“Masih belum hamil juga?” tanya Bima diiringi dengan helaan napas lelah yang keluar dari mulutnya. “Ini udah berbulan-bulan, loh, sayang. Masa sih belum hamil? Temen-temen aku bahkan istrinya udah hamil lagi anak ketiga, padahal anaknya belum satu tahun.” “Ya mungkin belum rejekinya aja. Aku juga gak pake KB, kok. Kata dokter juga kita sama-sama subur, jadi gak perlu deh kayaknya kamu sampe seheboh ini. Kita bakal nya anak kalo udah di waktu yang tepat,” sahut Ayu tak mau kalah. Lagi, Bima menghembuskan napas lelah, sementara Ayu menyilangkan kedua tangannya di dada, mendakan bahwa dia pun sama emosinya dengan Bima. Ah, keduanya sama-sama keras kepala dan sama-sama egois. Bedanya, jika dulu saat masih bersama Athena, Bima selalu mudah membentak dan main fisik, kali ini Bima lebih menekan emosinya dan memilih untuk mengalah pergi meninggalkan Ayu begitu saja. Lagi-lagi, Bima menghindari masalahnya dengan cara pergi bekerja di usaha kate
"Udah. Kamu berhenti nangis dong, mama capek dengernya," tegur Sandra pada Fani yang dari pertama Sandra dicambuk sampai sudah berlalu tiga hari, tetap saja menangis tiap kali menjenguk Sandra."Pasti sakit banget, kan, Ma? Aku harus gimana supaya rasa sakitnya ilang?" tanya Fani serak dan terus terisak-isak. Ia bahkan mengabaikan teguran Sandra yang memintanya untuk berhenti menangis.Ah, memangnya anak mana yang tak sakit hati melihat orang tuanya terluka parah."Makanya diem. Kamu nangis sekenceng itu selama tiga hari itu rasanya bikin semua luka-luka di punggung mama makin linu," tukas Sandra pedas. Walaupun sebenarnya ada rasa sedih saat harus terlihat lemah di depan anak semata wayangnya, apalagi sampai membuat anaknya itu menangis.Seketika Fani pun merapatkan bibirnya. Ia berhenti terisak-isak, tapi airmatanya tetap saja mengalir.Sesekali ia menyeka air matanya, agar Sandra tidak menegurnya lagi karena masih saja menangis, walaupun s
2 Bulan Kemudian....Tangis haru dan perasaan bahagia itu tercampur aduk di dada Brian, melihat bagaimana Athena bisa pulih dan menyelesaikan sesi terapi untuk yang terakhir kalinya.“Coba, jalan pelan-pelan ke arah suami ibu,” pinta terapis itu mengarahkan.Tetapi, sebelum Athena benar-benar melakukan arahannya, terapis itu lebih dulu memijat pelan kaki Athena untuk mencoba mengurai urat-urat yang sedikit bermasalah agar tidak mengganggu proses Athena saat berjalan.“Silakan, bu.”Terapis itu berhenti memijat kaki Athena, dan membiarkan Athena untuk perlahan bangkit berdiri dan mulai melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah.“Santai saja, jangan terlalu terburu-buru,” ujar Brian mengingatkan.Ia sudah dengan siaga di tempatnya menunggu Athena menghampirinya, sambil terus berjaga-jaga kalau saja tiba-tiba Athena terjatuh, ia bisa berlari cepat menghampirinya.Beberapa kali Athena terhuyu
“Mau pesta, ya? Kok tumben bawa banyak makanan kayak gitu?” tanya Fani. Ia menoleh ke arah Brian yang membawa begitu banyak bingkisan makanan. “Siapa bilang?” pedas Brian.“Semua makanan ini untuk istriku, bukan untuk kau atau kalian.” Dengan ketusnya, Brian melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Fani yang menganga di tempatnya. “Pelit!” cibir Fani dengan sangat jengkel. Ia melayangkan tatapan lasernya, berharap saat itu juga Brian hancur berkeping-keping. Namun, tentu saja itu tidak terjadi. Brian tetap dengan santainya menaiki tangga dan bergegas masuk ke dalam kamarnya dengan pintu yang tertutup rapat. “Anak Papa yang satu itu makin tua, malah makin gak punya sopan santun dan empati,” keluhnya seraya duduk dengan suasana hati yang benar-benar buruk. “Telfon aja suami kamu kalo kamu emang pengen makanan yang sama seperti yang Brian bawa, tak perlu mengganggu Brian. Kamu sendiri, kan, tahu saudara tiri kamu itu gimana.” Suara Sandra menimpali, sementara Adnan hanya diam tak
“Aku akan cuti dari kantor, kau bisa gantikan aku sebentar, kan?“ tanya Brian dengan tatapan mata yang tertuju ke arah Dante.“Aku?” tunjuk Dante pada dirinya sendiri.“Memangnya siapa lagi kalo bukan kau? Mataku jelas-jelas menatapmu,” pedas Brian, membuat tiap pasang mata di meja makan itu menatap ke arahnya.“Oh, sori. Aku mau memastikan aja,” kata Dante.“Emangnya kamu mau ke mana? Kenapa tiba-tiba malah cuti?” itu suara Adnan bertanya pada Brian setelah ia menyelesaikan makannya.“Bukan apa-apa, aku dan Athena cuma akan pulang ke perkebunan. Athena ingin menjenguk ayahnya,” jawab Brian yang kini terlihat lebih bersahabat pada Adnan.“Jadi, Athena akan melahirkan di pedesaan itu, atau nanti akan pulang ke mari lagi?” tanya Adnan lagi, sedikit bersemangat karena ini pertama kalinya Brian bersikap lebih baik dari sebelum-sebelumnya.“Aku kurang tahu. Tergantung Athena aja, karena dia yang akan melahirkan. Papa gak perlu panik perusahaan Papa bakal gak berjalan lancar karena ada Dant
Jangan cari aku, karena aku sudah tidak lagi hidup di masa itu.Aku sudah mati, kemarin dan hari ini.(Athena Salindri)***“Athena… Athena! Gue ke sini buat jemput lo,” ujar Bima begitu antusias saat melihat kedatangan Athena dari balik tubuh-tubuh besar para pengawal Brian yang menghalanginya.Namun, di detik selanjutnya, ia mematung dengan pandangan matanya yang terpaku pada perut besar Athena yang baru terlihat jelas setelah ketiga pengawal berbadan tinggi besar itu perlahan menyingkir dan membuat sedikit ruang agar Athena bisa melihat ke arah Bima dengan jelas.“Lo hamil?” cicit Bima seraya mendongak dan menatap syok ke arah Athena.Dengan memasang ekspresi wajah dinginnya, Athena pun mengangguk. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada, menatap tanpa ekspresi ke arah Bima yang terlihat sangat terkejut.“Lo dihamilin si cacat itu?” ta
Kabar tentang Brian yang pulih jadi pria normal yang tampan pun mulai menyebar. Tak ayal para warga dan teman sebaya Athena yang dulu sempat menghina dan meremehkan Athena pun, jadi merasa sangat iri.“Si juragan cacat itu teh ganteng pisan. Tinggi juga. Tadi saya gak sengaja liat pas dia nemenin si Athena lagi jalan di atas krikil batu alam buat terapi kaki,” kata seorang ibu berambut pendek mulai bercerita. “Mereka teh mesra banget, cocok lah. Ganteng sama cantik,” tambahnya.Ayu yang saat itu sedang membeli ayam dan sayuran di tukang sayur keliling pun jadi mendadak tak nyaman. Telinganya panas.“Si Athena udah hamil 8 bulan, kamu teh kapan mau nyusul?” tanya ibu-ibu yang lain, membuat Ayu semakin tidak nyaman.“Saya sama mas Bima emang sepakat gak mau punya anak dulu, kok,” kilahnya sambil berusaha menyunggingkan senyum agar orang tidak menyangkanya tersinggung.Walaupun, pada kenyataannya,
"Mas," panggil Athena yang entah sejak kapan jadi mulai berani bersikap manja kepada Brian.“Iya?” Brian menoleh sejenak ke arah Athena yang bersandar di pundaknya, sebelum akhirnya ia kembali fokus menonton TV.“Kata Emak aku, kalo lagi hamil besar itu harus banyak gerak biar lahirannya lancar, kamu mau gak temenin aku jalan-jalan? Disekitar sini aja, gak akan jauh-jauh, janji.”Brian diam sejenak.Ia mengambil segelas coklat hangatnya, menyesapnya pelan, sebelum akhirnya memusatkan seluruh perhatiannya pada Athena.“Tapi, kita baru beberapa hari sampe ke sini, harusnya istirahat aja.”“Kamu juga gak pernah jalan-jalan di sekitaran pedesaan, sekarang waktu yang cocok buat jalan-jalan. Mumpung masih pagi dan juga mumpung udaranya masuh seger,” kata Athena memelas pada Brian.Ditatap seprti itu, tentu saja Brian tidak tega jika harus menolak keinginan Athena.Brian mengulurkan tang