnya. “Pelit!” cibir Fani dengan sangat jengkel. Ia melayangkan tatapan lasernya, berharap saat itu juga Brian hancur berkeping-keping. Namun, tentu saja itu tidak terjadi. Brian tetap dengan santainya menaiki tangga dan bergegas masuk ke dalam kamarnya dengan pintu yang tertutup rapat. “Anak Papa yang satu itu makin tua, malah makin gak punya sopan santun dan empati,” keluhnya seraya duduk dengan suasana hati yang benar-benar buruk. “Telfon aja suami kamu kalo kamu emang pengen makanan yang sama seperti yang Brian bawa, tak perlu mengganggu Brian. Kamu sendiri, kan, tahu saudara tiri kamu itu gimana.” Suara Sandra menimpali, sementara Adnan hanya diam tak
“Aku akan cuti dari kantor, kau bisa gantikan aku sebentar, kan?“ tanya Brian dengan tatapan mata yang tertuju ke arah Dante.“Aku?” tunjuk Dante pada dirinya sendiri.“Memangnya siapa lagi kalo bukan kau? Mataku jelas-jelas menatapmu,” pedas Brian, membuat tiap pasang mata di meja makan itu menatap ke arahnya.“Oh, sori. Aku mau memastikan aja,” kata Dante.“Emangnya kamu mau ke mana? Kenapa tiba-tiba malah cuti?” itu suara Adnan bertanya pada Brian setelah ia menyelesaikan makannya.“Bukan apa-apa, aku dan Athena cuma akan pulang ke perkebunan. Athena ingin menjenguk ayahnya,” jawab Brian yang kini terlihat lebih bersahabat pada Adnan.“Jadi, Athena akan melahirkan di pedesaan itu, atau nanti akan pulang ke mari lagi?” tanya Adnan lagi, sedikit bersemangat karena ini pertama kalinya Brian bersikap lebih baik dari sebelum-sebelumnya.“Aku kurang tahu. Tergantung Athena aja, karena dia yang akan melahirkan. Papa gak perlu panik perusahaan Papa bakal gak berjalan lancar karena ada Dant