Share

Bab 29

last update Last Updated: 2024-11-10 22:36:51

“Kak, aku sudah cukup bersabar. Bahkan aku sudah menuruti keinginan papa dan mama untuk menggantikan kewajiban kamu menikahi Alea. Sekarang kamu datang dan … kamu sengaja kan, kamu mau mengambil semua yang sudah kudapatkan,” balas Pak Jonathan dengan suara meninggi.

“Jaga ucapanmu, Jo. Kamu udah ninggalin rumah, ninggalin istri kamu ketakutan sendirian di rumah. Apa kamu masih ngerasa nggak bersalah?”

“Stop! Cukup!” teriakku dengan marah, “kalau kalian terus bertengkar, lebih baik aku yang pergi.”

Aku meraih kunci motorku dan segera menyalakannya. Untung saja, hanya butuh sehari motorku sudah bisa ku pakai kembali. Jika tidak, mungkin aku harus menahan diri melihat pertikaian dua kakak beradik yang sama-sama egois itu.

“Lea! Alea!”

Suara panggilan itu tak lagi kuhiraukan. Justru aku memacu motorku lebih kencang menyusuri jalanan yang mulai sepi.

Tapi … kemana aku harus pergi? Pulang ke rumah papa, aku rasa bukan keputusan yang tepat. Aku tidak ingin membuat papa marah dan justru
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Nurhayati
Alea cepet balik kamar
goodnovel comment avatar
Ayu Nida
mana nih lanjutannya padahal udah di tungguin dari pagi sampai jam segini blm up juga...
goodnovel comment avatar
mommy can
Kaka double updatenya dong kak dikit banget🫣 ..semoga Bernard nggak Jahan n macam2 yaa kasian Alea🥹..pak Jonathan cari Alea dong jemput bawa pulang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menikahi Guru Killer   Bab 30

    “Pacaran?” Ulangku setelah Kak Bernard mengatakan satu kata yang aneh itu. Gimana nggak aneh, dia seperti sudah mengenalku. Padahal aku saja jarang bertemu dengannya. Tapi menolaknya bukan hal yang tepat karena bagaimanapun dia adalah kakak kandung Vena, sahabatku. Aku nggak mau hubunganku dan Vena rusak hanya gara-gara dia. “Iya, kita cocok. Seperti jodoh yang sengaja dipertemukan lewat Vena,” lanjutnya. “Euh … Kakak, sebenarnya aku udah punya pacar. Dan … aku sayang sama dia,” elakku, “apa Vena nggak cerita tentang ini sama kakak?”“Cuma pacar, nggak ada salahnya kamu putusin dia.” Aku terperangah mendengar kalimat yang diucapkannya dengan begitu santainya itu. Lelaki itu terlihat tenang menikmati rokok elektriknya sementara secangkir kopi hitam tersaji di depannya. “Bercanda, nggak usah kaget gitu,” sahutnya masih dengan santainya, “tapi kamu bisa mempertimbangkannya. Pacaran denganku, menikah dan kamu dapat bonus adik ipar seperti Vena.”“Hah?” “Kenapa?” tanya lelaki itu de

    Last Updated : 2024-11-11
  • Menikahi Guru Killer   Bab 31

    “Nggak usah, aku bawa motor. Tunggu aja aku di rumah,” sahutku.Aku pun langsung menutup panggilan itu. Aku rasa sebaiknya aku segera pulang sebelum Pak Jonathan benar-benar menjemputku di rumah ini. Bahaya! Bisa-bisa gosip panas langsung menyebar di SMA Merah Putih.“Siapa, Al?” tanya Vena sesaat setelah aku menutup panggilan itu, “Om Wenang?”Aku menganggukkan kepalaku. “Dia menyuruhku pulang.” “Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu bertengkar dengan papa kamu?” selidiknya. Aku menarik sudut bibirku. “Kami nggak ada masalah. Cuman … waktu itu dia liat aku sama Doni. Dan … ah, sudahlah.”“Apa kubilang. Mending kamu jalan sama aku, Lea. Papa kamu pasti langsung ACC. Percaya deh,” kelakar Kak Bernard lagi. “Percaya apa Kak?” timpalku menanggapi perkataannya yang sudah seperti stand up komedi ala tipi swasta. “Ya … percaya kalo papa kamu pasti langsung ‘ho–oh’ liat calon mantu keren, ganteng, mapan, baik dan berkepribadian macam aku,” sahutnya, “kamu tau kan. Aku udah punya kamar

    Last Updated : 2024-11-12
  • Menikahi Guru Killer   Bab 32

    Aku tertawa dengan perasaan canggung. “Bapak bercanda, ya?” Kutatap wajah lelaki di hadapanku dengan perasaan tak percaya. Tapi sepasang matanya sama sekali tak memperlihatkan kebohongan. Ia bahkan tak berkedip saat mengatakan hal itu. Senyumanku langsung lenyap, saat sepasang mata itu bergeming dari mataku. Apa yang dikatakannya itu benar? Apa dia nggak bercanda seperti perkiraanku?Sampai malam, aku masih memikirkan semua pengakuannya. Bahkan sampai terbawa mimpi. Tapi dalam mimpiku, Kak Jeri justru menarikku untuk menjauh darinya. Pagi itu di sekolah, badanku terasa tak nyaman. Mungkin karena mimpi buruk itu, kualitas tidurku jadi kurang baik.Saat aku sendiri, tiba-tiba saja seseorang menutup mataku dengan sepasang tangannya. Spontan kupegang tangan itu. Dari ukurannya, seharusnya ini bukan tangan Vena. “Doni?” tebakku langsung.Lelaki itu melepaskan kedua tangannya dari mataku. “Yaah … ketahuan.” “Jelaslah. Siapa lagi yang berani ngerjain aku, selain kamu,” sahutku.“Lea, ka

    Last Updated : 2024-11-13
  • Menikahi Guru Killer   Bab 33

    Aku menoleh ke belakang, mencari tahu apa itu khayalanku saja. Tapi yang kulihat justru makhluk menyeramkan dengan sebuah gergaji mesin di tangannya. Suaranya yang keras, seperti mengubur suara orang yang memanggilku di dalam sana.Doni menarik tanganku, membuatku mau tak mau mengikuti langkahnya untuk berlari keluar. Makhluk dengan wajah tertutup topeng itu, benar-benar adalah tokoh penutup yang baik untuk wahana menyeramkan ini. Napasku masih terengah saat kami telah sampai di luar. Paving yang tergenang air dan hujan yang masih turun, walau tak sederas tadi membuatku sadar bahwa ketegangan itu sudah berlalu. “Kita langsung ke bianglala, yuk,” ajak Doni, “pasti di atas sana pemandangan sangat indah.” Aku bergeming di tempatku dengan perasaan ragu. “Don, kamu … dengar nggak, tadi di dalam sana, ada seseorang yang panggil namaku.” “Mana ada? Nggak mungkin ada yang kenal kita di sini,” sahut Doni mencoba meyakinkanku, “teman-teman kita masih di sekolah juga. Atau … mungkin salah sa

    Last Updated : 2024-11-14
  • Menikahi Guru Killer   Bab 34

    “Jam sekolah, malah kalian berdua pacaran di sini.” Suara lelaki itu terdengar cukup keras. Saking kerasnya, beberapa orang yang lewat di sekitarku pun menoleh, mengamati apa yang sedang terjadi.***“Bapak tidak pernah melarang siapapun buat pacaran. Tapi tidak di jam sekolah, “ ucap Pak Jonathan setelah kami kembali ke sekolah. Ia tidak membiarkan aku dan Doni kembali ke kelas, melainkan memarahi kami terang-terangan di kantornya.“Apa kalian tidak malu sama orang tua yang membiayai pendidikan kalian?” Suara Pak Jonathan tidak seperti biasanya, dan aku yakin bahwa kepala sekolah kami pun dapat mendengar ucapannya dari ruangannya di ujung sana.Doni mempererat genggaman tangannya. “Maaf, Pak. Kami tidak akan mengulanginya lagi.”“Doni Aryanata! Jangan karena kamu selalu menjadi andalan sekolah dalam team basket, lalu kamu seenaknya membuat masalah seperti ini,” lanjut Pak Jonathan. Kali ini suaranya sedikit menurun, “aku tahu, kamu yang ajak Alea bolos. Benar, kan?”Tak kudengar jaw

    Last Updated : 2024-11-14
  • Menikahi Guru Killer   Bab 35

    Aku segera menyembunyikan motorku di balik mobil Pak Jonathan. Lalu dengan mengendap-endap, aku melangkah masuk melalui pintu belakang. Tanpa suara, aku berjingkat mencari keberadaan dua orang yang pasti sedang bersama di dalam rumah ini. Tapi … tidak ada siapapun di ruang tamu. Ruangan itu sepi dan masih terlihat rapi seperti saat kutinggalkan. Kemana mereka? Nggak mungkin Pak Jonathan membawa wanita itu ke dalam kamar kami. Kamar dimana jejak keberadaanku terlihat dengan begitu jelas. “Bu Ella?” Aku tak bisa mempercayai penglihatanku. Mungkin saja ini cuma halusinasiku semata. Kugosok mataku dengan tanganku dan kucoba untuk mengamati kembali pemandangan di hadapanku. “Nggak perlu, Ella. Aku bisa melakukannya sendiri,” tolak Pak Jonathan saat sendok itu terangkat menuju mulutnya, “pulanglah. Aku nggak mau kamu kesorean di jalanan.” “Siapa yang tega ninggalin kamu kalo sakit gini? Apalagi kamu tinggal sendirian, kalo ada apa-apa gimana?” ucap perempuan bertubuh sintal itu. Bener

    Last Updated : 2024-11-15
  • Menikahi Guru Killer   Bab 36

    “Sepertinya kamu udah jatuh cinta sama aku,” lirihnya. “Jatuh cinta,” ulangku, “menurutmu, cinta itu seperti apa? Apa merasa sedih kalau orang yang kita kenal jatuh sakit, juga dianggap perasaan cinta? Kalau seperti itu … banyak sekali orang yang aku cintai.” “Aku sedih jika papa sakit, aku juga sedih kalau Vena nggak masuk sekolah. Aku juga sedih karena Bu Sisca nggak ngajar kelas informatika lagi.” “Bu Sisca berhenti karena menikah,” tukas Pak Jonathan. “Iya, aku tahu. Tapi … apa itu yang dinamakan cinta?” Tanpa kuduga, lelaki itu mengangguk. “Kamu cinta papa kamu sebagai orang tua. Kamu cinta Vena sebagai kawan, dan kamu cinta pelajaran informatika karena Bu Sisca guru yang baik. Begitu juga perasaan kamu sama aku.” “Hah? Tapi aku sedih karena aku nggak tega liat kamu sakit. Itu doang,” elakku. “Kamu nggak mungkin sedih kalo kamu benci sama aku. Kamu justru bakal senang kalau aku – orang yang nggak kamu sukai ini – sakit. Kamu justru lebih berharap aku nggak ada di

    Last Updated : 2024-11-16
  • Menikahi Guru Killer   Bab 37

    “Tolong,” teriakku sementara pintu itu kupukul dengan segenap tenaga, “buka pintunya. Tolong aku.”Aku tahu, hampir mustahil ada orang yang masih berada di lingkungan ini, sementara hari sudah gelap. Mungkin hanya beberapa satpam yang bertugas jaga malam. Tapi itupun di luar sekolah. Namun jika aku melakukan suatu hal berisik, aku yakin mereka akan mendengar dan menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Aku tidak mungkin bisa tenang dan pasrah menerima nasib begitu saja. Aku tahu ini juga tidak akan mudah. Jarak antara tolet ke pintu gerbang sekolah sangat jauh. Sehingga walau sampai aku berteriak sampai tenggorokanku kering pun, mereka pasti masih asik dengan kesibukannya di dalam pos. Tapi … masa sih aku harus pasrah di dalam sini. Aduh … punggungku sakit sekali. Kutatap sekelilingku. Hanya ada celah di atas sekat bilik yang mungkin bisa aku manfaatkan untuk meninggalkan bilik yang terkunci ini. Tapi itu juga cukup tinggi untuk kupanjat. “Tidak Alea! Kamu nggak boleh putus asa,”

    Last Updated : 2024-11-18

Latest chapter

  • Menikahi Guru Killer   Bab 139

    “Jujur, katakan sama aku. Kamu masih ada perasaan kan, sama dia?” tanyaku dengan perasaan tak karuan. Mungkin seharusnya aku tak pernah mengatakan pertanyaan seperti ini. Pertanyaan yang justru seperti bom waktu yang kupasang di antara kami. “Masih.” Jawaban itu seakan membuat jantungku berhenti berdetak. Aku masih menatapnya dalam diam. Sebuah jawaban yang akan menentukan nasib sebuah pernikahan. “Tapi perasaan yang berbeda dengan yang kurasakan untukmu,” lanjutnya, “dan aku sadar … dulu maupun sekarang, hubungan kami bukan tentang cinta.” “Lalu apa kalau bukan cinta? Tapi, kalian pacaran, kan. Mana mungkin nggak cinta?” cecarku. “Kamu mau dengar ceritaku?” tanyanya.Aku mengangguk dengan perasaan ragu. Tentu saja karena aku tidak yakin akan cerita yang akan dituturkannya. Bisa saja semua itu hanya karangannya agar aku memaafkannya. Tapi tak urung, aku ingin mendengar pembelaannya. Apa yang sebenarnya dirasakannya pada perempuan itu.Pak Jonathan menarik kursi dan duduk tepat

  • Menikahi Guru Killer   Bab 138

    Setelah mengatakan semua yang mengganjal di hatiku, aku segera menutup panggilan itu. Napasku bahkan terengah hanya karena menyampaikan emosiku yang meluap hebat. Bagaimana bisa dia menuduhku seperti itu, sementara dirinya sendiri melakukan hal yang tak berbeda. Hah! Seandainya saja dia tahu kalau Doni bahkan sudah tak ada lagi di hatiku. Seandainya saja dia tahu kalau perasaanku hilang begitu saja setelah mengenal keluarganya, setelah aku merasakan betapa takutnya kehilangan dirinya saat ditahan dulu. Seandainya saja dia tahu, bahwa aku bahkan hanya mengurung diri di kamarku sejak kedatanganku, menikmati kesendirianku. Seandainya saja dia tahu bahwa kenyataan bahwa keantusiasannya datang ke acara itu telah menorehkan luka di hatiku tentang masih adanya jejak cinta di hatinya. “Ah, pusingnya kepalaku,” keluhku. Kuangkat tanganku dan mulai memijit keningku yang terasa berdenyut. Suara telepon kembali terdengar. Kali ini sengaja aku tidak mengangkatnya. Kepalaku semakin terasa pusin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 137

    “Aku ada ide!” teriak Vena tiba-tiba. Suara cempreng itu membuatku melompat saking terkejutnya. Ditambah lagi tepukannya di pundakku yang membuat jantungku berdegup lebih cepat. “Kamu pergi aja sama Kak Bernard!” “Vena …. Kali aja dia nggak marah, ngeliat aku sama kakak kamu,” keluhku, “kamu inget kan, terakhir kali mereka ketemu juga berantem. Aku nggak mau Kak Bernard terluka cuma gara-gara jagain aku.”“Lah … memang mesti ada pengorbanan buat mencapai suatu tujuan, kan. Seperti Kak Bernard, ngelakuin itu pasti ada tujuan. Walau nggak semua tujuan itu bakal tercapai,” ucapnya, “butuh effort buat mencapai sesuatu yang kita ingini, Al.” “Iya, kamu benar. Tapi aku tetap harus memperhitungkan kerugian apa yang bakal aku terima kalau melakukan semua itu, kan?” Vena mengedikkan pundaknya. “Jadi … kamu nggak mau datang ke acara itu?” Aku menghela napas dan menggeleng pelan. “Mungkin aku akan membuat kekacauan besar, yang bisa menahannya agar tidak bisa datang ke acara itu.” “Kekacau

  • Menikahi Guru Killer   Bab 136

    “Marsha memberitahukan kalau dia akan datang pada saat reuni akbar sekolah kami nanti.” Aku langsung melotot saat mendengar nama acara itu. Bukan karena aku tidak pernah mendengarnya, tapi karena aku sering membaca di media sosial bahkan cerita-cerita orang tentang acara reuni seperti ini. Acara yang justru menjadi awal perpecahan sebuah rumah tangga. “Lalu … kamu juga mau datang buat ketemu dia?” tanyaku sekali lagi tanpa sebuah basa basi. “Acara itu sebenarnya ajang paling tepat untuk mencari koneksi, memperluas hubungan kerja.” Jawaban itu sebenarnya membuatku langsung bisa memprediksi bahwa ia ingin datang walau apapun alasannya. Aku juga pasti akan terlihat konyol jika harus menahannya untuk tidak pergi. Seperti … seorang istri pencemburu yang bahkan menghalangi kemajuan langkah suaminya. “Al, kamu percaya kan, sama aku?” tanyanya sembari menatap mataku lekat lekat.Aku menarik napas panjang dan terpaksa menganggukkan kepalaku walau sejujurnya firasatku mengatakan yang sebal

  • Menikahi Guru Killer   Bab 135

    “Gimana? Yang ini atau yang ini?” tanyaku sementara kedua tanganku memegang dua hanger kaos pilihanku. Pak Jonathan menggelengkan kepalanya. “Nggak … sepertinya itu nggak cocok buat aku.” Sesaat kemudian, lelaki itu kembali mencari pakaian yang cocok untuknya. Kuletakkan kembali kedua hanger itu di tempatnya. Sudah cukup banyak model yang sudah kurekomendasikan buatnya, tapi belum satupun yang dipilihnya. Entah pakaian seperti apa yang sebenarnya ingin dicarinya. “Cari kaos untuk papanya, Kak?” sapa seorang yang memakai seragam pramuniaga toko, “sepertinya kemeja akan lebih cocok untuk lelaki seusia papa kakak, jika dibandingkan dengan t shirt.” Wait! Ini sudah yang ketiga kalinya Pak Jonathan dianggap sebagai papaku. Padahal usianya cuma berjarak belasan tahun saja. “Dia suami saya, Kak,” sahutku sekali lagi memberinya sebuah pembenaran, “dia sedang cari pakaian santai yang nyaman dan tidak membuatnya terkesan lebih tua dari usianya.” “Kemeja dengan corak yang cerah, mungkin,”

  • Menikahi Guru Killer   Bab 134

    “Ini Non, susunya lekas di minum, keburu dingjn.” Mbak Santi meletakkan susu hamil yang sengaja dibelikan oleh Pak Jonathan untuk menunjang nutrisiku. Sejujurnya aku merasa enggan untuk meminumnya. Bukan karena rasanya, tapi karena aromanya yang membuat perutku berontak tak ingin menerimanya. Tapi mau gimana lagi, aku juga tidak ingin bayiku kekurangan nutrisi karena aku terus memuntahkan semua yang masuk ke dalam perutku. Kucepit hidungku dan segera menegak cairan berwarna putih yang ada di dalam gelasnya hingga tandas, sebelum memasukkan permen kenyal berbentuk hamburger ke dalam mulutku. “Loh, Non mau kemana? Ke kantor lagi?” tanya Mbak Santi saat melihatku langsung mengambil sling bag kecil yang biasa kupakai. “Iya, Mbak. Mau belanja sama Pak Jonathan,” sahutku, “ada titipan?” “Beli sabun sekalian sama pembersih lantai ya, Non. Stoknya udah menipis,” jawabnya cepat. “Udah? Itu aja kan?” “Iya Non.” Setelah mencatat semua keperluan itu di dalam otakku, aku p

  • Menikahi Guru Killer   Bab 133

    “Please …” lirihku sembari meremas pundaknya. Rasa gemas membuatku tak mampu menguasai diri, apalagi di saat hasratku seakan meluap sampai ke ubun-ubun. Tapi lelaki itu seperti tak peduli akan rengekan atau desah nafasku yang semakin tak karuan. Ia justru menempelkan ujung lidahnya dan berputar mengelilingi bagian puncak di dadaku. Tubuhku semakin menegang karenanya. Sepasang tanganku menggapai rambutnya, mencengkeram helaian berwarna hitam yang tumbuh di batok kepalanya“Al, kamu mau punya suami botak?” Akhirnya ia berhenti melakukan hal yang menyebalkan itu. Kulepaskan cengkraman tanganku dan menyilangkan kedua tanganku di depan dada. “Makanya jangan cari gara-ga–”Tok! Tok! Tok!Mendengar suara ketukan itu, membuatku menghentikan ucapanku. Tentu saja hal itu sangat menggangguku, bahkan kami belum sempat bercinta. “Tunggu sebentar,” ucap Pak Jonathan sembari beranjak dari atas tubuhku dengan gerakan enggannya. Lelaki itu cepat-cepat memakai celana panjangnya sampai terhuyung ka

  • Menikahi Guru Killer   Bab 132

    “Tentu saja, mereka semua justru yang akan iri sama aku,” sahutku cepat, “karena semua hal yang setiap perempuan inginkan, ada sama kamu.” “Alea, kamu lagi ngejek aku, kan?” “Kok ngejek? Aku bicara apa adanya, kok,” balasku, “kamu itu mapan, ganteng, pintar dan ….” “Dan apa?” “Nggak jadi.” Aku langsung berbalik dan melangkah kembali masuk ke halaman rumahku. Sumpah! Demi apa aku sampai mengatakan semua itu. Tapi … sepertinya nggak masalah kalau sesekali aku memujinya seperti ini. Mungkin ia jadi pencemburu karena ketidak percaya diriannya saja. “Dan apa Al? Kamu sengaja ya, mau bikin aku mati penasaran.” “Nggak, aku bilang nggak jadi,” sahutku. Sepertinya semua yang kukatakan tadi, sudah cukup. “Alea!” panggilnya dengan suara merayu sembari mengikuti langkahku, “dan apa dong.”Kudengar suara pintu tertutup di belakangku. Dan sesaat kemudian kurasakan sentuhan tangannya di bahuku. Tangan itu membuatku mau tak mau memutar tubuhku untuk menghadapnya. “Dan apa, Al?” tanyanya deng

  • Menikahi Guru Killer   Bab 131

    Aku berdiri dari kursiku. Ingin sekali kulempar semua hidangan di hadapanku. Bagaimana bisa ia mengatakan semuanya tanpa rasa bersalah, seolah semua yang sudah kami lalui hanyalah sebuah lelucon belaka. Kecewa? Tentu saja aku merasa sangat kecewa. Kalimat itu bahkan membuatku merasa tak berharga lagi. Seakan dia hendak mencampakkan aku setelah semua cinta tulus yang kuberikan. Sepertinya aku salah karena mengira ia mencintai dan memperlakukanku dengan tulus. Rasa sakit seperti menamparku pada kenyataan yang kini kurasakan.“Jadi … setelah semua ketulusan yang aku berikan, kamu berniat mencampakkan aku?” “Bukan … bukan seperti itu. Al, aku tahu kamu terpaksa menikah denganku. Bahkan kamu mengajukan daftar keinginan hanya untuk membuatku mundur,” ucapnya dengan wajah yang seperti frustasi, “setelah peristiwa hari ini, akhirnya aku menyadari bahwa perasaan itu tak bisa dipaksakan. Aku tidak bisa memaksamu untuk membalas perasaanku.”Aku menghela napas sedalam-dalamnya dan menghembuska

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status