Gio mendatangi rumah kaca, Arawinda sudah menunggunya di sana.Tadi pagi, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja Arawinda meminta agar ia datang karena ingin membicarakan sesuatu. Entah apa, yang jelas setelah berbicara dengan Kaivan di rumah sakit kemarin, Arawinda jadi gusar dan nampak mempunyai banyak beban pikiran.Sesaat, Gio menarik napas dalam kala menemui bahwa halaman belakang hampir di penuhi oleh mawar merah yang kini bermekaran. "Arawinda?"Akhirnya, setelah satu tahun lebih, Arawinda mau berbicara dengannya lagi.Yang jelas, saat itu, nampaknya Gio membuat kesalahan karena ia sudah mendukung keputusan Rajendra untuk melaksanakan pernikahan antara Arawinda dan Kaivan. "Silahkan duduk, saya sudah menyiapkan teh untuk Om Gio."Om Gio?Kalau sudah begitu, pembicaraan mereka kali ini termasuk dalam suasana informal kan? Gio tidak perlu terlalu memberikan penghormatan tertinggi pada Arawinda.Gio menarik kursi kayu cokelat tua yang akhirnya ia duduki."Ada apa Arawin
"Susu lagi?""Semoga kamu bisa lebih tinggi setelah minum banyak susu, Arawinda."Arawinda berdecak, rambutnya yang bergelombang ia kibaskan sebelum kemudian duduk di kursi pagi itu dengan Atharya. "Sebenarnya kamu itu siapa?""Saya? Saya Atharya.""Bukan begitu maksud saya."Atharya terkekeh, merasa senang bisa lebih dekat dengan Arawinda. Tidak kaku atau pun terhalang emosi gadis itu untuk sekedar mengobrol bersama."Saya dokter kejiwaan.""Sama wanita berkacamata itu?""Iya."Kenapa Kaivan mengiriminya dokter kejiwaan sih? Apa Kaivan sudah menganggap bahwa Arawinda adalah sosok gila yang harus diobati?"Bukan, saya datang bukan karena kamu gila."Mata Arawinda bergerak cepat menatap Atharya. Orang ini bisa membaca pikiran ya?"Tapi kamu punya luka batin yang disembunyikan dan saya akan membantu kamu untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan konseling, dengan obat serta menjadi teman."Arawinda sesaat berkedip. "Teman ya?"Dulu sekali, ada dua orang yang Arawinda anggap sebagai te
Arawinda dan Kaivan berjalan bersisian keluar dari dalam lift. Kini mereka tengah berada di puncak tertinggi dari gedung hotel. Ada kolam renang, ada restoran dan tempat bersantai yang sangat nyaman namun entah kenapa sekeliling terlihat begitu sepi.Tidak ada orang satu pun di area tersebut. Arawinda baru ingin bertanya kala Kaivan tiba-tiba berkata, "Saya sengaja mengosongkan area ini untuk satu jam kedepan."Anggukan nampak dari kepala Arawinda. Gadis itu terus melangkah, sedikit penasaran karena sudah lama ia tak menginjak lantai teratas dari Maheswara Hotel.Saat Arawinda tengah asik melihat-lihat sepenjuru, ia dikejutkan oleh buket bunga mawar merah yang terpampang cantik disodorkan oleh seseorang.Dan Kaivan akhirnya berkata, "Untuk Arawinda si Gadis Mawar Merah."Arawinda agak ragu dan aneh dengan suasana yang tengah merebak, hingga ia sedikit besarnya bingung harus membiarkan buket itu tetap berada di tangan Kaivan atau ia ambil?"Ambil atau saya buang?"Buang? Buket secanti
Kaivan membawa tubuh basah Arawinda ke kamar hotel yang memang dikhususkan untuk gadis itu. Dari Pak Rajendra. Ada dua kamar khusus di bangunan hotel ini. Pertama, ruangan khusus untuk Rajendra dan sang istri yang kini, mau tak mau karena sudah tidak ada yang menempati, Kaivan sewakan untuk para tamu. Sedang satu kamar lain milik Arawinda masih dijaga dengan sangat baik.Setelah membuka pintu, Kaivan menurunkan Arawinda. "Sebaiknya kamu berganti baju dulu."Agak kaget, Arawinda berkedip kala mendapati Kaivan berjongkok di kakinya. Melepas sepatu yang ia kenakan. "Saya bisa sendiri." Arawinda melepas kasar sebelah sepatu lain yang masih ada di kakinya. Lagi-lagi, ia tak pernah terbiasa diperlakukan begini oleh Kaivan."Saya rasa ada baju kamu di lemari."Arawinda mengangguk, ia memang menyimpan beberapa helai baju di sini. "Saya keluar sebentar. Hati-hati kaki kamu."Untuk sesaat, Arawinda menelan ludah kala mendapati punggung lebar Kaivan yang kini menjauh darinya dan menghilang d
Kaivan mengernyit kala melihat berkas yang Gio simpan di atas meja kerja. Padahal ia sedang sibuk memikirkan pertengkaran yang terjadi antara ia dan Arawinda tapi bisa-bisanya Gio memberikannya pekerjaan."Apa?""Pesta akan diadakan setelah kemarin terundur karena kepergian Pak Rajendra."Menemui hal tersebut, Kaivan pun langsung menyimpan kepala di atas meja. Pikiran lelaki itu semakin penuh saja."Kenapa? Bukannya kamu ingin memberikan tanggung jawab pesta ini pada Arawinda?"Gelengan lesu nampak dari Kaivan, dia berdecak, "Kami berdua bertengkar.""Biasanya juga begitu, kapan kalian pernah akur setahun terakhir setelah menikah?" tanya Gio sembari mendengus. "Biarkan Arawinda belajar bertanggung jawab untuk hal-hal remeh di hotel. Dan lalu besok, kamu ada meeting untuk pembangunan perumahan elite yang sudah kita rencanakan.""Bukannya—""Mereka ingin agar kamu yang memimpin rapat secara langsung, Kaivan." Gio mendudukan dirinya di kursi setelah lelah terus berdiri. "Kamu yang lebih
"Apa yang sekarang ingin kamu lakukan? Malam semakin larut dan bisa saja Tuan Kaivan mencari kamu, Arawinda."Arawinda melirik cepat dan sinis pada Atharya. "Jangan sebut nama Kaivan di depan wajah saya.""Kalau dibelakang seperti ini, Tuan Kaivan, Tuan Kaivan, Tuan Kaivan.""Atharyaaa!" panggilan dengan nada kesal terdengar.Dan Atharnya tertawa sebelum sesaat kemudian, ponselnya berdering. Ada nama Ciara di layar sana. Agak ragu, Atharya ijin untuk mengangkat panggilan pada Arawinda sebelum sesaat kemudian, lelaki itu melipir lebih jauh untuk mengobrol dengan kekasihnya."Kamu dimana?" tanya Ciara di ujung sana."Aku masih kerja dan masih ada urusan," jawab Atharya. "Kenapa? Kamu mau apa?""Enggak, maaf menganggu ya, Atharya. Kamu tenang-tenang aja kalau memang lagi kerja, aku cuma mau nanyain posisi kamu. Nanti kalau udah ada waktu luang, telepon aku oke?""Oke. Omong-omong kerjanya sama siapa? Ada cewek?"Atharya diam-diam menarik napas. Terpaksa ia harus berbohong karena Ciara te
Pada pagi hari selanjutnya, Arawinda terbangun dengan kepala yang masih berputar sakit, perutnya juga bergejolak. Seolah semua yang ada di dalam sana minta dikeluarkan.Arawinda mengerang, sebelum sesaat kemudian memiringkan sebelah tubuhnya ke arah kiri dan baru menyadari bahwa ada punggung telanjang seseorang di sana. Ya! Punggung telanjang seorang laki-laki kini berada di sampingnya.Saat meraba-raba diri, Arawinda kaget bukan main, ternyata ia tak mengenakan satu lembarpun penutup di atas tubuhnya. Hanya celana dalam yang ia kenakan.Apa yang terjadi semalam?Apa yang sebenarnya ia lewati?Dan siapa sosok yang kini tengah memunggunginya?Atharya?Seingat Arawinda ia semalam tengah bersama Atharya dan ia rasa, tak mungkinkan pengalaman pertamanya di atas ranjang dilalui dengan Atharya?Gemetaran, Arawinda mencoba bangun, sembari menahan selimut di dada. Dan mungkin karena pergerakan tersebut, sosok di samping Arawinda pun terusik dan berbalik.Saat melihat wajah mengernyit dari so
Gio bertemu dengan seorang laki-laki di ruangan kerja di rumah Rajendra."Bagaimana?" tanya Gio setelah mempersilahkan sosok di depannya duduk. "Rencana Kaivan kan?""Betul.""Berjalan baik dan mulus." Namanya Tirta, sosok yang menjadi backing-an Kaivan dalam menghadapi musuh yang telah menghancurkan keluarga Kaivan di masalalu. Tirta sudah dipercaya oleh Rajendra bertahun-tahun lamanya untuk bisa melaksanakan beberapa tugas rahasia. Apalagi kala menyangkut orang-orang yang harus mereka lenyapkan.Sebagaimana saat dulu, tragedi besar itu terjadi. Kematian Carissa, istrinya Rajendra menjadi kasus besar pertama yang Tirta tangani dan berhasil.Ia harus membalaskan dendam Rajendra pada perusahaan Light Hotel. Dulu, Light Hotel adalah salah satu dari hotel ternama, yang kental dengan service yang baik.Tapi sejak pertama berdiri, pelan-pelan, Maheswara Hotel mulai memunculkan taringnya. Hal tersebut tentu menjadi ancaman bagi Light Hotel. Sehingga mereka membunuh Carissa dan hampir menc