Bab 60Sesuai dengan ucapan Agha, hari ini mereka kembali ke Medan. Mereka berangkat sekitar pukul 8 pagi karena tidak ada yang perlu dikejar. Kini mereka sedang berada di jalan Limbong, Agha mengambil jalan via Tele agar tidak terlalu lama menunggu kapal ferry saat penyeberangan dari Tomok ke Parapat. Saat sampai di persimpangan Agha malah belok kiri yang seharusnya belok kanan jika ingin menuju Medan. "Lho, kita mau kemana?" tanya Artha saat sadar mobil telah ke lain arah. "Kamu tadi bilang mau melalui Tele saja untuk ke Medan, kenapa malah berbelok?" lanjutnya penuh kebingungan. "Kita mau ke suatu tempat," jawab Agha. Artha tak mau membantah dan mengikut saja kemana Agha akan membawanya. Karena ia tak ingin berdebat yang membuat konsentrasi menyetir Agha jadi terganggu. Karena Artha tidak bisa menggantikan Agha menyetir sebab ia tak bisa mengemudi. Ia memilih menyalakan musik dan memilih lagu yang enak untuk di dengar dan pilihannya jatuh pada lagu "Bulani do gabe saksi, Di Topi
Bab 61"Pesan dari siapa?""Dari Mitha, besok mau ajak ketemuan.""Gimana kabar dia?""Sepertinya dia sudah mulai membaik."Artha meminta Agha untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Medan. Sebenarnya mereka sudah istirahat tadi di Merek sambil makan siang. Hanya saja Artha tidak tega melihat wajah Agha yang sudah mulai kelelahan, menyetir sendirian tanpa ada yang mengantikan.Lebih baik mencegah daripada mengobati, jika dipaksakan lanjut perjalanan, Artha takut terjadi sesuatu pada mereka akibat Agha kelelahan. Lagian mereka beristirahat di Panatapan Sibolangit. Sambil menyelam minum air, sambil istirahat mereka jug
Bab 62Artha memindai sekitar Ring Road point, tempat makan dengan konsep foodcourt. Tempat makan dan nongkrong anak muda juga ada tempat bermain anak. Yang terletak di Jalan Gatot Subroto No. 175, Sei Sikambing B, pas depan mall Manhattan Times Square. Tempat ini menyajikan berbagai jenis makanan dan minuman. Mulai dari western, Japanese, Asia, dan Indonesia. Tempat makan ini juga menyediakan spot foto selfie dengan pemandangan keren langsung menghadap ke mall Manhattan Time square, serasa lagi di Manhattan beneran. Untuk lahan parkir cukup luas di tempat ini. Setelah melihat di mana Mitha duduk barulah ia melangkah menghampiri Mitha yang tengah memainkan ponsel. Mungkin untuk mengusir rasa bosan akibat menunggu, wajah Mitha sudah mulai tampak cerah tidak sepucat dulu saat baru keluar dari rumah sakit seminggu lalu. "Sudah lama?" tanya Artha sembari mendaratkan bokong di bangku tepat depan Mitha. Mitha melihat wajah Artha yang berseri kemudian pindah ke bibir Artha, tampaknya gad
Bab 63Pramusaji telah pergi setelah mengantar kentang goreng yang mereka pesan. Artha kembali menyeruput jus jeruk yang tinggal setengah dan memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya. "Kau mau ngapain ajak aku ketemuan. Di luar pula bukan di rumah kau. Apa gak marah mertuamu kau lama berada di luar?" tanya Artha pada Mitha yang sedang memakan kentang goreng juga. "Ada hal penting yang harus aku sampaikan secara empat mata samamu. Makanya aku ajak kau ketemu di sini. Kalau kita ketemu di rumah akan banyak telinga yang mendengar." "Cepatlah kau bilang, bukan aku tak suka jumpa samamu, tapi kasihan kau lama di luar dan mertuamu nanti kewalahan ngurus anak-anakmu," ucap Artha memperingatkan. Mitha menarik nafas dalam dan membuangnya secara perlahan sebelum memulai ceritanya. Ia juga menghitung satu sampai sepuluh agar lebih siap menyampaikan akar permasalahan retaknya hubungan persahabatan mereka. Kesalahpahaman yang tidak menemukan jalan keluar. Mitha tak pernah bisa memberi penje
Bab 64"Apa kamu tidak tahu ada orang lain di rumahmu saat itu selain kita?" tanya Artha. Mitha mencoba mengingat kembali, karena kejadian itu sudah lama tepatnya delapan tahun yang lalu. Ia memejamkan mata kebiasaan dia jika ingin mengingat sesuatu, keningnya mengkerut tanda ia sedang berpikir keras. "Seingatku tidak ada. Karena saat itu bapak dan ibu sedang ada urusan. Itu sebabnya aku meminta kalian untuk datang ke rumah saja membahas pembangunan restoran," jawab Mitha. "Atau mungkin ibumu tidak jadi ikut pergi dan kembali ke rumah. Ia tak sengaja mendengar percakapan kita. Atau bisa saja ibumu sudah merencanakan semuanya dari awal." "Maaf, bukan maksud menfitnah ibumu," lanjut Artha dengan nada rendah. Mitha menarik napas kemudian mengeluarkan secara perlahan, "aku juga berpikir demikian." "Bagaimana ibumu bisa mengambil uang yang telah ditransfer ke rekeningmu?" tanya Artha. Seseorang tidak akan bisa mengambil uang dari rekening begitu saja. Kecuali ia mengetahui pin si p
Bab 65 Artha meletakkan kembali ponselnya ke atas nakas dan berbaring di atas kasur. Ia telah berulang kali mengurungkan niatnya untuk mengirim pesan pada Agha. Untuk menemani ke salon. Ketik ~ hapus. Ketik ~ hapus. Begitulah yang ia lakukan berulang kali. Setelah pertemuannya dengan Mitha kemarin sore, rasanya tubuh dan pikirannya terasa lelah luar bisa. Ia perlu merilekskan diri. Salah satunya ia ingin melakukan creambath dan body massage sekalian. Pada akhirnya, ia memilih pergi sendiri ke salon. Bukan bersikap manja karena biasanya ia memang selalu sendiri pergi ke salon, jika saat di Dubai ia dan Aylin selalu pergi bersama. Hanya saja, ia ingin melihat bagaimana kekasih cool nya itu jika mereka ke salon bersama. Apakah betah atau justru bosan sampai tertidur saat di salon. Ngomong-ngomong soal Aylin, apa kabar dia sekarang. Terakhir, Artha menghubunginya seminggu lalu, itupun hanya sebentar. Mereka sering berkirim pesan, saling menanyakan kabar. Wanita karier itu sangat sib
Bab 66 Agha mendorong pintu ruangannya dan langsung masuk, melemparkan begitu saja berkas yang ada di tangan ke meja dekat sofa di ruangan itu. Ia melonggarkan dasi dan membuka salah satu kancing kemejanya. Meeting hari ini membuat tubuhnya sedikit berkeringat. Ia juga membuka kedua kancing lengan kemeja yang ia kenakan. Ia belum menyadari ada seseorang yang tengah duduk di kursi kebesarannya. Karena kursi itu menghadap ke arah jendela. Ia menghampiri mejanya dan bermaksud untuk duduk, ketika ia memutar kursi sontak matanya membola. "Ti-ka?" Lantangnya suara Agha hampir memenuhi ruangan itu. "Kamu, kok bisa ada di sini?" tanya Agha heran. Karena tak ada satupun teman sepergaulannya yang tau di mana ia berada. Kepergiannya ke Medan begitu mendadak dan kakek juga melarang untuk memberi tahu. "Salah kalau aku di sini, Gha?" tanya balik Tika, ia berdiri mendekati Agha dan berniat untuk memeluk. Namun, Agha langsung mundur begitu tahu Tika akan memeluknya. "Enggak, tapi kamu ta
Bab 67"Lepas?!" bentak Agha pada Tika. Tika masih memeluknya dengan erat. Ia terpaksa mendorong tubuh mungil Tika hingga wanita itu terjungkal, tak peduli jika wanita itu kesakitan. "Auw." Tika meringis, punggungnya membentur sisi meja dan ia terduduk di lantai. Kemudian ia bangkit dan merapikan penampilannya. "Ternyata begitu seleramu?" ucap Tika dengan nada mengejek tanpa peduli rasa sakit di punggung. Ia tersenyum puas bisa membuat pacar Agha marah. Ia sengaja memeluk Agha karena tahu bahwa gadis itu telah berada dibalik pintu. Saat, Tika mengajak duduk, tanpa sengaja netranya beradu dengan netra seorang gadis. Yang ia yakini kekasih Agha, karena detektif yang ia sewa juga mengirim foto-foto Agha dan sang kekasih. Ia semakin mempererat pelukannya dan membuat posisi mereka seperti sedang berciuman. Sampai gadis itu masuk dan melihat mereka, ia masih tetap memeluk Agha hingga gadis itu benar-benar marah dan pergi dari ruangan Agha. Napas Agha memburu, netranya menatap dalam ba