Di pintu masuk klub malam, terlihat seorang gadis melangkahkan kaki ke dalam. Aroma alkohol langsung menusuk indra penciumannya.Sesaat, ia menatap kerumunan orang yang tengah asik berdansa dengan liar. Sontak, kedua sudut bibirnya naik ke atas."Saatnya bersenang-senang," ujarnya sambil melangkah cepat. Tidak lupa dengan kedua tangan yang diangkat ke atas dan tubuh yang dilenggak-lenggokkan.Gadis cantik itu langsung masuk ke dalam kerumunan orang yang sedang menari. Melompat ke sana ke mari dan meliuk-liukkan tubuhnya."Huuuuu ...!" teriak Dilara.Senggol sana, senggol sini tanpa mempedulikan siapa mereka. Yang ia pedulikan saat ini hanyalah kesenangan, bahkan sampai menanggapi setiap pria yang mengajaknya menari. Merapatkan tubuh satu sama lain dan saling berciuman.Semua mengenal sosok gadis itu dengan nama Dilara. Awalnya, ia adalah anak yang baik dan pendiam. Akan tetapi, luka yang membekas dalam hati mulai membuatnya menjadi liar. Ia bahkan sampai menjauh dari keluarganya.Keti
"Hei! Kenapa kau diam saja? Ayo kita menikah!" Dilara mengayun tangannya tepat di depan wajah Gregory.Gadis itu pikir, tipe pria seperti Gregory banyak disukai wanita. Jadi, ia ingin bertindak cepat untuk memilikinya. Meskipun demikian, belum tentu Gregory mau menerima lamarannya. Pria mana yang akan menerima lamaran sembarang wanita. Apalagi sikapnya seperti Dilara yang terlihat sangat murahan."Pulanglah! Ini sudah sangat larut." Alih-alih menjawab ajakan Dilara untuk menikah, Gregory justru mengusir gadis itu dengan cara halus."Oke. Aku akan pulang, tapi setelah kau menerima ajakanku untuk menikah," balas Dilara bersikeras. Itu artinya, ia tidak akan pulang jika Gregory menolak ajakannya untuk menikah.Terlihat, Gregory menghembuskan napas berat. Mimpi apa kemarin malam sampai-sampai harus bertemu dengan gadis menyebalkan seperti Dilara. Andai ia tahu akan bertemu dengan gadis sepertinya, maka ia akan berusaha keras untuk menghindar."Siapa tadi namamu?" tanya Gregory."Lara, Dil
Sekitar tiga menit proses peraduan lidah, akhirnya Dilara membuka mata. Namun, ia dikejutkan dengan sosok orang lain yang mendekapnya. Sontak, ia berusaha melepaskan diri dan justru jatuh tersungkur di lantai."Siapa kau? Beraninya kau menciumku," tanya Dilara nyalang.Perasaan tadi yang ia lihat Gregory dan bukan orang lain. Akan tetapi, benarkah pria itu benar-benar Gregory? Bukankah Dilara hanya melihatnya dari belakang? Jadi, belum tentu pria itu orang yang ia maksud karena perawakan boleh sama, tetapi bisa jadi mereka orang yang berbeda."Maaf, tapi bukan aku sengaja. Lagi pula, kau yang mulai melakukan pembalasan. Jadi aku--"Jika Dilara tidak membuka mulut dan mulai membuat rangsangan. Mungkin ia tidak akan melakukan hal lebih dan berhenti pada kecelakaan sebelumnya. Lagi pula, laki-laki mana yang akan diam saja jika ada wanita cantik menciumnya. Tentu saja mereka akan membalasnya dengan senang hati."Stop! Tutup mulutmu dan menjauhlah dariku," potong Dilara menggebu.Salahnya
Mendengar ucapan Gregory membuat manik mata Dilara terbelalak. Lehernya terasa tercekat dan terasa kering, bahkan seteguk ludah untuk membasahi lehernya pun tidak ada."Ti-tidur de-denganmu?" tanyanya terbata.Ia tidak menyangka akan mendapat tantangan seperti itu dari pria yang sangat ia inginkan itu."Ya." Gregory mengangguk mantap, "Bukankah kau bilang kalau kau menjaga mahkotamu dengan baik? Jadi aku rasa, kau tidak perlu takut," imbuhnya.Sebenarnya bukan karena ingin memastikan kesucian Dilara, melainkan hal lain. Ia takut Dilara sengaja mendekatinya karena memiliki niat terselubung. Misalnya seperti balas dendam, suruhan orang lain, atau apa pun yang bisa mencelakakannya. Jadi, ia berusaha memasang perisai sebelum hal buruk terjadi.Namun sayangnya, bukan itu yang membuat Dilara ketakutan. Memang, statusnya saat ini masih gadis dan perawan. Ia juga tidak takut untuk membuktikannya. Hanya saja, ia tidak yakin dengan Gregory. Akankah setelah membuktikan kesuciannya, pria itu akan
"Sum-pah de-mi Tu-han, ak-ku men-de-katimu kare-na a-ku mengi-ngin-kan-mu," ujar Dilara terputus-putus. Manik matanya membola dengan raut wajah yang memerah. Tidak lupa dengan kedua tangan yang menekan tangan Gregory agar melepaskannya."Kau pikir, aku akan percaya, huh?!" bentak Gregory tersenyum sinis."Per-ca-ya a-tau ti-dak, kau a-kan ta-hu se-te-lah meng-ge-ledah i-si tas-ku," balas Dilara menggerakkan bola matanya ke bawah di mana tas selempangnya berada.Sontak, Gregory langsung melepaskan tangannya dan merebut tas itu dari pemiliknya. Ia menuang isinya hingga berceceran di lantai. Memeriksa setiap isinya di mulai dari dompet, buku catatan, alat makeup, dan ponsel.Sementara itu, Dilara menyentuh lehernya dengan napas terengah-engah. Kemudian, melangkah pelan ke arah tempat tidur dan menghempaskan tubuhnya di sana.Tidak berselang lama, Gregory selesai memeriksa. Tidak ada tanda mencurigakan dari barang-barang itu. Terlebih bukannya pergi, gadis itu justru membaringkan tubuhny
Tidak lama kemudian, Gregory kembali dengan mengenakan jubah mandi. Membungkukkan tubuhnya dan memunguti helai demi helai pakaian Dilara."Pakai pakaianmu dan pulanglah!"Mendengar ucapan pria itu membuat Dilara mengerutkan keningnya bingung. Apa saat ini Gregory mengusirnya? Bukankah kesepakatan sudah terjadi ketika gadis itu menyerahkan kesuciannya?"Kau tenang saja karena ada supir yang akan mengantarmu." Gregory membalikkan tubuhnya dan melangkah duduk di sofa.Meskipun ia membenci Dilara, tetapi tidak mungkin membiarkan gadis itu pulang sendiri di tengah malam begini."Apa kau sedang mengusirku?" tanya Dilara sambil beranjak duduk. Tidak lupa dengan tangan yang senantiasa memegangi selimut berusaha menyembunyikan tubuh polosnya."Ya," sahut Gregory singkat.Pria itu mengangkat kaki kanan dan melipatnya. Memainkan jemari kakinya dengan malas tanpa menghiraukan bagaimana ekspresi Dilara saat ini."Baiklah aku akan pulang, tapi kau tidak akan ingkar dengan perjanjian awal untuk meni
"Jadi, bolehkah aku tinggal di sini? Ah, tidak. Maksud aku, bolehkah aku pulang besok pagi saja?" tanya Dilara sambil mengerlingkan matanya. Tidak lupa dengan mengangkat kedua tangan yang telah dikatupkan.Gadis cantik yang bukan lagi perawan ini terlihat sangat manis. Bola matanya berbinar layaknya anak kecil yang ada di kartun-kartun. Andai Gregory tidak memiliki dendam di masa lalu. Mungkin ia akan melahap Dilara lagi dan lagi."Terserah kau saja," balas Gregory malas sambil mengibaskan tangannya."Yes-yes-yes!" Dilara melompat kegirangan sampai melupakan tubuh polosnya."Tutupi tubuhmu, Lara!" seru Gregory dingin.Tatapan pria itu setajam elang yang siap menerkam mangsa. Sikapnya ini sebagai pertahanan diri agar tidak lepas kendali."Ah iya, maaf." Dilara lekas duduk dan menyembunyikan tubuhnya ke dalam selimut.Gregory menggeleng pelan. Kemudian, ia membalikkan tubuhnya berjalan menuju ruang ganti. Dalam hati, ia merutuki kebodohan Dilara yang membiarkan tubuh indahnya terekspos.
"A-apa? Kenapa dipecat?" tanya Dilara terkejut."Aku tidak bisa mempertahankan mereka yang tidak becus mengurus rumahku." Gregory berjalan ke arah ruang kerjanya. "Jangan mengikutiku! Lebih baik kau pulang karena aku sudah mulai bosan denganmu."Baru semalam menikmati tubuh Dilara dan keesokan paginya pria itu berkata sudah bosan. Bukankah ucapannya itu sangat kejam?Andai Gregory tidak mengatakan masalah kebenciannya, mungkin Dilara akan langsung sakit hati."Ya sudah, aku akan pulang," ujar Dilara lesu.Gadis cantik itu menatap sendu punggung Gregory. Kemudian, berbalik dan berjalan menaiki anak tangga. Tanpa membersihkan diri lebih dulu, ia bergegas mengganti baju. Lalu, memesan taksi online sambil beranjak keluar area kamar.Sambil menunggu taksi datang, Dilara mencari alamat lengkap rumah itu. Setelah menemukannya, ia bergegas memesan makanan untuk Gregory. Hingga tidak lama kemudian, taksi datang dan tidak perlu menunggu lama ia langsung pergi.Di dalam taksi, Dilara mulai melam