Sore hari tiba, Bunga masih tidur dengan lelapnya, Alvaro tengah bersiap ia baru saja selesai mandi, di lihatnya gadis itu masih tidur.Alvaro mulai mendekati istrinya memperhatikan wajahnya entah kenapa dia lebih senang jika melihat wajah istrinya sedang tertidur seperti ini.Sedikit ada pergerakan dari Bunga sepertinya ia akan segera bangun, Alvaro lantas berdiri dan mulai menjauh dari ranjang, lelaki itu berpura-pura membenarkan kancing kemejanya.Bunga membuka matanya, kemudian melihat suaminya telah rapi di depan meja rias, gadis itu melihat jam di atas nakas sudah jam 05.00 sore.‘Kenapa aku bisa tidur sepulas ini,’ ucapnya dalam hati.“Cepatlah bangun dan bersiap kita akan turun, apa kau hanya ingin di dalam kamar saja tidak berniat untuk pergi keluar?” Alvaro memasang kancing di lengan bajunya sambil melihat ke arah Bunga yang sedang melamun.Lagi-lagi gadis itu mengabaikan Alvaro ia tak menjawab dan langsung sa
Buru-buru ia menepis pikiran kotornya, belum saatnya ia melakukan itu terhadap Bunga. Ia tak ingin memaksakan kehendaknya, ia akan bersabar menunggu sampai Bunga mau menerimanya.“Maaf, aku tidak tahu kalau kamu selesai mandi,” ucapnya seraya berlalu pergi dan kembali menutup pintu kamarnya.Bunga tertegun, ia tersadar dari lamunannya dia begitu malu saat Alvaro melihat keadaannya yang seperti itu, ia buru-buru memakai baju dan turun kebawah.Alvaro sedang berada di ruang tamu, ia menunggu Bunga, wanita itu pun duduk di sofa sebelah Alvaro.“Aku akan keluar sebentar untuk meeting, kamu tidak apa-apa jika aku tinggal keluar sebentar? Aku tidak akan lama, hanya dua jam saja,” ucap lelaki itu berpamitan sekaligus menjelaskan pada Bunga.Bunga menatap heran ke arahnya, ‘meeting tapi pakai baju santai seperti itu?’ ucapnya dalam hati.Namun ia tak mengutarakannya langsung didepan Alvaro, ia hanya bisa bergumam saja dalam hatinya.Alvaro yang tak mendapat sautan dari Bunga lantas melangkahk
“Kalo gitu aku siapin air panas untukmu ya? Jadi setelah mandi nanti kita bisa langsung makan,” ucap Bunga dia hendak beranjak meninggalkan ruang makan.Baru saja ia melangkah Alvaro mulai berkata, “Jika berbicara padaku lihat kearahku, jangan kau berbicara namun pandanganmu ketempat lain, belajarlah menghargaiku, aku ini suamimu.” Ungkap Alvaro begitu dingin, ia kesal karena Bunga terus terusan berusaha menghindar terlebih lagi saat berbicara padanya gadis itu enggan melihat ke arahnya.Setelah berbicara seperti itu Alvaro langsung meninggalkan Bunga sendirian di ruang makan, Bunga menyesali perbuatannya tak seharusnya ia mengabaikan lelaki itu, biar bagaimanapun Alvaro adalah suaminya,Namun egonya sebagai wanita begitu tinggi, “Kenapa dia harus marah seperti itu, aku sudah memasakkan makanan untuknya, iss ... menyebalkan sekali, sudah ku bilang aku butuh waktu,” gumam wanita itu, ia langsung berjalan menuju kamarnya menyusul Alvaro.Saat memasu
Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan kopi itu. Rasanya masih sama seperti kopi buatan Leo biasanya. Hanya saja rasanya sangat berbeda dengan buatan Bunga tadi pagi. Kopinya tetap sama tapi bagaimana bisa rasanya begitu berbeda? Takaran apa yang digunakan oleh Bunga, kenapa kopi buatannya bisa seenak itu?Pagi ini Bunga dibuat kecewa Alvaro tidak mau memakan masakannya pagi ini, padahal dia sudah terlanjur membuat dua porsi. Karena tidak mau membuang-buang makanan, maka dia pun membawa makanan itu untuk dia makan di kantor siang ini, lagi pula di kantornya juga ada microwave, dia bisa memanaskan bekal makanannya nanti.Bukan tanpa sebab Alvaro tak memakan makanan istrinya, ia ada meeting penting pagi ini, dirinya tak sempat untuk sarapan.Karena ketika pindahan kemarin Bunga tidak membawa mobil dari rumahnya, maka terpaksa hari ini dia menggunakan busway untuk pergi ke kantor. Sebenarnya tidak buruk juga, dia suka menggunakan angkutan umum. Apalagi apartem
Acara makan siang bersama para karyawan di divisi yang sama selalu terasa menyenangkan. Aditia selalu berusaha mencarikan suasana. Selepas makan siang mereka semua kembali ke kantor dan bekerja seperti biasa.Manajemen organisasi pada kantor Moonstone Group memang cukup baik. Lingkungan kerja yang mendukung membuat semua karyawan selalu bersemangat ketika bekerja. Kecuali Bunga dan perasaannya hari ini.“Ada apa?” tanya Nabila ketika melihat mendung menggantung di wajah Bunga.“Hanya merasa sedikit sedih,” jawab Bunga. Dia menarik nafas panjang memundurkan kursi kerjanya.“Sedih? Kenapa lagi? Tadi galau, lalu kesal, sekarang sedih,” seloroh Nabila. Dia memang sengaja membuat reaksi yang lucu. Tidak ingin kesedihan di hati sahabatnya itu bertambah.Bunga hanya menggelengkan kepalanya. Kata-katanya tertahan. Bunga tidak mungkin mengatakan pada Nabila kalau dia sudah menikah. Dia tidak ingin mengatakan itu pada Nabila, setidaknya bukan sekarang.“Tidak apa-apa,” sahut Bunga mencoba menga
Sebenarnya Alvaro merasa gemas melihat Bunga yang masih berdiri dengan wajah geram atas jawaban Alvaro. Bibir Bunga yang dimajukan justru membuat pipinya menjadi chubby sehingga dia tampak semakin manis.“Bunga, sapa suamimu dulu. Cium tangannya dulu, duduk dulu, baru kemudian menyapa,” tegur Satria. Satria memang selalu mengajarkan kesopanan kepada Bunga sejak dulu. Apalagi terhadap suami, tentu Bunga harus bersikap hormat.Tanpa membantah, Bunga segera melakukan semua yang dikatakan ayahnya itu. Dia menyalami Alvaro dan menaruh di depan hidungnya.“Ini, Mama bawakan satu cangkir teh lagi untukmu,” kata Joana sambil memberikan secangkir teh hangat pada Bunga. Alvaro hanya tersenyum menyaksikan semua itu.Kedatangan Alvaro sebenarnya tidak bertujuan buruk, apalagi mengancam seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya. Alvaro hanya ingin melakukan penyesuaian diri dengan keluarga Bunga yang sudah resmi menjadi istrinya.Alvaro paham kalau dulu, ketika meminga Bunga menikah dengannya, mu
Sampai di rumah, Bunga sudah turun lebih dulu di depan pintu utama. Alvaro masih mengendarai mobil itu sampai masuk ke garasi. Alvaro tidak bisa berhenti tersenyum geli karena mengingat perkataan Bunga kalau Tuan Besar di kantor pusat mungkin saja orang tua.Ketika Alvaro turun dari mobil, ternyata Bunga sudah menunggunya, Bunga lupa mengambil tasnya di dalam mobil. Dia menatap pada Alvaro yang masih mengukir senyum di bibir. “Kenapa kamu masih tersenyum?” tanya Bunga dengan kening berkerut. Heran melihat Alvaro yang tampak terlalu girang.“Ah? Tidak, tidak apa-apa,” jawab Alvaro. Dia berusaha mengatur mimik wajahnya. Bunga meminta Alvaro untuk mengambilkan tasnya yang tertinggal. Lelaki itu tentu saja melakukannya dengan senang.“Aku akan mandi dulu,” ujar Bunga lirih. Alvaro mengangguk, dia masuk ke kamar bersama Bunga. Di kamar, Alvaro langsung membuka seluruh bajunya. Tidak ada ragu sedikitpun di dalam sikap Alvaro. Sebaliknya, Bunga selalu panik setiap kali Alvaro bersikap sepert
Membuka mata di pagi hari membuat Bunga bingung. Dia sudah berada di kamar. Bunga duduk dan menggosok matanya. Terakhir kali, Bunga mengingat kalau dia menonton televisi bersama Alvaro. “Apa aku tadi malam ketiduran?” gumam Bunga pelan.“Benar sekali, Nyonya Al. Tadi malam kau ketiduran,” sahut Alvaro. Bunga hampir terlompat karena terkejut. Alvaro sudah berpakaian rapi. Dia sedang mengenakan jasnya.“Kau membuatku terkejut!” seru Bunga. Alvaro terkekeh pelan. Dia melihat Bunga terlonjak mendengar suaranya tadi. Di mata Alvaro, tentu Bunga terlihat lucu.“Bagaimana aku bisa berada di kamar?” tanya Bunga. Dia masih bingung dengan kejadian lanjutan tadi malam.“Aku menaikkanmu ke atas kuda pacu,” canda Alvaro, menyindir kelakuan Bunga malam tadi. Bunga mengerutkan wajahnya. Kesal dengan candaan Alvaro. Dia berdiri acuh dan langsung berjalan menuju kamar mandi.“Hey, berterimakasih pada kuda pacu yang menggendongmu ke kamar tadi malam!” teriak Alvaro. Dia masih mentertawakan Bunga.“Teri