Bab 42
Terima kasih sudah mau membaca sampai di sini. Happy reading ⭐⭐⭐⭐⭐
Siang ini, Artha berada di sebuah mall bukan untuk berbelanja melainkan hanya untuk menghilangkan penat. Tadinya ia berencana ingin mengajak sang kekasih untuk menemani. Mengingat ini masih siang dan masih jam kantor akhirnya ia memutuskan untuk pergi sendiri. Ia tidak ingin menganggu kekasihnya hanya karena ingin ditemani jalan-jalan di mall.
Sedangkan teman kuliah sudah pada nikah, pastinya mereka sudah memiliki kesibukan tersendiri. Mengurus suami, anak, dan rumah. Mana mungkin ada waktu untuk bersantai walau hanya sekedar jalan ke mall terdekat. Kalaupun mereka ada waktu mereka akan quality time bersama keluarga. Daripada mendapat penolakan Artha akhirnya memutuskan untuk tidak menghubung
Bab 43"Eh? Bukan begitu maksud aku," jawab Artha dengan cepat. Ia tak mau ada lagi sakit hati diantara mereka. Ia sudah memaafkan semuanya dan benar- banar ikhlas. Kalau ia tak berjodoh dengan Dean, itu sudah menjadi jalan Tuhan yang dituliskan untuknya. Ia tak ingin ada lagi salah paham, untuk itu ia dengan cepat meralat ucapannya."Maksud aku, karena aku lagi di luar. Kalaupun aku tidak ada di sekitaran sini, mungkin aku juga akan usahakan jenguk kamu. Mungkin bukan hari ini, esok atau lusa. Jikapun kamu tak lagi di rumah sakit aku pasti datang kok ke rumahmu," ucapnya memberi jawaban yang lebih pas."Sekali lagi terima kasih. Aku tadi hanya bercanda kok. Gak usah dibawa ke hati," ucap Mitha dengan tulus.Mereka sekali lagi berpelukan. Ada banyak hal yang ingin Mitha ceritakan pada Artha. Mungkin bukan saat ini, ia akan meminta waktu Artha jika ia benar-benar sembuh. Hamil muda memang membuatnya harus selalu masuk ke ruang bercat putih ini dan jarum infus akan tertancap di tanganny
Bab 44Artha menduga Bang Gomgom hanya mengantarkan ke loby rumah sakit. Ternyata ia salah, Bang Gomgom mengantarnya sampai ke restoran tempat dimana Agha sedang menunggu. Agha mengajaknya makan malam. Saat Agha menawarkan diri untuk menjemput, Artha menolak dan akan langsung menuju ke lokasi karena sedang berada di luar.Artha sudah menolak karena tak ingin membuat sang kekasih curiga. Namun, Bang Gomgom tetap ingin mengantar Artha."Abang gak usah repot-repot buat antarin aku. Ada banyak taksi online yang bisa antarin aku, Bang," ucap Artha berusaha membujuk Bang Gomgom.Namun, Bang Gomgom tak mengindahkan ucapan Artha dan malah membukakan pintu mobilnya. Dengan berat hati, akhirnya Artha melangkah masuk dan duduk di kursi samp
Bab 45Happy Reading Dear⭐⭐⭐⭐⭐"Kamu tadi dari mana? Tumben kamu keluar?" tanya Agha pada Artha.Mereka saat ini sedang berada di mobil menuju rumah Artha. Agha mengendarai mobil dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota yang mulai sepi pengendara."Kamu kok diam? Apa gak dengar aku lagi ngomong?" tanya Agha lagi.Ia sekilas melirik Artha yang duduk disampingnya kemudian fokus mengemudi. Jalanan memang tidak terlalu ramai, tapi ia harus tetap fokus, agar bisa memperhatikan samping kiri maupun kanan. Mana tau ada yang tiba-tiba menyalip mobil dari samping ia langsung bisa mengelak jadi kecelakaan bisa terhindar.Sepertinya Artha tidak mendengar dengan jelas pertanyaan Agha."Kamu ngomong apa barusan?" tanya balik Artha sembari mengerjapkan mata."Kamu lagi mikirin apa sih? Sudah dua kali aku tanya, tapi kamu gak dengar? Lagi ada masalah, cerita dong sama aku," jawab Agha."Gak lagi mikirin apa-apa," ucap Artha dengan nada lirih, tapi masih bisa di dengar Agha."Ya udah kalau kamu
Bab 46Pagi ini tidak banyak kegiatan yang dilakukan Artha, setelah sarapan ia merebahkan diri di kasur empuknya. Ia masih memakai piyama tidurnya rambut diikat ekor kuda. Sejak berada di kediaman bapaknya ia memang jarang mandi pagi hanya mencuci muka dan gosok gigi saja setelah ia bangun pagi dan langsung sarapan. Makan pagi mereka yang memasak adalah Ibu Martha, mamaknya tidak pernah memaksa untuk ikut membantu di dapur.Di kediaman bapaknya memang ada seorang pekerja untuk membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika pakaian. Namun, pekerja itu tidak tinggal di rumah setelah pekerjaan selesai barulah pekerja itu pulang. Karena Artha berada di rumah jadi rumah tak perlu dikunci, tapi jika semua orang sedang di luar pekerja itu akan meletakkan kunci di bawah pot dekat pintu rumah. Pagar rumah akan digembok tapi gembok tidak dikunci.
Bab 47Mitha akhirnya pulang dengan naik mobil Agha. Pria yang masuk ke ruang rawat Mitha adalah Agha dan Dean suami Mitha. Ntah bagaimana ceritanya mereka bisa berbarengan masuk ke kamar rawat Mitha.Ada untungnya juga Agha datang jadi mereka tidak perlu memesan taksi online karena Agha memang membawa mobil. Tumben pria itu akhir-akhir ini sering bawa mobil, biasanya ia akan naik becak jika akan pergi kemana pun.Artha memang mengirim pesan bahwa ia akan ke rumah sakit tempat Mitha di rawat. Namun, ia tidak memberi tahu di rumah sakit mana dan tiba-tiba saja pria bule itu bisa nongol. Artha tidak tahu bagaimana caranya, apakah Agha memasang chip di tubuh Artha atau membuat GPS di ponsel Artha. Nanti saja ditanyakan setelah mereka berdua.Mobil dikemudikan Agha dengan kecepatan sedang dan disampingnya duduk Dean sebagai pemandu menuju kediaman Dean dan Mitha. Meskipun ada google maps terkadang informasi yang diberikan melenceng dari alamat yang kita ketikkan. Bisa lewat atau bisa juga
Bab 48“Holong, cok kau bangunkan kakak kau itu. Udah siang bilang,” ucap Lisa pada anak sulungnya.“Tadi udah aku bangunin, Ma. Kakak tetap gak mau bangun malah makin narik selimut dan meringkuk tidurnya. Coba Mama yang bangunin,” jawab Holong.“Kau sarapan saja dulu dan ajak adik-adik kau buat sarapan. Ini kopi Bapak udah Mama buat, jangan lupa kasih sama Bapak,” titah Lisa pada Holong. Ia bergegas menuju kamar yang menjadi tempat tidur seorang gadis.Saat tiba di kamar Lisa ingin berteriak untuk membangunkan gadis itu. Namun, niatnya terhenti kala melihat gadis itu tidur meringkuk seperti janin dalam kandungan dengan badan bergetar. Ia mendekat ke kasur dan setengah membungkuk untuk meraba dahi
Bab 49Akhirnya pria paruh baya itu mempersilahkan Agha masuk ke rumah. Ia ingat seminggu lalu pemuda itu pernah singgah dan mengobrol dengannya walau hanya sebentar.“Sejak kapan kamu mengenal putri saya? Kenapa kamu mencari putri saya?” tanya Pak Torang ̶ bapak Artha.Sebelum Pak Torang mempersilahkan Agha masuk, ia telah memperkenalkan dirinya dan memberi tahu tujuannya datang ke rumah ini. Padahal seminggu lalu ia sudah memperkenalkan diri, tapi faktor U mempengaruhi ingatan Pak Torang.“Sudah hampir dua bulan kami saling mengenal, Tulang. Saya sudah mencoba menghubungi Artha dan bahkan mengirim banyak pesan. Namun, tak satu pun pesan saya mendapat balasan. Saya takut terjadi sesuatu pada Artha sehingga saya datang ke sini, Tulang,” jawab Agha dengan penjelasan sedetail mungkin.“Kamu bilang dekat sama Artha bukan?” Agha mengangguk. “Lantas kenapa kamu tak tahu Artha di mana saat ini? Sebagai teman apa kalian tidak saling memberi kabar?”Pertanyaan menohok membuat Agha tertegun
Bab 50Artha menatap banyangan dirinya di dalam air. Ia duduk disebuah batu besar yang dekat dengan air danau sesekali ia mengoyangkan kaki yang menjuntai. Menikmati hembusan angin sepoi yang juga menerbangkan rambut yang sengaja ia gerai. Dari kejauhan ia bisa melihat ombat kecil yang bergelung yang akan menyentuh kakinya. Tidak jauh dari tempat ia duduk ada sekelompok pemancing yang baru saja tiba. Mereka sedang bersiap untuk melemparkan kail ke dalam danau. Di kejauhan ia juga melihat sampan di mana seorang nelayan yang sedang menarik jaring ikan, tidak banyak ia dapat. Mungkin hanya sekedar untuk lauk makan keluarga tidak untuk dijual. Ia melihat anak-anak yang sedang berenang masih menggunakan seragam sekolah. Anak kelas 1 SD di desa ini pulang lebih awal karena belum banyak pelajaran yang akan mereka pelajari. Hanya belajar menulis, membaca dan berhitung. Mungkin mereka kepanasan atau hanya ingin bermain dalam air. Mereka terlihat tertawa bahagia seperti mendapat mainan baru u
"Capek, Bang?" Rajata menyandarkan punggungnya pada kursi sofa, "iya," jawab Rajata dengan mata terpejam. "Sebentar, biar aku ambilkan minum." Artha bangkit, tapi dengan cepat Rajata mencegahnya, "tidak usah, Dek. Nanti, abang saja yang ambil." "Akhirnya kasusnya selesai. Setelah memakan waktu hampir 2 bulan. Tika dipenjara selama 3 tahun," guman Rajata masih dengan mata terpejam. Akibat kasus penculikan yang dilakukan Tika, gadis berambut gelombang itu mendekam di penjara. Karena setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Menurut Rajata itu terlalu ringan, seharusnya Tika mendekam selamanya di penjara. Mengingat bagaimana ia merencanakan penculikan pada Artha, sedangkan untuk Tina, kembaran Tika memilih kabur begitu tau Ti
"Menikahlah denganku!"Suara bariton mengejutkan Aisyah. Semua kunci yang dipegang olehnya terjatuh. Saat ini ia sedang ingin menutup pintu ruko tempat butiknya berada. Namun, karena suara bariton mengagetkannya, pintu tak bisa ia tutup.Aisyah semakin terlonjak kaget ketika membalikkan badan. Di hadapannya berdiri seorang pria yang masih lengkap mengenakan seragam berwarna coklat.Pria itu melangkah mendekat untuk membantu menutup pintu butik milik Aisyah."Mau apa kamu?" tanya Aisyah dengan gugup."Aku hanya ingin membantu menutup butikmu."Pria itu memunguti kunci yang berserakan di lantai. "Yan
"Kamu yakin akan melanjutkan pernikahan ini?"Saat ini Agha sedang berada dalam sebuah kamar hotel bersama Artha. Beberapa jam lagi adalah pemberkatan pernikahan mereka. Masih ada waktu untuk menunda pernikahan sebelum pemberkatan dimulai.Para MUA pilihan mamak sudah selesai merias dan membantu Artha memakai gaun. Agha meminta mereka semua meninggalkan dirinya dan Artha. Kini, tinggal ia dan Artha yang tinggal di kamar hotel itu. Agha ingin membujuk Artha sekali lagi untuk menunda pernikahan mereka. Namun, Artha tetap pada pendiriannya untuk melanjutkan pernikahan.Kondisi Artha belum sepenuhnya pulih. Fisik Artha masih lemah dan ia sedikit mengalami trauma akibat penculikan yang dialaminya. Luka dibagian kaki akibat ikatan yang terlalu kuat belum sepenuhnya p
Bab 87"Mamak di rumah aja, gak usah ikut!" Rendra melarang mamak untuk ikut pergi bersama mereka ketika mengekori langkahnya."Kenapa?" Mamak ingin ikut, ia yakin Artha berada di rumah kosong itu."Aku sama Bang Agha saja yang ke rumah itu. Bapak juga gak usah ikut, siapa tahu ada kabar terbaru dari bang Rajata tentang kak Artha," ucap Rendra dengan lembut."Tulang dan Nantulang sebaiknya istirahat saja di rumah. Kalau ada kabar terbaru kabari kami secepatnya. Setelah menemukan jam itu, kami akan pulang."Agha ikut membujuk kedua orang tua Artha agar tak ikut bersama mereka.Akhirnya kedua orang t
Bab 86."Siapa kira-kira?" tatapan mata bapak sangat tajam seolah ingin menghunus jantung Agha."Mak!"Seruan Rendra membuat Agha urung menjawab pertanyaan bapak."Ada apa?" tanya bapak dengan heran pada Rendra.Rendra mengabaikan bapak dan menghampiri mamak yang baru saja meletakkan minuman, "Mamak ada lihat jam aku?""Jam yang mana?""Jam yang seperti itu."Saat menunjuk, mata Rendra tertuju pada pergelangan tangan Agha yang kebetulan sedang memakai jam tangan yang s
Terdengar bunyi dering ponsel yang begitu nyaring, tanpa melihat siapa yang memanggil, Tika langsung menempelkan ponsel ke telinga begitu ia menggeser ikon telepon berwarna hijau. "Gue masih di rumah kosong ini. Kenapa suara lo kedengaran khawatir gitu?" Kemudian Tika melihat ponselnya dan menekan ikon loudspeaker. "Gimana gue gak khawatir, hampir aja gue ketahuan." Suara lawan bicaranya terdengar menghela nafas. "Ketahuan bagaimana? Bukannya semua udah gue kasih tau dan lo udah paham?" "Satu hal yang lo lupa, lo gak kasih tahu parfum yang lo pakai!" Suara diseberang terdengar sangat kesal, "sorry, gue gak berpikir sampai kesitu. Apa itu jadi masalah? Gue yakin lo bisa mengatas
Bab 84"Ternyata lo masih ingat wangi parfum Tika," ejek Riko. "Padahal sudah hampir enam bulan kita semua tidak pernah ketemu sama lo," imbuhnya lagi menatap tak percaya pada pria pirang itu."Lo salah, gue dan Tika dua bulan lalu baru bertemu. Kalo gak percaya tanya aja langsung pada orangnya."Agha melirik tajam pada Tika yang duduk dengan meremas kedua tangannya. Sontak semua mata tertuju pada Tika, dengan cepat Tika mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Agha yang semakin curiga melihatnya."Kalian tahu sendiri 'kan. Parfum yang digunakan Tika sangat menyengat dan bahkan bukan hanya gue yang menyadari jika Tika tidak pernah berganti parfum."Pandangan Agha masih tetap pada Tika yang duduk gelisah dengan kedua tangan masih saling meremas"Gu-e, hanya mencoba parfum Rani. I-ya 'kan Ran?" Tika menjawab dengan gugup sembari menyikut pergelangan tangan Rani meminta pembelaan pada gadis berambut sebahu itu."Santai aja kali Gha. Gue baru beli parfum baru dan meminta Tika untuk m
Bab 83Mentari merangkak menuju barat, tanda sore semakin merayap. Senja menyapa dengan lambaian warna jingganya. Keluarga Artha terlihat panik karena tidak menemukan Artha di kamar ataupun di halaman belakang. "Lapor polisi, Pah!" seru mamak wajahnya terlihat panik dan kelihatan sedikit pucat. Meskipun melapor kepada pihak yang berwajib belum bisa dilakukan, dengan spontan mamak tetap mengatakannya. Karena wanita paruh baya itu begitu panik dan cemas akan anak gadisnya yang tiba-tiba saja tidak berada di rumah. Artha memang selalu keluar, tapi ia selalu pamit sebelum hendak pergi kemanapun.Jika esok ia akan keluar, maka malam sebelum kedua orangtuanya tidur ia akan pamit dan mengatakan kemana tujuannya atau paling tidak ia akan menelepon atau mengirim pesan. Kali ini, Artha tidak pamit meski baru beberapa jam Artha tidak berada di rumah, tapi naluri keibuannya berkata Artha sedang tidak baik-baik saja. "Belum 1x24 jam Artha menghilang," jawab bapak dengan datar, terlihat santai.
Bab 82Entah kenapa selepas makan siang Agha tampak gusar. Sebentar duduk sebentar lagi berdiri. Begitu terus sampai berulang-ulang. Apa mungkin karena akan menghadapi hari pernikahan, tapi itu akan berlangsung 2 minggu lagi. Ia menyambar kunci mobil dan dompet yang berada di atas meja dengan cepat. Satu-satunya yang ada dipikirannya adalah Artha. Keluarga melarang mereka untuk bertemu sementara sampai pada hari H. Namun, saat ini pikirannya tertuju pada Artha, ada rasa yang tak biasa yang mengganjal. Ia pun sulit mengartikannya, padalah saat istirahat sembari makan siang ia sempatkan untuk video call dengan Artha. Ia pun melajukan mobilnya ke kediaman Artha dengan kecepatan rata-rata, beruntung jalanan tidak begitu macet. Mungkin belum jam kantor pulang. Setelah memarkirkan mobil tepat di depan rumah Artha, ia pun turun dan kedua orangtua Artha juga baru turun dari becak. Mereka berpapasan di depan rumah. "Bere, sudah kami bilang jangan d