Tubuh Shanna menegang mendengar ucapan Viona. Ditatapnya lekat-lekat Viona. “Tapi kurasa itu nggak mungkin, Vi. Memangnya mereka nggak ada kerjaan sampai mau mengurusi kehidupan pribadiku dan baba?” Shanna tidak yakin jika orang yang menyebarkan pernikahannya di internet adalah pesaing bisnis Damar. “Papaku pernah bilang kalau dunia bisnis itu kejam. Apapun akan dilakukan jika perusahaan mereka kalah bersaing. Jadi tidak ada salahnya kita waspada.” Shanna terdiam memikirkan ucapan Viona. Saat dirinya hendak membuka mulut, dosen datang memasuki kelas, membuat Shanna terpaksa mengurungkan niatnya. Jikapun benar apa yang dikatakan Viona, bahwa beredarnya artikel pernikahannya dengan Damar karena ulah pesaing bisnis Damar, kenapa mereka baru melakukannya sekarang? Kenapa tidak dari dulu saja mereka melakukannya jika memang ingin merusak reputasi perusahaan Damar? Shanna hanya bisa menghela napas pelan dalam hati. Shanna menundukkan kepala kala sorot mata dosen di depan mereka berub
Walaupun Shanna menginginkan orang-orang mengetahui pernikahannya, tetapi tidak terpikirkan di benak Shanna jika Damar akan mempublikasikan pernikahan mereka di hadapan wartawan.“Ya. Aku sudah meminta Om Adara untuk menyiapkan semuanya. Konferensi pers akan diadakan di aula perusahaan.” Damar menggenggam sedikit lebih erat tangan Shanna. “Mereka semua sudah tahu mengenai pernikahan kita. Untuk apa lagi kita menyembunyikannya? Daripada menyembunyikannya, lebih baik kita mengklarisifikasinya langsung. Bukankah ini yang kamu inginkan? Siapapun yang telah menyebarkan pernikahan kita di internet, aku sangat berterima kasih kepadanya. Secara tidak langsung dia telah mempermudah bagi kita untuk memberitahu publik mengenai hubungan kita yang sebenarnya.”Apa yang dikatakan Damar ada benarnya. Hanya saja cara ini terlalu ekstrem. Banyak dampak yang ditimbulkan atas beredarnya artikel mengenai pernikahan mereka.“Jangan terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak,” ucap Damar yang membuyarkan Sha
Sebuah tamparan sangat keras sukses mendarat di pipi Shanna hingga meninggalkan bekas kemerahan. Lalu disusul dengan suara makian yang begitu keras, “Kau benar-benar wanita tidak tahu diuntung! Seharusnya aku membuangmu ke panti asuhan sejak awal Damar membawamu ke kediaman Adipramana.”“Bibi ...,” Shanna menatap Diana dengan tatapan terkejut dan tidak percaya akan kehadiran sosok wanita itu.“Aku bukan bibimu!” raung Diana. “Aku tidak pernah sedikit pun menganggapmu sebagai keponakanku. Jadi berhentilah memanggilku seperti itu. Dengar ya, Shanna, aku harap kamu segera menyelesaikan masalah ini dan meninggalkan Damar secepatnya. Jika kamu masih bersikeras tidak mau meninggalkan Damar, maka tunggu saja akibatnya.”Usai mengatakan itu, Diana berlalu pergi dengan membawa amarah yang masih membara.Shanna hanya bisa menatap kepergian Diana dengan air mata yang perlahan mengalir di kedua pipinya. Shanna sudah tidak sanggup lagi membendung air mata yang sejak tadi dia coba tahan.Shanna men
Usai memarkirkan mobilnya di basemen, Damar membawa Shanna ke ruang kerjanya terlebih dahulu. Masih ada waktu satu jam bagi mereka untuk menemui para wartawa yang sudah berkumpul di lantai 3, di mana perusahaan biasa melakukan konferensi pers.Kilatan dari lampu kamera langsung menyapa ketika mereka memasuki ruang konferensi pers. Bahkan beberapa wartawan langsung mengajukan pertanyaan tanpa menunggu mereka untuk duduk terlebih dahulu.Shanna merapatkan tubuhnya ke tubuh Damar. Dirinya yang awalnya mulai tenang, kini kembali gugup. Keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya kala begitu banyak pasang mata para wartawan yang menatap mereka."Tenanglah. Jangan takut," bisik Damar menenangkan Shanna."Hm!"Melihat kegaduhan para wartawan, pembawa acara meminta mereka semua untuk tenang. Bahkan pembawa acara sampai harus mengancam bahwa konferensi pers akan dibatalkan jika para wartawan itu tidak tertib dan tenang. Mendengar itu, Seketika para wartawan menjadi tenang dan tertib.“Mohon bag
Suasana di ruangan konferensi pers terasa sedikit menegangkan usai wartawan perempuan tadi bertanya mengenai Damar yang pedofil, tidak seperti awal di mana suasana sedikit hangat. Para wartawan pun lebih banyak mengajukan pertanyaan kepada Shanna. Meskipun begitu, terkadang Damar akan mengambil alih untuk menjawab jika Shanna merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang diajukan.Konferensi pers berlangsung selama satu setengah jam.Damar segera membawa Shanna meninggalkan ruangan dengan Adara dan beberapa orang yang mengikuti mereka untuk memberikan pengamanan. Berjaga-jaga jika ada seseorang yang mungkin akan menerobos dan menyerang mereka.Damar memeluk Shanna sesampainya mereka di ruang kerja pria itu.Shanna pun membalas pelukan pria itu dengan sangat erat. Wajahnya dia sembunyikan di dada lebar Damar. walaupun konferensi pers sudah berakhir, tetapi tubuh Shanna masih sedikit gemetar. Dadanya pun tidak kunjung berhenti untuk berdebar kencang.“Semuanya sudah selesai. Semuanya akan
Terjadi keheningan di antara mereka. Namun, kesunyian itu tidak berlangsung lama. Shanna memanggil pria itu ketika dia mengingat apa yang diucapkan oleh Diana mengenai konferensi pers tadi.“Ada apa, Sayang?”“Apa yang dikatakan bibi itu benar, kalau konferensi pers yang kita lakukan tadi disiarkan secara langsung?”Sebelumnya Damar hanya memberitahu dirinya mengenai konferensi pers, tetapi tidak memberitahu dirinya jika konferensi pers ini akan disiarkan secara langsung.“Ya. Kenapa? Apa kamu takut mereka akan semakin menghujatmu?”“Bukan! Aku tidak berpikir seperti itu. Hanya saja, kenapa baba nggak ngasih tahu aku sebelumnya kalau konferensi pers hari ini disiarkan secara langsung?” Shanna berkata dengan nada sedikit kesal karena Damar tidak mengatakan yang sebenarnya mengani hal ini.“Untuk apa aku memberitahumu? Lagi pula aku melakukan hal ini juga sebagai bentuk untuk menepati janjiku kepadamu. Janji di mana aku akan memberitahu semua orang bahwa kamu adalah milikku untuk selama
Damar memesan ruang pribadi untuk mereka. Kali ini Shanna tidak protes seperti sebelum-sebelumnya. Bagaimanapun saat ini mentalnya masih lemah untuk mendengarkan hujatan dari orang lain. Untuk menjaga kewarasan otaknya, lebih baik dia menurut dengan apa yang Damar lakukan. Shanna yakin apa yang Damar lakukan pasti adalah yang terbaik untuk dirinya ataupun untuk mereka berdua.“Baba, katakan padaku. Kali ini apa kesalahanku hingga kamu marah padaku,” kata Shanna membuka suara ketika mereka di perjalanan pulang. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang sudah kulakukan hingga mmebuatmu marah hingga mendiamiku sejak tadi.Selama makan siang, mereka tidak banyak berbicara seperti sebelumnya. Shanna yakin Damar marah kepadanya. Jika tidak, tidak mungkin pria itu akan mendiaminya. Shanna tahu betul dengan sikap Damar. Suaminya itu tipe orang yang akan diam saat sedang marah.Terdengar Damar menghela napas kasar.Shanna hanya menunduk sembari sesekali menatap Damar melalui ekor matanya.Damar mer
Semarah dan sekesal apapun Shanna, dirinya tidak bisa mendiami Damar dalam waktu yang lama. Apalagi jika Damar sudah membujuknya dengan gombalannya itu, dalam sekejap kemarahan dan kekesalannya akan hilang.Damar menghentikan mobil tepat di depan pintu gerbang kampus Shanna. Banyak pasang mata memandang mobil mereka dengan tatapan jijik. Namun Damar dan Shanna tidak peduli.“Ingatlah untuk langsung menghubungiku jika terjadi apa-apa,” pesan Damar sembari membantu Shanna melepas sabuk pengaman.“Iya, Damarku Sayang. Baiklah, aku pergi sekarang.” Shanna mengecup bibir Damar sebelum keluar dari mobil dan melambaikan tangan ke arah Damar yang berada di mobil.Shanna yakin Damar tidak akan pergi sebelum memastikan dirinya memasuki gerbang kampus. Karena itulah dirinya segera berbalik dan melangkah lebar memasuki gerbang kampus.Malam tadi Damar sudah mengingatkan dirinya jika mungkin akan banyak orang yang semakin tidak menyukai dirinya setelah konferensi pers yang mereka lakukan kemarin.
Shanna tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Viona. Sayangnya gadis itu berlari semakin kencang di antara banyaknya pengunjung, sehingga mereka berdua kehilangan jejak gadis itu. Viona mengedarkan pandangannya untuk mencari gadis itu. Sayangnya gadis itu menghilang tanpa jejak bagai di telan bumi.“Kemana dia pergi?” gumam Viona kesal.“Mungkin bukan takdir kita bertemu dengannya.” Shanna mencoba menanggapi ucapan Viona.“Sial! Jika kita bisa bertemu dengannya, kita bisa bertanya dengannya.”“Sudahlah, Vi. Lebih baik sekarang kita cari minuman dulu. Aku haus.” Shanna mencoba mengalihkan topik pembicaraan.Shanna benar-benar merasa senang karena mereka kehilangan jejak Helia. Bagaimanapun ia tidak akan membiarkan sahabat-sahabatnya dalam masalah karena dirinya. Dirinya akan menyesal seumur hidup jika kembali membawa ketiga temannya dalam masalah. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.“Baiklah. Aku juga hasu setelah mengejar gadis itu.”Mereka menuju ke lantai atas, di ma
Sepanjang acara makan siang itu, Shanna dan Kayra adalah orang yang paling pendiam. Mereka hanya membuka suara jika ada yang bertanya. Berbeda dengan Devara yang berbaur bersama teman-temannya. Senyum dan tawa renyahnya tidak pernah berhenti.Shanna merasa waktu berjalan begitu lambat. Namun, sebelum ia mati bosan, mereka semua memutuskan untuk mengakhiri pertemuan. Satu per satu mereka meninggalkan restoran.Shanna menghela napas lega begitu mereka berada di dalam mobil.“Maaf jika membuatmu tidak nyaman.” Devara menggenggam tangan Shanna. Penyesalan dan rasa bersalah terdengar pada nada bicaranya.“Nggak apa-apa, Tan. Mungkin memang aku saja yang masih belum bisa beradaptasi. Jadi tante nggak perlu mengkhawatirkan aku.”“Kalau misalnya tante ngajak kamu lagi, kamu mau ikut?”Shanna sedikit tegang. Ekspresinya sedikit berubah.“Tanten hanya bercanda.” Devara tertawa pelan. “Tante tahu kamu tidak nyaman bersama mereka. Jadi tidak mungkin tante mengajak kamu untuk bertemu dengan mereka
Pukul enam sore, Shanna dan Ardo meninggalkan rumah menuju ke kediaman Hattala. Tadi sore Devara meneleponnya, mengundangnya untuk makan malam bersama di kediaman Hattala.Sudah lama Shanna tidak berkujung ke kediaman Hattala, sehingga saat dirinya tiba, Shanna langsung disambut dengan antusias oleh keluarga Hattala, terutama oleh anak-anak Galang dan Devara. Shanna sudah menganggap mereka seperti keponakannya sendiri.“Kenapa kamu tidak bilang kalau Damar keluar kota?” Devara menatap Shanna dengan ekspresi puar-pura kesal. “Seharusnya kamu bilang. Atau kalau tidak, kamu bisa bermain ke sini.”“Benar.” Galang ikut menyahuti. “Jika aku tidak menelepon Damar untuk mengundangnya makan malam, aku tidak akan tahu kalau dia keluar kota. Apalagi Damar sudah hampir tiga minggu di luar kota.”Shanna tersenyum canggung. “Aku nggak mau membuat tante dan om khawatir. Lagian ada Kak Ardo yang menemaniku di rumah.”Galang menghela napas pelan. “Kamu sama Damar itu sama saja. Suka sekali membuat ora
Mata Shanna membulat sempurna. Perlahan, senyum lebar menghiasi wajahnya. Matanya berbinar bahagia. “Benarkah?”“Ya. Tapi sayangnya dia tidak bertemu dengan wanita itu.”“Nggak masalah. Seenggaknya kita tahu bahwa dia pasti akan mencari Nadia.” Shanna tertawa pelan.“Jadi bagaimana? Apakah kita masih akan menemui Tuan Prama Mahendra?”Shanna menggeleng cepat. “Nggak. Kita biarkan saja Helia bertindak sendiri. Jika sudah nggak memungkinkan, baru kita turun tangan. Jadi aku minta tolong sama kakak untuk terus mengawasi Helia.”Setelah meminta Ardo memberikan salinan mengenai identitas wanita itu, Shanna meminta Ardo untuk mengaswai Helia. Ia sempat pesimis, takut Helia tidak tertarik mengenai identitasnya lagi. Pasalnya sudah seminggu Shanna menunggu, tetapi tidak ada pergerakan dari Helia.Shanna bahkan sudah bersiap untuk menggunakan rencana cadangan. Namun, karena Helia sudah bertindak, maka ia tidak perlu menjalankan rencana cadangannya. Dan itu tentu membuat Shanna sangat bahagia.
Pagi-pagi sekali Shannna sudah bersiap. Ia berdiri di depan cermin, memandangi penampilannya. Dadanya berdebar kencang. Sekarang adalah sidang skripsinya. Meskipun dirinya yakin bisa menyelesaikan ujian dengan baik, tetap saja ia merasa gugup.“Halo, Ba?” Shanna menerima panggilan telepon dari Damar dengan antusias.“Halo, Sayang. Kamu sudah sarapan?”“Sudah, Ba. Ini sekarang aku sudah siap-siap buat berangkat ke kampus. Baba sudah sarapan?”“Belum. Sebentar lagi aku akan sarapan. Hati-hati di jalan, Sayang. Dan semoga sukses.”“Iya, Ba. Baba jaga kesehatan. Nanti aku telepon lagi kalau sudah selesai sidang.”“Ya.”Setelah memberikan ucapan penyemangat, Damar memutus panggilan telepon.Shanna semakin bersemangat usai mendapat dukungan dari Damar. Tidak membuang-buang waktu, ia pun langsung pergi ke kampus.Dua hari yang lalu, Damar mendadak izin pergi ke luar kota. Ada masalah pada perusahaan cabang yang mengharuskan Damar untuk datang langsung. Shanna tidak tahu kapan Damar akan kemb
Shanna benar-benar bahagia. Akhirnya ia memiliki senjata mematikan untuk membalas Nadia. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Nadia memiliki rahasia kelam. Rahasia yang tidak diketahui oleh satu orang pun. Termasuk orang tuanya.Shanna tidak bisa menahan senyum lebarnya saat membayangkan bagaimana rekasi publik saat mengetahui rahasia kelam Nadia. Namun, ia jauh lebuh tidak sabar ingin melihat reaksi Nadia. Ia yakin Nadia pasti tidak akan berani menampakkan diri untuk selamanya.Tanpa bisa mengontrol kebahagiaannya, Shanna tertawa keras. Sangat puas dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Tidak menyangka bahwa Tuhan sangat berbaik hati membantunya untuk memberi pelajaran wanita itu.“Baru kali ini aku melihatmu tertawa keras seperti itu.” Suara Damar mengejutkan Shanna.Shanna bergegas turun dari tempat tidur, berlari menghampiri Damar yang berdiri di ambang pintu. Tanpa aba-aba, ia menerjang Damar. Bersyukur Damar sudah bersiap siaga menyambut pelukan istrinya yang langsung menempel s
Damar membuka mulutnya, tetapi kemudian tersenyum kecil ketika mendengar perut Shanna berbunyi. Lumayan keras hingga semua orang di sana dapat mendengarnya.Shanna menunduk malu sembari merutuk dalam hati. Bisa-bisanya perutnya berbunyi begitu keras di hadapan begitu banyak orang. Namun, ia juga tidak bisa mengendalikan perutnya yang memang lapar akibat aktivitas mereka tadi siang.“Lebih baik kita makan dulu, setelah itu kamu bisa membaca itu nanti.”Shanna menurut meski penasaran dengan isi pada amplop cokelat itu.“Ba, apa baba yang menghapus semua videoku yang beredar di internet?” tanya Shanna di sela-sela makannya.“Ya. Aku tidak mungkin tidak melakukan apa-apa saat ada skandal mengenai dirimu.” Damar menatap Shanna. “Tidak perlu membahasnya lagi. Lebih baik sekarang makan yang banyak.” Damar mendekatkan diri kepada Shanna dan berbisik. “Supaya kamu memiliki tenaga untuk kita bermain lagi nanti malam.”Shanna refleks menginjang kaki Damar. Ia menatap Damar dengan mata melotot. Ti
Kedatangan kedua sahabatnya membuat Shanna melupakan skandalnya.Sesuai janjinya, Deva datang ke rumah Shanna tepat pukul sepuluh pagi. Pria itu pun langsung menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang Viona dan Neila ajukan kepada Shanna. Dan Shanna pun kembali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.“Wanita itu memang harus dibuat jera, biar nggak membuat onar seenak jidatnya saja,” komentar Deva. Pemuda itu menatap Shanna lekat-lekat. “Lebih baik untuk sekarang kamu jangan bermain internet dan media sosial.”Shanna mengangguk. “Ya.”Deva tinggal selama beberpa lama sebelum akhirnya pamit pulang. Sebab banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakannya. Begitu pula dengan Viona dan Neila. Mereka berdua pun pulang setelah makan sian bersama.Tepat setelah Viona dan Neila meninggalkan rumah, Devara menelepon Shanna dan menanyakan kondisi Shanna saat ini.“Aku baik-baik saja, Tan. Tanten nggak perlu khawatir.” Shanna mencoba menenangkan Devara.Terdengar Devara menghela napas dari sebe
Shanna keluar kamar dengan tergesa-gesa karena amarah yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia harus menemui dan menghajar Nadia saat ini juga. Namun, Ardo menahannya.“Tenangkan dirimu, Shan!”“Aku nggak bisa tenang, Kak! Wanita iblis itu sudah kelewatan. Aku akan memberi perhitungan biar dia tahu siapa aku.”“Saya tahu, tapi tenangkan dirimu dulu.”Shanna menatap Ardo putus asa. “Bagaimana aku bisa tenang, Kak? Saat ini, di internet ramai beredar videoku bersamanya di parkiran mall kemarin. Aku yakin ini pasti ulah wanita itu.”“Saya tahu, saya juga sudah melihatnya. Tapi kita tidak bisa menghadapi ini dengan emosi yang menguasai diri. Jika tidak, maka akan timbul masalah baru.”“Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus diam saja dengan perbuatan Nadia?”Ardo menggeleng pelan. “Tidak. Tentu kita harus membalasnya, tetapi dengan kepala dingin.”Shanna hendak membalas ucapan Ardo, tetapi ia urungkan saat ponselnya berdering. Tanda panggilan masuk. Tertera nama Damar pada layar ponselnya