Bab 48“Holong, cok kau bangunkan kakak kau itu. Udah siang bilang,” ucap Lisa pada anak sulungnya.“Tadi udah aku bangunin, Ma. Kakak tetap gak mau bangun malah makin narik selimut dan meringkuk tidurnya. Coba Mama yang bangunin,” jawab Holong.“Kau sarapan saja dulu dan ajak adik-adik kau buat sarapan. Ini kopi Bapak udah Mama buat, jangan lupa kasih sama Bapak,” titah Lisa pada Holong. Ia bergegas menuju kamar yang menjadi tempat tidur seorang gadis.Saat tiba di kamar Lisa ingin berteriak untuk membangunkan gadis itu. Namun, niatnya terhenti kala melihat gadis itu tidur meringkuk seperti janin dalam kandungan dengan badan bergetar. Ia mendekat ke kasur dan setengah membungkuk untuk meraba dahi
Bab 49Akhirnya pria paruh baya itu mempersilahkan Agha masuk ke rumah. Ia ingat seminggu lalu pemuda itu pernah singgah dan mengobrol dengannya walau hanya sebentar.“Sejak kapan kamu mengenal putri saya? Kenapa kamu mencari putri saya?” tanya Pak Torang ̶ bapak Artha.Sebelum Pak Torang mempersilahkan Agha masuk, ia telah memperkenalkan dirinya dan memberi tahu tujuannya datang ke rumah ini. Padahal seminggu lalu ia sudah memperkenalkan diri, tapi faktor U mempengaruhi ingatan Pak Torang.“Sudah hampir dua bulan kami saling mengenal, Tulang. Saya sudah mencoba menghubungi Artha dan bahkan mengirim banyak pesan. Namun, tak satu pun pesan saya mendapat balasan. Saya takut terjadi sesuatu pada Artha sehingga saya datang ke sini, Tulang,” jawab Agha dengan penjelasan sedetail mungkin.“Kamu bilang dekat sama Artha bukan?” Agha mengangguk. “Lantas kenapa kamu tak tahu Artha di mana saat ini? Sebagai teman apa kalian tidak saling memberi kabar?”Pertanyaan menohok membuat Agha tertegun
Bab 50Artha menatap banyangan dirinya di dalam air. Ia duduk disebuah batu besar yang dekat dengan air danau sesekali ia mengoyangkan kaki yang menjuntai. Menikmati hembusan angin sepoi yang juga menerbangkan rambut yang sengaja ia gerai. Dari kejauhan ia bisa melihat ombat kecil yang bergelung yang akan menyentuh kakinya. Tidak jauh dari tempat ia duduk ada sekelompok pemancing yang baru saja tiba. Mereka sedang bersiap untuk melemparkan kail ke dalam danau. Di kejauhan ia juga melihat sampan di mana seorang nelayan yang sedang menarik jaring ikan, tidak banyak ia dapat. Mungkin hanya sekedar untuk lauk makan keluarga tidak untuk dijual. Ia melihat anak-anak yang sedang berenang masih menggunakan seragam sekolah. Anak kelas 1 SD di desa ini pulang lebih awal karena belum banyak pelajaran yang akan mereka pelajari. Hanya belajar menulis, membaca dan berhitung. Mungkin mereka kepanasan atau hanya ingin bermain dalam air. Mereka terlihat tertawa bahagia seperti mendapat mainan baru u
Bab 51 “Nanguda ada lihat ponselku?” tanya Artha begitu ia sampai di rumah. Lisa mengedarkan pandangan sembari mengingat di mana ia letak ponsel Artha. Kemarin siang ia membongkar isi tas ransel Artha dan menemukan ponselnya diantara susunan pakaian. Mungkin Artha sengaja meletakkan di tengah agar tak kena air mengingat mereka saat perjalanan ke desa diterpa hujan. “Nanguda lihat tidak?” tanyanya lagi karena tak mendapat jawaban dari Lisa. “Coba kamu lihat di meja dekat TV, sepertinya aku letakkan di sana saat selesai membongkar isi tasmu.” Artha melangkah menuju meja yang Lisa sebutkan dan benar ponselnya ada di sana, tapi dalam keadaan mati. Ia menekan tombol power yang ada di sisi kanan ponsel menunggu beberapa detik agar ponsel itu menyala. “Sebaiknya kau bersihkan badanmu dulu, nanti kau masuk angin. Kamu baru sembuh.” Saran Lisa pada Artha yang melihat pakaian Artha sudah hampir mengering. “Bagaimana kalau kamu sakit lagi?” tanyanya. “Sebentar Nanguda, Agha masih mandi,”
Bab 52 “Kenapa kamu tidak bisa berenang?” tanya Agha. Artha tidak langsung menjawab pertanyaan Agha, ia malah asyik minum air kelapa yang tinggal seperempat di gelas bertangkai. Pandangannya tertuju pada para pembajak sawah dan burung jalak yang bertengger di punggung kerbau yang sedang merumput di pematang sawah. “Kok malah diam? Kamu gak dengar pertanyaan aku, hmmm.” Agha menjawil pipi Artha. Setahu Agha anak-anak di desa ini rata-rata pandai berenang atau mereka tidak takut berenang meski di tepi danau yang airnya sebatas lutut orang dewasa. Artha sendiri sudah sejak umur 5 tahun tinggal di sini dan kesehariannya selalu bermain di danau. Namun, kenapa ia malah takut saat Agha membawanya ke dalam danau? Ia penasaran dan sangat ingin tahu apa penyebabnya. Artha menarik napas dan membuangnya secara perlahan kemudian ia menghabiskan air kelapa muda dalam gelas. Barulah ia memulai cerita kenapa ia tak bisa berenang lebih tepatnya tak mau berenang. “Aku pernah hampir tenggelam kare
Bab 53Malam hari setelah mereka selesai makan malam, pak Martinus meminta Artha untuk membuat kopi. Di rumah itu sedang duduk Rajata, Agha, pak Martinus, suami Lisa, sedangkan anak-anak Lisa sudah tidur. Sementara Lisa sedang menyusui anak bungsunya. “Abang kok tiba-tiba bisa ada di sini?” tanya Artha setelah meletakkan cangkir kopi di depan masing-masing orang. Pertanyaan itu ia tujukan pada Raja. “Abang kangen sama kau,” ucapnya dengan nada mengejek. “Ck! Alasan, bilang aja mau ketemu sama guru itu kan? Mumpung ini lagi weekend jadi bisa dipuasin buat ketemu apalagi besok pembukaan resort jadi makin panjanglah urusan percintaan itu,” ucap Artha dengan terkekeh. Besok adalah peresmian pembukaan resort, setelah pengerjaan selama kurang dari setahun akhirnya resort itu resmi dibuka. Rombongan dari Medan adalah karyawan Agha dan para petinggi perusahaan. Mereka saat ini sedang menginap di rumah kepala Desa. “Abang tidak bisa seperti kamu, Dek. Yang tiap hari bisa ketemu, saat 2 h
Bab 54Acara peresmian pembukaan resort Pariban dihadiri oleh Bupati, Camat, dan Kepala Desa. Seluruh Karyawan Cabang Artha Company juga turut hadir. Acara tersebut juga dimeriahkan oleh artis-artis batak dan artis ibukota yaitu Judika. Resort itu Agha beri dengan nama Pariban. Ide itu tercetus begitu saja saat Kakeknya menanyakan perihal nama untuk resort yang dibangun di kampung halaman sang bunda. Sebagai acara pembuka yang pertama adalah tarian tortor yang dibawakan oleh anak SMP di desa itu, selanjutnya kata sambutan dari pemimpin perusahaan Artha Company yang diwakili oleh Agha. Setelah Bupati memberikan kata sambutan barulah pemotongan pita dilakukan yang menandakan bahwa resort Pariban telah resmi dibuka. Tamu-tamu kini sedang menikmati hidangan yang ada di meja panjang. Mereka secara bergantian mengambil makanan dan kembali duduk ke kursi yang telah dilapisi kain satin berwarna putih. Sambil makan para tamu dihibur oleh artis-artis batak. Tampak di panggung yang tingginy
Bab 55 Agha lebih memilih untuk memutus sambungan telepon daripada harus meladeni pertanyaan sang kakek . Namun, ia begitu heran darimana kakek tahu perihal hubungan dia dengan Artha. Mungkinkah selama ini kakek mengawasi? Ia tak pernah bercerita tentang Artha dan mengenai alamat tulang yang diberikan pun ia selalu berkata belum menemukan. Daripada pusing lebih baik memilih untuk kembali duduk bersama Artha meski ia tak begitu menikmati nyanyian para artis yang ia undang. Namun, duduk bersama Artha akan membuat rasa pusing itu perlahan hilang karena ia dapat menghirup aroma buah-buahan dari tubuh Artha yang dapat merilekskan tubuh dan pikirannya. *** Judika telah selesai menyanyikan lagu 'O Duma' dan bersiap untuk kembali ke Jakarta. Suara bising yang begitu menggema di telinga berasal dari helikopter yang membawa Judika. Hening itu yang terjadi begitu helikopter yang dinaiki sang idola batak meninggalkan area resort. Artha dan para tamu masih mendongakkan kepala melihat keperg