“Oke, kalau begitu aku keluar dulu ada yang harus aku kerjakan,” ucapnya dan berlalu pergi meninggalkan mereka di kamar Tari.“Sudahlah Sayang, tidak perlu kamu mengingat kejadian yang sudah berlalu, karena bisa merusak hati kamu.”“Sekarang ada Mami, jadi kamu nggak sendirian lagi,” jelas Bu Nia tersenyum.“Baik Mami!”“Oh ya, makanan kesukaan Mas Fajar apa ya Mi?”“Pokoknya dijamin enak, Mami dan Mas Fajar tidak akan kecewa dengan masakan Tari,” pujinya.“Oh ya, baiklah Mami percaya kok.”“Fajar itu sebenarnya sangat menyukai semua masakan rumahan apa saja yang penting bersih dan higienis.”“Dia tidak ada pantangan, bisa di bilang pemakan segalanya, tetapi kalau Mami membuat satu jenis masakan ini dia bisa tambah berkali-kali,” jelasnya kepada Tari dengan tersenyum.“Memang Mas Fajar menyukai masakan apa, Ni?” tanyanya penasaran.“Fajar itu paling suka dengan masakan sambal goreng teri kacang sama tumis kangkung, ditambah sambal tomat., itu saja,” jelasnya kepada Tari.“Apa, maka
Seketika wajah Bu Arumi dan Lili sedikit pucat dan malu, kalau sebenarnya Tari sendiri yang membantu Mbok Yem di dapur.“Ada apa Mah, Lila kenapa kalian terkejut seperti itu?”“Biasa aja kali.”“Mamah tahu setelah Mamah dan Papah meninggalkan kami, Tari dan Mbak Lanie selalu bangun pagi sebelum ayam berkokok atau pun azan berkumandang.”“Mamah tahu kenapa?”“Karena kami harus mencari sesuap nasi untuk di makan, Mbak Lanie sudah bekerja keras untuk bekerja di sebuah warung agar bisa memberi makan Tari.”“Sampai-sampai dirinya lupa dengan kata makan, bahkan tangan dan kakinya dibiarkan melepuh dan kasar hanya untuk bisa mendapatkan uang.”“Tari tidak boleh putus sekolah katanya, karena dia sudah mengorbankan pendidikannya hanya untuk Tari.”“Di saat itu Tari bersumpah apa pun yang Mbak Lanie minta sebisa mungkin Tari akan lakukan.”“Perjuangan Mbak Lanie tidak sampai di situ Mah, dia selalu melindungi Tari dari bahaya apa pun, bahkan dia rela nggak makan hanya untuk bisa Tari kenyang.”
“Maaf Bu, memang benar Ibu adalah Ibu kandung Bu Lanie, tetapi berdasarkan suara wasiat yang disampaikan dan dibuat oleh yang bersangkutan, semua kepemilikan Ibu Lanie akan diwariskan oleh adik kandung satu-satunya yaitu Mentari Khairunnafiza,” ucap Pak Dani menjelaskan.Seketika wajah Bu Arumi merah padam dia tidak terima kalau hanya Tari yang mendapatkan hak waris itu secara penuh. Bu Arumi ingin sekali mengambil semua apa yang dimilik Lanie lantaran terjerat dengan banyak hutang di mana-mana.Mereka dulu pernah ditipu dalam investasi bodong sampai milyaran rupiah, dan nekat menjual semua aset mereka yang akhirnya berujung penipuan.Semua hartanya habis, sampai suatu ketika Bu Arumi tanpa sengaja bertemu dengan Bu Nia di sebuah mall waktu itu dan mereka berbincang-bincang.Niat Bu Nia ingin mencarikan jodoh untuk putra semata wayangnya di sambut baik oleh Bu Arumi dan mempunyai ide untuk menikahkan Lanie kepada pria itu.Dalam idenya Bu Arumi berniat untuk mengambil semua kekaya
Tari memperhatikan amplop itu dan diliputi rasa penasaran. Dia lalu menutup pintu dan menguncinya dari dalam.Tari duduk di balkon sembari menikmati udara yang masih terasa sejuk walaupun sinar mentari sudah menembus dan menyinarinya tetapi tidak terpengaruh dengannya.Tari lalu membuka amplop itu perlahan-lahan, ternyata sebuah surat yang ditinggalkan eh Lanie sebelum meninggal.Dia pun membacanya perlahan-lahan.Untuk Tari Adikku Tersayang Assalamu’alaikum Tari, mungkin kamu membaca surat ini aku sudah tidak bersamamu lagi, tetapi yakinlah di dalam hatimu aku selalu bersamamu walaupun ragaku sudah tidak ada tetapi jiwaku bersamamu.Sayang, selama kamu sering keluar kota karena pekerjaanmu yang tidak bisa kamu tinggalkan sebenarnya ada satu hal yang ingin aku sampaikan agar kamu tahu dan tidak berprasangka buruk terhadap seseorang.Dia adalah ayah kita ...Saat membaca nama ayahnya yang tertera di dalam surat itu membuat marah dan kesal, tidak ingin melanjutkan membacanya, te
“Maaf Bu Tari, mau ke mana?” “Sudah kamu jangan takut, saya mau memergoki mereka!”Tari menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya kasar. Dia pun melangkah masuk ke ruangan Fajar dengan anggun dan berpura-pura tidak tahu.“Mas Fajar?” panggil Tari seketika membuat Fajar dan Clara terkejut dengan kehadiran dirinya.“Ta-Tari?” panggil Fajar dengan posisi memeluk Clara dengan kepalanya tenggelam di dalam dadanya yang bidang.Begitu juga dengan Tari yang melihat sangat terkejut dengan posisi mereka barusan.Fajar lalu melepaskan pelukan Clara yang begitu kuat. “Mas Fajar siapa dia dan kenapa kalian berpelukan di ruangan ini?” selidiknya sembari menaruh tempat makan itu di meja kerja Fajar.“Kamu jangan salah paham dulu, tadi aku hanya menghiburnya sebentar,” kilahnya.“Dengan memeluknya?” Tari melotot kearah Fajar.“Maaf bukan begitu, Mas Fajar tidak salah kok, aku yang salah, aku datang ke sini hanya ingin bertemu dan mengucapkan selamat atas pernikahan kalian itu saja tidak lebih.”
“Kenapa kamu baru merasakan manisnya bibirku ini kan?” “Dan biasakan kamu memberikannya setiap aku minta, bukankah aku berhak memintanya?” bisiknya di telinga Tari membuat wajahnya merona.“Hei, apakah aku salah bicara?” goda Fajar.“Nggak sih tetapi ...ah tidak ...kamu salah bicara, aku pergi!”“Assalamu’alaikum!”“Tunggu dulu!”“Ada apa lagi sih Mas, aku sudah bawa ini tempat makanku, apa lagi sih?”“Nih!” Fajar mengulurkan punggung tangannya untuk di cium oleh Tari.“Apa?”“Ya Allah Tari, kamu jangan bilang nggak tahu ya kalau kamu pura-pura oon, mau aku cium lagi atau itu yang kamu ya, aku sih nggak keberatan juga kok,” ledeknya dengan melirik wajah Tari mulai memerah.“Huh ... dasar somplak!”Tari pun mencium punggung tangan Fajar dengan cepat.“Tuh sudah, boleh pergi sekarang?”“Baiklah! Oh ya satu lagi kamu harus pulang ke rumah suamimu, kamu tahu kan jalan pulang atau mau di antar sama Udin atau Fikri?”“Aku bisa sendiri, tinggal kamu kasih alamatnya kan beres?”“Kelamaan,
“Apa maksud Mamah?” masih terpaku dengan tingkah Arumi yang membuat darahnya mulai mendidih.“Sayang, kamu nggak dengar dengan apa yang Mamah bilang, tolong dong , kamu nggak mau kan di cap sebagai anak durhaka?”‘’Kamu tahu semua teman-teman Mamah ini sudah membelinya, masa Mamah nggak sih, mau taruh muka Mamah ini jika tidak membeli perhiasan ini, betul nggak sih?" sindir Bu Arumi berbisik di telinga Tari.Tari hanya tersenyum menanggapi permintaan Bu Arumi, dia pun memandang ke arah para ibu-ibu itu yang masih sibuk bersenda gurau dan memamerkan semua perhiasan itu.“Bagaimana Jeng, jadi beli nggak, jangan mau kalah dong dengan kita?” sindir Bu Nina tersenyum.Tari lalu menghampiri mereka di duduk oleh Bu Arumi dari belakang, wajahnya semringah dan berpikir kalau Tari akan mengabulkan permintaan dirinya.“Lihat Nak Tari bagus-bagus kan, ini semua berlian mahal di toko mana pun belum ada loh, baru saya saja yang menjualkan kepada teman-teman dulu setelahnya baru deh ke toko per
Sampai di rumah Fajar, Tari langsung di sambut oleh beberapa pelayan rumah dengan ramah. Mbok Darmi asisten rumah tangga itu pun segera mengantar majikannya menuju kamar Fajar yang ada di lantai dua.“Istrinya Den Fajar cantik banget, kalau aku sih suka yang ini daripada yang menor itu, sudah nggak jelas, pelakor pula.”“Untung saja Den Fajar nggak jadi menikah dengan wanita itu, kau nggak habis kita di makan hidup-hidup sama dia,” ucap salah satu pelayan rumah itu dengan berbisik-bisik.“Benar juga sih, syukur Alhamdulillah deh kalau begitu,” sahut yang lainnya.“Ayo Neng, Mbok tunjukan kamar Den Fajar,” ucapnya sembari tersenyum.“Terima kasih, Mbok,” sahutnya sembari mengikuti Mbok Darmi dan menaiki anak tangga perlahan-lahan, sedangkan Udin membawakan koper Tari dan mengikuti mereka.Tari memasuki ruangan kamar yang begitu luas, dia pun tidak menyangka kamar seorang Fajar Ali Wardana begitu apik , rapi dan bersih.Semua perabotan di dalamnya pun tersusun dengan rapi tanpa ad
“Sabar Sayang semua pasti akan baik-baik saja, aku saya yang menandatangani formulir itu,” ucap Fajar dengan lembut.Tari tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu, suaranya tercekat dan tubuhnya kaku, hanya linangan air mata yang selalu mengalir.Fajar lalu menandatangani formulir persetujuan operasi untuk Ibu Arumi. Dia pun memberitahukan kepada maminya kalau sahabatnya itu mengalami kecelakaan.Namun, Sayang tidak ada tiket yang cepat untuk datang ke Jakarta, sehingga dia harus menundanya sehari lagi. Setelah selesai menandatanginya formulir itu Fajar dan Udin pergi ke kamar jenazah untuk memastikan apakah itu benar Lili atau bukan. Sementara itu Fikri, Tante Zahra dan Farrel menemani Tari yang sedari tadi tidak berhenti menangis di pelukan Tante Zahra.Selang setengah jam berlalu akhirnya Bu Arumi masuk ruang operasi setelah prosedur semuanya sudah lengkap. Semua tampak tegang menunggu di luar kamar operasi. Udin dan Fikri sudah menyelesaikan semua administrasi dan pengurusan
“Istri saya adalah salah satu anak Pak Handoko yang saya nikahi,” ucap Fajar membuat Bu Zahra terkejut sekaligus bahagia.“Apa maksud kam?”“Mentari Khairunnafiza adalah istri saya Bu.”“Dan di mana Lanie, apakah dia sudah menikah juga?” “Maaf Bu, Lanie sudah meninggal empat bulan yang lalu karena sakit jantung.”“Apa, Innalilahi waiinalihi Raji’un, kok bisa Nak Fajar, apakah mereka tidak tahu ?” tanyanya masih penasaran.“Assalamu’alaikum!” Suara seorang wanita yang lembut berhasil mengalihkan perhatian mereka.Tari terpaku begitu juga dengan Bu Zahra pandangan mereka bertemu, Bu Zahra beranjak dari tempat duduk berdiri, memperhatikan wajah itu yang sangat dia kenal walaupun sudah belasan tahun, terasa bulir-bulir air mata mereka bertemu dan berpelukan.“Tari, ya Allah Sayang akhirnya kita bertemu lagi? Apa kabarmu Nduk, kamu sekarang semakin cantik dan kata Mas ini kamu sudah menikah dengannya?” “Ya Allah, Tante nggak menyangka kalau kamu sudah secantik ini dan suamimu juga sa
“Pesanan Bos minta di belikan roti , katanya tadi pagi nggak sarapan,” ucap Joko sedikit berbisik.“Ya mau bagaimana sarapannya berbeda mana bisa kenyang?” protes Fikri menimpali.“Ah elo, kayak nggak pernah menjadi pengantin baru saja, Bos kan lagi jatuh cinta mungkin kalau Bos lihat batu seperti roti kali ya, atau kalau kita ganti roti itu jadi busa kasihan kalau batu kan keras, hihihi” ledeknya sambil cekikikan diikuti yang lain. Udin berinisiatif mengambilkan piring keluar bersama Joko.“Jo, kamu beli di mana itu roti, mahal nggak sih?” tanya Udin penasaran.Dekat warung sini, tadi sih saya coba satu enak banget dan kata pemilik warung itu, roti yang selalu di titipkan di warungnya selalu laris dan banyak peminatnya dan yang saya dengar dari pemilik warung itu juga kalau ibu yang membuat roti ini bisa menyekolahkan anaknya sampai kuliah loh, Pak Udin,” jelas Joko bersemangat.“Oh ya jadi penasaran, ya sudah ambilkan piring dulu buat Bos, saya juga mau coba seberapa enak itu roti
“Kan cocok dengan kamu, Mas?” “Lah kenapa Sayang, itu kan panggilan kesayangan, berarti Tari sudah mulai sayang dong sama kamu, iya kan Tari?”“Uhuk ...uhuk ... “Tari tersedak dan Fajar berlari mengambilkan segelas air putih dan memberikannya kepada Tari.“Kamu nggak apa-apa, Sayang?” Bu Nia sangat khawatir.“Nggak apa-apa, Mami hanya batuk saja,” jawabnya pelan.“Ya sudah Mami pergi ke kamar dulu sudah mengantuk, dan kamu Fajar jangan membuat Tari sedih atau menangis, kalau sampai itu terjadi Mami akan menghukummu,” ancam Bu Nia.“Dan kamu Sayang, jika Panda besarmu ini susah diatur dan membuatmu marah dan menangis, kasih tahu Mami ya,” lanjutnya lagi.“Iya Mami.”Bu Nia bergegas pergi ke kamar, dia ingin anak dan menantunya lebih banyak waktu berdua agar saling menumbuhkan saling cinta.Fajar masih saja menatap laptopnya, tanpa melihat Tari kembali.“Mas bisa bantu kan?”“Ya ... tergantung.” “Tergantung apa memang?” “Tergantung pembayarannya.”“Maksudnya?”“Ayolah Sayang, s
“Mami, cepat katakan siapa yang sudah membuat Mami seperti ini?”“Udin, Fikri, apa kerja kalian, kenapa Mami menangis?” tanyanya dengan nada tinggi.“Lah kok kita sih Bos, seharian kan kita berdua ikut kerja sama Bos, dan bukannya ini hari Minggu ya Bos, kok rapi banget mau ke mana, Bos? Sedangkan nggak jadwal apa pun hari ini?” celetuk Udin saat melihat Fajar berpakaian tapi dan formal setiap pergi kerja.“Apa hari Minggu ...kenapa nggak bilang dari tadi sih, dan kamu Tari kenapa nggak kasih tahu kalau hari ini hari Minggu?” celetuknya kesal.“Duh Den Fajar segitunya efek tadi malam ya, sampai-sampai lupa sama hari,” goda Mbok Surti ikut tersenyum.Seketika Tari dan Fajar salah tingkah di buatnya, kedua pipi mereka kembali merona dan Bu Nia pun segera memeluk Fajar.Momen kebersamaan yang ditunjukkan oleh ibu dan anak itu membuat Tari merasa iri, dia tidak pernah pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya terlebih dari mamahnya sendiri.Bu Nia menyadari kalau Tari pasti meras
Menjelang subuh Tari terbangun, tetapi saat dia ingin pergi ke kamar mandi dia pun merasa kaget karena ada seorang pria di ranjang itu tanpa memakai apa pun. Rasa perih dan pegal di sekujur tubuh membuatnya bingung. Melihat seisi ruangan kamar itu juga berantakan.“Aduh ada apa denganku, kenapa semua tubuhku terasa remuk sekali dan augh ... kenapa perih dan sakit?” “Apa yang terjadi sebenarnya?”Tari menatap wajah itu dengan saksama lebih dekat ...lebih dekat lagi dan ...“Mas Pa—Panda?” “Mas bangun ...cepatan bangun kenapa kamu tidur nggak pakai baju sih?” “Apaan sih, Sayang, Mas masih ngantuk nih tadi malam kamu liar banget sih, seperti singa kelaparan, Mas kewalahan makanya capek banget, bentar lagi ya?” jawabnya pelan tanpa membuka matanya.“Terus apa yang kita lakukan tadi malam ya? Dan kenapa Mas nggak pakai baju?” tanyanya bingung.Mendengar pertanyaan istrinya barusan membuat Fajar semakin ingin memeluknya dan tersenyum bahagia.“Bukan nggak pakai baju lagi Sayang, di baw
Sesuai rencana semula Bu Nia sudah membeli obat itu. Hari ini Fajar pulang cepat karena di hari Sabtu. Pekerjaannya pun tidak terlalu banyak sehingga dia ingin sekali pulang cepat.Begitu juga dengan Tari yang pulang cepat karena merasa sedikit pusing dan tidak enak badan.Bu Nia yang sudah tahu kebiasaan anaknya untuk minum teh setelah makan malam, dengan racikan tangan Bu Nia, secara diam-diam telah memasukkan obat itu. Mbok Surti yang merupakan asisten rumah tangganya pun ikut andil dalam rencana ini.“Mbok, pokoknya setelah saya pergi selama seminggu ini usahakan Mbok mencampurkan obat ini ke minuman mereka, saya tidak sabar untuk bisa mempunyai cucu dari mereka.”“Bu, tetapi apakah ini tidak berbahaya untuk kesehatan mereka, nanti kalau over dosis bagaimana?” tanya Mbok Surti khawatir.“Kita kan memberikan kepada mereka itu dosis kecil lagian cuma untuk seminggu saja, yang penting mereka sudah menyatu, dan saling terbuka, mereka itu gengsinya aja di gede in , mereka sama-sama
“Terus kenapa Mas juga langsung tidur dan tidak membangunkan aku, dan kenapa tangan Mas sudah melingkar di pinggangku tanpa seizin yang punya?” tanya balik Tari tak mau kalah dengan Fajar.“Tetap kamu yang salah pokoknya, sudah nggak usah di bahas.” “Oh ya sudah mau magrib aku mandi duluan atau kamu mau mandi bareng sama suamimu yang tampan ini?” Fajar kembali mengandalkan jurusnya untuk membuat Tari salah tingkah.Dan tepat sasaran wajah Tari kembali memerah seperti tomat, dia tidak menyangka pria yang fi hadapannya ini ternyata tidak sedingin yang dia bayangkan.Dengan wajah melongo dan terdiam, kesempatan Fajar kembali mencium bibir ranum Tari seketika membuat wanita cantik itu terkejut.“Mas ... apaan sih, nyosor melulu dasar mesum akurat,” ucap tari kesal.“Kenapa, salah cium istri sendiri itu lebih pahala ketimbang cium wanita lain, kamu mau aku gandengan dengan wanita lain mungkin Clara misalnya,” ledek Fajar tersenyum.“Dengar ya awas saja kamu mendekati wanita itu, aku bisa
Sampai di rumah Fajar, Tari langsung di sambut oleh beberapa pelayan rumah dengan ramah. Mbok Darmi asisten rumah tangga itu pun segera mengantar majikannya menuju kamar Fajar yang ada di lantai dua.“Istrinya Den Fajar cantik banget, kalau aku sih suka yang ini daripada yang menor itu, sudah nggak jelas, pelakor pula.”“Untung saja Den Fajar nggak jadi menikah dengan wanita itu, kau nggak habis kita di makan hidup-hidup sama dia,” ucap salah satu pelayan rumah itu dengan berbisik-bisik.“Benar juga sih, syukur Alhamdulillah deh kalau begitu,” sahut yang lainnya.“Ayo Neng, Mbok tunjukan kamar Den Fajar,” ucapnya sembari tersenyum.“Terima kasih, Mbok,” sahutnya sembari mengikuti Mbok Darmi dan menaiki anak tangga perlahan-lahan, sedangkan Udin membawakan koper Tari dan mengikuti mereka.Tari memasuki ruangan kamar yang begitu luas, dia pun tidak menyangka kamar seorang Fajar Ali Wardana begitu apik , rapi dan bersih.Semua perabotan di dalamnya pun tersusun dengan rapi tanpa ad