Satu bulan kemudian….
“Kamu gak apa-apa di rumah sendirian?” tanya Brian saat Athena selesai memakaikan jas kepadanya.Hari ini adalah hari yang dijanjikan oleh Adnan, dimana Brian akan diajak untuk rapat dengan dewan direksi untuk mengumumkan bahwa kedepannya Brian lah yang akan memimpin perusahaan.“Gak apa-apa kok, aku bisa nungguin, Mas, di kamar aja.”Brian menghela napas berat, lalu memgak kedua bahu Athena.“Kalo ada apa-apa, langsung hubungi nomor aku, oke? Kamu udah bisa kan pake hp android?” tanya Brian khawatir. “Bukannya aku lebay atau pun ragu kamu bisa jaga diri kamu sendiri, tapi di rumah ini cuma ada Sandra dan Fani, mereka selalu punya banyak ide buat ngusik aku. Apa lagi Ismail lagi pulang ke desa dulu karena urusan penting soal perkebunan,” tambahnya.“Iya, Mas. Kamu tenang aja, aku bakal jaga diri aku baik-baik.” Athena menebar senyum manisnya pada Brian, mencoba meyakinkan suaminya itu kalau dirinya benaSore harinya, Brian baru pulang ke rumah setelah agenda rapatnya di perusahaan bersama dengan Adnan. Raut wajahnya terlihat sangat lelah ketika masuk ke dalam kamar dan mengulurkan sebuah plastik putih pada Athena.“Buat kamu,” kata Brian datar.Kemudian, ia melepaskan dasinya dan membuka setelan jasnya dan melemparnya ke dalam keranjang cucian. Brian tak malu sama sekali saat kini ia bertelanjang dada setelah melepas pakaian di depan Athena.“Ini apa?” tanya Athena meneliti bingkisan itu tanpa berani mencoba membukanya.“Buka aja, itu martabak manis. Kemarin kamu nonton acara kuliner di TV sampe kayak mau nelen TV-nya,” kata Brian dengan nada suaranya yang terdengar datar. Wajahnya pun tetap tanpa ekspresi, seolah ia memang tidak peduli pada Athena.Namun, justru sikap Brian terlihat sebaliknya. Kemarin setelah nonton TV, Athena memang ingin sekali makan martabak, tapi tidak berani memintanya pada Brian. Ia terl
“Kedepannya aku bakal sibuk di kantor, dan kita bakalan terus tinggal di rumah ini sampe keadaannya terkendali,” ujar Brian memecah kecanggungan di antara mereka.“Iya, saya gak masalah.” Athena menyahut tenang.Kemudian, keduanya pun kembali terjebak dalam kecanggungan setelah pembicaraan itu. Lidah Brian seolah kelu, sementara Athena kebingungan harus membicarakan apa, yang pada akhirnya mereka pun memilih untuk saling diam.Baik Athena atau pun Brian, keduanya lagi-lagi tidak bisa tidur. Mata mereka masih segar, sekalipun waktu sudah menunjukan pukul 02.00 dini hari. Athena perlahan memejamkan matanya untuk berusaha tidur, sementara Brian terus-menerus bergerak gelisah di sampingnya.Ah, sepertinya Athena tidak akan bisa tidur jika Brian terus bergerak seperti itu.“Boleh saya nyalain TV?” tanya Athena meminta izin.Brian mengangguk. “Tinggal nyalakan aja. Remote-nya ada di kamu, kan?&rdqu
“Apa bisa sedikit dipercepat presentasinya? Cukup langsung ke intinya saja, jangan berputar-putar. Waktuku jadi terbuang sia-sia, padahal aku harus pulang lebih cepat karena istriku sudah menunggu di rumah.” Brian mengecek arlojinya dengan kesal, tak memperdulikan semua pasang mata yang menatap ke arahnya dengan takjub.“Wah, pak Brian sepertinya sangat mencintai istrnya, bikin iri saja.” Suara dari seorang wanita muda yang menjabat sebagai salah satu pimpinan direksi.Namun, Brian tidak menggubrisnya. Ia tetap pada keputusannya untuk meminta rapat itu dipercepat.“Lima belas menit, selesaikan rapatnya dalam jangka waktu segitu. Kalau lebih, aku akn pergi meninggalkan rapat ini,” tegasnya tanpa bisa lagi diganggu gugat.Pada akhirnya, rapat itu pun benar-benar selesai dalam kurun waktu lima belas menit pas, tanpa kurang atau pun lebih. Kemudian, Brian pun benar-benar pergi meninggalkan ruang rapat tanpa sibuk berbasa-basi dulu dengan pimpinan yang lainnya.Ia buru-buru masuk ke dalam
Hidup itu seperti apel yang jatuh dari pohonnya ketika matang.Kita tidak tahu kapan kita lahir, dan kita tidak bisa memilih kehidupan seperti apa yang ingin kita jalani nanti. Tuhan hanya memberikan kita nyawa untuk hidup menjalani setiap skenario buatannya, lalu pergi dan mati, ketika waktu kita sudah benar-benar habis.***"Apa di kantor tuan– eh, Mas Brian kesulitan beradaptasi di kantor?" tanya Athena sedikit gelagapan setelah mengoreksi kalimatnya.Ia sempat hampir salah bicara karena lupa kalau di dalam mobil ini ia tidak hanya berdua saja dengan Brian, tapi juga bersama dengan sopir pribadi ayah mertuanya."Sedikit, tapi untungnya aku bisa beradaptasi," jawab Brian lalu dengan sengaja mengusap lembut pipi Athena.Kali ini ia melakukannya dengan kesadaran penuh, karena ingin menunjukan pada sopir pribadi ayahnya itu, bahwa hubungan pernikahannya dengan Athena benar-benar harmonis.Ibaratnya, mata dan mulut itu adalah penyebar berita paling cepat. Jadi, Brian meminjam mata dan
"Nanti mau dibawain oleh-oleh apa? Kamu pengen makan sesuatu gak?" tanya Brian datar seraya memasang sendiri dasinya, sementara Athena terlihat masih berbalutkan jubah mandi dan tengah memilih pakaian untuk dikenakannya."Mau sate ayam sama pie apel, boleh?”“Boleh. Nanti sepulang dari kantor aku belikan buat kamu,” kata Brian lalu melenggang pergi begitu saja keluar kamar tanpa berpamitan pada Athena.Untuk sejenak, Athena mematung di tempatnya, merasa sedikit kecewa sekaligus sakit hati dengan sikap dingin Brian. Padahal biasanya Athena tidak merasa sakit hati sampai seperti ini, tapi kali ini berbeda. Ia jadi lebih sensitif dan jadi lebih mudah menangis.Kemudian, ia pun duduk di tepi tempat tidur dan terisak-isak sendirian untuk hal yang sebenarnya sangat remeh.***Dari kejauhan, Ismail memantau gerak-gerik Bima. Ia mengira-ngira, sekiranya kapan waktu yang tepat untuk melancarkan rencananya."Gimana? hidu
“Cantik,” gumam Dante pelan, sangat pelan sampai terdengar seperti sebuah bisikan.Ia menatap ke arah bingkisan di tangannya sejenak, lalu kemudian beralih memandang ke arah Athena dengan seulas senyum tipis di wajahnya.Dengan langkah lebar, Dante pun melangkahkan kakinya menuju dapur, di mana Athena tampak melamun sambil memakan eskrim di meja makan."Pamali, sore-sore melamun," ujar Dante sengaja mengejutkan Athena lalu mendengus geli saat Athena berjengit terkejut karena ulahnya."Ya Tuhan...." Athena buru-buru mengusap dada karena detik itu ia merasa kalau jantungnya hampir saja melompat keluar.Kemudian, ia menoleh ke samping untuk sekadar menemukan Dante yang tersenyum puas sambil mengulum senyumnya. Kentara sekali kalau ia sedang menahan diri untuk tidak tertawa."Gak lucu," keluh Athena menatap kesal ke arah Dante.Ada hal yang membuat Athena merasa sedikit aneh dengan Dante... kini pria itu lebih punya ekspresi d
Suara denting sendok dan garpu itu menjadi satu-satunya suara yang melingkupi suasana makan siang di meja makan itu. Semuanya sibuk menyantap makanan masing-masing, sementara Brian tampak asik memotong-motong daging steak agar bisa dimakan oleh Athena dengan leluasa.“Makasih, mas,” ucap Athena begitu Brian menggeser sepiring beef steak itu ke hadapannya.“Iya.”Dengan senang hati dan dengan perasaan senang, Athena pun menyantap tiap potongan daging steak itu.“Karena Brian udah sehat dan Athena pun baru jadi menantu kita, gimana kalo kita atur liburan buat mereka? Kamu setuju gak sayang?” suara Sandra memulai pembicaraan, sambil menatap ke arah Adnan yang baru saja selesai makan.Adnan menyeka bibirnya dengan tisu, sebelum akhirnya mengangguk setuju."Iya, silakan aja. Vila kita kayaknya pas, gimana Brian?"Brian yang merasa kalau tatapan Adnan tertuju kepadanya pun, akhirnya mengangkat wajah
"Ayo, Athena. Kenapa diem di situ aja? Kita masuk," ajak Dante begitu ramah."I-Iya," sahut Athena mengangguk kecil lalu memaksakan senyumnya.Sementara Brian sudah melenggang pergi lebih dulu masuk ke dalam Vila itu seraya membawa koper berisi pakaian mereka berdua."Kamu baik-baik aja?" tanya Dante yang merasa aneh dengan cara Athena berjalan. Ia hendak menghampiri Athena, ketika Fani mencekal tangannya."Ngapain sih kamu, mas? Gak usah baik-baik amat sama dia dong, aku gak suka liatnya," keluh Fani yang sengaja menunjukkan rasa tak sukanya."Tapi sayang-""Saya baik-baik aja kok, pak Dante sama Fani boleh pergi duluan," sahut Athena menyela perdebatan suami istri itu dengan suara yang terdengar tertahan."Yakin?" tanya Dante masih mencoba memastikan."Iya. Silakan duluan aja, saya pengen sendiri dulu," ulang Athena."Tuh, dia bilang dia gak apa-apa. Ayo, ah, kita pergi." Dengan posesif, Fani menggandeng lengan Dante d