Beberapa menit berlalu, tetapi Nadia masih betah mengajak mereka mengobrol, lebih tepatnya mengajak Damar mengobrol. Hal itu membuat suasana hati Shanna semakin buruk.
“Maaf, kalian mengobrol saja. Aku mau belanja dulu,” ucap Shanna yang sudah tidak tahan lagi berlama-lama tinggal bersama mereka berdua. Lebih baik dirinya pergi daripada mendengarkan mereka mengobrol. Membuat hatinya semakin panas terbakar perasaan cemburu serta dadanya yang semakin sesak karena memikirkan Damar dan Nadia.
“Kalau begitu kita belanja bersama-sama saja,” jawab Nadia cepat. “Kebetulan aku juga lagi belanja bulanan. Setelah itu kita makan bareng sehabis belanja. Bagaimana?”
Melalui ekor matanya, Shanna melirik Damar dengan perasaan campur aduk. Kesal, marah dan cemburu menjadi satu. Shanna sendiri tidak mengerti kenapa dirinya seperti ini. Seharusnya dia tidak perlu takut karena saat ini Damar telah menjadi miliknya seutuhnya.
Tidak!
Ucapan Shanna tentu membuat Damar terkejut. Dapat dilihat dari ekspresinya yang menatap Shanna dengan mata membulat. “Tidak!” tolak Damar cepat. Shanna tersenyum getir. “Aku sudah menduganya bahwa baba pasti akan menolak. Sebelumnya, kupikir baba memang memikirkanku, tetapi alasan sebenarnya kenapa baba tidak ingin menyentuhku karena di hati terdalam baba, baba masih menginginkan tante Nadia, bukan? Karena itulah baba tidak ingin menyentuhku dengan alasan tidak ingin kehamilanku nanti mengganggu kuliahku.” “Ya ampun, Sayang. Kamu bicara apa, sih? Aku benar-benar memikirkanmu. Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu. Semuanya demi kebaikanmu.” “Kebaikan apa?!” marah Shanna. “Baba tidak perlu memberiku berbagai macam alasan. Baba bilang saja langsung kepadaku kalau baba tidak menginginkanku dan hanya menjadikanku pelampiasan baba!” Shanna terkejut ketika Damar tiba-tiba menciumnya. Untuk sesaat amarahnya menghilang karena terkejut sebelum diriny
Keterkejutan tampak jelas di wajah Damar. Pria itu menolaknya secara halus dan mengatakan supaya Shanna tidak memaksakan diri. Mereka berdebat untuk sesaat sebelum akhirnya Damar tidak sanggup menahan diri dan melumat bibir Shanna.“Aku harap kamu benar-benar siap dan tidak terpaksa,” ucap Damar setelah mengakhiri ciumannya. Ibu jarinya menghapus saliva di bibir Shanna. Mata berkabut penuh nafsu itu menatap Shanna.“Nggak perlu banyak bicara, lakukan saja.” Shanna yang merasa kesal karena Damar yang terus mengoceh pun menarik leher pria itu dan menciumnya. Melumat bibir Damar dengan rakus.Siang itu mereka merajut kasih. Menggapai kenikmatan surga dunia.Shanna tidak menyesal dengan gagalnya acara berbelanja dan jalan-jalan mereka karena bertemu dengan Nadia. Dirinya justru bersyukur rencana mereka gagal, sehingga malam ini dirinya bisa menjadi milik Damar seutuhnya.Sayangnya kebahagiaan yang dirasakan Shanna hanya berlangsung sesaat. Itu karena Damar yang selalu mengeluarkan cairann
Shanna benar-benar dibuat kesal bukan main oleh Damar. Pasalnya kemarin mereka menghabiskan hari dengan bercinta. Alasannya karena Damar ingin mendengar dirinya memanggil nama pria itu. Karena hanya saat mereka bercintalah Shanna mau menyebut pria itu dengan nama. Selama 21 tahun hidupnya, dia tidak pernah memanggil nama pria itu. Sangat aneh kalau dia tidak canggung.Walaupun tubuhnya terasa remuk dan lemas, Shanna merasa senang. Dirinya benar-benar bahagia. Senyum tidak pernah luntur dari wajahnya sejak dia membuka mata. Shanna berdoa semoga dirinya cepat hamil. Dengan begitu Damar tidak akan meninggalkannya karena ada darah daging pria itu dalam dirinya.Damar memeluk Shanna dari belakang. "Apakah sekarang kamu bisa mempercayaiku?" Damar berkata pelan tepat di telinga Shanna. Digigitnya daun telinga itu pelan, membuat Shanna merasa geli."Hm!" Shanna hanya menjawab dengan gumaman. Sebab dia tahu Damar pasti akan menggodanya jika dia menjawab panjang lebar.
Viona sangat heboh usai mendengar cerita Hanna mengenai Nadia yang datang ke rumah mereka kemarin. Membuat beberapa mahasiswa di kantin yang berada di sekitar meja mereka menatap ke arah meraka. Dengan senyum kaku, Shanna, Deva dan Neila meminta maaf atas keributan yang terjadi. Namun, berbeda dengan Viona yang masih heboh sendiri.“Dengar, Shan, kamu harus hati-hati sama orang bernama Nadia itu. Jangan lengah kalau kamu nggak mau kehilangan Om Damar,” ucap Viona yang terdengar provokatif.“Hm! Baba sih sudah berjanji nggak akan menemui dia lagi kalau misalnya bertemu dia. Tapi jujur saja, aku masih sulit mempercayai ucapan baba.”“Wajar kalau kamu nggak bisa mempercayai ucapan Om Damar begitu saja mengingat Nadia adalah cinta dan pacar pertama Om Damar. Apalagi setelah mereka putus, Om Damar nggak pernah pacaran sama wanita lain. Ingat ucapanku, Shan, lain kali kalau dia datang ke rumah kalian, kamu harus terus menemani Om Damar. J
Shanna menatap tangannya dengan senyum kikuk. Dia mengeluarkan cincin nikahnya dari kantong celananya dan segera memasangnya.“Sudah.” Shanna menunjukkannya kepada Damar dengan senyum lebar.“Apa karena saking marahnya kamu sama aku, sampai kamu melepaskan cincin nikah kita?”“Bukan begitu,” jawab Shanna cepat.Shanna pun menceritakan alasan kenapa dia melepas cincin nikahnya. Waktu dirinya menunggu Viona yang pergi ke toilet di kelas, teman kuliah yang duduk di sampingnya bertanya kapan dirinya menikah ketika melihat cincin nikah di jari manisnya. Shanna pun terpaksa berbohong jika itu bukan cincin nikah sungguhan, melainkan cincin nikah palsu untuk mengelabuhi orang yang terus-menerus mengejarnya.“Makanya tadi aku lepas. Takut teman-temanku yang lain bertanya pertanyaan yang sama. Seandainya pernikahan kita tidak dirahasiakan, mungkin aku akan mengatakannya dengan keras kalau aku sudah menikah. Dan pria itu adalah dirimu.”Shanna melingkarkan ke dua tangannya di leher Damar. Dengan
Shanna mendudukkan diri di samping Damar. Digenggamnya tangan besar pria itu. “Jangan cemberut, Sayang.” Shanna mengecup bibir suaminya yang entah kenapa begitu membuatnya kecanduan. “Sebenarnya tadi aku hanya basa-basi saja menawari dia masuk. Kupikir dia akan menolak dan pergi setelah tahu kamu sibuk, tapi siapa yang menyangka kalau dia keras kepala ingin menunggumu. Sepertinya dia benar-benar sangat ingin menemuimu.”Damar menghela napas pelan. “Lain kali jangan pernah menyuruhnya untuk masuk,” ucapnya dengan nada sedikit kesal.“Iya, iya. Ya sudah, aku pergi dulu. Tadi aku pamit untuk membuatkan dia minuman.” Shanna kembali mengecup bibir Damar sebelum melenggang pergi meninggalkan pria itu.Sembari membuatkan minum untuk Nadia, Shanna mengirim pesan kepada Viona untuk segera menghubinginya.Shanna sendiri tidak ingin berlama-lama mengobrol dengan Nadia. Melihat wajah Nadia membuatnya selalu emosi dan timbul prasangka buruk terhadap suaminya.“Maaf ya, Tante, udah membuat tante me
Shanna yang menunduk untuk membalas pesan teman-temannya, mendongak mengikuti arah pandang Damar. Keningnya berkerut dalam menatap sosok wanita yang duduk di teras rumah mereka.Sekarang sudah pukul sembilan malam, untuk apa Nadia datang ke rumah mereka? Apalagi sekarang sedang hujan deras. Sangat tidak pantas rasanya seorang wanita datang seorang diri berkunjung ke rumah seorang laki-laki di malam hari.“Sepertinya tante Nadia pingin banget ketemu sama baba, sampai bela-belain nungguin baba pulang,” celetuk Shanna, nadanya sedikit kesal.“Apa kita pergi saja?” tanya Damar.“Nggak usah, Ba. Dia sudah terlanjur melihat kedatangan kita. Lagian besok kan baba harus berangkat kerja,” tolak Shanna.Hari ini adalah hari terakhir Damar libur. Tubuh mereka juga sudah sangat lelah dan perlu istirahat supaya besok pagi bisa segar. Selain itu, Shanna tidak ingin Damar kelelahan dan jatuh sakit karena kurang istirahat.
Shanna tidak mengerti kenapa Damar berpikir begitu mengenai dirinya. Namun, seulas senyum mengembang di wajahnya yang cantik."Jadi baba marah kepadaku karena aku mengizinkan tante Nadia menginap di rumah kita?" goda Shanna yang merasa lucu dengan Damar yang salah paham kepadanya."Sampai kapanpun, aku tidak pernah bisa marah kepadamu. Aku hanya merasa kecewa kepada diriku sendiri. Aku merasa bahwa diriku gagal membuatmu untuk mempercayaiku."Shanna tersenyum lebar. Dia berdiri di belakang Damar dan memeluk pria itu. Diletakkannya dagunya di bahu pria itu dengan pipi yang menempel pada pipi Damar."Maaf sudah membuatmu kecewa. Sebenarnya tidak ada niatanku untuk menguji kesetiaanmu. Aku percaya kepadamu, tapi tidak dengan dia. Aku mengizinkannya menginap bukan untuk mengujimu, tetapi aku tidak ingin dia terus-menerus menggenggam tanganmu. Aku tidak ingin dia terus menempel padamu seperti lintah."Damar menghela napas pelan. "Maafkan aku. Lain kali
Shanna tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Viona. Sayangnya gadis itu berlari semakin kencang di antara banyaknya pengunjung, sehingga mereka berdua kehilangan jejak gadis itu. Viona mengedarkan pandangannya untuk mencari gadis itu. Sayangnya gadis itu menghilang tanpa jejak bagai di telan bumi.“Kemana dia pergi?” gumam Viona kesal.“Mungkin bukan takdir kita bertemu dengannya.” Shanna mencoba menanggapi ucapan Viona.“Sial! Jika kita bisa bertemu dengannya, kita bisa bertanya dengannya.”“Sudahlah, Vi. Lebih baik sekarang kita cari minuman dulu. Aku haus.” Shanna mencoba mengalihkan topik pembicaraan.Shanna benar-benar merasa senang karena mereka kehilangan jejak Helia. Bagaimanapun ia tidak akan membiarkan sahabat-sahabatnya dalam masalah karena dirinya. Dirinya akan menyesal seumur hidup jika kembali membawa ketiga temannya dalam masalah. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.“Baiklah. Aku juga hasu setelah mengejar gadis itu.”Mereka menuju ke lantai atas, di ma
Sepanjang acara makan siang itu, Shanna dan Kayra adalah orang yang paling pendiam. Mereka hanya membuka suara jika ada yang bertanya. Berbeda dengan Devara yang berbaur bersama teman-temannya. Senyum dan tawa renyahnya tidak pernah berhenti.Shanna merasa waktu berjalan begitu lambat. Namun, sebelum ia mati bosan, mereka semua memutuskan untuk mengakhiri pertemuan. Satu per satu mereka meninggalkan restoran.Shanna menghela napas lega begitu mereka berada di dalam mobil.“Maaf jika membuatmu tidak nyaman.” Devara menggenggam tangan Shanna. Penyesalan dan rasa bersalah terdengar pada nada bicaranya.“Nggak apa-apa, Tan. Mungkin memang aku saja yang masih belum bisa beradaptasi. Jadi tante nggak perlu mengkhawatirkan aku.”“Kalau misalnya tante ngajak kamu lagi, kamu mau ikut?”Shanna sedikit tegang. Ekspresinya sedikit berubah.“Tanten hanya bercanda.” Devara tertawa pelan. “Tante tahu kamu tidak nyaman bersama mereka. Jadi tidak mungkin tante mengajak kamu untuk bertemu dengan mereka
Pukul enam sore, Shanna dan Ardo meninggalkan rumah menuju ke kediaman Hattala. Tadi sore Devara meneleponnya, mengundangnya untuk makan malam bersama di kediaman Hattala.Sudah lama Shanna tidak berkujung ke kediaman Hattala, sehingga saat dirinya tiba, Shanna langsung disambut dengan antusias oleh keluarga Hattala, terutama oleh anak-anak Galang dan Devara. Shanna sudah menganggap mereka seperti keponakannya sendiri.“Kenapa kamu tidak bilang kalau Damar keluar kota?” Devara menatap Shanna dengan ekspresi puar-pura kesal. “Seharusnya kamu bilang. Atau kalau tidak, kamu bisa bermain ke sini.”“Benar.” Galang ikut menyahuti. “Jika aku tidak menelepon Damar untuk mengundangnya makan malam, aku tidak akan tahu kalau dia keluar kota. Apalagi Damar sudah hampir tiga minggu di luar kota.”Shanna tersenyum canggung. “Aku nggak mau membuat tante dan om khawatir. Lagian ada Kak Ardo yang menemaniku di rumah.”Galang menghela napas pelan. “Kamu sama Damar itu sama saja. Suka sekali membuat ora
Mata Shanna membulat sempurna. Perlahan, senyum lebar menghiasi wajahnya. Matanya berbinar bahagia. “Benarkah?”“Ya. Tapi sayangnya dia tidak bertemu dengan wanita itu.”“Nggak masalah. Seenggaknya kita tahu bahwa dia pasti akan mencari Nadia.” Shanna tertawa pelan.“Jadi bagaimana? Apakah kita masih akan menemui Tuan Prama Mahendra?”Shanna menggeleng cepat. “Nggak. Kita biarkan saja Helia bertindak sendiri. Jika sudah nggak memungkinkan, baru kita turun tangan. Jadi aku minta tolong sama kakak untuk terus mengawasi Helia.”Setelah meminta Ardo memberikan salinan mengenai identitas wanita itu, Shanna meminta Ardo untuk mengaswai Helia. Ia sempat pesimis, takut Helia tidak tertarik mengenai identitasnya lagi. Pasalnya sudah seminggu Shanna menunggu, tetapi tidak ada pergerakan dari Helia.Shanna bahkan sudah bersiap untuk menggunakan rencana cadangan. Namun, karena Helia sudah bertindak, maka ia tidak perlu menjalankan rencana cadangannya. Dan itu tentu membuat Shanna sangat bahagia.
Pagi-pagi sekali Shannna sudah bersiap. Ia berdiri di depan cermin, memandangi penampilannya. Dadanya berdebar kencang. Sekarang adalah sidang skripsinya. Meskipun dirinya yakin bisa menyelesaikan ujian dengan baik, tetap saja ia merasa gugup.“Halo, Ba?” Shanna menerima panggilan telepon dari Damar dengan antusias.“Halo, Sayang. Kamu sudah sarapan?”“Sudah, Ba. Ini sekarang aku sudah siap-siap buat berangkat ke kampus. Baba sudah sarapan?”“Belum. Sebentar lagi aku akan sarapan. Hati-hati di jalan, Sayang. Dan semoga sukses.”“Iya, Ba. Baba jaga kesehatan. Nanti aku telepon lagi kalau sudah selesai sidang.”“Ya.”Setelah memberikan ucapan penyemangat, Damar memutus panggilan telepon.Shanna semakin bersemangat usai mendapat dukungan dari Damar. Tidak membuang-buang waktu, ia pun langsung pergi ke kampus.Dua hari yang lalu, Damar mendadak izin pergi ke luar kota. Ada masalah pada perusahaan cabang yang mengharuskan Damar untuk datang langsung. Shanna tidak tahu kapan Damar akan kemb
Shanna benar-benar bahagia. Akhirnya ia memiliki senjata mematikan untuk membalas Nadia. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa Nadia memiliki rahasia kelam. Rahasia yang tidak diketahui oleh satu orang pun. Termasuk orang tuanya.Shanna tidak bisa menahan senyum lebarnya saat membayangkan bagaimana rekasi publik saat mengetahui rahasia kelam Nadia. Namun, ia jauh lebuh tidak sabar ingin melihat reaksi Nadia. Ia yakin Nadia pasti tidak akan berani menampakkan diri untuk selamanya.Tanpa bisa mengontrol kebahagiaannya, Shanna tertawa keras. Sangat puas dengan apa yang baru saja ia dapatkan. Tidak menyangka bahwa Tuhan sangat berbaik hati membantunya untuk memberi pelajaran wanita itu.“Baru kali ini aku melihatmu tertawa keras seperti itu.” Suara Damar mengejutkan Shanna.Shanna bergegas turun dari tempat tidur, berlari menghampiri Damar yang berdiri di ambang pintu. Tanpa aba-aba, ia menerjang Damar. Bersyukur Damar sudah bersiap siaga menyambut pelukan istrinya yang langsung menempel s
Damar membuka mulutnya, tetapi kemudian tersenyum kecil ketika mendengar perut Shanna berbunyi. Lumayan keras hingga semua orang di sana dapat mendengarnya.Shanna menunduk malu sembari merutuk dalam hati. Bisa-bisanya perutnya berbunyi begitu keras di hadapan begitu banyak orang. Namun, ia juga tidak bisa mengendalikan perutnya yang memang lapar akibat aktivitas mereka tadi siang.“Lebih baik kita makan dulu, setelah itu kamu bisa membaca itu nanti.”Shanna menurut meski penasaran dengan isi pada amplop cokelat itu.“Ba, apa baba yang menghapus semua videoku yang beredar di internet?” tanya Shanna di sela-sela makannya.“Ya. Aku tidak mungkin tidak melakukan apa-apa saat ada skandal mengenai dirimu.” Damar menatap Shanna. “Tidak perlu membahasnya lagi. Lebih baik sekarang makan yang banyak.” Damar mendekatkan diri kepada Shanna dan berbisik. “Supaya kamu memiliki tenaga untuk kita bermain lagi nanti malam.”Shanna refleks menginjang kaki Damar. Ia menatap Damar dengan mata melotot. Ti
Kedatangan kedua sahabatnya membuat Shanna melupakan skandalnya.Sesuai janjinya, Deva datang ke rumah Shanna tepat pukul sepuluh pagi. Pria itu pun langsung menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang Viona dan Neila ajukan kepada Shanna. Dan Shanna pun kembali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.“Wanita itu memang harus dibuat jera, biar nggak membuat onar seenak jidatnya saja,” komentar Deva. Pemuda itu menatap Shanna lekat-lekat. “Lebih baik untuk sekarang kamu jangan bermain internet dan media sosial.”Shanna mengangguk. “Ya.”Deva tinggal selama beberpa lama sebelum akhirnya pamit pulang. Sebab banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakannya. Begitu pula dengan Viona dan Neila. Mereka berdua pun pulang setelah makan sian bersama.Tepat setelah Viona dan Neila meninggalkan rumah, Devara menelepon Shanna dan menanyakan kondisi Shanna saat ini.“Aku baik-baik saja, Tan. Tanten nggak perlu khawatir.” Shanna mencoba menenangkan Devara.Terdengar Devara menghela napas dari sebe
Shanna keluar kamar dengan tergesa-gesa karena amarah yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia harus menemui dan menghajar Nadia saat ini juga. Namun, Ardo menahannya.“Tenangkan dirimu, Shan!”“Aku nggak bisa tenang, Kak! Wanita iblis itu sudah kelewatan. Aku akan memberi perhitungan biar dia tahu siapa aku.”“Saya tahu, tapi tenangkan dirimu dulu.”Shanna menatap Ardo putus asa. “Bagaimana aku bisa tenang, Kak? Saat ini, di internet ramai beredar videoku bersamanya di parkiran mall kemarin. Aku yakin ini pasti ulah wanita itu.”“Saya tahu, saya juga sudah melihatnya. Tapi kita tidak bisa menghadapi ini dengan emosi yang menguasai diri. Jika tidak, maka akan timbul masalah baru.”“Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus diam saja dengan perbuatan Nadia?”Ardo menggeleng pelan. “Tidak. Tentu kita harus membalasnya, tetapi dengan kepala dingin.”Shanna hendak membalas ucapan Ardo, tetapi ia urungkan saat ponselnya berdering. Tanda panggilan masuk. Tertera nama Damar pada layar ponselnya