Keterkejutan tampak jelas di wajah Damar. Pria itu menolaknya secara halus dan mengatakan supaya Shanna tidak memaksakan diri. Mereka berdebat untuk sesaat sebelum akhirnya Damar tidak sanggup menahan diri dan melumat bibir Shanna.“Aku harap kamu benar-benar siap dan tidak terpaksa,” ucap Damar setelah mengakhiri ciumannya. Ibu jarinya menghapus air liur di bibir Shanna. Mata berkabut penuh nafsu itu menatap Shanna lekat-lekat.“Nggak perlu banyak bicara, lakukan aja.” Shanna yang kesal karena Damar terus mengoceh pun menarik leher pria itu dan menciumnya. Melumat bibir Damar dengan rakus.Siang itu mereka merajut kasih. Menggapai kenikmatan surga dunia.Shanna tidak menyesal dengan gagalnya acara berbelanja dan jalan-jalan mereka karena bertemu dengan Nadia. Dirinya justru bersyukur rencana mereka gagal, sehingga siang itu dirinya bisa menjadi milik Damar seutuhnya.Sayangnya kebahagiaan yang dirasakan Shanna hanya berlangsung sesaat. Itu karena Damar yang selalu mengeluarkan cairann
Shanna benar-benar dibuat kesal bukan main oleh Damar. Pasalnya kemarin mereka menghabiskan hari dengan bercinta. Alasannya karena Damar ingin mendengar dirinya memanggil nama pria itu. Karena hanya saat mereka bercintalah Shanna mau menyebut pria itu dengan nama. Selama 21 tahun hidupnya, dia tidak pernah memanggil nama pria itu. Sangat aneh kalau dia tidak canggung.Walaupun tubuhnya terasa remuk dan lemas, Shanna merasa senang. Dirinya benar-benar bahagia. Senyum tidak pernah luntur dari wajahnya sejak dia membuka mata. Shanna berdoa semoga dirinya cepat hamil. Dengan begitu Damar tidak akan meninggalkannya karena ada darah daging pria itu dalam dirinya.Damar memeluk Shanna dari belakang. "Apakah sekarang kamu bisa mempercayaiku?" Damar berkata pelan tepat di telinga Shanna. Digigitnya daun telinga itu pelan, membuat Shanna merasa geli."Hm!" Shanna hanya menjawab dengan gumaman. Dia tahu Damar pasti akan menggodanya kalau dia menjawab panjang lebar.Damar tertawa pelan. Lalu diciu
Viona sangat heboh usai mendengar cerita Shanna mengenai Nadia yang datang ke rumah mereka kemarin. Membuat beberapa mahasiswa di kantin yang berada di sekitar meja mereka menatap ke arah meraka. Dengan senyum kaku, Shanna, Deva dan Neila meminta maaf atas keributan yang terjadi. Namun, berbeda dengan Viona yang masih heboh sendiri.“Dengar, Shan, kamu harus berhati-hati dengan orang bernama Nadia itu. Jangan lengah kalau kamu nggak mau kehilangan Om Damar,” ucap Viona yang terdengar provokatif.“Hm! Baba sih sudah berjanji nggak akan menemui dia lagi kalau misalnya bertemu dia. Tapi jujur saja, aku masih sulit mempercayai ucapan baba.”“Mengingatk kalau Nadia adalah cinta dan pacar pertama Om Damar, wajar aja kalau kamu nggak bisa mempercayai ucapan Om Damar. Apalagi setelah mereka putus, Om Damar nggak pernah pacaran sama wanita lain. Ingat ucapanku, Shan, lain kali kalau dia datang ke rumah kalian, kamu harus terus menemani Om Damar. Jangan pernah meninggalkan mereka berdua aja.”“H
Shanna menatap tangannya dengan senyum kikuk. Dia mengeluarkan cincin nikahnya dari kantong celananya dan segera memasangnya.“Sudah.” Shanna menunjukkannya kepada Damar dengan senyum lebar.“Apa karena saking marahnya kamu padaku, sampai kamu melepaskan cincin nikah kita?”“Bukan begitu,” jawab Shanna cepat.Shanna pun menceritakan alasan kenapa dia melepas cincin nikahnya. Waktu dirinya menunggu Viona yang pergi ke toilet di kelas, teman kuliah yang duduk di sampingnya bertanya kapan dirinya menikah ketika melihat cincin nikah di jari manisnya. Shanna pun terpaksa berbohong kalau itu bukan cincin nikah sungguhan, melainkan cincin nikah palsu untuk mengelabuhi orang yang terus menerus mengejarnya.“Makanya tadi aku lepas. Takut teman-temanku yang lain bertanya pertanyaan yang sama. Seandainya pernikahan kita nggak dirahasiakan, mungkin aku akan mengatakannya dengan keras kalau aku sudah menikah. Dan pria itu adalah dirimu.”Shanna melingkarkan kedua tangannya di leher Damar. Dengan se
Shanna mendudukkan diri di samping Damar. Digenggamnya tangan besar pria itu. “Jangan cemberut, Sayang.” Shanna mengecup bibir suaminya yang entah kenapa begitu membuatnya kecanduan. “Sebenarnya tadi aku cuma basa-basi aja menawari dia masuk. Kupikir dia akan menolak dan pergi setelah tahu kamu sibuk, tapi siapa yang menyangka kalau dia keras kepala ingin menunggumu. Sepertinya dia benar-benar sangat ingin menemuimu.”Damar menghela napas pelan. “Lain kali jangan pernah menyuruhnya untuk masuk,” ucapnya dengan nada sedikit kesal.“Iya, iya. Ya sudah, aku pergi dulu. Tadi aku pamit untuk membuatkan dia minuman.” Shanna kembali mengecup bibir Damar sebelum melenggang pergi meninggalkan pria itu.Sembari membuatkan minum untuk Nadia, Shanna mengirim pesan kepada Viona untuk segera menghubunginya. Mengikuti jejak Damar untuk mengusir Nadia secara halus.Shanna sendiri tidak ingin berlama-lama mengobrol dengan Nadia. Melihat wajah Nadia membuatnya selalu emosi dan timbul prasangka buruk ter
Shanna yang menunduk untuk membalas pesan teman-temannya, mendongak mengikuti arah pandang Damar. Keningnya berkerut dalam menatap sosok wanita yang duduk di teras rumah mereka.Sekarang sudah pukul sembilan malam, untuk apa Nadia datang ke rumah mereka? Apalagi sekarang sedang hujan deras. Sangat tidak pantas rasanya seorang wanita datang seorang diri berkunjung ke rumah seorang laki-laki di malam hari.“Sepertinya Tante Nadia sangat ingin menemuimu, sampai rela menunggumu pulang,” celetuk Shanna ketus.“Apa kita pergi saja?” tanya Damar yang menyadari suasana hati istrinya berubah.“Nggak perlu. Dia sudah terlanjur melihat kedatangan kita. Lagian besok kan baba harus berangkat kerja,” tolak Shanna.Hari ini adalah hari terakhir Damar libur. Tubuh mereka juga sudah sangat lelah dan perlu istirahat supaya besok pagi bisa segar. Selain itu, Shanna tidak ingin Damar kelelahan dan jatuh sakit karena kurang istirahat.Nadia berdiri dari duduknya ketika mobil mereka berhenti di garasi yang
Shanna tidak mengerti kenapa Damar berpikir begitu mengenai dirinya. Namun, seulas senyum mengembang di wajahnya yang cantik."Jadi baba marah kepadaku karena aku mengizinkan Tante Nadia menginap di rumah kita?" goda Shanna yang merasa lucu dengan Damar yang salah paham kepadanya."Sampai kapanpun, aku tidak pernah bisa marah padamu. Aku hanya merasa kecewa kepada diriku sendiri. Aku merasa diriku gagal membuatmu untuk mempercayaiku."Shanna tersenyum lebar. Dia berdiri di belakang Damar dan memeluk pria itu. Diletakkannya dagunya di bahu pria itu dengan pipi yang menempel pada pipi Damar."Maaf sudah membuatmu kecewa. Sebenarnya tidak ada niatanku untuk menguji kesetiaanmu. Aku percaya padamu, tapi tidak dengan dia. Aku mengizinkannya menginap bukan untuk mengujimu, tetapi aku tidak ingin dia terus-menerus menggenggam tanganmu. Aku tidak ingin dia terus menempel padamu seperti lintah."Damar menghela napas pelan. "Maafkan aku. Lain kali aku tidak akan membiarkan dia menyentuhku.""Hm!
Shanna memperhatikan Nadia yang masih berdiri di tempatnya dari spion tengah. Lalu dia mengalihkan pandangannya kepada Damar setelah sosok Nadia tidak terlihat lagi.“Aku nggak menyangka kalau baba bisa bersikap setega itu padanya.”Ekspresi Damar yang sebelumnya kaku, kini berubah sedikit melunak. Pria itu melepas satu tangannya dari kemudi, meraih tangan Shanna dan menggenggamnya.Ditatapnya Shanna sebentar sebelum kembali fokus pada jalanan sembari berkata, “Aku tidak ingin membuatmu marah atau berpikiran yang tidak-tidak tentangku. Jadi lebih baik sejak awal menjaga jarak dengannya.”Shanna menatap Damar dengan perasaan tidak menentu. Tidak ada satu patah pun yang Shanna katakan untuk membalas ucapan pria itu.Entah kenapa ucapan Damar seolah menyadarkan dirinya bahwa dia telah mengekang pria itu. Namun, dirinya benar-benar tidak kuasa untuk menahan perasaan itu.Terjadi keheningan di sepanjang jalan menuju kampus. Shanna tidak mengerti di mana letak permasalahan yang membuat merek
Shanna mengikuti Viona yang menunjuk ke arah luar. Matanya membulat sempurna ketika melihat Helia berdiri di parkiran, di dekat sebuah mobil sedan berwarna biru. Tidak menyangka Helia begitu gigih untuk bisa bertemu dengan Nadia.Kedua sudut bibir Shanna terangkat sedikit, sangat samar hingga tidak ada yang bisa melihat senyumnya.Kening Viona berkerut. “Untuk apa dia di sini?”“Entahlah, aku nggak tahu, Vi,” jawab Shanna berbohong.Shanna sangat yakin kehadiran Helia pasti ada hubungannya dengan Nadia. Namun, Shanna tidak menemukan sosok wanita itu saat mengedarkan pandangan ke segala arah.‘Di mana wanita itu?’ pikir Shanna penasaran dengan keberadaan Nadia.“Ada apa, Shan?” tanya Devara yang membuat Shanna terkejut dan refleks menatap Devara dengan senyum kecil.“Nggak ada apa-apa, Tante.” Shanna menjawab cepat. “Cuma sedikit heran aja, kenapa restoran ini sepi sekali. Padahal sekarang sudah waktunya makan siang.”“Mungkin mereka banyak yang memilih makan di lantai atas,” ucap Kayra
Shanna dan Viona pun pergi ke lantai atas, di mana lantai atas merupakan pusat jajanan serba ada.“Kalau aku melihatnya lagi, aku benar-benar nggak akan melepaskan Helia,” ucap Viona masih dengan kekesalan yang kentara karena tidak berhasil bertatap muka dengan Helia.“Kamu sudah tahu identitas wanita itu?” tanya Shanna berpura-pura tidak tahu. Dia ingin tahu sejauh mana Viona mengetahui identitas Helia.“Oh, aku lupa memberi tahumu. Kemarin orang yang kupinta untuk mencari tahu mengenai gadis itu memberikan informasinya padaku. Gadis itu namanya Helia Danastri. Dia yatim piatu. Dibesarkan di panti asuhan di pinggiran kota.”Viona pun dengan semangat membara memberi tahu Shanna mengenai Helia. Shanna bersyukur informasi yang didapatkan Viona hanyalah informasi umum. Dia tidak tahu apa yang akan ketiga temannya lakukan kalau mengetahui identitas Helia yang sebenarnya.“Apa aku harus memenuinya langsung ke rumahnya, ya?” celetuk Viona tiba-tiba.“Nggak perlu, Vi.” Shanna menjawab cepat.
Shanna dan Kayra adalah orang yang paling pendiam di acara makan siang itu. Shanna hanya membuka suara saat ada yang bertanya. Berbeda dengan Devara yang berbaur bersama teman-temannya. Senyum dan tawa renyahnya tidak pernah berhenti.Shanna merasa waktu berjalan begitu lambat. Acara berakhir saat Shanna berada di ujung rasa bosannya.Shanna menghela napas lega begitu mereka berada di dalam mobil.“Maaf kalau membuatmu tidak nyaman.” Devara menggenggam tangan Shanna. Penyesalan dan rasa bersalah terdengar jelas pada nada bicaranya.Shanna tersenyum kecil. “Nggak apa-apa, Tante. Mungkin memang aku aja yang masih belum bisa beradaptasi. Jadi tante nggak perlu mengkhawatirkanku.”“Kalau misalnya tante mengajakmu untuk berkumpul dengan mereka lagi, kamu mau ikut lagi, ‘kan?”Tubuh Shanna sedikit tegang. Ekspresinya pune berubah.“Tante hanya bercanda.” Devara tertawa pelan. “Tante tahu kamu tidak nyaman bersama mereka. Jadi tidak mungkin tante mengajakmu untuk bertemu mereka lagi.”Seketik
Pukul enam sore, Shanna dan Ardo meninggalkan rumah menuju kediaman Hattala. Tadi sore Devara meneleponnya, mengundangnya untuk makan malam bersama di kediaman Hattala.Sudah lama Shanna tidak berkujung ke kediaman Hattala, sehingga saat dirinya tiba, Shanna langsung disambut dengan antusias oleh keluarga Hattala, terutama oleh anak-anak Galang dan Devara. Sama seperti Galang yang menganggap Shanna seperti anaknya, Shanna pun menganggap kedua anak Galang seperti keponakannya sendiri.“Kenapa kamu tidak bilang kalau Damar ke luar kota?” Devara menatap Shanna dengan ekspresi kesal. “Seharusnya kamu bilang. Atau kalau tidak, kamu bisa bermain ke sini.”“Benar.” Galang ikut menyahuti. “Kalau tadi aku tidak menelepon Damar untuk mengundangnya makan malam, aku tidak akan tahu kalau dia ke luar kota. Apalagi Damar sudah hampir tiga minggu di luar kota.”Shanna tersenyum canggung. “Aku nggak mau membuat Tante dan om khawatir. Lagian ada Kak Ardo yang menemaniku di rumah.”Galang menghela napas
Beberapa hari berlalu, Helia rutin datang ke rumah Nadia. Sayangnya wanita itu tidak pernah bisa menemui Nadia.Tidak hanya Ardo yang memberi laporan seperti itu kepada Shanna. Ketiga sahabatnya pun mengatakan hal yang sama mengenai Helia yang selalu mendatangi rumah Nadia belakangan ini.“Aku benar-benar penasaran dengan tujuan wanita itu mendatangi rumah Nadia.” Viona meletakkan gelas minumnya. Rasa penasaran kentara pada nada bicaranya.“Sepertinya kita harus menyelidiki wanita itu juga,” usul Neila. “Aku yakin pasti ada sesuatu. Nggak mungkin wanita itu akan menemui Nadia tanpa memiliki maksud tertentu.”“Ya, kamu benar, Nei.” Viona setuju dengan usulan Neila. “Nanti aku akan meminta orang untuk menyelidikinya juga.”“Tapi aku benar-benar salut pada wanita ular itu,” ucap Neila kesal. “Sudah lama kita mengawasinya, tapi kita masih belum bisa menemukan kelemahannya.”“Kamu benar. Apa mungkin orang yang kita sewa itu nggak kompeten?” Viona berkata dengan sedikit ragu.“Nggak mungkin.
Pagi-pagi sekali Shannna sudah bersiap. Dia berdiri di depan cermin, memandangi penampilannya. Dadanya berdebar kencang. Hari ini adalah sidang skripsinya. Shanna yakin dia bisa menyelesaikan ujian dengan baik, tetapi tidak dapat dipungkiri kalau dia gugup menghadapi sidang.“Halo, Ba?” Shanna menerima panggilan telepon dari Damar dengan antusias.“Halo, Sayang. Kamu sudah sarapan?”“Sudah, Ba. Ini, sekarang aku sudah siap-siap untuk berangkat ke kampus. Baba sudah sarapan?” jawab sekaligus tanya Shanna.Dua hari yang lalu, Damar mendadak izin pergi ke luar kota. Ada masalah pada perusahaan cabang yang mengharuskan Damar untuk datang langsung. Shanna tidak tahu kapan Damar akan kembali. Pria itu tidak mengatakan apa-apa. Hanya mengingatkannya untuk behati-hati dan menjaga diri dengan baik selama di rumah.“Belum. Sebentar lagi aku akan sarapan. Hati-hati di jalan, Sayang. Dan semoga sukses.”“Iya, Ba. Baba jaga kesehatan. Nanti aku telepon lagi kalau sudah selesai sidang.”“Ya.”Setela
Shanna benar-benar bahagia. Akhirnya dia memiliki senjata mematikan untuk membalas Nadia. Dia benar-benar tidak menyangka Nadia memiliki rahasia kelam. Rahasia yang tidak diketahui oleh satu orang pun. Termasuk orang tuanya.Shanna tidak bisa menahan senyum lebarnya saat membayangkan bagaimana reaksi publik saat mengetahuinya. Shanna tidak sabar ingin melihat bagaimana reaksi Nadia kalau semua rahasia kelamnya terekspos. Dia yakin Nadia tidak akan berani menampakkan diri untuk selamanya. Membayangkannya saja Shanna sudah sangat bahagia dan tidak sabar menanti semua itu terjadi.“Baba!” seru Shanna saat mengingat sesuatu, bergegas dia meninggalkan kamar dan menuju dapur.“Oh, kamu datang. Aku baru saja mau memanggilmu untuk sarapan,” ucap Damar seraya meletakkan masakan terakhirnya di meja makan.“Hm!”Shanna menuju meja makan. tatapannya tidak lepas dari wajah Damar.“Ada apa?” tanya Damar karena Shanna yang terus menatapnya.“Ba, apa baba sudah membaca berkas itu?”“Ya, tentu.” Damar
Damar membuka mulutnya, tetapi kemudian tersenyum kecil ketika mendengar perut Shanna berbunyi. Lumayan keras hingga semua orang di sana dapat mendengarnya.Shanna menunduk malu sembari merutuk dalam hati. Bisa-bisanya perutnya berbunyi begitu keras di hadapan banyak orang. Namun, dia juga tidak bisa mengendalikan perutnya yang memang lapar akibat aktivitas mereka tadi siang.“Lebih baik kita makan dulu, setelah itu kamu bisa membaca itu nanti,” ucap Damar agar semua perhatian orang beralih dari Shanna.Shanna menurut meski penasaran dengan isi amplop itu.“Ba, apa baba yang menghapus semua videoku yang beredar di internet?” tanya Shanna di sela-sela makannya.“Ya. Aku tidak mungkin tidak melakukan apa-apa saat ada skandal mengenai dirimu.” Damar menatap Shanna. “Tidak perlu membahasnya lagi. Lebih baik sekarang makan yang banyak.” Damar mendekatkan diri kepada Shanna dan berbisik. “Supaya kamu memiliki tenaga untuk kita bermain lagi nanti malam.”Shanna refleks menginjang kaki Damar.
Kedatangan kedua sahabatnya membuat Shanna melupakan skandalnya.Sesuai janjinya, Deva datang ke rumah Shanna tepat pukul sepuluh pagi. Pria itu pun langsung menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang Viona dan Neila ajukan kepada Shanna. Dan Shanna pun kembali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.“Wanita itu memang harus dibuat jera, biar nggak membuat onar seenak jidatnya aja,” komentar Deva. Pemuda itu menatap Shanna lekat-lekat. “Lebih baik untuk sekarang kamu jangan bermain internet dan media sosial.”Shanna mengangguk. “Ya.”Deva tinggal selama beberpa lama sebelum akhirnya pamit pulang. Itu karena banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakannya. Begitu pula dengan Viona dan Neila. Mereka berdua pun pulang setelah makan siang bersama.Tepat setelah Viona dan Neila meninggalkan rumah, Devara menelepon Shanna dan menanyakan kondisi Shanna saat ini.“Aku baik-baik aja, Tante. Tante nggak perlu khawatir.” Shanna berusaha menenangkan Devara yang terdengar khawatir.Terdengar De