“Kedepannya aku bakal sibuk di kantor, dan kita bakalan terus tinggal di rumah ini sampe keadaannya terkendali,” ujar Brian memecah kecanggungan di antara mereka.
“Iya, saya gak masalah.” Athena menyahut tenang.Kemudian, keduanya pun kembali terjebak dalam kecanggungan setelah pembicaraan itu. Lidah Brian seolah kelu, sementara Athena kebingungan harus membicarakan apa, yang pada akhirnya mereka pun memilih untuk saling diam.
Baik Athena atau pun Brian, keduanya lagi-lagi tidak bisa tidur. Mata mereka masih segar, sekalipun waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari. Athena perlahan memejamkan matanya untuk berusaha tidur, sementara Brian terus-menerus bergerak gelisah di sampingnya.
Ah, sepertinya Athena tidak akan bisa tidur jika Brian terus bergerak seperti itu.“Boleh saya nyalain TV?” tanya Athena meminta izin.
Brian mengangguk. “Tinggal nyalakan aja. Remote-nya ada di kamu, kan?&rdqu
“Apa bisa sedikit dipercepat presentasinya? Cukup langsung ke intinya saja, jangan berputar-putar. Waktuku jadi terbuang sia-sia, padahal aku harus pulang lebih cepat karena istriku sudah menunggu di rumah.” Brian mengecek arlojinya dengan kesal, tak memperdulikan semua pasang mata yang menatap ke arahnya dengan takjub.“Wah, pak Brian sepertinya sangat mencintai istrnya, bikin iri saja.” Suara dari seorang wanita muda yang menjabat sebagai salah satu pimpinan direksi.Namun, Brian tidak menggubrisnya. Ia tetap pada keputusannya untuk meminta rapat itu dipercepat.“Lima belas menit, selesaikan rapatnya dalam jangka waktu segitu. Kalau lebih, aku akn pergi meninggalkan rapat ini,” tegasnya tanpa bisa lagi diganggu gugat.Pada akhirnya, rapat itu pun benar-benar selesai dalam kurun waktu lima belas menit pas, tanpa kurang atau pun lebih. Kemudian, Brian pun benar-benar pergi meninggalkan ruang rapat tanpa sibuk berbasa-basi dulu dengan pimpinan yang lainnya.Ia buru-buru masuk ke dalam
Hidup itu seperti apel yang jatuh dari pohonnya ketika matang.Kita tidak tahu kapan kita lahir, dan kita tidak bisa memilih kehidupan seperti apa yang ingin kita jalani nanti. Tuhan hanya memberikan kita nyawa untuk hidup menjalani setiap skenario buatannya, lalu pergi dan mati, ketika waktu kita sudah benar-benar habis.***"Apa di kantor tuan– eh, Mas Brian kesulitan beradaptasi di kantor?" tanya Athena sedikit gelagapan setelah mengoreksi kalimatnya.Ia sempat hampir salah bicara karena lupa kalau di dalam mobil ini ia tidak hanya berdua saja dengan Brian, tapi juga bersama dengan sopir pribadi ayah mertuanya."Sedikit, tapi untungnya aku bisa beradaptasi," jawab Brian lalu dengan sengaja mengusap lembut pipi Athena.Kali ini ia melakukannya dengan kesadaran penuh, karena ingin menunjukan pada sopir pribadi ayahnya itu, bahwa hubungan pernikahannya dengan Athena benar-benar harmonis.Ibaratnya, mata dan mulut itu adalah penyebar berita paling cepat. Jadi, Brian meminjam mata dan
"Nanti mau dibawain oleh-oleh apa? Kamu pengen makan sesuatu gak?" tanya Brian datar seraya memasang sendiri dasinya, sementara Athena terlihat masih berbalutkan jubah mandi dan tengah memilih pakaian untuk dikenakannya."Mau sate ayam sama pie apel, boleh?”“Boleh. Nanti sepulang dari kantor aku belikan buat kamu,” kata Brian lalu melenggang pergi begitu saja keluar kamar tanpa berpamitan pada Athena.Untuk sejenak, Athena mematung di tempatnya, merasa sedikit kecewa sekaligus sakit hati dengan sikap dingin Brian. Padahal biasanya Athena tidak merasa sakit hati sampai seperti ini, tapi kali ini berbeda. Ia jadi lebih sensitif dan jadi lebih mudah menangis.Kemudian, ia pun duduk di tepi tempat tidur dan terisak-isak sendirian untuk hal yang sebenarnya sangat remeh.***Dari kejauhan, Ismail memantau gerak-gerik Bima. Ia mengira-ngira, sekiranya kapan waktu yang tepat untuk melancarkan rencananya."Gimana? hidu
“Cantik,” gumam Dante pelan, sangat pelan sampai terdengar seperti sebuah bisikan.Ia menatap ke arah bingkisan di tangannya sejenak, lalu kemudian beralih memandang ke arah Athena dengan seulas senyum tipis di wajahnya.Dengan langkah lebar, Dante pun melangkahkan kakinya menuju dapur, di mana Athena tampak melamun sambil memakan eskrim di meja makan."Pamali, sore-sore melamun," ujar Dante sengaja mengejutkan Athena lalu mendengus geli saat Athena berjengit terkejut karena ulahnya."Ya Tuhan...." Athena buru-buru mengusap dada karena detik itu ia merasa kalau jantungnya hampir saja melompat keluar.Kemudian, ia menoleh ke samping untuk sekadar menemukan Dante yang tersenyum puas sambil mengulum senyumnya. Kentara sekali kalau ia sedang menahan diri untuk tidak tertawa."Gak lucu," keluh Athena menatap kesal ke arah Dante.Ada hal yang membuat Athena merasa sedikit aneh dengan Dante... kini pria itu lebih punya ekspresi d
Suara denting sendok dan garpu itu menjadi satu-satunya suara yang melingkupi suasana makan siang di meja makan itu. Semuanya sibuk menyantap makanan masing-masing, sementara Brian tampak asik memotong-motong daging steak agar bisa dimakan oleh Athena dengan leluasa.“Makasih, mas,” ucap Athena begitu Brian menggeser sepiring beef steak itu ke hadapannya.“Iya.”Dengan senang hati dan dengan perasaan senang, Athena pun menyantap tiap potongan daging steak itu.“Karena Brian udah sehat dan Athena pun baru jadi menantu kita, gimana kalo kita atur liburan buat mereka? Kamu setuju gak sayang?” suara Sandra memulai pembicaraan, sambil menatap ke arah Adnan yang baru saja selesai makan.Adnan menyeka bibirnya dengan tisu, sebelum akhirnya mengangguk setuju."Iya, silakan aja. Vila kita kayaknya pas, gimana Brian?"Brian yang merasa kalau tatapan Adnan tertuju kepadanya pun, akhirnya mengangkat wajah
"Ayo, Athena. Kenapa diem di situ aja? Kita masuk," ajak Dante begitu ramah."I-Iya," sahut Athena mengangguk kecil lalu memaksakan senyumnya.Sementara Brian sudah melenggang pergi lebih dulu masuk ke dalam Vila itu seraya membawa koper berisi pakaian mereka berdua."Kamu baik-baik aja?" tanya Dante yang merasa aneh dengan cara Athena berjalan. Ia hendak menghampiri Athena, ketika Fani mencekal tangannya."Ngapain sih kamu, mas? Gak usah baik-baik amat sama dia dong, aku gak suka liatnya," keluh Fani yang sengaja menunjukkan rasa tak sukanya."Tapi sayang-""Saya baik-baik aja kok, pak Dante sama Fani boleh pergi duluan," sahut Athena menyela perdebatan suami istri itu dengan suara yang terdengar tertahan."Yakin?" tanya Dante masih mencoba memastikan."Iya. Silakan duluan aja, saya pengen sendiri dulu," ulang Athena."Tuh, dia bilang dia gak apa-apa. Ayo, ah, kita pergi." Dengan posesif, Fani menggandeng lengan Dante d
“Tidur kalian nyenyak?” tanya Dante berbasa-basi untuk memulai pembicaraan ditengah-tengah acara sarapan mereka.Brian jelas tak berniat menjawab, sementara Athena menoleh sebentar pada suaminya itu, menatapnya lekat mencoba meminta izin hanya melalui tatapan mata karena ia tidak mungkin berbicara langsung ketika objek masalahnya sedang duduk bersama dengan mereka seperti ini.Sekilas, Brian mengangguk kecil, dan hal itu langsung membuat Athena tak ragu lagi untuk menjawab pertanyaan dari Dante.“Iya, kami tidur cukup nyenyak karena udaranya seger,” jawab Athena tenang.Senyuman manis langsung terbit di wajah Dante, dan kontras saja hal itu membuat Fani dan Brian mengerutkan kening mereka secara bersamaan. Sebab, Dante adalah tipe pria yang dingin dan bahkan setiap harinya jarang menunjukkan ekspresi se-ceria ini."Syukurlah. Dinikmati sepuasnya aja liburannya di sini, Athena. Anggap lagi baby moon," katanya dengan pembawaan
Katanya, Tuhan itu selalu punya cara yang paling ajaib buat ngatur skenario paling baik bagi umatnya.Jadi aku minta bahagia, tapi Tuhan malah kasih duka.(Athena Salindri)***"Liat, anak kamu itu gila!" sentak Sandra seraya menunjuk-nunjuk laptop milik Dante yang digunakan untuk memutar rekaman CCTV di Vila itu."Jangan dulu mengambil kesimpulan, kita belum tahu kejadian sebenarnya itu kayak gimana. Kita tunggu dulu Brian sampe siuman," tukas Adnan.Siang itu juga, setelah mendapatkan panggilan telepon dari Fani, Adnan dan Sandra pun bergegas datang ke Vila yang jadi tempat liburan anak-anak mereka itu.Brian masih tidak sadarkan diri. Berkali-kali Adnan mengoleskan minyak kayu putih ke ujung hidung dan dada Brian, tapi ia tak kunjung juga sadar dari pingsannya."Bukannya sekarang Brian udah kelewatan, Pa? Gimana kalo si perempuan kampungan itu mati? Reputasi perusahaan pasti langsung jatuh karena pasti akan
Hari Senin pagi, Athena begitu semangat melangkahkan kakinya memasuki lift VIP khusus para eksekutif perusahaan.Hari ini sangat menyenangkan bagi Athena karena ia berangkat bekerja diantar oleh Reza. Pria itu bahkan datang pagi-pagi sekali untuk sekadar menjemput Athena. Bahkan,Reza begitu telaten menyuapi Valerie, membuat Athena merasa benar-benar punya pasangan yang cocok untuk dirinya dan ayah yang baik untuk anaknya."Morning, Bu Aleah. Anda sepertinya sangat ceria hari ini, tidak seperti biasanya." Suara Brian menyapa.Sontak, saat itu Athena menoleh ke belakang, untuk sekadar mendapati Brian yang tersenyum tipis ke arahnya.Ah, sial memang. Saking larutnya dalam rasa senang, Athena bahkan sampai tidak melihat keberadaan Brian.“O-Oh… morning pak Brian,” sahut Athena sedikit terbata. Ia berdeham sejenak sebelum akhirnya ia menetralkan raut wajahnya kembali menjadi terlihat tanpa ekspresi."Diantar oleh suami, bu?" ta
You Hate When People See You Cry Because You Want To Be That Strong Girl. At The Same Time, Though, You Hate How Nobody Notices How Torn Apart And Broken You Are.(Anonymous)***“Baba, pon unyi.” (Papa, handponenya bunyi.) Suara menggemaskan itu terdengar, disusul dengan langkah kecil Valerie yang datang menghampiri Andreas dengan sebuah ponsel yang digenggam erat oleh tangan mungilnya.Andreas dan Athena yang saat itu sedang duduk di ruang tamu membicarakan soal bisnis pun akhirnya menoleh ke arah Valerie yang berjalan sedikit limbung ke arah mereka.“Oh, iya beneran bunyi. Makasih ya?” Andreas menyahut senang seraya meraih tubuh mungil Valerie untuk duduk dipangkuannya.Ia mengambil ponselnya dan menerima panggilan itu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya padangdan matanya tertuju ke arah Athena.“Ada apa?” tanya Athena.Andreas tak langsung menjawab. Ia menutup lubang spiker
"Kak Andre," panggil Athena ragu. Ia bersandar pada daun pintu ruang praktek Andreas di klinik pria itu.“Ada apa?” sahut Andreas bertanya, setelah ia selesai membungkus semua obat-obatan racikannya.“Eng… itu… aku mau tanya… apa dokter Reza… suka ngerayain ulang tahun?” tanya Athena dengan suara yang sedikit terbata-bata.Mendengar itu, Andreas pun seketika mengulum senyumnya dan berbalik menatap Athena dengan kedua alis yang sengaja naikkan sebelah, berniat menggoda Athena.“Apa ini artinya kamu mau memberikan lampu hijau pada penantian Reza selama ini?”Athena menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tiba-tiba saja merasa malu dan canggung kalau harus mengakui niatannya.“Eng.. iya, aku pikir kata-kata kakak juga ada benernya. Mulai dari hari ini aku mau buka hati aku buat dokter Reza. Apa kakak tahu di mana dokter Reza biasanya ngerayain ulang tahun?”
“Minum obat anda, tuan.” Suara Ismail menegur Brian yang masih saja keras kepala tak mau meminum obatnya sama sekali.Brian masih tetap memilih terus berbaring lemah di atas tempat tidurnya, sambil terus mendiamkan demam menggorogoti tubuhnya lebih lama lagi.“Berhenti mengoceh, Ismail. Suaramu membuat kepalaku makin sakit,” protes Brian seraya menarik selimutnya sampai menutupi seluruh kepalanya.“Tuan, kan, harus mengurus perusahaan. Belum lagi proyek bersama perusahaan Hilton. Kalau anda masih terbaring lemah seperti ini, bu Aleah Dominique pasti akan marah besar. Anda tahu sendiri bagaimana murkanya beliau seperti apa?"Brian diam. Ia enggan menjawab ucapan Ismail dan memilih tetap memejamkan matanya.Pada akhirnya Ismail hanya bisa menghela napas berat dan mengembalikan botol pil obat anti depresan juga obat demam Brian itu ke dalam laci nakas."Ah, ternyata tuan sudah tak punya semangan hidup. Padahal saya
"Brian Atmaja bercerai," ucap Andreas membaca headline dari berita online yang ia baca di ponselnya. “Ckckck... jaman sekarang berita perceraian orang-orang kaya lebih banyak dimuat di media berita, darpada informasi saham atau apapun yang lebih pending,”lanjutnya berkomentar.Sementara Athena tampak termenung mendengar kabar itu. Entah ia harus bereaksi seperti apa. Sebab, untuk sekadar bergembira pun ia tak mampu. Hatinya sudah terlanjur kosong untuk sekadar memberikan reaksi soal Brian.“Kamu gak mau ketawa gitu?” tanya Andreas seraya menoleh ke arah Athena.Athena menggeleng cepat.“Gak deh makasih. Gak peduli juga hidup mereka berantakan atau apa pun juga, kecuali kalo mereka sengsara karena perbuatanku, barulah aku senang." Sudut bibir Athena berkedut, menyunggungkan senyum miring untuk beberapa saat.Andreas terbahak, lalu mengulurkan tangannya untuk sekadar mengusap gemas puncak kepala Athena.&ldq
Tak ada banyak yang aku harapkan.Cukup dengan melihatmu setiap pagi menyajikan senyum dan ucapan selamat pagi tiap kali aku bangun tidur pun, aku sudah bahagia.Ah, andai semua harap tentangmu bisa jadi nyata, Aleah.(Reza Zanuardi)***"Atas nama ibu Aleah Dominique?" suara seorang kurir langsung menyapa begitu Athena membuka pintu mansion Andreas.Bukannya langsung menjawab, Athena justru mengerutkan keningnya bingung dengan segala tanya di kepala-Dia tahu alamat ini dari mana? batin Athena.“Ya, saya sendiri. Ada keperluan apa?”tanya Athena akhirnya, alih-alih menanyakan pertanyaan yang sebelumnya sempat terlintas di kepalanya.“Oh, ini ada kiriman bunga dan kotak hadiah untuk ibu Aleah Dominique atas nama pengirim Reza Zanuardi,” jawabnya ringan seraya mengulurkan rangkaian bungan mawar-bunga baby birth dan tulip ungu itu kepada Athena.Sedangkan Athena sudah
"Aku gak mau pisah, please...." Mona bersimpuh di kaki Brian. "Aku bisa dihukum mati kalo orang tuaku tahu aku hamil sama orang lain."Surat gugatan cerai itu sudah Brian berikan pada Mona. Sudah ia tanda tangani juga, dan hanya tinggal menunggu Mona untuk menanda tanganinya juga, tapi perempuan itu malah membuat segalanya jadi terhambat."Jangan mempersulit keadaan, Mona. Tanda tangani saja," tukas Brian yang tak memperdulikan bagaimana Mona begitu memohon dengan sungguh-sungguh kepadanya.Perempuan itu bahkan memeluk erat kaki Brian dan tak melepaskannya sekalipun sudah beberapa kali Brian melepaskan tautan tangan Mona dari sana."Aku hamil Brian, jangan ceraikan aku. Kalo kita cerai aku harus gimana? Anakku pasti akan hidup tanpa ayah, Brian. Aku mohon... jangan ceraikan aku."Dengan wajah yang berurai air mata, Mona mendongak menatap Brian dengan tatapan memelas. Ia memohon belas kasihan Brian.Helaan napas berat kemudian terdengar dari
"Ngapain?" ketus Athena saat mendapati Reza dan sepeda motornya yang sudah terparkir di depan pintu keluar lobi kantor.Namun, seolah tak terpengaruh dengan wajah dingin dan ucapan Athena yang ketus, Reza justru memamerkan senyum manisnya pada Athena.“Bukan apa-apa sih. Tadi,aku isi bensinnya full tank. Jok belakang juga kosong,kayaknya seru kalo bonceng kamu,” ujar Reza dengan senyuman manis yang tak pernah sekalipun luntur dari wajahnya, menciptakan dua lesung pipit yang terlihat tak kalah manis menghiasi kedua pipinya.Sial memang.“Saya nunggu kakak saya datang jemput,” sahut Athena menolak secara halus. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain,menghindari untuk melihat betapa senyuman manis Reza yang benar-benar mengganggunya.“Andreas ada jadwal OP di rumah sakit, jadi gak mungkin jemput.”“Nanti pasti sebentar lagi pak Lukman bakal jemput ke sini,” kata Athena masih terus mengutarakan
"Tuan tadi kelihatan dingin pada nona Aleah, kenapa?" tanya Ismail begitu ia selesai membantu Brian untuk merebahkan dirinya ke atas tenpat tidur."Karena dia bukan Athena," jawab Brian ringan. "Dia mirip Athena, makanya aku ingin terus melihatnya. Tapi, setelah Athena ditemukan, aku gak lagi mau melihat Aleah. Aku sudah punya tempat tujuan ke mana aku harus melepas rinduku pada Athena," lanjutnya.Mendengar jawaban itu, Ismail pun mengangguk-nganggukan kepalanya."Silakan minum obatnya," ucap Ismal seraya mengulurkan obat anti depresan untuk Brian.Ya, depressi Brian kembali parah setelah ia sangat terpukul dengan penemuan mayat Athena dan Valerie."Aku gak mau minum obat." Brian mendorong pelan uluran tangan Ismail, menghalaunya agar tak memberikan obat itu lagi."Tapi, sakit tuan bisa makin parah kalau gak minum obat.""Aku ingin mati, Ismail... aku cuma ingin pergi," racau Brian membuat Ismail seketika menghembuskan napas be