“Maaf Bu Tari, mau ke mana?” “Sudah kamu jangan takut, saya mau memergoki mereka!”Tari menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya kasar. Dia pun melangkah masuk ke ruangan Fajar dengan anggun dan berpura-pura tidak tahu.“Mas Fajar?” panggil Tari seketika membuat Fajar dan Clara terkejut dengan kehadiran dirinya.“Ta-Tari?” panggil Fajar dengan posisi memeluk Clara dengan kepalanya tenggelam di dalam dadanya yang bidang.Begitu juga dengan Tari yang melihat sangat terkejut dengan posisi mereka barusan.Fajar lalu melepaskan pelukan Clara yang begitu kuat. “Mas Fajar siapa dia dan kenapa kalian berpelukan di ruangan ini?” selidiknya sembari menaruh tempat makan itu di meja kerja Fajar.“Kamu jangan salah paham dulu, tadi aku hanya menghiburnya sebentar,” kilahnya.“Dengan memeluknya?” Tari melotot kearah Fajar.“Maaf bukan begitu, Mas Fajar tidak salah kok, aku yang salah, aku datang ke sini hanya ingin bertemu dan mengucapkan selamat atas pernikahan kalian itu saja tidak lebih.”
“Kenapa kamu baru merasakan manisnya bibirku ini kan?” “Dan biasakan kamu memberikannya setiap aku minta, bukankah aku berhak memintanya?” bisiknya di telinga Tari membuat wajahnya merona.“Hei, apakah aku salah bicara?” goda Fajar.“Nggak sih tetapi ...ah tidak ...kamu salah bicara, aku pergi!”“Assalamu’alaikum!”“Tunggu dulu!”“Ada apa lagi sih Mas, aku sudah bawa ini tempat makanku, apa lagi sih?”“Nih!” Fajar mengulurkan punggung tangannya untuk di cium oleh Tari.“Apa?”“Ya Allah Tari, kamu jangan bilang nggak tahu ya kalau kamu pura-pura oon, mau aku cium lagi atau itu yang kamu ya, aku sih nggak keberatan juga kok,” ledeknya dengan melirik wajah Tari mulai memerah.“Huh ... dasar somplak!”Tari pun mencium punggung tangan Fajar dengan cepat.“Tuh sudah, boleh pergi sekarang?”“Baiklah! Oh ya satu lagi kamu harus pulang ke rumah suamimu, kamu tahu kan jalan pulang atau mau di antar sama Udin atau Fikri?”“Aku bisa sendiri, tinggal kamu kasih alamatnya kan beres?”“Kelamaan,
“Apa maksud Mamah?” masih terpaku dengan tingkah Arumi yang membuat darahnya mulai mendidih.“Sayang, kamu nggak dengar dengan apa yang Mamah bilang, tolong dong , kamu nggak mau kan di cap sebagai anak durhaka?”‘’Kamu tahu semua teman-teman Mamah ini sudah membelinya, masa Mamah nggak sih, mau taruh muka Mamah ini jika tidak membeli perhiasan ini, betul nggak sih?" sindir Bu Arumi berbisik di telinga Tari.Tari hanya tersenyum menanggapi permintaan Bu Arumi, dia pun memandang ke arah para ibu-ibu itu yang masih sibuk bersenda gurau dan memamerkan semua perhiasan itu.“Bagaimana Jeng, jadi beli nggak, jangan mau kalah dong dengan kita?” sindir Bu Nina tersenyum.Tari lalu menghampiri mereka di duduk oleh Bu Arumi dari belakang, wajahnya semringah dan berpikir kalau Tari akan mengabulkan permintaan dirinya.“Lihat Nak Tari bagus-bagus kan, ini semua berlian mahal di toko mana pun belum ada loh, baru saya saja yang menjualkan kepada teman-teman dulu setelahnya baru deh ke toko per
Sampai di rumah Fajar, Tari langsung di sambut oleh beberapa pelayan rumah dengan ramah. Mbok Darmi asisten rumah tangga itu pun segera mengantar majikannya menuju kamar Fajar yang ada di lantai dua.“Istrinya Den Fajar cantik banget, kalau aku sih suka yang ini daripada yang menor itu, sudah nggak jelas, pelakor pula.”“Untung saja Den Fajar nggak jadi menikah dengan wanita itu, kau nggak habis kita di makan hidup-hidup sama dia,” ucap salah satu pelayan rumah itu dengan berbisik-bisik.“Benar juga sih, syukur Alhamdulillah deh kalau begitu,” sahut yang lainnya.“Ayo Neng, Mbok tunjukan kamar Den Fajar,” ucapnya sembari tersenyum.“Terima kasih, Mbok,” sahutnya sembari mengikuti Mbok Darmi dan menaiki anak tangga perlahan-lahan, sedangkan Udin membawakan koper Tari dan mengikuti mereka.Tari memasuki ruangan kamar yang begitu luas, dia pun tidak menyangka kamar seorang Fajar Ali Wardana begitu apik , rapi dan bersih.Semua perabotan di dalamnya pun tersusun dengan rapi tanpa ad
“Terus kenapa Mas juga langsung tidur dan tidak membangunkan aku, dan kenapa tangan Mas sudah melingkar di pinggangku tanpa seizin yang punya?” tanya balik Tari tak mau kalah dengan Fajar.“Tetap kamu yang salah pokoknya, sudah nggak usah di bahas.” “Oh ya sudah mau magrib aku mandi duluan atau kamu mau mandi bareng sama suamimu yang tampan ini?” Fajar kembali mengandalkan jurusnya untuk membuat Tari salah tingkah.Dan tepat sasaran wajah Tari kembali memerah seperti tomat, dia tidak menyangka pria yang fi hadapannya ini ternyata tidak sedingin yang dia bayangkan.Dengan wajah melongo dan terdiam, kesempatan Fajar kembali mencium bibir ranum Tari seketika membuat wanita cantik itu terkejut.“Mas ... apaan sih, nyosor melulu dasar mesum akurat,” ucap tari kesal.“Kenapa, salah cium istri sendiri itu lebih pahala ketimbang cium wanita lain, kamu mau aku gandengan dengan wanita lain mungkin Clara misalnya,” ledek Fajar tersenyum.“Dengar ya awas saja kamu mendekati wanita itu, aku bisa
Sesuai rencana semula Bu Nia sudah membeli obat itu. Hari ini Fajar pulang cepat karena di hari Sabtu. Pekerjaannya pun tidak terlalu banyak sehingga dia ingin sekali pulang cepat.Begitu juga dengan Tari yang pulang cepat karena merasa sedikit pusing dan tidak enak badan.Bu Nia yang sudah tahu kebiasaan anaknya untuk minum teh setelah makan malam, dengan racikan tangan Bu Nia, secara diam-diam telah memasukkan obat itu. Mbok Surti yang merupakan asisten rumah tangganya pun ikut andil dalam rencana ini.“Mbok, pokoknya setelah saya pergi selama seminggu ini usahakan Mbok mencampurkan obat ini ke minuman mereka, saya tidak sabar untuk bisa mempunyai cucu dari mereka.”“Bu, tetapi apakah ini tidak berbahaya untuk kesehatan mereka, nanti kalau over dosis bagaimana?” tanya Mbok Surti khawatir.“Kita kan memberikan kepada mereka itu dosis kecil lagian cuma untuk seminggu saja, yang penting mereka sudah menyatu, dan saling terbuka, mereka itu gengsinya aja di gede in , mereka sama-sama
Menjelang subuh Tari terbangun, tetapi saat dia ingin pergi ke kamar mandi dia pun merasa kaget karena ada seorang pria di ranjang itu tanpa memakai apa pun. Rasa perih dan pegal di sekujur tubuh membuatnya bingung. Melihat seisi ruangan kamar itu juga berantakan.“Aduh ada apa denganku, kenapa semua tubuhku terasa remuk sekali dan augh ... kenapa perih dan sakit?” “Apa yang terjadi sebenarnya?”Tari menatap wajah itu dengan saksama lebih dekat ...lebih dekat lagi dan ...“Mas Pa—Panda?” “Mas bangun ...cepatan bangun kenapa kamu tidur nggak pakai baju sih?” “Apaan sih, Sayang, Mas masih ngantuk nih tadi malam kamu liar banget sih, seperti singa kelaparan, Mas kewalahan makanya capek banget, bentar lagi ya?” jawabnya pelan tanpa membuka matanya.“Terus apa yang kita lakukan tadi malam ya? Dan kenapa Mas nggak pakai baju?” tanyanya bingung.Mendengar pertanyaan istrinya barusan membuat Fajar semakin ingin memeluknya dan tersenyum bahagia.“Bukan nggak pakai baju lagi Sayang, di baw
“Mami, cepat katakan siapa yang sudah membuat Mami seperti ini?”“Udin, Fikri, apa kerja kalian, kenapa Mami menangis?” tanyanya dengan nada tinggi.“Lah kok kita sih Bos, seharian kan kita berdua ikut kerja sama Bos, dan bukannya ini hari Minggu ya Bos, kok rapi banget mau ke mana, Bos? Sedangkan nggak jadwal apa pun hari ini?” celetuk Udin saat melihat Fajar berpakaian tapi dan formal setiap pergi kerja.“Apa hari Minggu ...kenapa nggak bilang dari tadi sih, dan kamu Tari kenapa nggak kasih tahu kalau hari ini hari Minggu?” celetuknya kesal.“Duh Den Fajar segitunya efek tadi malam ya, sampai-sampai lupa sama hari,” goda Mbok Surti ikut tersenyum.Seketika Tari dan Fajar salah tingkah di buatnya, kedua pipi mereka kembali merona dan Bu Nia pun segera memeluk Fajar.Momen kebersamaan yang ditunjukkan oleh ibu dan anak itu membuat Tari merasa iri, dia tidak pernah pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya terlebih dari mamahnya sendiri.Bu Nia menyadari kalau Tari pasti meras