Bunga sedang berusaha mengatur detak jantungnya agar lebih tenang. Hari ini perusahaan tempatnya bekerja mengelar acara penghargaan untuk karyawan-karyawan berprestasi.
Gadis dua puluh empat tahun sudah mengerahkan seluruh penampilan dalam bersolek. Ia tidak ingin melakukan kesalahan sedikitpun dalam acara penting semacam ini.“Bunga Lestari.”Suara pembawa acara menggema di setiap sudut ruangan. Menyerukan namanya yang menjadi karyawan terbaik di tahun ini.Dengan perasaan senang ia berjalan menuju panggung. Menerima plakat penghargaan.Tepuk tangan riuh menghiasi ruangan, Bunga mengucapkan terima kasihnya dan sedikit memberi pidato, ia turun dengan membawa penghargaan di tangannya, ucapan selamat tak henti-hentinya Bunga dapati.Namun benar kata pepatah semakin tinggi pohon maka akan kencang angin menerpanya, Vanesa dengan sengaja menghujatnya, dan mengatakan jika selama ini Bunga hanya mengandalkan fisiknya untuk memikat hati manager.Padahal semua orang tau, Bunga bekerja dengan sepenuh hati mengabdikan diri dan selalu bekerja keras, namun di balik hujatan itu sekalipun perih Bunga tak pernah mendengarkan perkataan Vanesa.Sudah jadi rahasia umum jika wanita itu begitu iri pada Bunga, karena di setiap kesempatan Vanesa selalu menjatuhkan Bunga.Vanesa adalah teman sekantor Bunga lebih tepatnya mereka satu devisi di kantor itu, ia merasa tersaingi oleh Bunga bukan hanya karena parasnya yang rupawan, kinerjanya pun sangat bagus, belum lagi sikapnya yang ramah dan banyak orang mengagumi serta menyukai Bunga.Itu membuatnya iri hati dan membenci Bunga, sebisa mungkin ia selalu menjatuhkan Bunga di berbagai kesempatan, ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjatuhkannya di acara penting hari ini.Kali ini Bunga terfokus pada kebahagiaannya, wanita itu begitu senang karena impiannya telah terwujud dia akan di pindah tugaskan ke kantor pusat.Dia selalu ingin bekerja di Angkasa Group perusaan induk yang berpusat di ibu kota, karena dia ingin menjadi wanita karir yang sukses kedepannya dengan kemampuannya.Bunga pulang dengan hati yang sangat senang, tak lupa ia membawa buah tangan satu buah martabak spesial untuk dibawa pulang, ia akan memberitahukan pada ayah Ibunya.“Mama, papa!” teriak Bunga saat sudah berada di depan pintu rumahnya hati Gadis itu begitu gembira, dia langsung saja masuk kedalam rumah.Saat dia berada di ruang tamu, ia melihat kedua orang tuanya begitu bahagia, raut wajah mereka begitu berseri-seri, Bunga bisa melihat itu dari ekspresi mereka.Bunga mengerutkan keningnya, entah kenapa wajah bahagia orang tuanya begitu terpancar, ia pun melihat ada seorang kakek tua, ia memperkirakan umur kakek itu sama seperti mendiang kakeknya.“Nak, duduk sini sayang, Papa ingin bicara padamu,” ucap Ayah Bunga sambil menepuk tempat duduk di sampingnya.Bunga mengikuti perintah Ayahnya, ia melangkahkan kakinya lalu mendekati orang tuanya dan duduk tepat di sebelah Ibunya“Nak, kenalkan ini kakek Bram, beliau teman dekat dari Almarhum Kakekmu, beliau kesini ingin menagih janji mendiang Kakekmu Nak,” ucap Ayah Bunga menatap lekat pada manik Bunga sebelum ia meneruskan ucapannya.‘menagih janji, janji apa yang Papa maksud itu,’ batin Bunga.“Kakekmu bersahabat dengan kakek Bram, dan kakek Bram ini banyak membantu Kakekmu dulu, mereka pernah membuat kesepakatan bahwa, kelak jika mereka punya anak maka mereka akan menjodohkan anak mereka, agar berbesan dan hubungan baik ini tidak akan putus, namun sayang anak kakek dan kakek Bram sama-sama Laki-laki.”Surya menjeda ucapannya, dia ingin tahu reaksi anaknya itu, namun Bunga tetap diam saja tak memberi komentar, Surya pun melanjutkan kembali ucapannya.“Kakekmu lantas berjanji jika cucu perempuannya yang akan menjadi menantu keluarga kami, karena Kakekmu merasa memiliki hutang budi pada keluarga itu Nak,” ucap Ayah Bunga menjelaskan padanya.Bunga terdiam membisu mencoba mencerna ucapan Papanya, kabar yang baru saja dia dengar begitu mengejutkannya.“Kakek, bolehkah aku memikirkan ini terlebih dahulu, ini sangat mendadak bagiku Kek,” ucap Bunga meminta waktu pada Bram.“Tiga hari, aku memberimu waktu tiga hari untuk memikirkan ini baik-baik, aku harap kau mau mengabulkan permintaa kakek tua renta ini, dan berbelas kasih padanya,” ucap Kakek Bram pada Bunga.Tiba-tiba saja tuan Bram memegangi dadanya, ia meringis kesakitan dan kemudian jatuh pingsan.Ibu Bunga panik ia segera meminta suaminya untuk membawa kakek Bram ke rumah sakit. Bunga melihat itu lantas ikut merasa cemas, ia tak ingin terjadi apa-apa pada Kakek Bram.Bunga masih ingat betul saat-saat ia kehilangan sang Kakek, tanpa terasa air matanya menetes ia memegangi tangan Kakek Bram.Mereka tiba di rumah sakit, dan langsung di tangani oleh dokter, mereka semua menunggu dengan cemas dan berdoa agar tidak terjadi apa-apa pada Kakek Bram.Papa Bunga berjalan kesana kemari, memikirkan kemungkinan yang ada, tak lama pintu ruangan terbuka mereka langsung menghampiri dokter.“Bagaimana Dok keadaannya,” tanya Surya pada dokter tersebut.“Beliau terkena serangan jantung, saya sarankan agar kalian tidak mengejutkannya dengan kabar yamg tak baik, karena bisa berakibat fatal nantinya, kalian boleh menjenguknya saat nanti pasien sudah di pindahkan ke ruang rawat,” ucap Dokter itu menjelaskan, dokter itu pun berlalu pergi di ikuti oleh suster dibelakangnya.Kakek Bram sudah di pindahkan ke ruang rawat mereka pun berada di sana untuk melihat keadaannya, sebuah alat terpasang di badannya dan satu layar monitor memantau perkembangannya.Kakek Bram membuka mata, lalu mulai berbicara, ia melepas alat bantu pernafasan yang ada di mulutnya, untuk memudahkan ia berbicara.“Saya mohon, terimalah perjodohan ini, saya takut usia saya tak lama lagi, jadi sebelum saya meninggal saya ingin melaksanakan janji persahabatanku dengan Kakekmu,” ucap Bram pada mereka, ia menelisik satu persatu wajah yang ada dihadapannya.Ayah dan Bunga bungkam, mereka hanya bisa melihat kearah anaknya itu, Bunga merasa kasihan pada Kakek Bram, ia teringat akan mendiang sang Kakek.“Baiklah Kek, aku akan menerima perjodohan ini,” ucap Bunga menerima perjodohan itu, ia tersenyum ke arah kakek dengan tulus.Semua orang pun senang mendengarnya, Bram lantas mengucapkan terima kasih kepada Bunga karena sudah mau mengabulkan permintaannya.Melihat Papa, Mama, dan Kakek Bram tersenyum bahagia Bunga pun ikut merasa senang walau hatinya berkata lain.Bunga lantas keluar dari ruangan sang Kakek, ia limbung tak tahu harus berbuat apa, ia masih ingin meneruskan impian dan cita-citanya, namun Bunga tak ingin mengecewakan Almarhum Kakeknya jika ia mengabaikan wasiat itu.Bunga lantas pergi dari rumah sakit, di satu sisi Alvaro datang setelah di beritahu jika Kakeknya masuk rumah sakit, ia buru-buru datang dan meninggalkan pekerjaannya itu.Sesampainya di rumah sakit ia lantas menanyakan dimana ruangan sang Kakek ia bergegas masuk keruangan Bram di rawat.“Kakek, kenapa bisa sampai seperti ini, pagi tadi kakek baik-baik saja?” tanya Alvaro pada Kakeknya.Raut wajah khawatir begitu kelihatan sekali di wajahnya, ia mencemaskan keadaan sang kakek.“Tidak apa-apa, kakek baik-baik saja, kau jangan terlalu mengkhawatirkan Kakek,” ucap Bram pada cucunya.“Kenalkan, ini pak Surya dan istrinya Nyonya Kencana, mereka calon mertuamu,” ucap Kakek lagi, memperkenal Surya dan Istrinya.Alvaro langsung menoleh kearah mereka, lalu berjalan mendekat dan menjabat tangan Pak Surya serta istrinya sambil tersenyum.Surya dan Joana pun membalas senyum calon menantunya, suami dari anaknya kelak.Alvaro lantas duduk di kursi sambil terus menatap sang Kakek, kakeknya hanya tersenyum saja ditatap oleh cucunya.Sebenarnya Alvaro ingin menanyakan apa maksud dari kakek memperkenalkan kedua orang itu padanya dengan sebutan mertua.Alvaro enggan berbicara karena mereka masih di ruangan itu, pak Surya pun lantas berpamitan pada Bram dan Alvaro karena hari sudah mulai gelap.Setelah mengantar mereka sampai depan Alvaro segera menghampiri sang Kakek dan bertanya kepadanya.“Kakek, apa maksud dari semua ini, kenapa mengenalkan mereka sebagai mertua Alvaro Kek?”“Bukankah Kakek sudah pernah bilang bahwa Kakek akan menjodohkanmu dengan cucu dari sahabat kakek?” Bram mengingatkan Alvaro akan pembicaraannya dua hari yang lalu.Saat Alvaro baru pulang dari kantor Bram memanggil cucunya dan menyampaikan niatnya itu, namun dia tak mendapat jawaban dari Alvaro karena cucunya itu diam saja, maka kakek mengambil kesimpulan jika Alvaro tak keberatan akan perjodohan itu.“Menikahlah dengannya, dia akan jadi istri yang baik untukmu, Kakek bisa jamin itu, dia gadis yang baik, Kakek sudah melamarnya, jadi tak ada penolakan,” ucap Bram menatap tajam kearah cucunya.Dia tak akan terima jika permintaannya ditolak, dan Alvaro wajib untuk menuruti serta mematuhi semua perintahnya.MenikahBunga mematut dirinya di depan meja rias matanya menatap lesu pada bayangan seorang gadis yang telah mengenakan baju pengantinGaun panjang berwarna putih dengan make up Flawless menambah kecantikan gadis itu ia terlihat begitu Anggun dan mempesonaGadis dalam bayangan itu nampak terlihat lebih dewasa dari biasanya rambutnya disanggul rapi menggunakan penjepit rambut yang begitu sederhana namun tetap terlihat eleganGaun putih panjang yang sedikit mengekspos pundaknya membalut tubuhnya yang ramping namun berisi dengan begitu sempurnaTak ada yang spesial dengan gaun pengantinnya itu hanya saja saat Bunga yang mengenakan gaun pengantin itu gaun itu begitu pas dan cantik membalut badannya lagi-lagi helaan nafas terdengar dari mulut gadis itu atau lebih tepatnya seorang wanita yang sebentar lagi akan menyandang status istri dari seseorang sedikitpun Tidak terpikir di benak Bunga bahwa dia akan menikah semuda ini, jika saja di izinkan, saat ini ia sangat ingin kabur dan melarikan d
Alvaro Moonstone, Pria bertubuh atletis, dibagian dada di tumbuhi bulu-bulu halus, alis tebal, bulu mata lentik serta hidung Bangir menambah rupawan wajah pria tersebut, tak lupa cambang yang sudah di cukur halus mempertegas bagian rahangnya.Ia sengaja mencukur dan merapikan cambangnya saat menjelang acara pernikahan kemarin. Pria itu tak menolak sedikitpun akan keputusan sang Kakek.Karena sebelum itu dia sudah menyelidiki lebih dulu siapa calon Istri yang telah dipilihkan oleh Kakeknya itu, wanita seperti apa dia, dan wanita itu mampu membuat jiwa penasarannya meronta-ronta, ia pun akhirnya setuju begitu saja dengan perjodohan itu.Flashback“Alvaro, kakek ingin berbicara padamu, duduklah disini dekat Kakek,” ucap Bram kakek Alvaro.Alvaro mendekati Kakeknya dan duduk disamping sang Kakek, menatap intens kearahnya.“Kakek ingin menjodohkanmu dengan seorang wanita dari keluarga Aditama. Kakek sudah berjanji pada mendiang sahabat kakek bahwa nanti cucunya akan menjadi menantu di kelua
Godaan Malam PertamaBunga mondar-mandir didepan meja rias, Ia sudah berada didalam kamar pengantinnya. Kamar itu dihias sedemikian rupa, ada kelopak mawar bertaburan di atas tempat tidur yang ditata dan disusun begitu rapi membentuk lambang hati.Lilin ada di dalam ruangan itu menimbulkan aroma khas terapi yang begitu menenangkan hati, andai saja hari ini ia menikah dengan orang yang disayanginya, mungkin akan berbeda.Suasana ini akan begitu romantis untuk keduanya, namun sayang, gadis itu menikah dengan lelaki yang tak pernah dikenalnya dan tak pernah dibayangkan olehnya.Acara pernikahan telah selesai diadakan, Bunga meminta untuk ke kamar terlebih dahulu dan ia di antar oleh sang Ibu.Bunga begitu gelisah kala Joana mengingatkan tugasnya sebagai seorang Istri. Ia pun mengingat hari ini adalah malam pertamanya,Mengingat akan hal itu malah semakin membuat Bunga gugup dan menggigiti ujung kukunya tanpa sadar.Bunga bukan orang munafik yang tidak mengetahui apa saja yang di lakukan o
Malam pengantinAlvaro mencoba menepis hasratnya mencoba membuyarkan khayalannya, namun pemikiran gilanya berkata lain.Lelaki itu membayangkan bagaimana jika saat ini, dirinya langsung datang mendekat pada Bunga dan menghampiri tubuhnya, memeluk wanita itu dari belakang dengan erat serta memberikan beberapa kecupan ringan.Ia mengecup di area bahu dan lehernya, mungkin dengan meninggalkan beberapa kissmark sebagai bentuk tanda kepemilikan.Lalu kecupannya menjalar ke atas kebagian cuping telinganya bermain-main di daerah itu untuk meninggalkan rasa geli membangkitkan hasrat kewanitaannya.Alvaro membalikkan tubuh Bunga memberi kecupan di seluruh wajahnya, tangan Bunga refleks melingkar di leher Alvaro.Alvaro begitu bersemangat kala mendapat respon dari Bunga, ia lantas mencium bibir ranum Gadis itu yang sedari tadi sudah menggodanya.Lelaki itu melumat dalam bibir ranum Bunga membelit lidahnya semakin dalam dan panas. Tangannya tak tinggal diam , mulai menjalar melepas handuk putih y
Benar saja sesampainya di bawah seluruh keluarga besarnya sudah selesai sarapan pagi.“Maaf Pah, Mah, kami terlambat,” ucap Alvaro seraya menarik kursi, lalu duduk ikut bergabung bersama yang lainnya, di ikuti oleh Bunga disampingnya.“Tidak apa-apa Nak, kami maklum karena kalian pengantin baru, pasti bangunnya akan kesiangan,” ujar Joana melirik ke arah anaknya menggoda Bunga.Bunga tertunduk malu semburat merah muncul di wajahnya, sedang Alvaro hanya tersenyum menanggapi ucapan sang Ibu mertua.Alvaro dan Bunga pun mulai memakan makanan mereka, setelah selesai makan mereka mengobrol bersama.Alvaro meminta izin membawa Bunga untuk pulang ke mansionnya, kedua orang tua Bunga pun memberikan izin padanya walaupun mereka begitu berat melepas Putri semata wayang mereka.Mereka sadar bahwa kelak mereka akan kehilangan Bunga, dan melepas Bunga agar hidup bahagia bersama lelaki yang ia sayangi.Bram meminta agar Bunga dibawa pulang ke kediaman Moonstone, namun Alvaro beralasan ingin mandiri
Sore hari tiba, Bunga masih tidur dengan lelapnya, Alvaro tengah bersiap ia baru saja selesai mandi, di lihatnya gadis itu masih tidur.Alvaro mulai mendekati istrinya memperhatikan wajahnya entah kenapa dia lebih senang jika melihat wajah istrinya sedang tertidur seperti ini.Sedikit ada pergerakan dari Bunga sepertinya ia akan segera bangun, Alvaro lantas berdiri dan mulai menjauh dari ranjang, lelaki itu berpura-pura membenarkan kancing kemejanya.Bunga membuka matanya, kemudian melihat suaminya telah rapi di depan meja rias, gadis itu melihat jam di atas nakas sudah jam 05.00 sore.‘Kenapa aku bisa tidur sepulas ini,’ ucapnya dalam hati.“Cepatlah bangun dan bersiap kita akan turun, apa kau hanya ingin di dalam kamar saja tidak berniat untuk pergi keluar?” Alvaro memasang kancing di lengan bajunya sambil melihat ke arah Bunga yang sedang melamun.Lagi-lagi gadis itu mengabaikan Alvaro ia tak menjawab dan langsung sa
Buru-buru ia menepis pikiran kotornya, belum saatnya ia melakukan itu terhadap Bunga. Ia tak ingin memaksakan kehendaknya, ia akan bersabar menunggu sampai Bunga mau menerimanya.“Maaf, aku tidak tahu kalau kamu selesai mandi,” ucapnya seraya berlalu pergi dan kembali menutup pintu kamarnya.Bunga tertegun, ia tersadar dari lamunannya dia begitu malu saat Alvaro melihat keadaannya yang seperti itu, ia buru-buru memakai baju dan turun kebawah.Alvaro sedang berada di ruang tamu, ia menunggu Bunga, wanita itu pun duduk di sofa sebelah Alvaro.“Aku akan keluar sebentar untuk meeting, kamu tidak apa-apa jika aku tinggal keluar sebentar? Aku tidak akan lama, hanya dua jam saja,” ucap lelaki itu berpamitan sekaligus menjelaskan pada Bunga.Bunga menatap heran ke arahnya, ‘meeting tapi pakai baju santai seperti itu?’ ucapnya dalam hati.Namun ia tak mengutarakannya langsung didepan Alvaro, ia hanya bisa bergumam saja dalam hatinya.Alvaro yang tak mendapat sautan dari Bunga lantas melangkahk
“Kalo gitu aku siapin air panas untukmu ya? Jadi setelah mandi nanti kita bisa langsung makan,” ucap Bunga dia hendak beranjak meninggalkan ruang makan.Baru saja ia melangkah Alvaro mulai berkata, “Jika berbicara padaku lihat kearahku, jangan kau berbicara namun pandanganmu ketempat lain, belajarlah menghargaiku, aku ini suamimu.” Ungkap Alvaro begitu dingin, ia kesal karena Bunga terus terusan berusaha menghindar terlebih lagi saat berbicara padanya gadis itu enggan melihat ke arahnya.Setelah berbicara seperti itu Alvaro langsung meninggalkan Bunga sendirian di ruang makan, Bunga menyesali perbuatannya tak seharusnya ia mengabaikan lelaki itu, biar bagaimanapun Alvaro adalah suaminya,Namun egonya sebagai wanita begitu tinggi, “Kenapa dia harus marah seperti itu, aku sudah memasakkan makanan untuknya, iss ... menyebalkan sekali, sudah ku bilang aku butuh waktu,” gumam wanita itu, ia langsung berjalan menuju kamarnya menyusul Alvaro.Saat memasu
Bunga berjalan keluarrumah mengikuti Alvaro. Jantungnya terasa berdetak lebih kencang. Bunga melihatAlvaro seolah kurang menyukai idenya untuk membawa Sarah ke rumah mereka.“Apa kali ini kaubersedia naik mobilku saja? Aku ingin bicara,” ujar Alvaro ketika mereka sampaidi depan rumah. Bunga lekas menganggukkan kepalanya. Kekhawatiran merasukipikiran Bunga. Tak mungkin lagi Bunga menolak keinginan Alvaro.Alvaro membuka pintumobilnya, dia menanti Bunga masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Alvaro bergegasmasuk ke dalam mobil dan langsung menyalakan mesinnya. Bunga melihat ketegangandi wajah suaminya. Dia merasa takut sekali.“Sayang, apa akusalah?” tanya Bunga memberanikan diri bertanya pada Alvaro. Mobil yangdikemudikan Alvaro baru saja keluar dari gerbang mansion.Alvaro menarik nafaspanjang begitu Bunga mengajukan pertanyaan. “Aku tidak mengerti, Sayang. Tapi,bagaimana mungkin kau memutuskan mengajak Ibu tinggal bersama kita dalamsekejap mata? Kau bahkan tidak membicarakannya denganku
Bunga mengajak Alvaro ke ruang keluarga. Dia sedikit tidak nyaman membicarakan itu di depan pelayan mereka. “Tidak apa, Sayang. Coba kita lihat nanti. Mereka akan memberikan detail biaya untuk pembayarannya kan?” ujar Bunga.Bunga mencoba membesarkan hati Alvaro. Dia tak mau Alvaro banyak berpikir mengenai biaya perawatan Sarah. Alvaro duduk di sofa bersama Bunga. Dia tahu kalau di antara ego yang dimiliki Bunga pada soal pekerjaan, namun di sisi lain Bunga selalu memiliki toleransi yang besar, terutama kepada keluarga Alvaro.“Kalau begitu, besok kita sekalian menjemput Ibu saat makan siang,” ujar Alvaro. Bunga mengangguk, sebenarnya ini kesempatan bagi Bunga untuk mengatakan tentang pengumuman pernikahan mereka. Namun, Bunga merasa ini saat yang kurang tepat. Alvaro sedang berpikir keras mengenai Sarah.‘Sepertinya lebih baik menunggu saat yang lebih tepat. Apa lagi nanti yang akan dikatakan Al kalau aku tiba-tiba Bunga meminta pengumuman pernikahan?’ Sebagai CEO, Alvaro tentu tak b
Sudah beberapa hari Alvaro membisu. Perlahan kekesalannya pada Bunga sedikit berkurang. Namun tetap saja, sekarang Alvaro memilih untuk tidak banyak berbicara di kantor kepada Bunga. Dia tak pernah mendatangi ruang kantor Bunga kalau sedang tidak benar-benar ada perlunya. Alvaro juga tak pernah lagi berbicara bahkan mencoba menyapa Bunga ketika berada di area parkir.Setiap pagi, Alvaro pergi lebih awal untuk membesuk Sarah. Sore harinya, Alvaro juga mampir ke rumah sakit terlebih dulu sebelum pulang. Dia membebaskan Bunga, Bunga bisa ikut ke rumah sakit sepulang kerja ataupun pagi. Tentu saja dengan mobil yang berbeda. Alvaro tak pernah bertanya ataupun komplain kepada Bunga mengenai pergi dan pulang dari kantor pada mobil yang berbeda lagi. Selebihnya? Sikap Alvaro sudah mulai kembali lembut pada Bunga ketika berada di rumah.“Sayang, apa kau masih marah padaku?” tanya Bunga seusai makan malam. Mereka sedang duduk santai di ruang keluarga, memandang televisi namun sebenarnya mereka
Tok! Tok! Tok!Bunga terkejut mendengar ketukan. Di pintu ruangan kantornya. Bunga secepatnya menghapus air mata yang menetes di pipinya. Dia tidak tahu siapa yang ada di depan pintunya.Sebelum Bunga berkata ‘masuk’ pintu sudah membuka. Alvaro muncul di pintu membawa kotak makanan yang tadi dibelikan Bunga. “Boleh menumpang makan?” tanya Alvaro. Bunga hanya bisa mengangguk pasrah.Alvaro masuk ke dalam ruangan Bunga. Dia mengerutkan keningnya ketika melihat mata Bunga yang tampak sembab. “Kenapa, Sayang?” tanya Alvaro tidak tega dengan sang istri yang tampak bersedih.“Kenapa kau makan disini? Itu hanya akan memperparah keadaan,” ujar Bunga. Alvaro duduk di sofa dan menaruh makanannya di meja.“Apa kau mau aku makan bersama Flora di ruanganku sementara mau disini? Ada Leo yang sedang menemaninya makan sekarang.” Alvaro berjalan ke depan meja Bunga. Sekali lagi memperhatikan dengan cermat wajah cantik Bunga yang tampak begitu bersedih.“Apa yang terjadi padamu, Sayang?” tanya Alvaro.
Gosip beredarBunga terperangah, rasa hatinya ingin sekali keluar dari mobil dan berlari mengejar mobil Alvaro. Bunga melihat mobil Alvaro keluar menuju pintu gerbang rumah sakit. Sekarang Bunga menjadi salah tingkah. Apakah dia harus keluar dan tetap membesuk Sarah, atau Bunga harus pergi ke kantor saja dan menenangkan diri?Rasanya tak mungkin Bunga mengejar mobil Alvaro. Itu hanya akan membuatnya malu. “Kemana dia bersama gadis itu?” desah Bunga. Sekali lagi Bunga merasa sangat membutuhkan Nabila.Bunga melirik ke jam yang ada di dashboard mobil. Perasaannya terasa hampa, benar-benar hampa. “Mungkin Nabila sedang di jalan, aku tidak mau mengganggunya,” gumam Bunga sekali lagi.Bunga kemudian memutuskan untuk langsung pergi menuju kantor. Dia tidak jadi membesuk Sarah. Bunga tidak ingin Sarah bertanya macam-macam kepadanya nanti kalau tahu dia datang sendiri tanpa Alvaro.Sampai di tempat parkir di kantor, Bunga kembali melihat jam. Jam kerja belum dimulai, dia masih datang terlalu
Nasehat SahabatAlvaro membelakangi Bunga, dia mematikan lampu duduk di atas nakas. Bunga tahu kalau tak ada kesempatan baginya. Di sisi lain, Bunga merasa dirinya ditolak oleh Alvaro. “Sayang kenapa sih?” ujar Bunga. Dia merasa tak nyaman pada penolakan Alvaro. Bunga merasa malu.“Tidak malam ini, Sayang. Itu bukan hal yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Kau harus mengerti itu. Tidurlah, selamat malam.”Bunga mencelos, dia tak tahu apa lagi yang bisa dilakukannya untuk membuat Alvaro kembali seperti biasanya. Lama sekali Bunga terbaring dalam diam di samping Alvaro yang membelakanginya. Sesekali dia masih melihat punggung Alvaro. Berjuta perasaan berkecamuk di dalam pikiran Bunga. Perasaan malu, tak nyaman, sedih, juga kesal karena Alvaro tak mau lagi memahami perasaannya.Pagi harinya, Alvaro pun bangun lebih dulu. Dia bersiap dengan pakaian kantor. Ketika Bunga membuka mata, Alvaro sudah rapi. Bunga sampai terkejut, menyangka dia sedang kesiangan. “Oh, jam berapa ini?”“Mas
Setelah Bunga dan Alvaro keluar dari ruangan itu, Sarah dan Alexa bersuka ria. Sarah langsung menarik selang oksigen itu dari hidungnya. “Aku bebas sekarang. Aku senang sekali. Gio memang pintar mengatur strategi. Aku yakin kita akan memenangkan hati Alvaro ,” ujar Sarah.“Apa yang aku bilang, Bu. Gio memang tahu segalanya. Dia cerdas untuk mengurus semua ini.” Alexa ikut bangga karena dialah yang sudah mengenalkan Gio pada Sarah.“Sekarang kita harus menjalankan peran ini sebaik mungkin, Bu. Harus berhasil sampai Ibu bisa dibawa Alvaro ke rumahnya,” lanjut Alexa. Dia membuka semua paper bag yang dibawanya tadi. Sebenarnya bukan hanya buah yang ada di dalamnya, namun juga makanan dan minuman kesukaan Sarah. Alexa tahu kalau Sarah tak akan betah dengan treatment dari rumah sakit itu.Suka ria yang dirasakan oleh Sarah dan Alexa berbeda jauh dengan yang dialami oleh Alvaro dan Bunga di dalam mobil menuju tempat tinggal mereka. Alvaro masih sedih atas sikap Bunga. Walaupun dia senang
Bunga terpaksa diam, dia tak bisa menjawab apapun lagi. Bahkan sampai di rumah sakit, Bunga masih juga terdiam. Alvaro pun tidak mencoba mengajaknya berbicara lagi. Ketika turun dari mobil, Alvaro segera membukakan pintu untuk Bunga. Dia kemudian berjalan setelah Bunga keluar dari mobil.Bunga terpaksa mengikuti Alvaro saja, mencari kamar tempat perawatan Sarah. Di hati Bunga, dia masih saja ketakutan kalau sakit Sarah akan bertambah parah karena kesal melihatnya.“Sayang, apa aku menunggu di luar saja?” tanya Bunga. Alvaro langsung berhenti berjalan. Dia memandang pada Bunga.“Kenapa selalu mendampingiku setengah hati, Bunga?” tanya Alvaro . Wajah Alvaro memelas, dia merasa sepanjang pernikahan terlalu banyak memohon pada Bunga. Sementara Bunga, di mana Alvaro tak pernah mengerti perasaannya.Bunga menganga, dia tahu Alvaro salah paham. Baru saja Bunga hendak membuka mulutnya, namun Alvaro lagi-lagi berbicara lebih dulu. “Sudahlah. Tidak apa, terserah padamu saja,” ujarnya.A
Di depan ruang kantor Alvaro, Leo masih duduk menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan Vanessa sudah bersiap untuk kembali pulang. Jam kerja memang sudah usai.“Aku mau menemui Pak Alvaro,” ujar Bunga pada Leo dan Vanessa. Vanessa hanya meliriknya sinis, tak peduli pada apa yang dikatakan Bunga. Baginya, jam kerja sudah selesai. Dia tak ada alasan lagi untuk menambah waktu kerja walaupun hanya sedetik. Apalagi hanya karena Bunga.“Silahkan masuk saja, Bunga.” Leo langsung saja mempersilahkan Bunga. Dia sudah tahu kalau Bunga ingin membicarakan sesuatu yang tampaknya serius dengan Alvaro. Itu semua terlihat dari wajah Bunga yang tampak sedikit tegang.Bunga langsung mengetuk pintu Alvaro, setelah hitungan ketiga, dia membukanya dan masuk. Vanessa melirik ke arah Bunga, masih dengan tatapan sinisnya. Leo yang berada di belakang layar komputer memperhatikan gerak laku Vanessa. Dalam hati, Leo tahu kalau Vanessa tidak menyukai Bunga. Tapi dia tak akan bertanya apa-apa. Leo akan mengamatinya