Home / Romansa / Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa / Bab 6: Mengapa Harus Menghindar

Share

Bab 6: Mengapa Harus Menghindar

Author: HarunaHana
last update Last Updated: 2023-08-08 08:47:22

"Sumpah, La, aku dengar sendiri Gea ngomong kalau Mas Haiyan ngelamar dia. Telingaku masih normal, La." Miranti berseru gusar dalam telepon setelah Kalila mengirim screenshot pesan Haiyan. "Kalau nggak percaya, kamu tanya langsung, deh, Gea."

 

Ide bagus. Kalila membatin. Kalau Haiyan susah dihubungi, ia bisa bertanya pada Gea. Tapi nanti, tidak sekarang. Aku harus dapat penjelasan dari Mas Haiyan dulu, bukan Gea.

 

"Aku kejar Mas Haiyan dulu, deh. Coba dia ngomong apa."

 

"Coba nanti aku korek-korek lagi Gea. Mana tahu kemarin dia halu setelah nonton drakor." Miranti terkekeh.

 

"Dih. Awas kalau sampai kamu salah kasih info, Mir."

 

"Iya, iya. Aku bakal tanggung jawab. Kamu bakal aku traktir di Sky High kalau sampai telingaku geser dan salah denger."

 

Sayangnya, sampai satu bulan berlalu, Haiyan tetap saja tidak bersedia bertemu. Dia selalu punya cara untuk menghindar, mulai dari masih di luar kota, menemani mamanya berobat dan terapi, ketemu klien dan mahasiswa. Kalila mulai curiga. Pria itu bahkan memperpanjang sampai dua tiga bulan ke depan akan sulit ditemui.

 

Pernah Kalila nekat ke kampus meski harus menanggung resiko bertemu sang papa dan Farhan. Namun, ia sudah menyiapkan alibi. Kalila membuat proposal palsu tentang permohonan dana untuk membiayai pementasan drama terbaru. Tidak sulit untuk membuat karena Miranti bisa memalsu tanda tangan semua orang dengan lihai.

 

Kalila mencari jadwal mengajar Haiyan dan menunggunya di dekat kelas. Rupanya Haiyan lebih sering mengajar lewat online karena sering di luar kota. Dia hanya hanya sesekali ke kampus dan tidak ada satu pun yang tahu waktunya.

 

"Mengelak adalah salah satu tanda pria sudah berbohong. Apalagi, tiga kali aku nanya ke Gea, jawaban dia nggak berubah. Fiks, dia memang dilamar Mas Haiyan." Miranti berujar santai usai mendengar curhat Kalila. "Dah, lepasin dia saja. Tangkap Pak Farhan." Dia yang sudah mendengar curhat Kalila tentang rencana perjodohan yang diputuskan papanya mencoba memberi saran.

 

"Appan, sih." Kalila mencubit lengan Miranti.

 

"Lho, apa salahnya nerima Pak Farhan? Dia baik, kok.

 

"Kamu tega aku nikah sama om om?"

 

"Dia belum tua, La. Masih tiga puluhan, kan?" Miranti meneguk es kopi susu. "Lagian, dia itu ahjussi rasa oppa. Nggak kelihatan tua, kok."

 

Kalila menyedot es lemon tea sebanyak mungkin. Mendadak tenggorokannya kering dan sakit. Ia teringat sang papa yang belum berhenti mengejar kepastian darinya sementara Kalila belum akan memberi jawaban jika belum bertemu Haiyan. Ia harus mendengar dengan telinga sendiri kalau Haiyan memang berpaling.

 

"Aku nggak punya rasa sama dia." Kalila tidak punya cukup nyali untuk mengatakan hal itu pada sang papa sehingga dia memilih mengulur waktu, tidak tahu sampai kapan.

 

"Milih mana, mati-matian mencintai orang lain padahal dia nggak cinta, atau dicintai orang lain?" Miranti memutar-mutar garpu di tangan. Ditatapnya Kalila lurus-lurus. Raut mukanya terlihat serius. Jarang-jarang Miranti bicara dengan nada dan ekspresi wajah seserius itu.

 

"Harusnya sama-sama cinta, Mir. Aku dan Mas Haiyan sama-sama cinta." Lagi, es lemon tea melewati mulut, tersisa sedikit sampai perutnya sedikit kembung padahal sepiring siomay masih harus dihabiskan.

"Siapa tahu, diam-diam cintanya sudah luntur diguyur air musim hujan. Namanya laki-laki."

Enteng saja Miranti mengucapkan teorinya seolah hati Kalila tidak sakit saat mendengar.

 

"Mau sampai kapan kamu nunggu tanpa kepastian? Kalau buat aku, realistis saja. Siapa yang ngasih kepastian, dia duluan kita pilih."

 

Embusan napas kasar keluar dari mulut Kalila. Bahunya sedikit melorot. Pandangan perempuan berkulit putih itu beralih ke piring berisi siomay. Lalu, tangannya sibuk mengaduk sambal dan potongan-potongan siomay, menambah kecap, dan sambal.

 

"Dikit saja sambalnya." Miranti memegang tangan Kalila yang akan memasukkan sendok kedua. "Inget perut kamu. Mas Haiyan minggat, dunia tidak akan kiamat. Jadi kamu harus berusaha tetap sehat."

Mengabaikan larangan Miranti, Kalila justru memasukkan sendok ketiga. Dibiarkannya Miranti yang mendengkus kesal.

 

"Eh, kenapa kamu nggak nanyak Om Wisnu? Siapa tahu papamu tahu di mana Mas Haiyan. Mereka satu kantor, kan?"

 

Kunyahan Kalila melambat. "Kenapa nggak dari kemarin-kemarin kamu ngasih ide ini?"

 

"Namanya ide, kapan datang nggak bisa dipaksa."

 

Bibir Kalila mengerucut. Sorot matanya meredup. Bayang gelap hubungannya dengan Haiyan seperti awan kelabu yang tiba-tiba menutup langit.

 

Malam harinya, Kalila menyiapkan makan malam dengan malas. Papanya baru pulang dari luar kota dan pasti akan menuntut jawaban. Kalila tidak punya cara untuk mengelak selain jujur tentang keberadaan Haiyan.

 

"Ehm, Pa, Mas Haiyan lagi sibuk, ya?" Akhirnya Kalila memberanikan diri membuka obrolan tentang pria itu sebelum Wisnu membicarakan Farhan.

 

"Sibuk banget. Papa lihat dia cuma sesekali." Wisnu menghirup aroma sup dari mangkuk. "Kenapa?" Pandangan menelisik Wisnu menyapu wajah Kalila yang sedang menyodorkan piring dan sendok padanya.

 

"Nggak apa-apa, Pa. Dicari teman-teman klub. Mau minta dana." Kalila berdusta. Ia duduk menunggu Wisnu selesai mengambil nasi.

 

"Minta saja. Dia lagi garap proyek gede."

 

"Bareng Papa juga?"

 

"Nggak," sahut Wisnu cepat sementara tangannya mengambil sepotong ayam goreng dan sesendok sambal.

 

Kalila nyaris tersedak. Mati-matian dia menahan diri agar tidak tampak terkejut.

 

"Proyek dia di Purworejo, proyek PLTA. Kalau Papa di Kulonprogo, proyek pembangkit listrik dari sampah."

 

Lagi-lagi Mas Haiyan berbohong. Kalila sudah tidak terlalu memperhatikan penjelasan Wisnu. Kepalanya terisi sosok Haiyan dan pesan-pesannya. Detik itu ia mulai mempercayai kata-kata Miranti.

 

"Oh, iya, La. Papa sudah kasih jawaban ke Farhan."

 

Kali ini Kalila benar-benar tersedak. Ia bisa menduga apa yang dikatakan Wisnu pada Farhan.

"Jawaban apa, Pa? Sepertinya Lila belum ngomong apa-apa." Kalila mendadak gugup. Diteguknya air putih cepat-cepat karena tenggorokannya sakit.

 

"Susah memang kalau masih muda pelupa," gerutu Wisnu. Diletakkannya sendok dan garpu lalu disandarkannya punggung ke kursi. "Kamu beneran lupa, atau pura-pura lupa?"

 

"Lila nggak lupa. Tapi Lila belum kasih jawaban apa-apa ke Papa. Kenapa Papa malah ngasih jawaban ke Bang Farhan?"

 

"La, menggantung keputusan itu nggak baik." Wisnu melunakkan suara dan pandangan. "Papa juga tidak suka digantung. Kamu juga pasti begitu."

 

Kepala Kalila tertunduk. Tidak sanggup bertemu pandang dengan sang papa.

 

"Kamu juga nggak mau digantung, kan?"

 

Sosok Haiyan kembali melintas di benak Kalila. Mas Haiyan, kamu di mana, sih? Kenapa tega menghilang tanpa kabar?

 

Susah payah Kalila menelan ludah yang terasa pahit. Sambal yang baru saja lewat di tenggorokan bersama sesendok nasi dan potongan sayur menggelitik tenggorokan hingga Kalila terbatuk-batuk. Batuknya berhenti setelah meneguk separuh gelas air putih.

 

"Karena Papa nggak zalim ke Farhan, jadi Papa putuskan saja tanpa nunggu kamu. Keburu Papa jadi fosil kalau nunggu kamu."

 

"Jadi Papa bilang apa ke Bang Farhan?"

Related chapters

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 7: Titik Akhir

    Wisnu diam sejenak, menatap putrinya lurus-lurus. Ada bahagia sekaligus khawatir yang bergumul di dada. Bahagia karena Wisnu tahu akan menitipkan putrinya pada orang yang tepat. Jadi, jika sewaktu-waktu dia pergi, Kalila akan meneruskan hidup dengan laki-laki yang ia percaya berperangai baik. Di sisi lain Wisnu khawatir karena ia tahu sifat Kalila. Ia takut gadisnya justru menjadi beban Farhan."Papa bilang apa ke Bang Farhan?" Kalila mengulang pertanyaan karena Wisnu tidak segera menjawab. Meski bisa menebak, Kalila ingin memastikan. Siapa tahu sang papa berubah pikiran dan urung menjodohkannya dengan Farhan.Wisnu menyingkirkan setiap lintasan buruk yang sempat mampir dan menyesaki kepala. Bukankah Tuhan mengikuti prasangka hamba-Nya? Sebaiknya aku memelihara prasangka baik. Wisnu meneguhkan hati. Ada doa yang diucapkan diam-diam berbarengan masuknya udara ke rongga paru-parunya saat ia menghela napas sebelum memberi jawab. "Papa terima lamaran dia dan papa juga bilang kalau kamu se

    Last Updated : 2023-08-08
  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 8: Di Simpang Jalan

    Kalila tidak merasa senang mendengar ucapan Haiyan. Ia justru kasihan dan tidak enak hati pada Gea yang masih berdiri tidak jauh di belakang Haiyan. Ia dan Gea selama ini berteman meski tidak cukup dekat. Sebagai sesama perempuan, Kalila bisa merasakan sakitnya dipermainkan. Sialnya, mereka jadi korban laki-laki yang sama.Di samping Miranti, Gea menatap Haiyan dengan mulut terbuka dan bibir bergetar. Ada luka menganga pada manik hazel yang terlihat seperti dilapisi air bening. "Kamu tega banget ngomong gitu, Mas!"Mata-mata manusia di halaman markas Semut Merah kini tertuju pada Haiyan, Gea, dan Kalila. Bahkan jika pohon dan bunga-bunga bisa bicara, mereka pasti sedang menggunjing naskah drama yang menjelma kisah nyata.Tubuh Haiyan membeku. Pekikan Gea melemparnya dalam situasi sangat sulit. Ia memacu otak mencari jalan keluar dari persimpangan rasa, tetapi gagal. Simpul-simpul saraf di kepalanya mendadak mogok. Akhirnya, dia berbalik dan menatap Gea dengan wajah memucat."Aku …." S

    Last Updated : 2023-08-08
  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 9: Masih Adakah Kesempatan

    Di atas bongkahan batu besar Haiyan berdiri. Bola matanya tertuju ke arah tanah luas yang sedang dikeruk untuk diubah menjadi waduk, tetapi kepalanya dipenuhi wajah sang papa, Gea, dan Kalila.Angin menerbangkan debu-debu, sebagiannya menampar wajah berkulit putih milik Haiyan yang tertutup masker. Udara diisi suara mesin pengeruk yang bekerja nyaris dua empat jam demi mengejar target waktu.Tanah ini dulu desa dengan area persawahan yang sangat subur. Haiyan tidak tahu, kenapa pemerintah memilih tempat ini untuk diubah menjadi waduk. Meski waduk itu akan menjadi penyuplai listrik, tetapi mengubah tanah produktif jelas sebuah tindakan gegabah. Satu hal yang ditentang habis-habisan pula oleh Wisnu dan mengakibatkan perdebatan sengit di antara Wisnu dan Haiyan."Tidak seharusnya kamu menerima proyek yang ternyata hanya menjadi alat pembunuh massal." Raut muka Wisnu tetap datar saat bicara, tetapi suaranya terdengar dingin dan penuh tekanan."Justru proyek itu akan menyelamatkan jutaan m

    Last Updated : 2023-08-08
  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 10: Dia yang Kehilangan Dirinya

    Ada yang berdentum sangat keras di dada Haiyan usai mengucapkan keinginannya. Kali pertama sepanjang 24 tahun kehidupannya bersama keluarga Baskoro ia berkata tidak. Meski Haiyan tidak tahu, akan sampai di mana perlawanannya. Sejak menjadi bagian dari keluarga Baskoro, Haiyan adalah si bungsu penurut. Ia tidak pernah memprotes keputusan-keputusan orangtuanya. Bagi Haiyan, selain Tuhan, Baskoro dan Prameswari adalah penentu jalan takdirnya, termasuk dalam bidang pendidikan. Haiyan menurut ketika ia harus ikut program akselerasi hingga sekolah dasar sampai menengah selesai dalam sembilan tahun disusul tiga setengah tahun kuliah di kampus tertua di Indonesia. Setelahnya, ia menghabiskan delapan tahun di negeri panser. Semua atas perintah papanya. Begitu pula dengan jurusan yang dipilih, ia hanya menjalankan pilihan Baskoro. Lalu hari ini, dengan nyali yang tak lebih besar dari seekor nyamuk, ia memberanikan diri berkata tidak, melawan manusia yang telah mengangkat derajatnya dari

    Last Updated : 2023-08-08
  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 11: Keputusan Haiyan

    Sendiri, Haiyan meneruskan makan. Ia tidak akan pernah membuang makanan. Ia tahu, begitu keras usaha manusia untuk mengenyangkan perut. Jadi, meski seleranya sudah menguap, ia berusaha memakan semua yang ada di piring. Haiyan masih mengunyah potongan buncis saat mendengar suara langkah kaki mendekati ruang makan. Lalu, wajah lelah mamanya muncul dari balik ruang tengah. "Kenapa makan sendiri, Hai? Ke mana Papa?" Ekor mata perempuan berusia 50 tahun itu melirik piring Baskoro. "Papa buru-buru tadi, Ma. Jadi duluan. Mama mau diambilkan makan? Pasti hari ini capek banget." Haiyan menarik kursi di sampingnya agar mamanya bisa duduk dengan mudah. "Minum saja, Hai. Mama ingin minum teh hangat." "Tunggu sebentar, Ma." Haiyan ke dapur, meminta pelayan membuatkan secangkir teh hangat untuk Prameswari. Pelayan sudah tahu teh seperti apa yang diinginkan tuannya. "Mama sudah menghubungi toko emas terbaik di kota ini. Mereka akan segera meneleponmu. Kamu bisa pilih salah satu cincin terb

    Last Updated : 2023-08-09
  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 12: Permintaan Haiyan

    Kalila memasukkan kamera dan laptop ke dalam ransel. Setelah Miranti pulang, sebenarnya hari ini ia ingin kembali masuk ke dalam gua. Kalila masih butuh menenangkan diri. Tentang ajakan Haiyan untuk bertemu, ia belum memberi keputusan. Pesan itu masih ia diamkan. Begitu pula dengan panggilan Haiyan, Kalila sama sekali tidak menggubris. Kalila benar-benar bimbang. Satu sudut hatinya ingin bertemu demi menuntaskan ingin tahu kenapa Haiyan mendadak memilih Gea. Ibarat naik motor, Haiyan menyalakan lampu sein ke kiri, tetapi malah belok kanan. Sungguh membingungkan. Sementara di sisi lain, bertemu Haiyan adalah hal paling berat bagi Kalila saat ini. Ia terlalu sakit bahkan untuk sekadar melihat Haiyan. Di tengah bimbang, Mas Wibi, manajer restoran Omah Ndeso tiba-tiba menelepon, memintanya mengubah jadwal pemotretan produk, dari weekend menjadi hari ini. "Kekurangan pembayaran sudah saya transfer barusan. So, saya tunggu kedatangan Mbak Lila." "Baik, Mas. Saya akan datang sebelum jam

    Last Updated : 2023-08-09
  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 13: Perpisahan

    Segera setelah Kalila membuka chat room, pesan dari Haiyan datang bertubi-tubi. Pria itu mungkin sengaja menunggu balasan darinya sejak pertama kali mengirim pesan dua jam lalu. Sementara sampai sekarang Kalila sama sekali belum tergerak untuk membalas pesan Haiyan. "Karena kamu nggak jawab, aku anggap setuju." Yah, anggap saja begitu, tapi datang atau tidak, bukan urusanmu. "Aku tunggu di Cirius jam empat." Kalila menutup chat room, mengabaikan pesan terakhir Haiyan. Dimatikannya ponsel lalu menyimpannya di ransel. Kalila khawatir Haiyan tiba-tiba menelepon. Ia sedang ingin makan tanpa gangguan. Setelah itu, Kalila menggeser duduk. Kini posisinya membelakangi sawah dan menghadap dua petak kolam ikan yang permukaan airnya berkilau ditimpa cahaya matahari. Dari tempatnya duduk, Kalila bisa melihat ikan-ikan berwarna kuning, putih, hitam, meliuk-liuk di permukaan air. Ia juga bisa mendengar riuh kecipak air saat karyawan melempar makanan ikan ke kolam. Makan sendirian karena

    Last Updated : 2023-08-10
  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 14: Penyerangan

    Satu detik. Waktu serasa berhenti. Kalila terperangah. Pekik dan jerit pengunjung di dalam kafe memenuhi telinganya.Dua detik. Naluri jurnalis dalam diri Kalila mendorong gadis itu untuk berlari mengejar si pelempar batu. Dicarinya Kawasaki Ninja di antara lalu lalang kendaraan di Jalan Kaliurang. Seharusnya motor itu mudah dikenali karena bercat hijau terang. Kalila terus berlari, menuju traffic light yang berjarak sekitar tiga ratus meter di depannya. Kalila mengadu peruntungan. Siapa tahu si pelempar batu terjebak lampu merah. Ia hanya ingin mendapat nomor polisi motor si pelempar batu. "Lila! Berhenti!"Sayup Kalila mendengar suara Farhan. Namun, tarikan rasa ingin tahu jauh lebih kuat ketimbang larangan Farhan. Kalila memilih mengabaikan perintah pria itu. "Lila! Berhenti!"Suara Farhan makin keras dan Kalila masih terus berlari. Ayunan kakinya baru berhenti di dekat traffic light. Kedua matanya memicing. Motor hijau itu tidak ada di antara deretan kendaraan roda dua yang me

    Last Updated : 2023-08-11

Latest chapter

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 72: Pertarungan

    Bibir Andromeda melengkung lalu mendekati meja. Ia membungkuk lalu duduk bersila hingga tubuhnya dan Kaivan berada dalam satu garis lurus. Mulutnya masih terkatup rapat sementara otaknya sibuk menakar kekuatan Kaivan dan permainan yang mungkin disiapkannya. Baru saja tubuh Andromeda berada di atas tatami, dinding di samping kirinya tiba-tiba bergeser lalu dua lelaki tegap berjas dan berkacamata hitam keluar dari balik dinding dan berdiri dua meter di belakang Andromeda. “Saya kira kita akan bicara empat mata.” Tatap tajam Andromeda menerobos rongga mata Kaivan. “Rupanya Anda tak seberani yang saya kira. Anda tak lebih dari seekor kecoa.” Andromeda tersenyum meremehkan. Kai tertawa. “Ternyata benar kata orang, Anda polisi bermulut besar.” Pria itu berdecak. “Toh, Anda juga tidak datang sendiri, bukan?” Hiasan gantung di belakang Kaivan tiba-tiba tergulung. Dinding di belakangnya menjelma layar lebar yang memperlihatkan orang-orang Andromeda di sekitar rumah Kaivan. “Saya hitung, ad

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 71: Pertaruhan

    “Kamu yakin negosiasi dengan Kaivan akan berhasil?” Farhan menatap lurus-lurus Andromeda. Seharian ini Farhan harus ikut Andromeda koordinasi terakhir dan simulasi beberapa rencana yang akan mereka lakukan dan itu membuat otak dan fisik Farhan sangat letih, lebih capek dari mengajar selama berjam-jam di depan kelas. Sorot mata pria itu meredup dan digelayuti kekhawatiran juga ketakutan. Musuh mereka bukan kaleng-kaleng, bukan penjahat kelas teri. Andromeda mengangguk yakin. Diseruputnya sisa kopi di dalam gelas. “Aku punya kartu As Kaivan dan Atmaveda grup. Dia tidak akan berkutik di depanku.” “Dia tidak sebodoh yang kamu kira, Da.” “Dia memang tidak bodoh. Tapi aku juga bukan polisi ingusan.” Andromeda menatap keluar jendela ruang kerjanya yang masih dibiarkan terbuka. Diambilnya pulpen dari kemeja kemudian memutar-mutarnya. “Aku pastikan, dia bertemu lawan sepadan.” Pandangan Andromeda kembali tertuju pada Farhan. “Kamu tidak perlu khawatir, Kawan. Semua sudah aku hitung.” Ia be

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 70: Dalam Pelukan Farhan

    halo, hola, readers. Maaf baru update lagi. Kondisi kesehatan dan adanya projek lain membuat saya sedikit menunda waktu update. Semoga teman-teman masih bersedia mengikuti cerita ini. Salam hangat dari Farhan dan Kalila :-) *** Pergi. Mendadak dada Kalila terasa sesak mendengar kata itu. Kepalanya tertunduk dan tangannya meremas tepi rok. Apa saat itu hampir tiba? Kenapa terburu-buru mengurus balik nama rumah dan mobil? Ia anak tunggal. Tidak akan terjadi konflik rebutan harta warisan dengan siapa pun. Tidak mungkin ia akan berebut dengan Farhan. Lagi pula, setahu Kalila harta Wisnu hanya rumah ini dan isinya. Pria itu lebih banyak bersedekah ketimbang menyimpan uang untuk diri dan keluarganya. Wisnu tidak pernah membeli sesuatu berlebih. Semua hanya seperlunya dan kalau benar-benar dibutuhkan. Wisnu tidak akan membeli barang baru jika yang lama masih bisa dipakai. Seandainya ia membeli barang baru, maka barang lama akan ia berikan pada orang lain. First in first out. Begitu prin

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 69: Jatuh Cinta Setiap Hari

    Selepas salat Asar, Farhan melajukan Expander menuju makam. Tanah pekuburan itu sebenarnya terletak di belakang kompleks, tetapi untuk memasukinya harus memutar keluar dulu dari gerbang kompleks kemudian belok kiri memasuki jalan kampung di pertigaan pertama setelah pintu keluar kompleks. Makam itu digunakan oleh warga dua kompleks perumahan dan penduduk di pemukiman belakang kompleks sehingga pintu masuknya berada di depan jalan yang bisa dilewati warga dari ketiga wilayah itu. Sebelum ke makam, Kalila meminta Farhan ke florist yang letaknya lima ratus meter dari pertigaan di mana mereka akan berbelok. "Mama paling suka kalau aku ajak jalan sore-sore." Suara Wisnu terdengar renyah dan hangat. Bibirnya tidak henti menyunggingkan senyum seolah ia benar-benar akan bertemu sang istri yang telah lama terpisah jarak. Farhan menoleh, tersenyum kemudian kembali menatap jalanan. Ia bisa merasakan kegembiraan Wisnu. Andai bisa, dia pun akan mengunjungi makam Mamak dan Bapak sesering mungk

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 68: Keinginan Tersembunyi Wisnu

    Ucapan Wisnu memaku tubuh Kalila. Seperti ada dua tangan yang tiba-tiba keluar dari lantai kemudian memegang erat kakinya sehingga tidak bisa melangkah. Main? Aku main? Dari mana Papa mendapat kata itu? Apakah Bang Farhan telah mengadu pada Papa dan menyebut main setiap kali aku keluar rumah? “Lila nggak pernah pergi main atau nongkrong, Pa.” Kalila menggeser sedikit tubuhnya kemudian duduk di kursi, agak jauh dari Wisnu. Ditatapnya paras sang papa dengan pandangan tak terima. Memang, kadang sepulang meliput, wawancara, atau mengambil foto, ia mampir ke kafe. Biasanya ia akan membuat janji dengan Miranti dan mereka akan mengobrol. Namun, bukan itu tujuan kepergiannya. Apalagi setelah menikah. Jangankan main, hanya ke kampus atau ke kosan Miranti saja Farhan sudah sangat rewel. “Syukurlah kalau kamu tidak melakukannya.” Wisnu menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Ia tahu, Kalila masih ingin bebas. Ia khawatir Kalila melupakan kewajibannya sebagai istri karena terlalu asyik dengan Mir

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 67

    Farhan membiarkan Andromeda pergi tanpa mengantarnya sampai keluar rumah. Kepalanya terlalu penuh dengan berbagai lintasan pikiran dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Ia memilih menyalakan laptop dan membuka data bisnis gelap keluarga Atmaveda. Sampai saat ini ia masih tak habis pikir, dari kota yang katanya paling nyaman dan ngangeni ini, hidup bos mafia yang puluhan tahun menjalankan bisnis ilegal tanpa tersentuh hukum. “Kaivan dan Airlangga tetap akan kami seret ke penjara. Tapi kamu tahu, mereka sangat rapi dalam menyembunyikan kejahatan. Tidak akan mudah membekuk mereka, Kawan.” Ucapan Andromeda kembali terngiang di kepala. Waktu itu, Farhan keberatan jika harus bernegosiasi dengan Kaivan karena itu artinya, ia menukar bukti kejahatan Kaivan dengan nyawanya. Setelah negosiasi, ia dan Wisnu harus diam padahal mereka tahu ada kejahatan besar sedang berlangsung. Farhan tidak bisa membayangkan kehidupan macam apa yang akan dijalaninya ketika harus menyembu

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 66: Seperti Layang-Layang

    Andromeda menatap sengit Farhan sebelum kembali melihat ke arah halaman. “Coba ingat baik-baik, apa ada kata membunuh dalam kalimatku? Apa aku memintamu membunuh anak Kaivan?” Andromeda menekan earpiece di telinga kanannya. Dialihkannya perhatian pada Farhan. “Tuhan memberi otakmu, tolong dipakai untuk mikir yang bener, bukan cuma mikirin Kalila.” “Sial!” Farhan meraih dan mencengkeram kedua lengan Andromeda. Lantas, salah satu kakinya maju ke depan, lalu ia berbalik dan sedikit membungkuk. Diangkatnya tubuh Andromeda dan membantingnya ke lantai perpustakaan yang beralas permadani dari Iran. “Kutu kupret busuk!” Andromeda meringis seraya berusaha bangun. Ia tidak menduga kalau Farhan akan semarah itu. Dielusnya bagian punggung yang sedikit ngilu. “Aku akan balas nanti setelah kamu benar-benar sembuh.” Dilayangkannya tinju ke wajah Farhan yang dengan tangkas berhasil ditangkis pria itu. “Ingat, aku mengalah, bukan kalah!” ujarnya geram. “Berhenti mengejekku atau aku akan melakukan

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 65: Rencana Terakhir

    Farhan terbangun karena dering tak biasa terdengar dari ponselnya. Sebelum bangun, ia menoleh. Kalila masih pulas, tidur dengan kepala di atas lengan Farhan. Dengan hati-hati Farhan mengangkat kepala Kalila agar ia bisa menarik tangannya kemudian meletakkan kembali di atas bantal. Menyibak selimut, Farhan turun cepat-cepat dari ranjang, mengambil ponsel yang ia simpan di atas rak seraya melirik jam dinding. Jam dua dinihari. Sepagi ini sahabatnya sudah menghubungi. "Seperti tidak ada waktu lain saja." Farhan bergumam pelan sambil mengacak rambut. Kumbang JantanSiap-siap rencana kedua.Jam sembilan aku ke rumahmu. Berdiri di samping rak, perhatian Farhan masih tertuju pada layar ponsel meski pesan yang baru saja ia baca sudah dihapus. Hari ini ia berencana menyusun rencana penelitian untuk diajukan ke Dikti dan PIMNAS. Ada beberapa tema penelitian yang sudah lama mampir di kepalanya dan Farhan berharap tahun ini ada salah satu dari tema-tema itu yang bisa ia mulai. Namun, panggila

  • Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa   Bab 64: Kepergok Papa

    Sambil mengayunkan kaki menuju mobil, diam-diam Kalila tersenyum geli mengingat raut muka Andromeda. Ia masih sempat melihat ke halaman sebelum melajukan mobil meninggalkan kosan Miranti. Memasuki rumah lewat garasi, Kalila masuk kamar untuk mencuci tangan dan kaki. Setelah itu, ia menemui Wisnu dan berbincang sejenak sebelum akhirnya pergi ke dapur. Farhan tidak ada di teras belakang dan kamar. Kalila berpikir pasti pria itu sedang menyiapkan makan malam. "Makasih sudah masak, Bang." Kalila mencium tangan Farhan yang baru saja menata potongan wortel, brokoli, dan kentang rebus di piring. Di meja sudah ada sepiring tempe goreng dan sambal tomat. Dapur dipenuhi aroma kaldu dari panci yang berada di atas kompor. "Puas banget perginya." Farhan tersenyum melihat raut bahagia pada wajah Kalila meski jejak rasa lelah terlihat cukup jelas. Kekhawatiran Kalila seketika lenyap melihat sambutan Farhan. Dibalasnya senyum Farhan lalu mengambil gelas di rak. "Mumpung Miranti masih di sini." Ka

DMCA.com Protection Status