"Apa?!" Serkan benar-benar terkejut mendengar permintaan istrinya, bahkan ia sampai berteriak. Bagaimana bisa ia memakan buah mangga yang sangat itu? Semalam mencoba satu potong saja, rasanya seperti giginya tidak bisa digunakan lagi untuk mengunyah."Kenapa? Kau tidak mau?" tanya Guzel muram.Melihat ekspresi wajah sang istri membuat Serkan tidak tega. Namun, membayangkan betapa asamnya mangga muda itu membuatnya menelan ludah dan manik mata yang bergerak menyipit. Terlebih dengan giginya yang saling diadu."Ma-mau, kok. Aku mau, kok, Sayang," sahut Serkan terbata.Meski sulit, tetapi ia berusaha mengabulkan karena tidak ingin membuat istri dan calon anaknya kecewa. Apalagi banyak orang yang mengatakan kalau bayi akan mengeluarkan air liur terus-menerus jika keinginan ketika di dalam kandungan tidak terwujud. Jadi, ia tidak ingin nanti anaknya ileran setelah lahir."Ya sudah, kita ke dapur sekarang. Kita ambil rujak mangganya." Guzel meraih tangan Serkan dan bergegas menariknya."Ha
"Papa sudah tenang di atas sana, Sayang. Mama mohon, berhenti membahas masalah apa pun tentang Papa," sanggah Guzel tidak suka.Tidak hanya sekali dua kali Dilara mengungkit masalah mendiang ayahnya. Berandai-andai dan menyalahkan takdir atas kematian sang ayah yang secara tiba-tiba ketika bertugas.["Tidak, Ma. Kali ini bukan seperti yang Mama pikirkan. Papa--." Ucapan Dilara terpaksa harus terhenti."Cukup, Lara! Jangan buat papamu khawatir dan tidak tenang di atas sana," potong Guzel menggebu.["Papa pulang, Ma. Papa masih hidup dan sekarang sedang duduk di depan Lara," ujar Dilara tidak kalah menggebu.Bagai disambar petir di pagi hari, Guzel beranjak duduk dengan tiba-tiba. Manik matanya memerah dan membola. Bagaimana bisa suaminya masih hidup, sedangkan lima tahun lebih ia menyaksikan jasadnya dengan mata dan kepalanya sendiri. Meskipun dalam kondisi yang sulit untuk dikenali, tetapi hasil tes DNA menyatakan bahwa jasad itu memang Derya."Jangan bercanda, Dilara! Tidak seharusny
"Apa?!" Serkan langsung beranjak berdiri karena terlalu terkejut. Bagaimana mungkin orang yang sudah tiada bisa kembali hidup? Terlebih, ia melihat dengan jelas kejadian ketika Derya menyelamatkannya. Pria itu terperosok masuk ke dalam lift dan tidak lama kemudian terjadi ledakan yang cukup keras. Jadi, tidak mungkin bukan kalau Derya selamat?"Apa kau percaya?" tanya Serkan berharap sang istri tidak mempercayai ucapan Dilara."Tidak, Mas. Aku juga berpikir seperti apa yang ,Mas, pikirkan saat ini. Hanya saja, Lara bersikeras dan marah ketika aku tidak mempercayai ucapannya," balas Guzel bingung."Dilara," batin Serkan sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Hampir saja ia luncurkan kepalan tangannya jika tidak ingat ada Guzel di sisinya.Selama ini, ia merasa ada sesuatu yang janggal. Seringaian tipis Dilara waktu itu membuatnya curiga. Namun, ia berusaha mengenyahkan pikiran buruk itu. Tidak disangka, ternyata harinya telah tiba."Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Serkan p
"Apa kau benar-benar ingin pulang dan melihat pria itu?" tanya Serkan setelah peraduan."Iya, Mas," sahut Guzel mengangguk."Baiklah, aku akan mengantarmu sore nanti," kata Serkan santai.Entah apa yang terjadi pada Serkan. Bukankah sebelumnya pria itu menolak permintaan Guzel dengan tegas. Ia sampai marah-marah tidak jelas dan menuduh istrinya yang tidak-tidak. Mungkinkah ia memiliki rencana terselubung di balik keputusannya?"Apa kau serius?" tanya Guzel berbinar."Tentu saja. Bukankah aku rumahmu? Kau ke sana hanya untuk bertamu bukan?" Serkan balik bertanya."Ya, kau adalah rumah tempatku kembali," balas Guzel langsung memeluk suaminya erat.Mereka mencurahkan cinta satu sama lain sambil berpelukan. Menikmati waktu tanpa memikirkan apa pun yang mungkin akan terjadi nanti sore, besok, maupun seterusnya. Sepasang suami istri itu hanya ingin menunjukkan perasaan cinta yang kian membuncah."Apa kau mengantuk, hum?" tanya Guzel sambil mengusap lembut pipi suaminya.Sejak tadi, Serkan s
Serkan menurunkan senderan kursi Guzel secara perlahan. Ia masih tidak mempedulikan ucapan istrinya yang seolah keberatan bermain-main di dalam mobil, terlebih di jalan raya."Mas Serkan mau apa?" tanya Guzel sambil menyilangkan kedua tangannya di depan tubuhnya."Mau jenguk Jerome atau Callum," sahut Serkan santai."Nanti saja, Mas. Saat ini kehamilanku masih di trimester pertama. Kalau sering-sering, aku takut kenapa-napa," ujar Guzel menjelaskan.Selain takut orang lain akan memergoki mobil bergoyang, Guzel juga takut janin di perutnya merasa terganggu. Apalagi, kehamilan di trimester pertama masih sangat lemah."Benarkah? Lalu, selama ini apa?" tanya Serkan menatap Guzel lekat seolah tidak setuju dengan ucapan sang istri."Se-selama i-ini aku hilaf, Mas. Besok-besok tidak lagi, deh. Besok-besok aku akan belajar untuk menahan diri," sahut Guzel panik.Ia sadar selama satu bulan ini jauh lebih agresif. Lebih sering meminta daripada diminta. Meski setiap hari menginginkannya, tetapi
Guzel merasakan remasan kuat di bahunya. Kemudian, ia menoleh ke samping dengan sedikit mengangkat kepalanya menatap sang suami. Terlihat, Serkan tidak kalah terkejutnya dibanding Guzel. Manik matanya membulat sempurna dan memerah.Serkan tahu betul seperti apa sosok Derya meski hanya pernah melihatnya satu kali ketika menyelamatkannya. Manik mata elangnya meneliti setiap jengkal tubuh pria yang kini ada di hadapannya."Aku yakin dia bukan Derya. Aku harus mencari tahu siapa dia sebenarnya," batin Serkan penuh tekad.Memang sosok pria di depannya ini sangat mirip, bahkan bisa dibilang seperti orang yang sama. Namun, ia tidak bisa percaya begitu saja. Ia tahu dengan jelas tujuan kemunculan Derya hanya satu yaitu menghancurkan rumah tangganya dengan Guzel."Mas?" Tatapan mata Guzel seolah sedang memanggil suaminya.Tangan wanita itu bergerak memeluk pinggang suaminya berusaha untuk meyakinkan. Meski Derya ada di depan matanya, hal itu tidak akan merubah apa pun. Cintanya, hubungan perni
Mendengar ucapan Derya membuat jantung Serkan berdegup kencang. Bagaimana kalau rencana pria itu untuk memisahkannya dengan Guzel berhasil? Lalu, bagaimana dengannya? Ia tidak akan bisa hidup jika tanpa Guzel di sisinya."Cukup!" geram Guzel membentak.Ia melepaskan tangan Serkan dan bergerak ke depan di mana posisi berdiri sebelumnya. Dadanya bergerak naik-turun dengan nafas yang bergerak cepat. Manik matanya membola dan memerah."Kau bukan Mas Derya," kata Guzel dengan penekanan di setiap kata.Bukan tanpa alasan Guzel langsung menuduh kalau pria yang ada di hadapannya kini bukan Derya, suami pertamanya. Derya yang ia kenal adalah pria tulus yang selalu rela mengorbankan diri demi menyelamatkan nyawa orang lain. Bukannya menyalahkan atas apa yang telah menjadi keputusannya."Apa maksudmu berkata seperti itu, Sayang? Kenapa sejak tadi kau menyuruhku sebagai orang lain?" tanya Derya kecewa."Menyelamatkan nyawa orang adalah tugas dari seorang petugas pemadam kebakaran. Mas Derya perna
Beberapa hari kemudian setelah dirawat dan pulang dari rumah sakit, kondisi Guzel sudah membaik. Janin yang ada di dalam kandungannya pun masih bertahan dengan sangat kuat. Meskipun demikian, wanita itu lebih berhati-hati mengingat hampir kehilangan calon buah hatinya."Mas," panggil Guzel.Selama dalam masa pemulihan, Serkan tidak pernah meninggalkan istrinya meski hanya sebentar. Semua pekerjaan ia urus di rumah, lebih tepatnya di samping istri tercinta. Ia takut Guzel membutuhkan sesuatu dan ia tidak ada di sisinya. Apalagi pesan dokter yang mengatakan bahwa Guzel harus istirahat total, yang artinya tidak boleh melakukan aktivitas apa pun."Kenapa, Sayang?" Serkan meletakkan dokumen dan langsung memeluk istrinya."Aku sudah merasa lebih baik. Tubuhku juga sudah terasa lebih segar," sahut Guzel memiliki sebuah arti.Pria tampan tanpa cela itu mengangguk dan berkata, "Ya, lalu?""Bisakah kita pergi olahraga ke luar untuk mencari udara segar dan vitamin D?" sahut Guzel menjelaskan.Ia