Kesibukan yang berlangsung beberapa hari berikutnya berhasil mengalihkan perhatian Luna dari Galuh. Dia berangkat lebih pagi daripada Rayyi, lalu pulang hampir tengah malam. Gara-gara padatnya pekerjaan pula perempuan itu tak sempat memenuhi ajakan suaminya untuk mencari pakaian sesuai dress code.Akhirnya, Luna memesan pakaian mereka di toko online langganannya.Pagi itu, sehari sebelum pesta gender reveal, Luna ditugaskan bermalam di hotel untuk mengurus kamar para tamu. Artinya, dia juga tak bakal bertemu Rayyi sampai paling tidak di ballroom saat acara berlangsung.โRayyi, paket yang kupesan bakal sampai hari ini.โRayyi berhenti menyantap sarapan. โKe alamat mana kamu kirim?โโKe apartemen,โ ujarnya sambil mengecek tracking barang. โUmh, kalau kamu enggak terlalu sibuk, apa kamu bisa ambil dan antar pakaianku ke hotel?โLuna ragu Rayyi bakal menyanggupi permintaan itu. Pekerjaannya pasti bakal sama-sama padat, apalagi dia bertugas menemani yang punya hajat.โPukul berapa paketmu
Rayyi perlu membaca dua kali notifikasi tersebut saat masuk ke akun media sosialnya sembari menunggu Galuh dan Naura. Kemudian, dibukanya profil laman itu untuk memastikan bila sosok yang mengirimnya adalah orang yang dia kenal. โBenar memang Luna,โ batinnya. Sama seperti miliknya, akun perempuan itu juga terkunci. Tak ada pilihan selain menerima permintaan tadi dan balik mengikutinya. Akan tetapi, Rayyi harus menunda penelusuran kala pasutri yang ditunggu keluar dari restoran. โTolong antar Naura dulu ke hotel. Aku ada urusan sebentar,โ pesan Galuh sembari membukakan pintu untuk istrinya. โNanti kukabari di mana kamu menjemputku.โ Setelah memastikan pintu terkunci, Rayyi membawa mobil meluncur ke perjalanan. Diliriknya Naura dari kaca spion tengah. Seperti biasa, sang atasan bertekur menatapi ponsel. Galuh memang memegang posisi sebagai presdir, tetapi Naura tetap punya kendali atas bisnis perhotelan yang membuatnya tak kalah sibuk. โBy the way,โ tiba-tiba, Naura membuka pembi
Demi menjaga kenyamanan, lantai tempat pesta gender reveal digelar ditutup. Hanya tamu-tamu undangan pihak keluarga yang dipersilakan masuk, itu pun harus memperlihatkan surat yang Naura kirimkan. Staf yang bertugas pun menerima ID card yang wajib mereka kalungkan memakai lanyard.Rayyi, yang berjaga di sekitar pintu masuk ballroom, mencuri pandang pada pintu kaca di seberang ruangan. Setelan yang dikenakannya untuk acara ini adalah sepasang kemeja baby blue dan celana putih. Outer berupa sweter pastel pink menjadi pelengkap; sesuai dress code yang diarahkan Naura.โTernyata bagus begitu kamu pakai.โ Rayyi segera berbalik ke belakang saat mendengar komentar Luna. Mengenakan dress biru berpotongan selutut, penampilannya terlihat manis dengan aksen pita pink yang dijadikan ikat rambut. โUntung high heels putihku masih muat.โโCantik,โ gumam Rayyi dalam hati. โPakaianmu juga cocok untukmu.โNamun, senyum yang terkembang di wajah Luna tampak hambar. Rayyi memahami dilema yang dirasakan is
Saat pesta gender reveal berakhir, Luna bergegas meninggalkan venue untuk berganti pakaian. Sesungguhnya, Luna ingin langsung menemui Rayyi dan pulang untuk beristirahat. Tubuhnya memang lelah gara-gara tenaga yang terkuras, tetapi emosinya lebih kacau setelah dua hari nelangsa menghadapi Galuh dan Naura. Benaknya memutar ulang momen pertemuan bersama Naura. Sulit membenci sosoknya yang elegan sekaligus supel. Pantas banyak yang lebih segan padanya walau Galuh yang kini menjadi salah satu pemimpin bisnis keluarga Argadana. โKalau enggak pernah pacaran denganku, apa Mas Galuh bakal jatuh cinta sama Naura?โ batinnya. โDia punya segalanya dibandingkan aku.โ Luna bersandar sejenak dekat pintu lift sebelum berbelok menuju koridor. Langkahnya yang diseret seketika terhenti kala menangkap sosok berpunggung tegap berdiri di samping kamarnya. Dia sedang mengobrol dengan Brenda, tetapi posisinya membelakangi perempuan itu. โPanjang umur, tuh orangnya dateng.โ Brenda menunjuk ke arah Luna. โ
โKita harus kasih ucapan terima kasih buat Bu Naura.โโApa mengirimkan pesan menurutmu cukup?โโKayaknya enggak. Kita harus terlihat meyakinkan, Rayyi.โMasih memandangi hadiah-hadiah menakjubkan dari Naura, Luna dan Rayyi mulai mencocokkan jadwal demi perjalanan ke Bali. Perginya Galuh ke Belanda memberikan keleluasaan pada Rayyi untuk bergerak. Sementara Luna perlu memastikan ada rekan supervisor yang dapat dipercaya mengurus sebagian tugasnya.โBagaimana kalau kita video call?โ Ide tersebut mengejutkan Rayyi yang tengah memeriksa voucher hotel. Melihat reaksi tersebut, Luna sadar sepertinya sang suami tak nyaman pura-pura bermesraan dengannya. โUmh, oke, selfie udah cukup.โโUntuk yang itu, saya bisa menyanggupi.โ Rayyi beranjak dan mengambil voucher dan tiket yang tersebar di meja. โPencahayaan dekat jendela sepertinya bagus.โLuna mengecek pencahayaan di area tersebut memakai ponselnya. Kemudian, dia mengarahkan Rayyi agar berdiri di dekat standing lamp sambil memegangi hadiah Na
โKalau aku udah punya uang banyak, kamu bebas mau menentukan konsep pernikahan sampai tempat bulan madu kita.โโKalau aku minta jalan-jalan keliling Eropa, emangnya kamu sanggup membiayai semuanya, Mas?โโKeyword-nya di โuang banyakโ, Sayang. Enggak ada kata sulit menyanggupi selama kamu yang minta.โLuna tersentak dari tidur, bersamaan dengan pesawat yang berguncang. Terdengar bisik-bisik cemas di sekitarnya saat peringatan turbulensi diumumkan. Sementara di sampingnya, Rayyi fokus menyimak informasi yang tengah disampaikan.โKamu terbangun.โ Pernyataan itu terdengar seperti konfirmasi dari Rayyi. โSetengah jam lagi kita sampai di Bandara Ngurah Rai. Apa kamu mau makan atau minum dulu?โโEnggak perluโโ Suara serak gara-gara kurang minum membuat Luna berdeham. โMungkin air mineral cukup.โRayyi menyetop pramugari yang lewat dan memesankan minuman itu. Sambil menunggu, Luna melepas bantal leher dan mengamati para penumpang di sekitarnya. Wajah-wajah yang terlihat sangat mewakili penghu
Rayyi perlu mengingatkan diri bahwa kunjungannya ke Bali hanya untuk menghargai pemberian Naura. Bulan madu pun jadi sekadar label pemanis mengingat statusnya adalah suami (sementara) untuk Luna. Tak ada yang perlu dia cemaskan, bukan?Pertanyaan itu terngiang dalam benak Rayyi saat mengikuti karyawan yang mengantarnya bersama Luna ke restoran. Mereka melewati area depan yang dipenuhi wisatawan, lalu berjalan menuju bagian belakang yang lebih tenang.Sampai kemudian, keduanya berhenti di depan jembatan yang mengarah ke gazebo yang telah dihias sedemikan rupa untuk memperlihatkan kesan romantis. Meja dengan lilin di tengah, bunga-bunga yang dipasang di tiang-tiang penyangga. Belum lagi pilihan lagunya yang lembut dan manis untuk mendukung candle light dinner.โSesuai permintaan Pak Jo, saya akan menjadi pelayan kalian malam ini.โ Karyawan bernama Wati itu mempersilakan Rayyi dan Luna duduk di meja. โFull-course dinner akan segera dihidangkan. Selamat menikmati malam romantis kalian.โB
โApa yang kamu lakukan pada Rayyi? Kenapa kamu mengurungnya di kamar mandi?โโBerisik, Pak, berisik! Seharian dia menanyakanmu, pengen ketemu. Kamu enggak punya ponsel pula, jadi susah kuhubungi.โโKan sudah kubilang, telepon temanku! Kami bekerja sepanjang akhir pekan di lokasi proyek konstruksi.โโAh, malas aku! Mending jalan-jalan sama teman-teman buat keperluan reuni minggu depan.โSuara-suara itu lesap bersama bayang-bayang yang mengabur; digantikan bebunyian lain yang lebih tak beraturan. Sayup-sayup, muncul suara perempuan yang meningkahi kebisingan itu. Memanggil namanya dalam cemas.โRayyi, sebentar lagi kita keluar,โ bisiknya lirih. โPintu lift akan dibuka. Tetap fokuskan perhatianmu pada suaraku, oke? Aku enggak akan ke mana-mana.โDi antara kesadaran yang mengawang dan tubuh yang dibasahi peluh, Rayyi hanya bisa mengangguk lemah. Perlahan, dia juga merasakan ada jemari lembut yang menggenggamnya erat.โUntuk yang di dalam, tolong mundur. Kami akan membuka pintu.โ Perintah
โKamu enggak perlu sampai keluar uang juga buat beliin tiket Ambu. Biar aku yang urus.โโEnggak apa-apa, Luna. Ini hari Minggu. Perjalanan ke Bandung pasti lebih macet, jadi saya belikan tiket kereta cepat supaya Ambu enggak kelamaan di jalan.โMeski sedang di luar kota, Puspa tetap bangun sebelum Subuh untuk salat. Kemudian, tanpa bertanya pada Luna maupun Rayyi, perempuan itu menyediakan sarapan untuk mereka. Suasana hatinya membaik walau irit bicara.โBu, nanti saya antarkan ke stasiun, ya,โ Rayyi membuka pembicaraan saat mereka berkumpul di meja makan. โPulangnya pakai kereta cepat. Cuma sejam kurang kalau ke Bandung.โMata Puspa membulat. โKereta yang berhentinya di stasiun deket masjid besar itu?โโIya. Ibu nanti bisa, kan, naik feeder? AtauโโโEnggak usah, Ambu mau jalan-jalan dulu begitu sampai di Bandung.โ Wajahnya seketika semringah. Puspa bahkan sampai menggenggam tangan Rayyi. โMakasih, mantu Ambu yang paling baik.โLuna memutar bola matanya. Padahal baru kemarin mereka ri
โAduh, pangling pisan lihat kamu sekarang, Galuh. Bener, kan, kata Ambu. Kamu bakal jadi orang sukses! Sayang almarhum suami enggak mau dengarโโโAmbu, enggak boleh bicara gitu! Kejadiannya udah lama juga.โโTapi, Ambu yakin bapakmu bakal nyesel pernah ngerendahin Galuh di depan keluarga.โโCukup, Ambu, tolong hormati pria yang aku pilih jadi suamiku sekarang!โSeketika, ruangan menjadi hening. Luna, dengan napas tersengal, memandangi satu per satu figur yang menempati meja makan. Dari Rayyi yang duduk di hadapannya, lalu Galuh di samping sang suami, dan berakhir pada Puspa di sebelahnya.Makan malam yang awalnya canggung karena kehadiran mendadak Puspa makin tak mengenakan kala Galuh ikut bergabung. Luna yakin pria itu sengaja menerima ajakan ibunya untuk memperkeruh suasana. Apakah ancaman di kamar hotel tempo hari belum cukup baginya?โPak Galuh sendiri ada keperluan apa kemari?โ Rayyi mengambilalih percakapan. Diam-diam, Luna berterimakasih padanya.โOh, ya, tadi aku mau menanyaka
Menjaga jarak dari Luna, seperti yang diperintahkan Galuh, semestinya mudah bagi Rayyi. Selama bertahun-tahun, pria itu hanya mengenalnya sebagai karyawan housekeeping yang punya hubungan spesial dengan atasan. Setelah mengetahui kisah yang terjadi di antara mereka, Rayyi pun merasa tak sepantasnya dia ikut campur urusan keduanya. Masalahnya, Luna tanpa sengaja masuk ke ranah pribadi Rayyi. Dia menyaksikannya mengalami serangan panik, sesuatu yang telah lama dia tutup. Padahal selama ini kesehatan mentalnya terarsip rapi dalam catatan psikiater yang menanganinyaโฆ juga kartu As yang malah Galuh salah gunakan untuk melancarkan serangan. โRayyi.โ Angela melongok dari celah pintu meeting room. โBilang ke bagian kitchen buat nyiapin lunch. Klien Pak Galuh pengin makan di restoran.โ โHuh, pertemuannya belum selesai?โ โSebentar lagi beres. Ini bagian dari ucapan terima kasih.โ Sang sekretaris mengedipkan mata. Itu menandakan satu hal: rapatnya mencapai kesepakatan yang diharapkan. โBuruan
Mengunjungi Guntur menjadi momen yang selalu Rayyi nantikan. Selain untuk melepas penat, dia juga dapat memastikan kondisi sang ayah. Sejauh ini, pria itu jarang mengeluh. Berbagai aktivitas yang dijadwalkan pun membuat kondisi kesehatannya lebih stabil.Akan tetapi, peringatan Galuh tadi pagi membuat Rayyi kalut. Alih-alih lega mengetahui tebakannya tepat sasaran, dia malah cemas. Kalau kata orang-orang: overthinking. Jika sang atasan dapat memicu serangan paniknya โkambuhโ, Rayyi tak bisa membayangkan tindakan apa yang akan dijatuhkannya pada Guntur.โWajahmu pucat, Rayyi. Sudah makan sebelum ke sini?โ Guntur memiringkan kepala; mengecek kondisi putranya yang mampir lebih cepat dari jadwal.โSudah,โ jawab Rayyi sekenanya. Namun, tanggapan itu memerlukan penjelasan agar ayahnya tak ikut cemas. โMungkin gara-gara kelelahan. Pak Galuh seminggu terakhir di Belanda, bertemu keluarga istrinya. Jadi, saya yang pegang beberapa pekerjaannya.โโTapi jangan sampai lupa makan juga.โ Sang ayah m
โLuna, apa kamu sedang ada masalah?โUntuk sesaat, Luna lega mendapati Rayyi di dekatnya. Bahkan kalau bisa dia ingin berlindung dalam pelukan itu lebih lama. Namun, sebuah suara dari dasar benaknya seketika mengingatkan Luna pada sesuatu: Rayyi hanya pria yang dinikahi demi menyelamatkan harga dirinya di depan keluarga.โAstaga, maaf, aku refleks.โ Cepat-cepat, Luna melepas dekapannya. Akan tetapi, ekspresi khawatir masih tercetak di wajah Rayyi. โKamu habis dari mana?โโMenemui seseorang,โ jawab Rayyi sekenanya. โHei, kamu belum menjawab pertanyaan saya. Kenapa kamu tiba-tibaโโLuna menempelkan telunjuknya pada bibir Rayyi, lalu celingak-celinguk untuk mengecek situasi sekitar. Sepi, hanya beberapa karyawan dan tamu yang lalu lalang di basement. Meski demikian, bukan berarti Luna dapat melepas kewaspadaannya.Lantas, perlukah dia menceritakan apa yang Galuh lakukan pada Rayyi?โAkuโyah, sesuatu terjadi.โ Luna memalingkan wajah; tak mau Rayyi mendapati pipinya yang memerah. โMungkin
โHeh, mau ke mana lo? Bentar lagi juga udah masuk jam makan siang.โโKalian duluan aja. Bu Maryam minta aku buat ngecek kamar di lantai 12.โBrenda hanya geleng-geleng kepala, lalu menarik Dini memasuki lift. Sebenarnya berat bagi Luna menolak ajakan tersebut karena dia juga lapar. Di sisi lain, perempuan itu juga malas harus berkelit dengan Maryam.Karena lift sedang padat, Luna memilih tangga menuju lantai 12. Menurut keterangan Maryam, ada lima kamar yang sebentar lagi bakal diisi para peserta seminar. Diingatnya lagi nomor-nomor yang disebutkan sebelum mengeceknya saat sampai di lantai tujuan.Mendekati makan siang, beberapa tamu terlihat menarik koper untuk check-out. Ada pula yang keluar untuk mencari hidangan. Kadang, Luna berpapasan dengan staf yang membawakan pesanan khusus room service. Sisanya adalah cerita-cerita penuh kejutan yang berakhir di pantri atau grup khusus housekeeping.Langkah Luna terhenti di kamar nomor 121. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada dua pegawai ya
Satu pesan singkat itu serta-merta membuat Rayyi menengadah ke rumah newah yang berdiri di belakangnya. Sekitar dua jam lalu, dia menjemput Galuh di bandara. Anehnya, sang atasan hanya pulang bersama istrinya.Hal ganjil lain yang Rayyi tangkap adalah sikap Naura yang terlihat biasa saja kala mereka berpapasan. Bahkan saat Galuh pamit sebentar untuk mengurus bagasi, perempuan itu mengacungkan jempol padanya. Rayyi jadi heran, apakah insiden di hotel itu tak sampai ke telinga Naura?โAyo, kita berangkat sekarang.โ Galuh rupanya hanya berganti pakaian. โSekitar pukul 10 kita harus mengejar meeting di Kemang.โRayyi mengangguk patuh dan membukakan pintu untuk Galuh. Perjalanan menuju hotel pun dia gunakan untuk tidur. Jet lag-nya pasti belum benar-benar hilang. Lagipula seingat Rayyi mereka tak punya jadwal meeting seharian.โSudahlah,โ tepisnya sembari membelokkan mobil menuju lokasi tujuan, โsatu hal yang pasti saya perlu bersiap untuk menghadapi pert
Bunga tidur yang mampir ke dalam tidur Rayyi malam ini berbeda dari sebelumnya.Langit yang biasanya muram kini tampak biru cerah tanpa awan. Semilir angin membelai wajah Rayyi perlahan. Seluas matanya memandang, dia hanya melihat bentangan rumput yang menari-nari; menggelitik kakinya yang tanpa sepatu.โSaya di mana?โ batinnya. โApa saya sudahโ'โRayyi.โ Panggilan tersebut mengalihkan perhatian Rayyi ke arah sumber suara. Di belakangnya, seorang perempuan muda dengan sundress warna putih menatapnya dari puncak bukit. Tak butuh waktu lama juga baginya mengenali sosok tersebut.โLuna,โ gumamnya pelan kala perempuan itu menghampirinya, โapa yang sayaโkita lakukan di sini?โLuna mengedik. โAku di sini buat menikmati pemandangan selagi cuacanya bagus. Butuh refreshing sebentar setelah melewati hari-hari yang melelahkan.โPernyataan tadi terdengar familier. Ah, benar, itu adalah keluhan yang berkali-kali bergema dalam benak Rayyi setiap kali mendapatkan perintah dari Galuh. Siapa yang mendu
Luna tak menduga bakal menghabiskan sisa masa โbulan maduโ di Bali dengan hal-hal sederhana. Jalan-jalan naik sepeda motor jadul. Makan olahan bebek di pinggir pantai. Lalu di penghujung malam, dia dan Rayyi malah menyaksikan pesta kembang api gratis yang terletak tak jauh dari warung makan Wayan.โKalau kayak gini terus, aku malah enggak mau pulang,โ batinnya. Apalagi saat mengingat ada tumpukan pekerjaan yang menanti, perempuan itu rasanya ingin menguburkan diri di antara hamparan pasir.โSensasi menonton kembang api di sini ternyata berbeda jauh dari Jakarta,โ gumam Rayyi yang menengadah memandangi langit yang meriah malam itu. โSama-sama ramai, tapi di sini saya enggak perlu menjaga orang lain.โโEmangnya selama kerja sama Mas Galuh, kamu jarang dapet jatah libur atau cuti?โ Sepadat apa sebenarnya jadwal Rayyi sebagai asisten pribadi.Rayyi merapikan salah satu lengan kemejanya. โAda, tapi saya hanya memakainya satu atau dua kali. Lagi pula, enggak ada keluarga dekat yang perlu say