Shanna yang menunduk untuk membalas pesan teman-temannya, mendongak mengikuti arah pandang Damar. Keningnya berkerut dalam menatap sosok wanita yang duduk di teras rumah mereka.
Sekarang sudah pukul sembilan malam, untuk apa Nadia datang ke rumah mereka? Apalagi sekarang sedang hujan deras. Sangat tidak pantas rasanya seorang wanita datang seorang diri berkunjung ke rumah seorang laki-laki di malam hari.
“Sepertinya tante Nadia pingin banget ketemu sama baba, sampai bela-belain nungguin baba pulang,” celetuk Shanna, nadanya sedikit kesal.
“Apa kita pergi saja?” tanya Damar.
“Nggak usah, Ba. Dia sudah terlanjur melihat kedatangan kita. Lagian besok kan baba harus berangkat kerja,” tolak Shanna.
Hari ini adalah hari terakhir Damar libur. Tubuh mereka juga sudah sangat lelah dan perlu istirahat supaya besok pagi bisa segar. Selain itu, Shanna tidak ingin Damar kelelahan dan jatuh sakit karena kurang istirahat.
<Shanna tidak mengerti kenapa Damar berpikir begitu mengenai dirinya. Namun, seulas senyum mengembang di wajahnya yang cantik."Jadi baba marah kepadaku karena aku mengizinkan tante Nadia menginap di rumah kita?" goda Shanna yang merasa lucu dengan Damar yang salah paham kepadanya."Sampai kapanpun, aku tidak pernah bisa marah kepadamu. Aku hanya merasa kecewa kepada diriku sendiri. Aku merasa bahwa diriku gagal membuatmu untuk mempercayaiku."Shanna tersenyum lebar. Dia berdiri di belakang Damar dan memeluk pria itu. Diletakkannya dagunya di bahu pria itu dengan pipi yang menempel pada pipi Damar."Maaf sudah membuatmu kecewa. Sebenarnya tidak ada niatanku untuk menguji kesetiaanmu. Aku percaya kepadamu, tapi tidak dengan dia. Aku mengizinkannya menginap bukan untuk mengujimu, tetapi aku tidak ingin dia terus-menerus menggenggam tanganmu. Aku tidak ingin dia terus menempel padamu seperti lintah."Damar menghela napas pelan. "Maafkan aku. Lain kali
Ekspresi Damar yang sebelumnya kaku, kini berubah sedikit melunak. Pria itu melepas satu tangannya dari kemudi, meraih tangan Shanna dan menggenggamnya.Ditatapnya Shanna sebentar sebelum kembali fokus pada jalanan sembari berkata, “Aku tidak ingin membuatmu marah atau berpikiran yang tidak-tidak tentangku. Jadi lebih baik sejak awal menjaga jarak dengannya.”Shanna menatap Damar dengan perasaan tidak menentu. Tidak ada satu patah pun yang Shanna katakan untuk membalas ucapan pria itu.Entah kenapa ucapan Damar seolah menyadarkan dirinya bahwa dia telah mengekang pria itu. Namun, dirinya benar-benar tidak kuasa untuk menahan perasaannya itu.Terjadi keheningan di sepanjang jalan menuju kampus. Shanna tidak mengerti di mana letak permasalahan yang membuat mereka berdua sama-sama terdiam. Mungkin membahas Nadia dalam obrolan mereka benar-benar hal yang tidak seharusnya mereka lakukan.“Baiklah. Baba nggak perlu menjemputku,” u
Pandangan Shanna tidak lepas dari dua orang di hadapannya. Terutama wanita yang sudah berani memeluk suaminya, Nadia Hardinata. Dibukanya lebar-lebar pintu ruang kerja Damar. Kakinya melangkah dengan langkah lebar menghampiri mereka. Di mana Nadia masih tidak melepaskan tangannya dari tubuh Damar meski Damar mencoba untuk melepaskannya.Sekuat tenaga Shanna menarik Nadia hingga pelukannya pada Damar terlepas.PLAKKK!!!Sebuah tamparan sangat keras mendarat di wajah Nadia.Shanna benar-benar menampar Nadia dengan kekuatan penuh hingga wajah wanita itu menoleh. Shanna benar-benar tidak menyangka bahwa Nadia masih berani menemui Damar. Dia pikir Nadia tidak akan pernah lagi menampakkan diri di hadapan mereka. Tidak menyangka bahwa wanita itu justru berani memeluk suaminya.Untuk sesaat suasana menjadi hening. Baik Damar ataupun Nadia benar-benar terkejut dengan tindakan Shanna.“Apakah tante nggak bisa melihat kalau baba nggak suka dipelu
Wajah Shanna seketika menoleh ke samping akibat tamparan yang dilayangkan Nadia kepadanya. Rasa panas seketika menjalar di pipi Shanna tepat di mana Nadia menamparnya. Warna kemerahan tampak samar di pipinya yang putih.“Tadi aku tidak bisa membalas tamparanmu. Jadi sekarang aku mengembalikannya padamu,” ucap Nadia dengan penuh kebencian dan amarah. “Jangan mentang-mentang Damar membelamu, lalu kamu berpikir bahwa aku tidak berani membalasmu.”Shanna menatap Nadia. Sorot matanya penuh dengan permusuhan.“Kupikir kau orang yang bisa memegang kata-kata. Ternyata kau tidak lebih dari seorang munafik! Pembohong! Kau bilang bahwa kau tidak akan pernah ikut campur urusan pribadi Damar, tetapi kenapa kau ikut campur? Lagi pula bukankah aku sudah memberitahumu kalau aku akan mendekati papamu? Seharusnya kau mendukungku untuk lebih dekat dengannya. Asal kau tahu saja, dulu kami hampir bertunangan, tetapi karena kehadiranmu, hubunganku dengan Damar terpaksa kandas. Jika saja Damar tidak menyela
Dua puluh satu tahun yang lalu.Malam semakin larut. Udara dingin semakin menyengat kala menusuk kulit. Titik-titik air semakin lama semakin berkurang.Damar mengendarai mobilnya dengan pelan untuk menghindari tergelincir karena jalanan yang tampak licin setelah sebelumnya hujan lebat selama beberapa jam.“Seharusnya kita mengikuti ucapan temanmu untuk tidak pulang malam ini,” ucap Nadia ketika melihat Damar menguap lebar. Sudah tidak terhitung berapa kali pria itu menguap.“Mau bagaimana lagi, besok aku ada kuis di kelas yang tidak bisa kulewatkan. Kecuali kalau aku pingin mendapat nilai merah.”Mereka baru saja menghadiri pertunangan teman SMP Damar. Dulu mereka bertetangga, tetapi empat tahun yang lalu, mereka pindah ke luar kota. Itu karena ayahnya dipindahtugaskan di sana, membuat semua anggota keluarga itu mau tidak mau terpaksa harus pindah.Sebelumnya, saat berpamitan pulang, Damar sudah diminta oleh temannya
Damar berjalan menuju bagian resepsionis dan menanyakan di mana wanita serta anak yang ditolongnya itu dirawat.Beberapa perawat yang berada di dekat resepsionis segera membantu Damar ketika melihat pemuda itu tampak oleng. Damar meminta tolong kepada perawat yang membantunya untuk membawanya melihat kondisi wanita dan anak yang ditolongnya.Luka wanita itu tidak terlalu parah dibandingkan dengan Damar. Namun, tubuh wanita itu sangat lemah. Dokter mengatakan bahwa wanita itu mengalam kekurangan darah cukup banyak. sementara saat ini stok darah di rumah sakit tinggal sedikit dan sedang berusaha mencari sumbangan darah.“Terima kasih atas pertolongannya,” ucap wanita itu lemah kala Damar berada di samping ranjangnya.“Maaf tidak bisa menyelamatkan suamimu,” ucap Damar penuh penyesalan.“Tidak apa-apa. Bisakah aku meminta tolong kepadamu?”“Apa?”“Tolong jaga putriku. Aku tidak memili
Damar menatap Nadia tidak percaya. Keterkejutan tergambar jelas pada wajahnya. “Kenapa?” tanya Damar bingung dengan permintaan Nadia yang tiba-tiba. “Hanya karena aku ingin merawat bayi itu, kamu memilih mengakhiri hubungan kita yang sudah berjalan selama tiga tahun?” “Ini bukan keinginanku, tetapi keinginan kedua orang tuaku. Aku memberitahu mereka mengenai dirimu yang ingin merawat anak itu. Mereka marah dan memintaku untuk memutuskanmu. Mereka tidak setuju jika kamu merawat bayi itu. Selain itu, mereka tidak ingin terlibat skandal karena itu.” Damar menghela napas pasrah. Damar tahu jika hal ini akan menjadi heboh di kalangan masyarakat—terutama di kalangan keluarga konglomerat dan pebisnis—jika sampai diketahui oleh publik. Mereka pasti beranggapan bahwa Shanna adalah anak hasil hubungan di luar nikah. “Jadi ... kamu lebih memilih orang tuamu daripada mempertahankan hubungan kita?” tanya Damar pasrah. Matanya menatap sendu Nadia. “Maafkan aku.” Nadia menundukkan sedikit kepa
Untuk mencegah kejadian seperti semalam terjadi lagi, Shanna selalu pergi ke perusahaan Damar begitu kelas berakhir.“Nggak nyangka kalau kamu jadi pecemburu dan posesif banget sama Om Damar,” celetuk Viona sembari tertawa pelan kala melihat Shanna buru-buru memasukkan buku ke dalam tasnya.“Lebih baik mencegah daripada kecolongan.”Viona tertawa mendengar jawaban Shanna. “Ya, ya, ya. Kalau kamu udah nggak sanggup menghadapi wanita itu, kamu bisa menghubungiku. Aku akan membuat perhitungan untuknya.”“Hm! Ya sudah, aku pergi dulu.”Shanna pun melenggang pergi dengan langkah lebar meninggalkan Viona yang ikut meninggalkan kelas dengan langkah perlahan.Satu minggu sudah berlalu. Dan selama satu minggu pula Shanna selalu pergi ke perusahaan Damar. Awalnya Shanna takut Damar akan marah dan menganggapnya posesif serta pecemburu. Sayangnya itu hanyalah ketakutannya semata. Sebab Damar sendiri tidak keberatan dan justru tampak senang dengan kehadirannya di kantor pria itu.Nadia sendiri tid
Shanna tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Viona. Sayangnya gadis itu berlari semakin kencang di antara banyaknya pengunjung, sehingga mereka berdua kehilangan jejak gadis itu. Viona mengedarkan pandangannya untuk mencari gadis itu. Sayangnya gadis itu menghilang tanpa jejak bagai di telan bumi.“Kemana dia pergi?” gumam Viona kesal.“Mungkin bukan takdir kita bertemu dengannya.” Shanna mencoba menanggapi ucapan Viona.“Sial! Jika kita bisa bertemu dengannya, kita bisa bertanya dengannya.”“Sudahlah, Vi. Lebih baik sekarang kita cari minuman dulu. Aku haus.” Shanna mencoba mengalihkan topik pembicaraan.Shanna benar-benar merasa senang karena mereka kehilangan jejak Helia. Bagaimanapun ia tidak akan membiarkan sahabat-sahabatnya dalam masalah karena dirinya. Dirinya akan menyesal seumur hidup jika kembali membawa ketiga temannya dalam masalah. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.“Baiklah. Aku juga hasu setelah mengejar gadis itu.”Mereka menuju ke lantai atas, di ma
Sepanjang acara makan siang itu, Shanna dan Kayra adalah orang yang paling pendiam. Mereka hanya membuka suara jika ada yang bertanya. Berbeda dengan Devara yang berbaur bersama teman-temannya. Senyum dan tawa renyahnya tidak pernah berhenti.Shanna merasa waktu berjalan begitu lambat. Namun, sebelum ia mati bosan, mereka semua memutuskan untuk mengakhiri pertemuan. Satu per satu mereka meninggalkan restoran.Shanna menghela napas lega begitu mereka berada di dalam mobil.“Maaf jika membuatmu tidak nyaman.” Devara menggenggam tangan Shanna. Penyesalan dan rasa bersalah terdengar pada nada bicaranya.“Nggak apa-apa, Tan. Mungkin memang aku saja yang masih belum bisa beradaptasi. Jadi tante nggak perlu mengkhawatirkan aku.”“Kalau misalnya tante ngajak kamu lagi, kamu mau ikut?”Shanna sedikit tegang. Ekspresinya sedikit berubah.“Tanten hanya bercanda.” Devara tertawa pelan. “Tante tahu kamu tidak nyaman bersama mereka. Jadi tidak mungkin tante mengajak kamu untuk bertemu dengan mereka
Pukul enam sore, Shanna dan Ardo meninggalkan rumah menuju ke kediaman Hattala. Tadi sore Devara meneleponnya, mengundangnya untuk makan malam bersama di kediaman Hattala.Sudah lama Shanna tidak berkujung ke kediaman Hattala, sehingga saat dirinya tiba, Shanna langsung disambut dengan antusias oleh keluarga Hattala, terutama oleh anak-anak Galang dan Devara. Shanna sudah menganggap mereka seperti keponakannya sendiri.“Kenapa kamu tidak bilang kalau Damar keluar kota?” Devara menatap Shanna dengan ekspresi puar-pura kesal. “Seharusnya kamu bilang. Atau kalau tidak, kamu bisa bermain ke sini.”“Benar.” Galang ikut menyahuti. “Jika aku tidak menelepon Damar untuk mengundangnya makan malam, aku tidak akan tahu kalau dia keluar kota. Apalagi Damar sudah hampir tiga minggu di luar kota.”Shanna tersenyum canggung. “Aku nggak mau membuat tante dan om khawatir. Lagian ada Kak Ardo yang menemaniku di rumah.”Galang menghela napas pelan. “Kamu sama Damar itu sama saja. Suka sekali membuat ora
Mata Shanna membulat sempurna. Perlahan, senyum lebar menghiasi wajahnya. Matanya berbinar bahagia. “Benarkah?”“Ya. Tapi sayangnya dia tidak bertemu dengan wanita itu.”“Nggak masalah. Seenggaknya kita tahu bahwa dia pasti akan mencari Nadia.” Shanna tertawa pelan.“Jadi bagaimana? Apakah kita masih akan menemui Tuan Prama Mahendra?”Shanna menggeleng cepat. “Nggak. Kita biarkan saja Helia bertindak sendiri. Jika sudah nggak memungkinkan, baru kita turun tangan. Jadi aku minta tolong sama kakak untuk terus mengawasi Helia.”Setelah meminta Ardo memberikan salinan mengenai identitas wanita itu, Shanna meminta Ardo untuk mengaswai Helia. Ia sempat pesimis, takut Helia tidak tertarik mengenai identitasnya lagi. Pasalnya sudah seminggu Shanna menunggu, tetapi tidak ada pergerakan dari Helia.Shanna bahkan sudah bersiap untuk menggunakan rencana cadangan. Namun, karena Helia sudah bertindak, maka ia tidak perlu menjalankan rencana cadangannya. Dan itu tentu membuat Shanna sangat bahagia.
Pagi-pagi sekali Shannna sudah bersiap. Ia berdiri di depan cermin, memandangi penampilannya. Dadanya berdebar kencang. Sekarang adalah sidang skripsinya. Meskipun dirinya yakin bisa menyelesaikan ujian dengan baik, tetap saja ia merasa gugup.“Halo, Ba?” Shanna menerima panggilan telepon dari Damar dengan antusias.“Halo, Sayang. Kamu sudah sarapan?”“Sudah, Ba. Ini sekarang aku sudah siap-siap buat berangkat ke kampus. Baba sudah sarapan?”“Belum. Sebentar lagi aku akan sarapan. Hati-hati di jalan, Sayang. Dan semoga sukses.”“Iya, Ba. Baba jaga kesehatan. Nanti aku telepon lagi kalau sudah selesai sidang.”“Ya.”Setelah memberikan ucapan penyemangat, Damar memutus panggilan telepon.Shanna semakin bersemangat usai mendapat dukungan dari Damar. Tidak membuang-buang waktu, ia pun langsung pergi ke kampus.Dua hari yang lalu, Damar mendadak izin pergi ke luar kota. Ada masalah pada perusahaan cabang yang mengharuskan Damar untuk datang langsung. Shanna tidak tahu kapan Damar akan kemb
Shanna benar-benar bahagia. Akhirnya ia memiliki senjata mematikan untuk membalas Nadia. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Nadia memiliki rahasia kelam. Rahasia yang tidak diketahui oleh satu orang pun. Termasuk orang tuanya.Shanna tidak bisa menahan senyum lebarnya saat membayangkan bagaimana rekasi publik saat mengetahui rahasia kelam Nadia. Namun, ia jauh lebuh tidak sabar ingin melihat reaksi Nadia. Ia yakin Nadia pasti tidak akan berani menampakkan diri untuk selamanya.Tanpa bisa mengontrol kebahagiaannya, Shanna tertawa keras. Sangat puas dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Tidak menyangka bahwa Tuhan sangat berbaik hati membantunya untuk memberi pelajaran wanita itu.“Baru kali ini aku melihatmu tertawa keras seperti itu.” Suara Damar mengejutkan Shanna.Shanna bergegas turun dari tempat tidur, berlari menghampiri Damar yang berdiri di ambang pintu. Tanpa aba-aba, ia menerjang Damar. Bersyukur Damar sudah bersiap siaga menyambut pelukan istrinya yang langsung menempel s
Damar membuka mulutnya, tetapi kemudian tersenyum kecil ketika mendengar perut Shanna berbunyi. Lumayan keras hingga semua orang di sana dapat mendengarnya.Shanna menunduk malu sembari merutuk dalam hati. Bisa-bisanya perutnya berbunyi begitu keras di hadapan begitu banyak orang. Namun, ia juga tidak bisa mengendalikan perutnya yang memang lapar akibat aktivitas mereka tadi siang.“Lebih baik kita makan dulu, setelah itu kamu bisa membaca itu nanti.”Shanna menurut meski penasaran dengan isi pada amplop cokelat itu.“Ba, apa baba yang menghapus semua videoku yang beredar di internet?” tanya Shanna di sela-sela makannya.“Ya. Aku tidak mungkin tidak melakukan apa-apa saat ada skandal mengenai dirimu.” Damar menatap Shanna. “Tidak perlu membahasnya lagi. Lebih baik sekarang makan yang banyak.” Damar mendekatkan diri kepada Shanna dan berbisik. “Supaya kamu memiliki tenaga untuk kita bermain lagi nanti malam.”Shanna refleks menginjang kaki Damar. Ia menatap Damar dengan mata melotot. Ti
Kedatangan kedua sahabatnya membuat Shanna melupakan skandalnya.Sesuai janjinya, Deva datang ke rumah Shanna tepat pukul sepuluh pagi. Pria itu pun langsung menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang Viona dan Neila ajukan kepada Shanna. Dan Shanna pun kembali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.“Wanita itu memang harus dibuat jera, biar nggak membuat onar seenak jidatnya saja,” komentar Deva. Pemuda itu menatap Shanna lekat-lekat. “Lebih baik untuk sekarang kamu jangan bermain internet dan media sosial.”Shanna mengangguk. “Ya.”Deva tinggal selama beberpa lama sebelum akhirnya pamit pulang. Sebab banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakannya. Begitu pula dengan Viona dan Neila. Mereka berdua pun pulang setelah makan sian bersama.Tepat setelah Viona dan Neila meninggalkan rumah, Devara menelepon Shanna dan menanyakan kondisi Shanna saat ini.“Aku baik-baik saja, Tan. Tanten nggak perlu khawatir.” Shanna mencoba menenangkan Devara.Terdengar Devara menghela napas dari sebe
Shanna keluar kamar dengan tergesa-gesa karena amarah yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia harus menemui dan menghajar Nadia saat ini juga. Namun, Ardo menahannya.“Tenangkan dirimu, Shan!”“Aku nggak bisa tenang, Kak! Wanita iblis itu sudah kelewatan. Aku akan memberi perhitungan biar dia tahu siapa aku.”“Saya tahu, tapi tenangkan dirimu dulu.”Shanna menatap Ardo putus asa. “Bagaimana aku bisa tenang, Kak? Saat ini, di internet ramai beredar videoku bersamanya di parkiran mall kemarin. Aku yakin ini pasti ulah wanita itu.”“Saya tahu, saya juga sudah melihatnya. Tapi kita tidak bisa menghadapi ini dengan emosi yang menguasai diri. Jika tidak, maka akan timbul masalah baru.”“Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus diam saja dengan perbuatan Nadia?”Ardo menggeleng pelan. “Tidak. Tentu kita harus membalasnya, tetapi dengan kepala dingin.”Shanna hendak membalas ucapan Ardo, tetapi ia urungkan saat ponselnya berdering. Tanda panggilan masuk. Tertera nama Damar pada layar ponselnya