Share

Bab 22

last update Last Updated: 2024-11-06 12:43:22
“Tiga … empat … lima ….” Doni terus menghitung dengan tempo yang sama. Mungkin karena dalam jiwa atletnya tertanam sportifitas, jadi ia tidak dengan curang mempercepat tempo hitungannya.

Sementara aku selangkah demi selangkan mundur dan semakin jauh darinya.

“Enam … tujuh … delapan,” hitungnya tanpa tahu aku telah berada di depan pintu rumahku, dengan tangan siap membukanya.

“Sembilan … sepuluh.”

Tentu saja aku sudah berada di dalam rumah. Dengan cepat, aku naik ke lantai atas, tempat kamarku berada dan melihatnya dari balkon.

‘Doni!” teriakku memanggilnya. Kulambaikan tanganku setelah meletakkannya di bibirku.

Bukankah yang diinginkannya adalah ciuman perpisahan?

Aku dapat melihat raut kecewa dengan jelas di wajahnya. Namun aku tak peduli, ku lambaikan tanganku sambil berteriak, “sampai ketemu besok!”

***

Aku duduk di depan meja makan, menerima tatapan menghakimi yang seperti hendak menelanku dengan ribuan pertanyaan yang belum terucap dari bibir papa.

“Kamu pulang lagi? Kamu yaki
Chocoberry pie

Terima kasih sudah mengikuti cerita choco sampai sejauh ini. Karena respon positif reader, maka Choco akan berusaha up lebih dari satu bab per hari nya, kecuali ada kepentingan yang benar-benar mendesak. Jangan lupa tinggalkan jejak, komentar baik saran maupun kritikan yang membangun. Dukungan apapun dari reader sangat berarti bagiku. Luv luv Chocoberry

| 4
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Arsi Quthie
up yg bnyak kakak .........
goodnovel comment avatar
divaauthor
cuzz keluarga buntal
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
lanjutkan kaka
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menikahi Guru Killer   Bab 23

    “Kalo kamu nggak sebutin apa yang ketinggalan, itu artinya nggak penting,” sahut Pak Jonathan, “jadi kita nggak perlu putar balik.” Aku merengut kesal. Tentu saja karena rencanaku tidak berhasil kali ini. Tapi nggak papa, seharusnya aku bisa minta papaku untuk mengirim Bik Titin ke rumah nanti. Jam sudah menunjuk pukul lima saat kami tiba di rumah. Tapi entah kenapa aku merasa ada yang salah. Ada sesuatu yang tidak biasanya, aku merasa ada sesuatu yang hilang. Tapi apa …. Rumah masih dalam keadaan rapi. Tidak ada siapapun yang masuk, bahkan tidak ada kotoran simba di bak pasirnya. Dan cat food yang tersaji di piringnya pun belum tersentuh. Simba! Dimana kucing abu itu berada? Kuarahkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Tapi tidak terlihat pergerakan kucing kecil nan lincah itu. “Pak buntal, simba dimana?” tanyaku pada lelaki yang langsung menyibukkan diri dengan setumpuk lembaran jawaban di hadapannya. “Mungkin dia sembunyi di kolong. Atau … keperangkap lagi di bawah panci

    Last Updated : 2024-11-06
  • Menikahi Guru Killer   Bab 24

    “Hah! Apa?” “Kamu belum dengar ya? Ada siswi sekolah kita yang nikah sama om-om!” ulang Vena, kali ini suara cemprengnya hampir memecahkan gendang telingaku. “Memangnya siapa?” tanyaku sambil berusaha menyembunyikan kegugupanku.“Nggak jelas juga, sih,” sahut Vena, “tapi beberapa siswa sempat liat cewek itu naik mobil asing di halte depan sekolah.” Jantungku seperti mau lompat dari tempatnya. Halte depan sekolah. Bisa jadi yang sedang mereka perbincangkan itu aku. Mungkinkah gosip itu tentang aku dan Pak Jonathan yang saat itu hendak ke rumah sakit untuk meresmikan pernikahan kami?“Ya udahlah, nggak usah terlalu dipikirkan. Bisa saja mereka cuma mengira-ngira. Bisa jadi om-om yang mereka maksud itu justru papanya,” cicitku untuk mempengaruhi cara berpikir Vena, “kasihan loh, yang terlanjur dikatain. Apalagi … penyebaran berita hoax macam itu, sekarang sudah bisa dituntut secara hukum, loh.” Vena mendadak diam. Aku rasa dia sedang memikirkan sesuatu. Mungkin perkataanku yang diras

    Last Updated : 2024-11-07
  • Menikahi Guru Killer   Bab 25

    Aku menatapnya dengan jantung yang berdebar dengan kencang. Matanya – hidungnya yang runcing – bibirnya …. Pak Jonathan berdehem dan segera bangkit. “Maaf, itu tadi aku benar-benar nggak sengaja,” ucapnya dengan canggung, “lain kali kalo naruh sandal jangan di situ. Bikin orang kesandung.”“Iya. Hmm … Pak Jonathan udah denger kalo di sekolah kita … ada beredar gosip siswi yang lagi hamil?” tanyaku. “Gosip. Buat apa kamu mikirin cerita yang belum tentu kebenarannya?” sahut Pak Jonathan.“Masalahnya … aku ngerasa kalo orang yang mereka gosipin itu kita,” cicitku. “Memangnya kamu hamil?” “Enggak sih, tapi … gosipnya, cewek yang hamil itu pernah keliatan dijemput sama om-om di halte depan sekolah.” “Maksud kamu, aku om-om yang dimaksud mereka?” tanyanya, “jadi kamu dari tadi nggak bisa tidur gara-gara gosip itu?” “Ya … iyalah,” sahutku, “gimana kalo gara-gara ini, kita dikeluarkan dari sekolah.”“Coba kamu pikir, mungkin nggak … ada murid SMA Merah Putih yang nggak kenal sama aku s

    Last Updated : 2024-11-08
  • Menikahi Guru Killer   Bab 26

    “Nggak usah cerewet. Duduk dan makan saja,” sahutnya. Daging rendang, balado telur, cumi daun kemangi, plecing kangkung lengkap dengan kacang di atasnya. Aku yakin, ini bahkan tak bisa.kita habiskan berdua. “Pak buntal, kamu … beneran nggak papa?” tanyaku. Tentu saja aku makin cemas melihat caranya melepaskan kesedihannya. Benar-benar nggak wajar. “Kamu marah?” tanyaku lagi, “aku bukan nggak mau datang ke rumah sakit, tapi … aku bingung. Jika aku datang, Bu Ella dan guru-guru lainnya pasti curiga dan berpikiran yang aneh-aneh.”“Kakek sempat sadar,” kata Pak Jonathan tanpa menggubris alasanku, “dia berpesan agar aku jaga kamu.”Aku menatapnya tak percaya. Bagaimana bisa lelaki tua itu berpesan seperti itu, bahkan aku belum pernah bertemu dengannya sekalipun. Bahkan di hari pernikahan kami, kakek masih dalam kondisi tak sadar. Atau jangan-jangan … saat ia tertidur, jiwanya melihat semuanya. Semua peristiwa yang terjadi dalam keluarga besarnya. Tiba-tiba saja aku merinding. “Mungki

    Last Updated : 2024-11-08
  • Menikahi Guru Killer   Bab 27

    “Yakin bisa tidur sampe pagi?” Kutarik selimutku sampai menutupi wajahku. Namun selimut itu justru meluncur turun sesaat kemudian, memperlihatkan senyuman di wajah lelaki yang sengaja menariknya turun. “Alea, kamu harus temani aku makan malam,” ujarnya dengan lembut dan jelas-jelas sedang merayuku, “kamu nggak datang ke pemakaman kakek, its ok. Tapi kali ini kamu harus. Kak Jericho belum tentu akan pulang kembali ke Indonesia dalam waktu dekat. Temani aku, ya.”“Ya udah … ok, aku pergi. Tapi … janji, kita nggak pulang terlalu malam,” pintaku, “ada beberapa tugas yang harus aku selesaikan. Aku nggak mau terlibat masalah dengan Bu Ella.”“Nggak masalah,” sahut Pak Jonathan, “tapi ada satu hal yang harus kamu tahu. Sebenarnya … kakek kita menjodohkan kamu dengan kakakku. Tapi karena Kak Jeri seorang yang ambisius, maka mama dan papa tidak bisa melarangnya untuk berangkat ke Amerika untuk bekerja.Sampai pada waktunya, kakek semakin melemah. Dan akhirnya mereka memintaku menggantikan Ka

    Last Updated : 2024-11-09
  • Menikahi Guru Killer   Bab 28

    “Itu karena … aku nggak mau papa sama mama sedih. Aku nggak mau mereka kepikiran,” jawabnya, “itu saja, nggak lebih.” “Kalau cuma itu, nggak perlu pake cium-cium, tau!” balasku sembari meletakkan guling di antara kami. “Kamu bagi tempat yang bener dong,” protes Pak Jonathan. “Itu hadiah buat orang yang ambil kesempatan dalam kesempitan. Sana tidur aja sama simba, biar bisa cium-cium sepuasnya,” kesalku kemudian. “Dasar cewek tengil!” Pak Jonathan malah menarik guling dan melemparkannya jauh-jauh. “Udah bagus kamu aku biarin tidur di kasurku.”Mendengar kalimat itu membuat hatiku meradang. Tentu saja karena aku juga tidak berniat memiliki kehidupan seperti ini. “Apa kamu bilang? Kasur kamu?” ucapku dengan nada yang cukup tinggi. “Kamu yang nikahin aku, kamu yang bikin aku terikat di rumah ini. Eh … kamu juga yang ngegas kalo ini kasur kamu. Ya udah, sana. Kamu beliin aku kasur baru sekarang juga.” “Kenapa juga harus beli?” balasnya. “Kasur ini cukup besar, asal kamu nggak so so’a

    Last Updated : 2024-11-10
  • Menikahi Guru Killer   Bab 29

    “Kak, aku sudah cukup bersabar. Bahkan aku sudah menuruti keinginan papa dan mama untuk menggantikan kewajiban kamu menikahi Alea. Sekarang kamu datang dan … kamu sengaja kan, kamu mau mengambil semua yang sudah kudapatkan,” balas Pak Jonathan dengan suara meninggi.“Jaga ucapanmu, Jo. Kamu udah ninggalin rumah, ninggalin istri kamu ketakutan sendirian di rumah. Apa kamu masih ngerasa nggak bersalah?” “Stop! Cukup!” teriakku dengan marah, “kalau kalian terus bertengkar, lebih baik aku yang pergi.” Aku meraih kunci motorku dan segera menyalakannya. Untung saja, hanya butuh sehari motorku sudah bisa ku pakai kembali. Jika tidak, mungkin aku harus menahan diri melihat pertikaian dua kakak beradik yang sama-sama egois itu. “Lea! Alea!” Suara panggilan itu tak lagi kuhiraukan. Justru aku memacu motorku lebih kencang menyusuri jalanan yang mulai sepi. Tapi … kemana aku harus pergi? Pulang ke rumah papa, aku rasa bukan keputusan yang tepat. Aku tidak ingin membuat papa marah dan justru

    Last Updated : 2024-11-10
  • Menikahi Guru Killer   Bab 30

    “Pacaran?” Ulangku setelah Kak Bernard mengatakan satu kata yang aneh itu. Gimana nggak aneh, dia seperti sudah mengenalku. Padahal aku saja jarang bertemu dengannya. Tapi menolaknya bukan hal yang tepat karena bagaimanapun dia adalah kakak kandung Vena, sahabatku. Aku nggak mau hubunganku dan Vena rusak hanya gara-gara dia. “Iya, kita cocok. Seperti jodoh yang sengaja dipertemukan lewat Vena,” lanjutnya. “Euh … Kakak, sebenarnya aku udah punya pacar. Dan … aku sayang sama dia,” elakku, “apa Vena nggak cerita tentang ini sama kakak?”“Cuma pacar, nggak ada salahnya kamu putusin dia.” Aku terperangah mendengar kalimat yang diucapkannya dengan begitu santainya itu. Lelaki itu terlihat tenang menikmati rokok elektriknya sementara secangkir kopi hitam tersaji di depannya. “Bercanda, nggak usah kaget gitu,” sahutnya masih dengan santainya, “tapi kamu bisa mempertimbangkannya. Pacaran denganku, menikah dan kamu dapat bonus adik ipar seperti Vena.”“Hah?” “Kenapa?” tanya lelaki itu de

    Last Updated : 2024-11-11

Latest chapter

  • Menikahi Guru Killer   Bab 122

    “Iya, dia ada sama aku. Mama Intan? Ada apa Ma?” tanyaku yang masih terkejut karena tak biasanya ibu mertuaku itu melupakan salam yang biasanya diucapkannya. Firasatku mengatakan ada suatu hal sangat penting yang membuatnya panik. “Papa kamu … dia masuk rumah sakit. Dia kena serangan jantung,” ucap perempuan itu dengan suara gemetar, “kamu sama Jonathan bisa pulang, kan?” Tiba-tiba saja kakiku terasa lemas. Bukan … bukan cuma kakiku. Tubuhku terasa lemas, sampai-sampai ponselku terlepas dari tanganku. “Al … Alea, bangun.” Suara itu yang terakhir bisa kudengar. Sebelum semuanya menjadi gelap.Bau menyengat yang tercium di hidungku, membuatku tersentak kembali pada kesadaranku. Aku semakin kebingungan saat telah berada di tempat yang berbeda. “Syukurlah, kamu sudah sadar.” Wajah cemas suamiku membuatku merasa bersalah. Lelaki itu menggenggam tanganku dan mengecupnya, seakan mengungkapkan kelegaan hatinya,“Jo, kita harus pulang sekarang. Papa butuh kita,” ucapku kemudian. Ingatan

  • Menikahi Guru Killer   Bab 120

    “aku yang seharusnya mengatakannya. Terima kasih Alea, karena kamu telah hadir di dunia ini, di sisiku. Dan ….” Lelaki itu mengecup lembut keningku. “... biarkan aku bertanggung jawab atas setiap penggal kisah hidupmu dan putera kita nantinya.” Kalimat itu membuatku hatiku merasa damai, ia seakan begitu mencintaiku dan calon bayi yang bahkan masih sangat sangat kecil ini. Malam itu Pak Jonathan benar-benar berbeda. Ia bersikap bukan hanya lebih lembut, tapi ia bahkan lebih protektif dalam memperlakukan aku. Ia bahkan tidak menggangguku apalagi merayuku untuk melayaninya. Lelaki itu justru memelukku dengan alasan agar aku tidak kedinginan. Dan aku tak membantah, walau aku justru merasa gerah. “Alea,” panggilnya sembari mempermainkan anak rambut di wajahku, “aku sedang membayangkan seorang bayi cantik, duduk di pangkuanmu. Wajah cantiknya, sangat mirip denganmu. Rambutnya yang ikal dan mata bulatnya sangat indah.” “Tapi Sayang, apa kamu ingin bayi perempuan?” tanyaku yang terkejut

  • Menikahi Guru Killer   Bab 119

    “Kok bengong gitu sih?” tanyaku, “kamu jadi ikutan kecewa, ya?” Tapi Pak Jonathan justru menggelengkan kepalanya. “Kemari … kemari Alea. Kita coba sekali lagi.”“Pak buntal, kalau memang hasilnya negatif. Mau sepuluh merk yang berbeda juga bakal negatif, kan.” “Tapi ini nggak negatif, Al. Ini sama sekali nggak negatif,” ucap Pak Jonathan.“Hah! Kok bisa?” “Kemari! Kita cek dengan merk yang lain.” Sekali lagi Pak Jonathan mencelupkan benda mungil itu, hanya seujung kecil, dibawah garis tanda selama beberapa detik dan mengangkatnya. Tak berapa lama kemudian garis itu muncul, memperlihatkan tanda saling silang di dalam lingkarannya. “Positif!” teriak Pak Jonathan dengan gembiranya. “Ini positif, Sayang!” Lelaki itu langsung memeluk tubuhku dan meluncurkan kecupannya di kedua pipiku, di dahiku … di seluruh wajahku secara bertubi-tubi. “Alea, cintaku, makasih ya. Ini hadiah paling indah yang pernah aku dapatkan seumur hidupku,” ucapnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Ia

  • Menikahi Guru Killer   Bab 118

    “Pak Buntal! Kamu mau kemana?” tanyaku dengan perasaan frustasi. Kenapa dia langsung pergi tanpa mengatakan apapun? Apa dia tahu apa yang sedang kualami? Apa dia menjauh karena takut ketular? Lelaki itu mengusap tubuhnya dengan handuk sembari menoleh kepadaku. “Kamu tunggu di sini bentar, ya. Aku harus beli sesuatu.” “Beli sesuatu? Aku nggak boleh ikut?” tanyaku lagi. “Nggak. Aku segera kembali,” ucapnya kali ini dengan terburu-buru ia memakai kemeja dan celana pantainya. Baru saja ia hendak membuka pintu kamar mandi, ia kembali melangkah ke arahku dan mendekatkan wajahnya untuk mengecup keningku. “Alea, aku akan segera kembali. Tunggu ya. Tunggu aku di sini,” pamitnya sebelum benar-benar meninggalkanku sendirian. Iya! Dia benar-benar meninggalkan aku sendirian di sini. Di kamar ini. Aku menghela napas dan kupejamkan mataku, menikmati hangatnya air di dalam bak penuh kelopak mawar. Aromanya bahkan membuat perasaanku jauh lebih tenang. Pak Jonathan nggak mungk

  • Menikahi Guru Killer   Bab 117

    Kukeluarkan isi perutku begitu saja. Tentu saja kejadian itu membuat Pak Jonathan terkejut. Dan kali ini aku tak mungkin lagi bisa menyembunyikannya. “Alea, kamu nggak papa?”“Nggak papa, mungkin cuman masuk angin.” “Kamu yakin cuman masuk angin?” tegasnya lagi. Tatapannya jelas menunjukkan kecurigaannya. Haruskah aku mengatakan semuanya sekarang? Tapi … aku tidak mau dia kembali terpukul.seperti saat kehilangan kekasihnya. Haruskah aku menjauh darinya agar ia tidak kembali tersakiti. Tapi aku tak yakin bisa hidup tanpa dia. “Alea,” panggilnya sembari membersihkan bibirku dengan sehelai tisu di tangannya, “aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu.:Aku langsung menggeleng cepat. “Enggak! Memangnya apa yang harus aku sembunyikan?”“Kamu … kamu keliatan aneh hari ini. Tidak seperti biasanya. Seperti ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan,” ungkapnya tentang kecurigaan yang dirasakannya. “Aku nggak suka kepang. Rambutku jadi rusak, kan,” keluhku mengabaikan perkataannya. “Selesai!”

  • Menikahi Guru Killer   Bav 116

    “Jadi beneran udah nggak mau ngomong lagi sama aku, nih?” Aku diam tak menjawab, tentu saja masih dengan perasaan kesal karena sama sekali tak menyangka bahwa dia akan cemburu bahkan pada orang-orang yang sama sekali tak kukenal. Haruskah dia seposesif itu?“Ah … itu kedai gelatonya,” ucapnya. Mendengar itu, mau tak mau aku mengangkat wajahku, mencari tahu kebenaran kalimat yang diucapkannya. Tapi tidak ada kedai gelato semacam itu di depanku. Dia hanya sedang mengalihkan perhatianku saja.Aku melepaskan genggaman tanganku dan hanya terus melangkah menyusuri trotoar yang dipadati oleh pejalan kaki. Tak tahu kenapa perasaanku menjadi semakin kacau. Untung saja tak berapa lama kemudian, aku melihat sebuah kedai gelato. Seharusnya dinginnya gelato dan rasa manis legitnya dapat menenangkan perasaanku. Masih dengan mengabaikan keberadaan lelaki di sisiku, aku masuk ke dalamnya dan membeli tiga scoop varian rasa favoritku. “Sayang … kamu mau ngambek sampe kapan,” tanyanya sembari duduk

  • Menikahi Guru Killer   Bab 115

    “Alea,” panggil Pak Jonathan dari suaranya kurasa dia sudah merasa kesal. Tapi aku tetap mengacuhkannya. Tapi tiba-tiba pandanganku menjadi gelap. Bule ganteng yang sedang bawa papan surfing ke arahku itu sama sekali tak terlihat.“Pak buntal! Apaan sih,” tegurku sembari menepiskan tangannya yang sedang menutupi mataku. “Kamu tuh, macam nggak pernah liat cowok ganteng aja,” jawabnya. “Nah … kamu sendiri?” Aku pun tak mau kalah. “Udah … udah, yuk. Kita ke tempat lain saja,” sahutnya mengakhiri perdebatan kami. “Nggak mau,” rengekku, “aku masih mau di sini.” “Ya udah, kalau gitu aku jalan dulu, ya,” pamitnya dan langsung berdiri dari sisiku. Tentu saja aku nggak mau ditinggal sendirian. Kupegang tangannya, menahannya agar tak beranjak dari sisiku. “Eh … eh. Emangnya kamu mau kemana?” tanyaku dengan perasaan enggan. “Jalan. Seingatku ada kedai gelato di sana,” jawabnya sembari menunjuk ke suatu arah. Mendengar kata gelato, membuat semangatku kembali lagi. Membayangkan rasa ding

  • Menikahi Guru Killer   Bab 114

    Aku menggigit bibirku, berusaha menahan rasa sakit yang masih bisa kurasakan saat benda berukuran besar itu tenggelam di dalamku. Bahkan aku dapat merasakan sensasi yang berbeda dari biasanya. Dalam posisi ini, belalai itu bahkan tenggelam lebih dalam lagi. Lebih dari biasanya. Pak Jonathan memegang pinggangku. Dengan mata terpejam ia berusaha membimbingku agar aku mulai bergerak naik dan turun. “Sayang, bergeraklah,” pintanya, “jangan menjepitku seperti ini.” Kuikuti arahannya dengan hati-hati. Entah apa yang dirasakannya, saat aku mulai bergerak, suara erangan keluar dari bibirnya. Tangannya yang semula berada di pinggangku, kini dengan nakalnya membelai tubuhku, menyentuh sepasang gumpalan padat dan meremasnya kuat. Heh! Kenapa sensasi yang kurasakan saat ini begitu hebat. Apalagi saat aku mempercepat gerakanku. Setiap gesekannya menciptakan gelitik yang membuatku melayang dan menginginkan lebih. Bahkan di dalam sana aku merasa penuh, sesak, membuat kedut-kedut itu sema

  • Menikahi Guru Killer   Bab 113

    “Tapi kenapa harus mawar? Dan … kenapa di atas ranjang kita?” tanyaku. Pasti ada alasan dia meletakkan kelopak mawar di atas ranjang kami, walau ia tahu akan tak nyaman rasanya untuk tidur diatasnya.Tapi Pak Jonathan justru tersenyum. “Aku hanya ingin melihat mawarku berada di antara bunga mawar lainnya,” tuturnya, “dan … kau tahu, mawarku paling cantik diantara ratusan mawar di kamar ini.” “Hah! Mana ada. Aku manusia, bukan bunga, Pak Buntal,” sahutku sembari mencubit pinggangnya, walau jujur dalam hatiku berbunga-bunga mendengar rayuannya. “Kamu tahu … aku paling suka liat wajah kamu yang memerah seperti sekarang ini,” pujinya lagi, “terlihat begitu ….”Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berbisik, “... sexy.” Aku menelan kasar salivaku. Gemuruh di dadaku, terasa begitu hebat. Bahkan membuatku gelisah, seandainya saja Pak Jonathan bisa mendengarkan suaranya. Hanya bayangan diriku yang terlihat dengan jelas dalam sepasang mata jernihnya, seakan menyatakan hanya aku yang ada

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status