Malam harinya, di sebuah kafe yang tidak ramai pengunjung. Sehan duduk sendiri, di salah satu kursi pengunjung. Tak lama seorang pelayan datang, menyajikan dua cangkir kopi latte yang telah Sehan pesan barusan, lalu pelayan itu pergi.
Sehan hanya diam, menikmati sunyinya kafe malam itu.Sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Pikirannya mendadak teringat pada sang istri. Tadi dia sudah meminta ijin pada Liona untuk pergi keluar, untungnya perempuan itu tidak memaksa untuk ikut dengannya seperti biasanya.Di tengah Sehan memikirkan apa yang sedang dilakukan Liona saat ini, tiba-tiba seorang pria datang dan langsung duduk di kursi samping Sehan. Sehan hanya menghela nafas pelan."Lama sekali."Matt mengernyit heran. Ini pertama kalinya dia mendengar Sehan mengeluh karena keterlambatannya. "Biasanya kau tidak mempermasalahkan keterlambatan ku.""Istriku sedang hamil, jadi aku tidak bisa meninggalkan dia terlalu lama."MatLewat tengah malam, Sehan akhirnya pulang ke rumah setelah menyelesaikan semua urusannya di luar bersama Matt barusan. Sesampainya di dalam sana, pandangannya langsung tertuju pada sang istri yang sudah terlelap di atas sofa ruang tengah. Sehan menghela nafas pelan. "Dia pasti sejak tadi telah menungguku pulang?"Sehan memutuskan menghampiri Liona, lalu berjongkok di depan sofa tempat perempuan itu terbaring. Sehan mulai memperhatikan wajah tenang sang istri dengan seksama, sesekali menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah perempuan itu. Liona tidur begitu nyenyak, membuat Sehan jadi tidak tega untuk membangunkannya.Tapi jika dibiarkan tidur di sana, Sehan juga tidak tega melihatnya. Sehan kembali berdiri, dan mulai menggendong sang istri dengan berhati-hati. Tanpa berniat untuk mengusik tidurnya. Namun usaha Sehan gagal, kelopak mata Liona justru terbuka."Maaf, sepertinya aku membangunkan tidurmu," ucap Sehan
Pintu kamar diketuk. "Masuklah," ucap Darwin memberi ijin. Seorang pelayan mengantarkan sarapan pagi untuknya. Seperti biasa, pelayan itu meletakkan sarapan untuk Darwin di atas meja samping ranjang pria tersebut. Setelah itu, pelayanan tersebut langsung berniat untuk keluar kamar meninggalkannya."Apa Gretta dan Aoura masih ada di rumah?" tanya Darwin penasaran, membuat langkah pelayan tersebut terhenti tepat beberapa langkah nyaris sampai di pintu keluar. "Nyonya Gretta sudah pergi sejak tadi pagi tuan, dan nona Aoura baru saja keluar rumah."Darwin mengangguk paham. "Apa Gretta berpesan padamu agar aku meminum obatnya?"Pelayan tersebut terlihat ragu untuk menjawab. "Jika tuan sudah merasa enak badan, sebaiknya tidak perlu meminum obat lagi."Darwin mengukir senyum samar. Dia tau, pelayan rumah tersebut mengetahui tentang obat yang diberikan oleh Gretta kepada Darwin. "Aku ingin menguc
Setelah seharian berada di perusahaan, Gretta sangat merasa lelah. Dia mulai memasuki rumahnya sambil menghela nafas berat. Waktu sudah menunjukan pukul tujuh malam, dia ingin segera beristirahat."Tolong ambilkan saya minum," titah Gretta pada salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tengah. Dia lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa sambil menunggu pelayan tersebut kembali dan mengambilkan air minum untuknya."Pekerjaan apa yang kau urus sampai pulang hingga hari sudah petang?"Gretta menoleh, Darwin berjalan menghampirinya. Mata Gretta seketika membulat terkejut saat melihat sang suami kini tampak lebih membaik. "Sayang, kau sudah sehat?"Mata Darwin menatap sang istri dengan sorot tajam. "Kenapa kau terlihat sangat terkejut melihatku bisa sembuh dengan cepat? Bukankah ini semua karena aku rajin minum obat, maka aku jadi cepat sembuh."Gretta berdiri. Masih memperhatikan sang suami dengan tatapan terkejut. Kar
Perempuan yang sejak tadi memperhatikan perdebatan Gretta dan Darwin hanya diam. Tubuhnya semakin gemetar ketakutan. Dia sudah tiba di rumah sejak tadi, tapi tiba-tiba disuguhkan pemandangan yang tak mengenakan. Aoura tak berani menunjukan diri, dan memilih melihat ayah dan ibunya berdebat dari kejauhan."Ini semua salahku," ucap Aoura lirih. Kenapa dia harus membawa hasil tes DNA itu ke rumah? Andai dia membuangnya saat itu, mungkin Darwin tak akan bisa menemukannya.Dua orang pelayan menarik koper dan tas besar dari kamar Gretta. Darwin meminta pelayannya membereskan barang-barang sang istri dari rumah tersebut. "Bawalah barang-barangmu, dan segeralah keluar dari sini!""Sayang, kau tega melakukan ini padaku?""Keluar!" bentak Darwin sudah muak melihat wajah Gretta. "Sayang -"Dengan kesal, Gretta akhirnya membawa barang-barangnya yang sudah dibereskan pelayanan tersebut keluar rumah. Melihat ibunya hanya b
Sesampainya di sebuah bangunan yang dulunya Gretta berikan sebagai tempat tinggal Maat, Gretta justru tak menemukan keberadaan pria tersebut.Gretta juga melihat tempat itu sudah kosong. Semua barang-barang Matt juga tidak ada di sana. Membuat Gretta mulai berfirasat buruk. "Apa Matt melarikan diri dariku?"Gretta menggeleng, segera menepis pemikiran buruknya barusan. Jika Matt pergi meninggalkannya, entah kepada siapa lagi dia harus meminta bantuan. Karena Gretta yakin, pria itu adalah satu-satunya orang yang bisa Gretta percayai akan membantunya untuk melenyapkan Liona. Dengan segera, Gretta merogoh ke dalam tas kecil yang sejak tadi dia bawa. Mengambil ponselnya. Dia bergegas untuk menghubungi Matt.Tak lama setelah Gretta menempelkan ponselnya ke telinga, suara seseorang mulai mengangkat panggilannya terdengar. "Matt!"'Halo Gretta. Tumben sekali kau menghubungiku malam-malam seperti ini. Apa kau sangat merindukan
Gretta langsung membawa koper dan tas besarnya masuk ke dalam apartemen tersebut, tanpa menunggu Matt mempersilakannya lebih dulu.Dia lalu duduk di sofa yang ada di sana untuk melepas lelah. Tanpa mempedulikan Matt, Gretta menganggap apartemen itu adalah rumahnya sendiri. Melihat Gretta datang membawa banyak barang, membuat Matt menatapnya curiga. "Apa kau ingin tinggal bersamaku di sini setelah aku mengatakan padamu bahwa aku sekarang mempunyai apartemen?"Gretta menatap pria yang berdiri di hadapannya dengan sorot tak terima. "Aku terpaksa ke sini, karena aku tidak punya tempat tinggal lagi untuk saat ini."Matt mengernyit, masih tak paham dengan ucapan Gretta barusan."Ini semua gara-gara Liona! Dia mengatakan pada Aoura jika Aoura bukan anak kandung Darwin, dan akhirnya Aoura melakukan tes DNA. Darwin melihat hasil tes DNA tersebut, dan langsung marah padaku," jelas Gretta sambil menahan emosi. Dia lalu kembali menatap Matt juga den
Liona semakin mempercepat langkahnya, memasuki sebuah rumah modern yang terletak tak terlalu jauh dari rumahnya. Dua pria berbadan kekar yang mengantar Liona ke rumah tersebut, masih mengikuti langkah perempuan itu dari belakang. Mereka adalah orang suruhan Sehan yang ditugaskan untuk menjaga Liona.Hingga akhirnya, langkah Liona terhenti di ambang pintu kamar. Air mata yang sejak tadi dia tahan akhirnya pecah, saat Liona menatap pria tua yang kini duduk di kursi kamar itu. "Kakek!""Liona." Pria itu beringsut berdiri, lalu meyambut sang cucu yang berlari ke arahnya. Dia langsung memeluk Liona dengan erat. "Liona ... ini benar Liona cucu kakek kan?"Liona mengangguk membenarkan. Dia balas memeluk sang kakek dengan erat. Liona tak sanggup lagi menahan isakan saat Atharya memeluknya penuh kehangatan. Liona benar-benar sangat merindukannya.Sehan yang sejak tadi berada di dalam kamar itu menemani Atharya, ikut merasa senang. Akhirnya Sehan
"Liona, kamu mengalami amnesia setelah kecelakaan itu? Apa kamu sudah tau bahwa Darwin adalah ayah kandungmu?" tanya Atharya memastikan sebelum menjelaskan semuanya mendalam.Liona mengangguk mengiyakan. "Sudah banyak yang aku ketahui kek, berkat Sehan. Aku sudah mengetahui bahwa ayah adalah ayah kandungku, Aoura bukan anak kandung ayah, dan tentang ayah kenapa bisa membenciku. Aku sudah tau semuanya."Atharya mengangguk paham. "Jika kamu sudah tau alasan ayahmu membencimu, itu artinya kamu sudah tau bahwa ibu kandungmu sebenarnya sudah meninggal."Liona kembali merasa sedih setelah mendengar ucapan Atharya barusan. Namun genggam Sehan ditangannya seakan memberinya isyarat, agar Liona harus terlihat tegar di depan sang kakek."Darwin pasti sudah bercerita pada Liona, bagaimana ibu Liona bisa meninggal."Sehan membenarkan. "Tapi sampai sekarang aku sangat yakin, bukan Liona pembunuhnya kan kek?"Atharya menatap Sehan sesaat. Dia l
Enam tahun kemudian ...Rumah keluarga Wiratama kini tampak ramai. Para tamu undangan mulai berdatangannya, dan banyak anak kecil membawa hadiah.Tepat hari ini, Arsen Wiratama berusia genap lima tahun. Semua orang merayakan ulang tahunya dengan kegembiraan. "Okey, selanjutnya adalah acara potong kue!"Semua anak dan para tamu undangan bertepuk tangan dengan meriah, saat sang MC membacakan urutan acara selanjutnya. "Potong kuenya!""Potong kuenya!"Sorak anak-anak yang ada di sana. Dibantu dengan sang papa dan mamanya, Arsen mulai memotong kue ulang tahun di hadapannya. "Baik, kuenya sudah dipotong. Sekarang, Arsen ingin memberikan suapan pertama kuenya ke siapa ya?" tanya MC membuat semua orang di sana jadi penasaran tak sabar. Arsen menoleh ke kenan dan kirinya sesaat, mulai bingung."Arsen pasti ingin memberikan suapan pertama pada mama kan?" bisik Liona berusaha merayu putra kecilnya te
Ke esok harinya, Sehan dan Galen duduk di jok belakang mobil. Sedangkan Dua pria berbadan kekar kekar duduk di jok depan mereka, dan satu pria itu mengemudikan mobil.Di depan mobil mereka, juga ada satu mobil lain yang menunjukan arah sekaligus mendampingi Sehan dan Galen.Setelah cukup lama, mereka telah sampai di sebuah bangunan beton yang tampak kusam. Menuju ke sana memerlukan waktu hampir tiga jam, letakkan memang sangat jauh dari pusat kota.Dua bodyguard yang ada dalam mobil tersebut keluar lebih dulu, lalu berdiri di sisi mobil, dan mengawasi sekitarnya.Sehan tak langsung keluar, dia menoleh ke samping, menatap sang kakak. "Kak Galen tidak mau menemuinya bersamaan langsung denganku?"Galen menggeleng. "Aku akan berbicara dengannya setelah kau selesai. Aku hanya ingin memarahinya karena sudah berani membuat kakiku tidak berfungsi, sedangkan kamu pasti banyak hal yang ingin dibicarakan bukan?"Sehan mengangguk m
Di sebuah gedung besar, sebuah pesta pernikahan dilaksanakan dengan tema yang begitu sangat sederhana. Tamu undangan hanya terbatas, yaitu para rekan kerja dan sahabat-sahabatnya dari mempelai pria. Reno dan Aoura berdiri berdampingan, bersalaman dan menyambut para tamu dengan ramah.Hingga kedatangan Darwin bersama anak dan mantunya, berhasil mengalihkan perhatian semua orang di sana. Beberapa orang yang dilalui oleh mereka tersenyum menyapa. Tentu karena kebanyakan tamu undangan di sana adalah karyawan Wiratama group, jadi mereka begitu menghormati Darwin dan Liona, terutama Sehan.Melihat tiga orang penting itu berjalan ke arahnya, tangan Aoura mendadak berkeringat dingin. Dia lalu menyenggol lengan Reno di sampingnya, dan berbisik protes. "Kau juga mengundang ayah?""Tentu saja, bagaimana pun dia juga pernah menjadi ayah untukmu. Kita harus menghargainya dengan mengundangnya ke pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura pah
Satu Minggu kemudian. Liona dan Sehan sudah berpakaian rapi, bersiap untuk berangkat ke acara pernikahan Aoura dan Reno. "Sudah siap?" tanya Sehan memastikan saat sang istri baru saja keluar dari kamar. Liona tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang."Sehan dan Liona berjalan keluar rumah. Saat ini mereka sudah berada di rumah mereka sendiri. Sehan memutuskan untuk kembali ke rumah mereka dua hari lalu, setelah Sehan berhasil meyakinkan Joana bahwa keadaannya sudah membaik.Mobil yang mereka tumpangi kini mulai melaju, meninggalkan halaman rumah. Tak langsung menuju gedung acara pernikahan, Sehan dan Liona meminta sang suami untuk mengantarkannya lebih dulu ke rumah Darwin. "Bukankah ayah pasti juga diundang oleh Aoura?" tanya Liona penasaran.Sehan menoleh sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan di hadapannya. "Entahlah, aku juga tidak tau. Bahkan setelah meninggalkan rumah ayahmu, seperti
Setelah sampai di depan kamar yang mereka sewa. Sehan menurunkan Liona dari gendongannya. Laki-laki itu kemudian membuka pintu di hadapannya menggunakan key card yang baru saja dia kantongi.Setelan pintu terbuka, Liona masuk lebih dulu ke dalam sana, diikuti Sehan di belakangnya. Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekitar, memperhatikan ruangan tersebut dengan seksama. "Sepertinya tidak ada yang berubah, ini masih sama seperti saat aku datang ke sini pertama kalinya."Sehan menghentikan langkahnya di samping sang istri, dia menatap wajah Liona yang tampak bahagia itu sesaat, sebelum akhirnya ikut memperhatikan sekitarnya dengan seksama. Sehan memang tidak pernah merubah tampilan ruangan itu. Sejak dulu masih sama, tetap begitu-begitu saja. Namun Sehan tak pernah bosan dengan tampilan yang seperti itu. "Lagi pula, aku jarang ke sini lagi setelah menikah denganmu. Dulu, aku menyewa kamar ini untuk tempat istirahatku, ji
Setelah pergi dari rumah Reno, Sehan dan Liona kembali melanjutkan perjalanannya. Kini mobil yang Sehan kemudikan telah sampai di depan gedung hotel Wiratama, seperti apa yang Liona minta. Entah, Sehan belum mengerti kenapa istrinya mengajaknya ke sana. "Apa yang sebenarnya kamu rencanakan Liona?" tanya Sehan yang semakin penasaran. Namun Liona masih tak mau menjawabnya, perempuan itu hanya tersenyum saja. Liona kemudian keluar lebih dulu dari mobil, Sehan hanya mengikutinya. Hingga mereka memasuki gedung tersebut, dan Sehan terus mengikuti Liona dari belakang. Perempuan itu berjalan menuju restoran yang ada di lantai dua hotel tersebut. Hingga sampai di salah satu kursi pengunjung yang terletak di dekat jendela kaca gedung tersebut, Liona menarik Sehan dan memaksa laki-laki itu untuk duduk di sana. Sehan yang sejak tadi masih kebingungan, hanya menurut mengikuti apa yang sang istri lakukan padanya. Setelah Sehan duduk di s
Aoura mengarahkan pandangannya pada Sehan sesaat. Tampak terkejut setelah mendengar pertanyaan Sehan barusan. Aoura lalu menatap Reno, meminta penjelasan. Reno paham apa maksud Aoura. Dia menghela nafas pelan sesaat, lalu menjelaskan, "aku sudah mengatakan semuanya pada pak Sehan.""Kenapa kau memberitahu banyak orang?""Pak Sehan adalah orang penting di tempatku bekerja, tidak mungkin aku tidak akan mengundangnya di pernikahan kita," jelas Reno berusaha membuat Aoura paham."Jadi, apa kau tidak berniat untuk mengundangku?" tanya Sehan pada Aoura. Perempuan itu hanya diam. Sehan lalu mengimbuhkan, "jika Reno menikah tanpa memberitahu atasan di perusahaannya, maka dia tidak akan mendapatkan hadiah istimewa dari perusahaan."Aoura menatap Sehan dengan sorot berbinar. Tentu saja saat mendengar kata 'hadiah' suasana hatinya seketika berubah senang. "Benarkah? A-aku pasti akan mengundangmu Sehan."Reno menghela nafas pelan.
Seperti apa yang Liona katakan tadi malam. Perempuan itu akan mengajak suaminya ke suatu tempat, pagi ini.Namun sebelum menuju tempat yang Liona maksud, perempuan itu meminta Sehan untuk singgah lebih dulu ke rumah Reno. Sehan tau apa maksud tujuan Liona menemui Reno dan Aoura.Hingga sesampainya di sana. Sehan mengetuk pintu sebuah kontrakan sederhana yang dia singgahi bersama sang istri. Tak lama kemudian, seorang laki-laki keluar dari kontrakan tersebut.Laki-laki itu menatap Sehan dan Liona dengan sorot terkejut. "Pak Sehan? Liona?""Pagi Reno. Apa kedatangan kami menganggu waktumu saat ini?"Reno tak langsung menjawab. Dia justru berpikir sejenak, sambil berusaha menebak apa tujuan sepasang suami istri tersebut datang ke tempat tinggalnya. Terakhir Sehan dan Liona datang ke sana, untuk bertemu dengan Aoura. "Pak Sehan datang sepagi ini ke rumah saya, tentu membuat saya cukup terkejut. Tapi kedatangan pak Sehan sa
Pintu kamar terbuka, Liona yang saat itu sedang menyisir rambut di depan kaca menoleh sesaat.Sehan tersenyum, lalu menutup pintu kamarnya kembali. Mereka baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarga yang lain, namun setelah selesai Liona langsung ke kamar, sedangkan Sehan masih berbincang dengan Joana dan Galen. "Sudah selesai berbicara dengan nenek dan kak Galen?" tanya Liona memastikan. Sehan mengangguk mengiyakan. Perempuan itu menatap cermin dan melanjutkan menyisir rambutnya. Sehan melangkah menghampiri, lalu memeluk pinggang Liona dari belakang. Sesekali memberikan usapan kecil pada perut buncit sang istri. Membuat Liona seketika menghentikan kegiatannya untuk menyisir rambut. Dia menatap wajah Sehan melalu cermin di hadapannya, senyum bahagia masih terukir di bibir laki-laki itu. Membuat Liona yang menatapnya juga ikut senang."Sepertinya setelah kamu sadar dari koma, kehidupan ini sangat menyenangkan untuk kita berdua.