Jantung Serkan dan Dilara berdegup kencang. Bagaimana kalau Guzel sampai mendengar pembicaraan mereka? Apa yang akan wanita itu pikirkan tentang keputusan Serkan menjauhkan Dilara darinya."Kenapa kau tiba-tiba ada di sini? Bukankah kau bilang ingin pergi ke kamar mandi?" tanya Serkan sambil melangkah mendekat.Sementara Dilara, gadis itu bergegas membuang muka ke samping dan menghapus air matanya."Aku belum sempat ke kamar mandi, Mas." Guzel memijit pelipisnya, "Baru sampai pertengahan anak tangga, tiba-tiba kepalaku pusing dan perut aku rasanya mual mau muntah," imbuhnya menjelaskan."Selain itu, apa ada yang lain? Wajahmu juga pucat." Serkan lekas merangkul bahu Guzel dengan khawatir, "Tapi tidak panas," imbuhnya sambil menyentuh dahi sang istri."Tidak ada, Mas," sahut Guzel menggeleng lemah. Gejala yang Guzel tunjukkan sama seperti wanita hamil pada umumnya. Hanya saja, wanita itu belum sadar karena dulu ketika hamil Dilara tidak mengalami keluhan apa pun. Tidak mual dan muntah
"Tidak, Mas. Aku rasa, aku hanya butuh buah mangga. Untuk dokter, kita batalkan saja dan besok pagi kita bisa langsung pergi menemui dokter spesialis kandungan," ujar Guzel sudah sangat ingin menikmati buah mangga muda."Batalkan?" Serkan menatap Guzel yang mengangguk sebagai jawaban, "Jadi, kau ingin aku memetik buah mangga sekarang juga?" imbuhnya ragu."Iya. Kau juga tidak boleh menyuruh orang lain. Aku ingin kau sendiri yang memetik," sahut Guzel menjelaskan.Sepertinya, tidak bisa diragukan lagi meski hanya nol koma sekian persen. Sudah terlihat jelas bahwa saat ini Guzel memang benar-benar hamil. Jika tidak, mana mungkin wanita itu akan membuat permintaan aneh seperti itu."Aku bahkan belum pernah memanjat pohon. Lalu, bagaimana caraku memetik mangga?" batin Serkan frustasi."Sayang, kenapa malah melamun?" tanya Guzel sambil mengguncang lengan suaminya."Iya, ini aku mau jalan." Serkan menoleh menatap istrinya sambil mengulas senyum lembut, "Tunggu sebentar, yah. Aku ke belakang
"Apa? Pulang? Baru semalam tinggal di sini dan kau mau pulang?" Guzel benar-benar terkejut mendengar penuturan putrinya."Iya, Ma. Lara sudah besar dan sudah seharusnya belajar mandiri. Kalau begini terus, yang ada Lara selalu bergantung pada Mama," sanggah Dilara mantap.Apa pun alasannya, ia harus membuat sang ibu percaya. Apa pun yang terjadi, jangan sampai gagal membujuk. Apalagi, ia sudah tidak bisa bergerak karena kecerobohannya sendiri."Tidak bisa, Sayang. Kalau mau belajar mandiri nanti saja. Setidaknya setelah kau masuk ke universitas. Itu juga tidak harus tinggal terpisah dengan mama," tolak Guzel menggebu.Rasanya baru kemarin melahirkan Dilara dan putrinya sudah sebesar ini. Meskipun begitu, Guzel tetap menganggap anaknya masih kecil. Bahkan seluruh ibu di dunia selalu mengganggap anak mereka anak kecil."Maaf, Ma, tapi Lara maunya sekarang," sergah Dilara bersikeras."Tidak boleh. Mama maunya kita sama-sama terus," ujar Guzel kekeh menolak keinginan putrinya.Manik mata
"Apa? Hamil tiga anak kembar?" tanya Guzel terkejut."Iya, makanya kakek datang ke sini. Kakek ingin memastikan apa kau benar-benar hamil tiga anak kembar atau tidak," sanggah Arash bersemangat."Tapi ... sepertinya keluarga saya tidak memiliki riwayat anak kembar," ujar Guzel ragu takut akan melukai hati kakek mertuanya.Meski ia tidak tahu di mana keluarganya, tetapi melihat Dilara yang hanya anak tunggal membuatnya yakin tidak memiliki riwayat keluarga kembar. "Kita coba pastikan saja," kata Serkan menimpali."Maksudmu?" tanya Lunara dengan dahi yang berkerut."Sejak semalam, Guzel mengalami pusing dan mual muntah. Dia sampai meminta mangga muda di taman belakang rumah. Rencana kita mau menemui dokter spesialis kandungan saat ini juga," sahut Serkan menjelaskan.Jika keluarganya tidak datang secara tiba-tiba. Mungkin ia dan sang istri sedang bersiap untuk pergi. Lalu, tidak lama lagi akan mengetahui hasil tentang gejala yang Guzel alami."Benarkah?" tanya Arash berbinar."Iya, Kek
"Apa?!" Serkan benar-benar terkejut mendengar permintaan istrinya, bahkan ia sampai berteriak. Bagaimana bisa ia memakan buah mangga yang sangat itu? Semalam mencoba satu potong saja, rasanya seperti giginya tidak bisa digunakan lagi untuk mengunyah."Kenapa? Kau tidak mau?" tanya Guzel muram.Melihat ekspresi wajah sang istri membuat Serkan tidak tega. Namun, membayangkan betapa asamnya mangga muda itu membuatnya menelan ludah dan manik mata yang bergerak menyipit. Terlebih dengan giginya yang saling diadu."Ma-mau, kok. Aku mau, kok, Sayang," sahut Serkan terbata.Meski sulit, tetapi ia berusaha mengabulkan karena tidak ingin membuat istri dan calon anaknya kecewa. Apalagi banyak orang yang mengatakan kalau bayi akan mengeluarkan air liur terus-menerus jika keinginan ketika di dalam kandungan tidak terwujud. Jadi, ia tidak ingin nanti anaknya ileran setelah lahir."Ya sudah, kita ke dapur sekarang. Kita ambil rujak mangganya." Guzel meraih tangan Serkan dan bergegas menariknya."Ha
"Papa sudah tenang di atas sana, Sayang. Mama mohon, berhenti membahas masalah apa pun tentang Papa," sanggah Guzel tidak suka.Tidak hanya sekali dua kali Dilara mengungkit masalah mendiang ayahnya. Berandai-andai dan menyalahkan takdir atas kematian sang ayah yang secara tiba-tiba ketika bertugas.["Tidak, Ma. Kali ini bukan seperti yang Mama pikirkan. Papa--." Ucapan Dilara terpaksa harus terhenti."Cukup, Lara! Jangan buat papamu khawatir dan tidak tenang di atas sana," potong Guzel menggebu.["Papa pulang, Ma. Papa masih hidup dan sekarang sedang duduk di depan Lara," ujar Dilara tidak kalah menggebu.Bagai disambar petir di pagi hari, Guzel beranjak duduk dengan tiba-tiba. Manik matanya memerah dan membola. Bagaimana bisa suaminya masih hidup, sedangkan lima tahun lebih ia menyaksikan jasadnya dengan mata dan kepalanya sendiri. Meskipun dalam kondisi yang sulit untuk dikenali, tetapi hasil tes DNA menyatakan bahwa jasad itu memang Derya."Jangan bercanda, Dilara! Tidak seharusny
"Apa?!" Serkan langsung beranjak berdiri karena terlalu terkejut. Bagaimana mungkin orang yang sudah tiada bisa kembali hidup? Terlebih, ia melihat dengan jelas kejadian ketika Derya menyelamatkannya. Pria itu terperosok masuk ke dalam lift dan tidak lama kemudian terjadi ledakan yang cukup keras. Jadi, tidak mungkin bukan kalau Derya selamat?"Apa kau percaya?" tanya Serkan berharap sang istri tidak mempercayai ucapan Dilara."Tidak, Mas. Aku juga berpikir seperti apa yang ,Mas, pikirkan saat ini. Hanya saja, Lara bersikeras dan marah ketika aku tidak mempercayai ucapannya," balas Guzel bingung."Dilara," batin Serkan sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Hampir saja ia luncurkan kepalan tangannya jika tidak ingat ada Guzel di sisinya.Selama ini, ia merasa ada sesuatu yang janggal. Seringaian tipis Dilara waktu itu membuatnya curiga. Namun, ia berusaha mengenyahkan pikiran buruk itu. Tidak disangka, ternyata harinya telah tiba."Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Serkan p
"Apa kau benar-benar ingin pulang dan melihat pria itu?" tanya Serkan setelah peraduan."Iya, Mas," sahut Guzel mengangguk."Baiklah, aku akan mengantarmu sore nanti," kata Serkan santai.Entah apa yang terjadi pada Serkan. Bukankah sebelumnya pria itu menolak permintaan Guzel dengan tegas. Ia sampai marah-marah tidak jelas dan menuduh istrinya yang tidak-tidak. Mungkinkah ia memiliki rencana terselubung di balik keputusannya?"Apa kau serius?" tanya Guzel berbinar."Tentu saja. Bukankah aku rumahmu? Kau ke sana hanya untuk bertamu bukan?" Serkan balik bertanya."Ya, kau adalah rumah tempatku kembali," balas Guzel langsung memeluk suaminya erat.Mereka mencurahkan cinta satu sama lain sambil berpelukan. Menikmati waktu tanpa memikirkan apa pun yang mungkin akan terjadi nanti sore, besok, maupun seterusnya. Sepasang suami istri itu hanya ingin menunjukkan perasaan cinta yang kian membuncah."Apa kau mengantuk, hum?" tanya Guzel sambil mengusap lembut pipi suaminya.Sejak tadi, Serkan s