Dear Para Pembaca yang baik ..., terima kasih atas segala kesabarannya menanti akhir kisah dari novel 'Menikahi Mantan Pacar Teman'. Akhirnya selesai sudah cerita 'Mei dan Juna'. Author mohon maaf apabila novel ini tidak bisa memuaskan semua pembaca. Semoga novel ini bisa menjadi hiburan yang berarti bagi pembaca sekalian. Demikian persembahan dari Author, mohon doanya semoga Author bisa konsisten menghasilkan karya novel-novel berikutnya dengan kualitas yang lebih baik. Sekali lagi terima kasih banyak atas support dan VOTE untuk novel ini. Salam sayang buat pembaca semuanya :)
“Mei, serius ... elu nggak kepengen ngadain resepsi buat pernikahan kita ini?” Juna diam-diam ingin mewujudkan pesta pernikahan impian yang ingin digelarnya secara mewah. Sebagai wujud kegembiraannya memenangkan hati Mei kembali.“Ogah. Kan udah gue bilang ogah. Berisik amat sig elu masih nanyain melulu, Jun?”Juna manyun. “Emang kenapa sih, Mei?” rengeknya sambil memeluk Mei dari belakang, sementara Mei sedang sibuk meracik bumbu untuk makan malam mereka nanti.“Buat apa elu buang-buang duit cuma buat menjamu para sosialita yang fake itu, heh? Gue ingat banget ya, pas gue lagi melarat gimana sikap mereka ke gue. Gue tuh kayak sampah tahu nggak di mata mereka. Anna dan teman-temannya itu! Papasan sama gue di mall kagak ada yang mau noleh barang seorang, padahal gue udah sapa duluan baek-baek,” oceh Mei sambil menggeprek lengkuas sekuat-kuatnya sampai penyet, seakan lengkuas itu adalah perwujudan Anna dan teman-temannya.Jantung Juna nyaris mencelat kaget mendengarnya. ‘Dih, serem juga
Mei tersenyum puas usai melakukan rapat final dengan manager pengelola gedung Utomo Group. Mei menyabet tempat di lantai dasar gedung Utomo Group yang sebelumnya disewa oleh sebuah restoran franchise asing. Mei ingin menancapkan taring bisnisnya di gedung utama milik kakek suaminya sendiri.Juna pikir istrinya kian menggilai bisnis dan ingin semakin banyak mereguk laba berlipat-lipat. Namun Juna dibuat terkejut saat Mei memaparkan sesuatu kepadanya, bahwa Mei akan memberikan diskon khusus bagi para pegawai Utomo Group yang makan di restoran itu dalam jangka waktu selama mereka berstatus pegawai Utomo Group, yaitu diskon 90% bagi kalangan pegawai kelas bawah semisal security, OB, cleaning service, dan diskon 60% bagi kalangan staf biasa.“Biar apa gitu, Mei?”“Biar mereka merasa dihargai, dan mereka bisa pakai diskonannya buat kepentingan mereka yang lain, atau buat ditabung. Soalnya, Jun, ... gue pernah jadi pegawai rendahan kayak mereka, budget makan siang itu mehong dan berasa bange
“Mami, bangun! Ini sudah jam berapa?” Juna menarik selimut Mei, menepuk-nepuk istrinya yang malah lebih erat lagi memeluk guling. Juna geleng-geleng kepala. Sepertinya Mei bangun kesiangan lagi, padahal biasanya Mei itu morning person. Istrinya itu sigap melayani apa saja kebutuhannya dan juga Vi. Rajin mempersiapkan keberangkatan Juna ke kantor, dan juga mempersiapkan sendiri box makanan untuk Vi. Tapi sudah seminggu ini, makanan untuk Vi diurus pegawainya. Demikian pula persiapan sarapan untuk mereka. Juna rindu sarapannya dipersiapkan sendiri oleh sang istri tercinta. “Banguun, ... Maemunah.” Juna menarik guling Mei, tapi kemudian Mei mengalungkan lengannya di leher Juna. Membuat Juna terkekeh dan menciumi wajah istrinya. “Jun, ngantuk banget gue loh. Masih kepingin bobok.” Juna pun mengecupi pipi istrinya yang masih memejamkan mata. Mei kelihatan sangat mengantuk memang. Juna jadi tak tega menyuruhnya bangun dan menyelimutinya lagi. Juna mandi pagi dan berganti pakaian, memasa
Mei meletakkan Cinta di box tidurnya secara perlahan setelah selesai mengganti diapers untuk bayi cantiknya yang menggemaskan itu, kini anak keduanya itu sudah berusia 3 bulan. Juna menepuk-nepuk lembut pipi puterinya. “Selamat bobok, cintanya mami dan papi,” bisiknya dengan hati berbunga-bunga. Setelah memastikan Cinta tidur nyaman, Juna menoleh kepada Mei yang sedang memerah ASI. Air susu Mei melimpah ruah, sampai-sampai Mei membeli kulkas baru khusus untuk menyimpan stok ASI bagi sang buah hati. Mei bertekad akan memberi Cinta ASI eksklusif selama 6 bulan, sama seperti Vi dulu. “Masih lama, Mi?” Juna manyun memerhatikan Mei sibuk dengan alat perahnya. “Bantuin sini, malah bengong! Biar cepat beres ini,” omel Mei. Juna pun nyengir dan membantu Mei menuliskan tanggal hari ini di setiap label botol ASI itu, kemudian memasukkannya ke dalam kulkas yang ada di dalam kamar mereka. Sementara Mei membereskan alat-alat pemerah ASI, mencuci, mengelap, dan menyimpan kembali dengan rapi. “S
“Four ...!”“Three ...!”“Two ...!”Semua bersorak. Teriak serentak. Menghitung mundur dengan penuh penantian kala si pengantin wanita berdiri membelakangi stage, bersiap melempar buket bunga pengantinnya. Terutama bridesmaids sudah mulai saling sikut, tak sabar untuk saling rebut.Namun tidak dengan Mei. Meski bibir wanita itu tersenyum, tetapi senyum itu tak mencapai matanya yang menyorot suasana itu dengan sendu. Meski begitu dia tetap bergabung dalam barisan besties yang berseragam kebaya merah terang.“Gooo!” Semua tanganpun melambai-lambai ke atas, siap menangkap disertai pekikan heboh. Tetapi. Semua kemudian terdiam. Semuanya bengong. Si pengantin wanita justru berbalik badan, mengulurkan buket bunga pengantin yang ditunggu-tunggu banyak orang itu kepada seorang lelaki yang berlari-lari kecil menghampiri untuk mengambilnya. Menciptakan berbagai tanya yang menggantung dalam pikiran semua orang yang melihatnya.Dan ... tiba-tiba saja, lelaki itu dengan gentle membungkuk di depa
Setelah lamaran gila itu, teman-teman menyerbu Mei dan memberinya selamat.“Wah! Waah, haredaang! Sumpah. Gue masih nggak percaya dengan apa yang gue lihat barusan, which is kita semua nggak ada yang tahu kapan elu jadian sama Juna?”“Gilaaa! Napa jadinya lu yang tau-tau dilamar sih? Gue yang udah jalan 5 tahun aja masih digantungin sama cowok gue. But. Jujurly, lu sukses bikin kita semua syok, Mei!”“Ternyata selama ini lu jomblo palsu ..., sialan lu!”“Tapi, elu sama ... Juna? OMG. Really?”Mei terdiam seribu bahasa. Dia sendiri masih bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Dia yang beberapa menit lalu masih menjomblo, tiba-tiba saja sekarang punya calon suami? Dan ciuman tadi? Astaga!“Jun, kita perlu bicara,” desis Mei sambil menarik Juna keluar dari ruangan setelah berhasil menghindari rentetan pertanyaan teman-teman yang bisa membuatnya diare akut.“Take it easy ..., kita bakal banyak bicara setelah ini, Mei. Kita sekarang kan couple.”“Fake couple!” ketus Mei sewot. Ah. Anda
Meilani. Cuma itu saja namanya. Singkat dan padat. Sesingkat dan sepadat jawabannya setiap kali Juna menanyakan sesuatu padanya semasa SMA dulu, “Mei ..., lihat Raya nggak?”Gadis itu cuma menjawab, ‘ke kantin’ atau ‘nggak tahu’. Kadang malah menunjuk langsung arah keberadaan Raya tanpa menoleh sama sekali pada Juna, sedangkan tatapannya tetap terpaku pada buku yang dibacanya.“Woi, gue ini lagi tanya ya, ... bukannya lagi mau minta sumbangan. Pelit amat sih lu kalau ngomong!” Juna mendengkus sambil berlalu pergi. Tapi Juna tak pernah kapok menanyai Mei tentang Raya, lagi dan lagi, sambil menyodorinya sebatang coklat, baru Mei menoleh dan tersenyum kepadanya. Setidaknya Mei bakal menjawab dengan jujur dan apa adanya meski irit kata, tak seperti teman-teman Raya lainnya, yang kerap menatapnya dengan sorot mata menghakimi dan mencemooh upaya pendekatannya. Padahal Raya yang Juna kejar-kejar, bukan mereka.Brug!“Makanya ..., lihat-lihat dong kalau jalan,” goda Juna suatu kali, sengaja m
Mei berkedip-kedip takjub memandangi cincin bermata berlian dengan rangka platinum yang melingkari jari manisnya. Indah. Seindah perasaan yang melingkupi dirinya saat ini. Padahal Mei sadar jika pernikahan yang akan dijalaninya dengan Juna nanti didasari kepalsuan. Tapi setidaknya Juna tak memberikan cincin yang palsu padanya.Secara mengejutkan, esoknya Juna membawanya ke gerai Tiffany & Co setelah Mei mengangguk, menerima lamarannya dalam mobil. Dan Juna membelikan cincin indah ini untuknya. Padahal Mei tak keberatan dengan cincin sederhana yang sudah diberikan Juna sebelumnya.“Jangan, sebenarnya itu cincin pengasuh gue yang sudah lama meninggal. Gue menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Cincin itu biasanya gue pakai di kelingking setiap kali gue lagi cemas. Ide lamaran kemarin itu dadakan, gue nggak ada persiapan cincin buat elu. Jadi gue pakai cincin itu buat sementara.”“Jadi, kemarin itu elu lagi cemas? Makanya datang ke resepsi Raya memakai cincin itu?”“Begitulah,” aku Juna s